Anda di halaman 1dari 2

HIDUP SEDERHAN ASALKAN TIDAK MEMPUNYAI BEBAN DARIPADA HARUS JADI TKI

Memang sangatlah sulit jika hidup tanpa pekerjaan, apalagi tuntutan untuk membiayai hidup cukup besar
di jaman sekarang. Nilai perekonomian semakin tinggi, tuntutan anak untuk sekolah, biaya makan setiap
hari, belum juga kebutuhan kebutuhan lainnya seperti sabun cuci, sabun mandi, serta peralatan dan
perabotan rumah. Lapangan pekerjaan yang sulit membuat sebagian orang harus rela bekerja apa saja
demi memenuhi kebutuhannya, salah satunya rela menjadi TKI. Seorang ibu yang tinggal disuatu gubuk
kecil di ujung utara kota Manado tepatnya di desa tuminting yang harus rela menjadi seorang TKI. Ibu
yang hanya tinggal di gubuk berdinding bambu dan beralaskan tanah ini, sebelum menjadi seorang TKI ia
adalah seorang pekerja keras, mulai dari menjadi pemulung, mencari sayur sayuran untuk dijual ke pasar,
sampai pekerjaan mencuci pakaian orang sudah dilakoninya. Ibu yang biasa disapa Essy ini harus bekerja
keras semenjak di tinggal suaminya lima tahun yang lalu. Suami ibu Essy adalah seorang lelaki yang
pekerja keras dan bertanggung jawab, ia selalu mampu untuk menafkai keluarganyaa, sampai pada suatu
saat kemalanga menghampiri suaminya. Kecelakaan yang pada waktu itu menimpa suaminya setelah
pulang dari bekerja, membuat suaminya harus terbaring lemah di rumah sakit Malalayang. Hal itu
bermula pada Jumat 20 januari 2012 tepatnya di jalan sam ratulangi saat suaminya tengah di perjalanan
pulang menuju rumahnya, tiba tiba ojek yang ditumpanginya diseret oleh truk yang bermuatan batu bara
sampai suminya terpental seratus meter jauhnya. Pada saat itu juga suaminya langsung dilarikan ke rumah
sakit Malalayang, ibu Essy dengan segera bergegas ke rumah sakit setelah mendapatkan kabar dari
tetangga kalau suaminya kecelakaan. Setiba di rumah sakit, dengan raut wajah pucat seperti layaknya
kertas hvs, ibu Essy menangis tersedu sedu sambil berbicara dalam hati semoga suamiku baik baik
saja, tiba tiba ia bertemu dengan seorang dokter dan bertanya, ibu Essy dokter, bagaimana keadaan
pasien yang kecelakaan tadi, oh ini istrinya ,jawab si dokter, ia dok saya istrinya lanjut ibu Essy sambil
menangis dan mengeluarkan air mata. Ibu tenang saja, kami masih sedang berusaha menagani suami ibu,
sekarang suami ibu dalam kondisi tidak sadarkan diri, tegas dokter, sudah ya bu saya mau lanjut, sambil
berjalan meninggalkan ibu Essy. Seperti bangunan yang berdiri kokoh dan tiba tiba hancur lebur, itu
perasaan yang dirasakan ibu Essy, sampai tiba saatnya bangunanruntuh itu tersapu rata ketika ia
mendengar kalau suaminya telah meninggal. Isak tangis dan kepedihan mendalam yang dirasakan ibu
yang mempunyai lima orang anak ini, ditambah lagi ia berpikir kalau harus bagaimana hidup tanpa suami
dan mengurus lima orang anak. Hari untuk pemakama suaminyapun tiba, tetapi ibu Essy terasa masih
belum merelakan kepergian suaminya, rasanya kayak kehilangan harapan hidup kata ibu essy.

Saat ini saya hidup bersama kelima anak saya yang masih keci, dan saya harus mencari nafkah sendiri
untuk memenuhi kebutuhan kata bu Essy lewat wawancara yang saya lakukan pada sabtu, 16 september
2017 lalu. Sambil meneteskan air mata dan sembari mengingat kenangan almarhum suaminya, ibu essy
menceritakan pengalaman hidupnya sampai mengapa ia harus menjadi TKI. Kebutuhan hidup memaksa
saya harus menjadi TKI, kata bu Essy, saya sudah menjadi TKI hampir lima tahun sejak suami saya
meninggal. Saat itu bermula ketika saya bertemu teman lama, ia mangajak saya dan menawarkan saya
pekerjaan yang menggiurkan, karna memang upahnya sangat menjanjikan, saat itu ia menawarkan
pekerjaan dengan upah minimal satu bulan bisa mencapai lima juta rupiah, siapa yangtidak tergoda ,kata
bu essy. Saat itu saya sedang berjualan sayur di pasar, tba tiba teman saya menghampiri tempat saya
berjualan, kita ngobrol banyak saat itu sampai ia bertanya ke saya, Essy ,kamu mau bekerja dan
mendapatkan upah banyak, ya jelas mau ,jawb saya pada waaktu itu, dan saat itulah saya bersedia untuk
di kirim menjadi TKI di Arab, walaupun saya harus menitip ke lima anak saya ke mertua, ya walaupun
harus menahan rasa malu, tandas bu essy. Tibalah bu Essy di Arab, namun setelah beberapa lama di Arab
ia mengaku kalau apa yang dikatakan temannya ternyata berbeda dengan apa yang terjadi di sana, tapi
apalah daya, saya tidak bisa pulang karena tidak mempunyai ongkos, jadi selama lima tahun saya
bertahan walaupun banyak siksaan dari majikan, ungkapnya.ibu essy selama lima tahun bekerja sambil
mengumpulkan uang dan berharap bisa pulang dan membawa uang untuk anak anaknya. Tibalah saatnya
ibu essy telah cukup mengumpulkan uang untuk pulang, tetapi apa yang terjadi? Ternyata majikannya
tidak memperbolehkan saya untuk pulang, kata bu essy, pada waktu itu juga majikannya mengancam,
katanya jika kamu ingin pulang boleh saja, tapi jangan berharap kamu bisa pulang dengan selamat, ibu
essy saat itu merasa tertekan dan takut seperti sedang berhaapan dengan singa lapar dan buas. Sampai tiba
saatnya ibu essy mendapat cara untuk pulang lewat bantuan dari pemerintah Indonesia. Sejak saat itu ibu
essy berharap pemerintah bisa menyediakan modal untuknya agar bisa buka usaha dan berharap tidak aka
lagi bekerja sebagai TKI

ANDREAS SASUANG

Anda mungkin juga menyukai