Anda di halaman 1dari 13

BAB I

TINJUAUAN TEORI

A. Definisi

Laparatomi adalah operasi yang dilakukan untuk membuka abdomen


(bagian perut). Kata "laparotomi" pertama kali digunakan untuk merujuk
operasi semacam ini pada tahun 1878 oleh seorang ahli bedah Inggris,
Thomas Bryant. Kata tersebut terbentuk dari dua kata Yunani, lapara dan
tome. Kata lapara berarti bagian lunak dari tubuh yg terletak di antara
tulang rusuk dan pinggul. Sedangkan tome berarti pemotongan (Kamus
Kedokteran, 2011).

Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat


terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif
Mansjoer, 2010).

Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan


operasi. (Lakaman 2011).

B. Etiologi

Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh


beberapa hal (Smeltzer, 2012) yaitu:

1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam).

2. Peritonitis.

3. Perdarahan saluran cerna.

4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.

5. Massa pada abdomen


Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus
obstruktif, sekitar 50% - 70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh
riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi
intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar
5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam
masa anak-anak.

C. Jenis-jenis Laparatomi

1. Mid-line incision

2. Paramedian yaitu sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang
(12,5 cm).

3. Transverse upper abdomen incision yaitu insisi di bagian atas, misalnya


pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

4. Transverse lower abdomen incision yaitu insisi melintang di bagian


bawah 4cm diatas anterior spinaliliaka, misalnya; pada operasi
appendictomy. Latihan - latihan fisik seperti latihan napas dalam, latihan
batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong,
Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari
ke 2 post operasi. (Smeltzer, 2012).

D. Manifestasi Klinis

1. Nyeri tekan.

2. Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernafasan.

3. Kelemahan.
4. Gangguan integumen dan jaringan subkutan.

5. Konstipasi.

6. Mual dan muntah, anoreksia.

E. Patofisiologi

Menurut Dermawan, 2010, ketika peristaltik berhenti daerah usus yang


terlibat akan menjadi kembung dengan gas dan cairan. Dalam satu hari
kurang lebih 8 liter cairan dikeluarkan ke dalam lambung dan usus halus,
secara normal sebagian besar cairan ini direabsorbsi di dalam kolon. Jika
peristaltik berhenti, bagaimanapun akan banyak cairan tertahan di dalam
lambung dan usus kecil. Cairan yang tertahan ini meningkatkan tekanan pada
dinding mukosa dan jika tidak dikeluarkan mengakibatkan iskemic nekrosis,
invasi bakteri dan akhirnya peritonitis. Kehilangan sodium dan ion-ion
klorida menyebabkan keluarnya potassium dari sel mengakibatkan alkolosis
hypokalemik. Ketika obstruksi mekanik terjadi gelombang peristaltik sebelah
proksimal dari daerah obstruksi meningkat sebagai usaha untuk mendorong
isi usus melewati obstruksi. Gerakan peristaltik ini menyebabkan bising usus
yang tinggi.

Kandungan abdomen akibat usus yang kembung akan menyebabkan


ventilasi paru-paru terganggu oleh tekanan pada diafragma. Tekanan pada
kandung kemih dapat menyebabkan retensia urine. Konstipasi terjadi pada
obstruksi mekanik karena sebagian dari feses biasanya lewat daerah
obstruksi. Jika peristaltik berhenti sepenuhnya seperti pada ileus paralitik atau
obstruksi organik yang komplit, maka tidak terjadi defekasi sama sekali
(obstruksi).

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional


(Dorland, 2011). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera
fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2010).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa
kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor
implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau
tidak disengaja (Smeltzer, 2011). Trauma abdomen adalah cedera pada
abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang
disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2011).

Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi
dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan
tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan , pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt) dapat mengakibatkan
terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan laparatomy.(Arif
Muttaqin, 2013).

Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan


darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri, iritasi
cairan usus. Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan
hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis,
perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel.
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan respon stress dari saraf
simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit, syok dan
perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri
akut.(Arif Muttaqin, 2013).

Tindakan pembedahan menimbulkan adanya luka yang menandakan


adanya kerusakan jaringan. Adanya luka merangsang reseptor nyeri sehingga
mengeluarkan zat kimia berupa histamin, bradikimin, prostaglandin akibatnya
timbul nyeri.
F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus


besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan
kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran
kencing.

2. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.

3. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.

4. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma


saluran kencing.

5. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut


yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma
tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan
dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan
melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah
dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.

6. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan


memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan
kedalam rongga peritonium.

G. Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy adalah :

1. Respiratory: Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi


pernapasan.

2. Sirkulasi: Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.

3. Persarafan : Tingkat kesadaran.


4. d Balutan: Apakah ada tube, drainage ? Apakah ada tanda-tanda infeksi?
Bagaimana penyembuhan luka?

5. Peralatan: Monitor yang terpasang, cairan infus atau transfusi.

6. Rasa nyaman: Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas
ventilasi.

7. Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.Pengkajian

H. Komplikasi

1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.


Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru,
hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki, ambulasi
dini post operasi.

2. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilococus
aurens, organisme gram positif. Stapilococus mengakibatkan peranahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan
luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.

3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau


eviserasi.

4. Ventilasi paru tidak adekuat.

5. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung.

6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

7. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan. (Arif Mansjoer, 2012).


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.

2. Keluhan Utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan


adalah nyeri pada abdomen.

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang telah
diambil sebelum akhirnya klien dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan penanganan secara medis.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di rumah


sakit.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Bisanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,diabetes


melitus,atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

d. Riwayat psikososial dan spiritual

Peranan pasien dalam keluarga status emosional meningkat,


interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas
yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status
dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah
sehari-hari.

4. Aktivitas sehari-hari (sebelum dan selama sakit)

a. Pola Nutrisi

b. Pola Eliminasi

c. Pola Personal Hygiene

d. Pola Istirahat dan Tidur

e. Pola Aktivitas dan Latihan

f. Seksualitas/reproduksi

g. Peran

h. Persepsi diri/konsep diri

i. Kognitif diri/konsep diri

j. Kognitif perseptual

B. Pemeriksaan Fisik

a) Kepala :pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma


atau riwayat operasi.

b) Mata

Penglihatan adanya kekaburan, akibat akibat adanya gangguan nervus


optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III),
gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam
menggerakkan boal mata kalateral (nervus VI).
c) Hidung

Adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada nervus


olfatorius (nervus I).

d) Mulut

Adanya gangguan pengecapan (lidah ) akibat kerusakan nervus vagus


adanya kesulitan dalam menelan.

e) Dada

Inspeksi : kesimetrisan bentuk, dan kembang kempih


dada.

Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan dan massa.

Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi.

Auskultasi : mengetahui suara nafas, cepat dan dalam.

f) Abdomen

Inspeksi : bentuk, ada tidaknya pembesaran.

Auskultasi : mendengar bising usus.

Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi.

Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pasca operasi.

g) Ekstremitas

C. Diagnosa Keperawatan (NANDA, 2015)

1. Nyeri akut berhubungan dengan dilakukannya tindakan insisi bedah.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya sayatan / luka operasi


laparatomi.
3. Gangguan imobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari
anggota tubuh.

D. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria intervensi


hasil

1. Nyeri akut NOC NIC


berhubungan dengan Anxiety Reduction
Kriteria Hasil:
dilakukannya tindakan (penurunan kecemasan)
insisi bedah. Mampu
Identifikasi tingkat
mengontrol
kecemsan
kecemasan
Bantu klien
Mengontrol
mengenal situasi
nyeri
yang menimbulkan
Kualitas tidur kecemasan
dan istirahat
Kaji karakteristik
adekuat
nyeri
Status
Instruksikan pasien
kenyamanan
menggunakan
meningkat
tehnik rekasasi

Berikan posisi
nyaman sesuai
kebutuhan

Kolaborasi
pemberian obat
analgetik
2. Resiko infeksi NOC NIC
berhubungan dengan
Kriteria hasil Infection Control
adanya sayatan / luka
(kontrol infeksi)
operasi laparatomi. Klien bebas dari
tanda dan gejala o Monitor tanda dan
infeksi gejala infeksi
sistemik dan lokal
Menunjukkan
kemampuan o Bersihkan luka
untuk mencegah
o Ajarkan cara
timbulnya
menghindari infeksi
infeksi
o Instruksikan pasien
Jumlah leukosit
untuk minum obat
dalam batas
antibiotik sesuai
normal
resep

Berikan terapi
antibiotik IV bila
perlu

3. Gangguan imobilisasi NOC NIC


berhubungan dengan
Kriteria hasil Exercise therapy :
pergerakan terbatas
ambulation
dari anggota tubuh. Klien
meningkjat Monitor vital sign
dalam aktivits sebelum/sesudah
fisik latihan dan lihat
respon pasien saat
Mengerti dari
latihan
tujuan dari
peningkatan Latih pasien dalam
mobilitas pemenuhan
kebutuhan ADLs
Memeragakan
secara mandiri
penggunaan alat
sesuai kebutuhan
Bantu untuk
Kaji kemampuan
mobilisasi
pasien dalam
(walker)
mobilisasi

Konsultasi dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulasi
sesuai kebutuhan

Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
DATAR PUSTAKA

Brunner and suddart. 2011. Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition.
J.B. Lippincott Campany, Philadelpia.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2012. Capita ,Selekta Kedokteran. Bakarta :Media Aesculapius.

Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika

Prasetyo, S. N. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha


Ilmu.

Soeparman, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2011. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and


Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta

Barbara, Kodier. 2004. Fundamental of NursingConcepts. Proses and Practice


Seven Edition.

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta : EGC.

Dermawan, D : Rahayuningsih, T, 2010. Keperawatan Medikal Bedah Sistem


Pencernaan.

Potter & Perry, 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2. EGC:
Jakarta.

Wilkinson M, Judith. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai