Anda di halaman 1dari 35

PRESENTASI KASUS

Diare Akut dengan Dehidrasi Berat

Oleh:
Rifah Hazmar (1102012245)

Pembimbing:
dr. Tuti Rahayu, Sp.A (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 07 AGUSTUS 2017- 14 OKTOBER 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RSUD PASAR REBO
JAKARTA

1
I. IDENTITAS
Nama : An. A
Tempat dan
tanggal lahir/Umur : 24 Januari 2017 / 8 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Tanah Merdeka
Masuk RS : 10 September 2017
No. CM : 2017- 766276
Tgl. Periksa : 10 September 2017

Data Orang Tua Ayah Ibu


Nama - Ny. N
Umur - 33 th
Pekerjaan - IRT
Pendidikan - SD
Agama - Islam

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis terhadap : Nenek dan Ibu pasien

1. Keluhan Utama :
BAB cair > 10 x dalam sehari sejak 2 hari SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan BAB cair sebanyak
lebih dari 10 kali dalam sehari sejak 2 hari SMRS, BAB cair tersebut tidak ada ampas
berwarna kuning, tidak terdapat darah, tidak ada lendir. BAB tidak berbau asam, tidak
berbau busuk dan seperti air cucian beras tidak ada. Muntah 5-6 x sejak 2 hari SMRS,
pasien tampak lemah, BAK terakhir tidak diketahui tetapi pada saat di IGD dilakukan
pemasangan DC urin tidak keluar. Pada pasien didapatkan demam sejak 1 hari SMRS,
demam disertai dengan kejang 1 x dirumah > 10s, sampai di IGD masih kejang mata
mendelik keatas, berselaput dan seluruh tubuh kaku. Penurunan kesadaran sejak 1 hari
smrs. Pasien belum dibawa ke Puskesmas ataupun Rumah Sakit. Nenek pasien
mengatakan tidak ada makanan yang baru dimakan sebelum BAB cair, jika pasien
menangis nenek pasien terus memberikan susu agar pasien tidak menangis dan
pemberian lebih dari 3 x dalam sehari. Tidak ada keluarga atau tetangga yang
mengalami keluhan yang sama.

2
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan yang sama sebelumnya (-), riwayat asma (-), riwayat alergi susu (-),
riwayat alergi makanan (-), riwayat alergi obat (-), riwayat kejang (-).

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Riwayat asma (-),
riwayat alergi (-), epilepsi (-).

5. Silsilah/ Ikhtisar keturunan :

-----------

Keterangan :

: Pasien : Perempuan : Laki-laki ---------- : Pisah/bercerai

6. Riwayat Pribadi :
Kehamilan ANC Ya
Tempat persalinan Bidan
Kelahiran Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi Cukup bulan
Pasca lahir Keadaan bayi Berat lahir : 3800 gr
Panjang badan : cm (lupa)
Lingkar kepala : cm (lupa)
Menangis spontan : ya
Kelainan bawaan : -

7. Riwayat Makanan :
ASI : 2 bulan dilanjutkan Susu SGM Formula > 3/hari
MPASI : Mulai pada usia 5 bulan : Bubur tim
Sekarang : Susu SGM Formula > 3/hari dan bubur tim

3
8. Perkembangan :
Tengkurap : 6 bulan
Merembet :-

9. Imunisasi :
Nenek dan ibu pasien mengatakan sudah menjalanin program pemberian
imunisasi terhadap pasien sesuai usia sudah dilakukan, tetapi tidak ingat apa
dan kapan pastinya.

10. Sosial Ekonomi dan Lingkungan


- Sosial Ekonomi :
- Ibu pasien mengaku tidak menerima gaji dari suaminya, dikarenakan
suaminya pergi dan meninggalkan rumah dan telah bercerai, ibu pasien
bekerja sebagai buruh lepas di Pasar dan penghasilan sehari-hari tidak
mencukupi kebutuhan keluarga.
- Anggota keluarga pasien yang dihidupi sebanyak 5 orang termasuk ibu
pasien, nenek pasien dan pasien sendiri.

- Lingkungan :
- Ibu pasien mengaku kalau lingkungan sekitar rumahnya merupakan rumah
yang padat penduduk

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Pemeriksaan Umum

1. Kesan Umum : Tampak sakit berat


2. Kesadaran : Somnolen
3. Tanda Utama :
Frekuensi Nadi : nadi sulit teraba, dalam
Frekuensi nafas : 38 x/menit, cepat dan dalam (kussmaul)
o
Suhu : 38,6 C

Tekanan Darah :-

4
4. Status Gizi :
Klinisi : edema (-) , tampak kurus (+)
Antropometri :
o Berat Badan (BB) : 5 kg
o Tinggi/Panjang
Badan (TB/PB) :69 cm
o Lingkar Kepala :42 cm
o Lingkar lengan atas :-
o BB/U : z score < -3 : berat badan sangat kurang
o TB/U : z score -2 SD +2 : Normal
o BB/TB : z score <-3 : Gizi buruk
o BMI :-

Simpulan status gizi : Gizi buruk Perawakan : Normal

5
6
B. Pemeriksaan Khusus :
1. Kulit : Ikterik (-), sianosis (-), turgor kembali sangat
2. Kepala : Normocephal, rambut berwarna coklat tidak mudah dicabut,
ubun-ubun cekung (+)
3. Mata : Mata berselaput (+/+), Mata cekung (+/+), air mata (-/-),
conjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-), pupil isokor
4. Mulut : Tidak sianosis, Bibir dan lidah tampak sangat kering, gusi tidak
meradang, tidak merah dan bengkak
5. Telinga : Bentuk normal, secret (-), serumen (-).
6. Hidung : Bentuk normal, Napas cuping hidung (+), deformitas (-), secret
(-)
7. Tenggorokan : Sulit dinilai
8. Leher : KGB tidak teraba membesar.
9. Thorax
a. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba disela iga ke 5, linea mid clavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
b. Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pernafasan simetris dalam keadaan statis
dan dinamis, retraksi intracosta (+)
Palpasi : Tidak teraba massa
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki (+/+) pada saat Inspirasi,
wheezing (-/-)
10. Abdomen : Cekung (+), Bising usus (+), kembung (-), nyeri tekan (-)\
11. Genital : Ruam perianal (-)
12. Ekstremitas
Gerakan : Negatif (kanan kiri)
Tonus : Tidak Baik (kanan kiri)
Kekuatan otot :2
Refleks fisiologis : (-) kanan kiri
Refleks patologis : (-) kanan kiri
Tanda rangsang meningeal : (-)
Akral : Dingin (+), tidak sianosis, edema (-), CRT>2s.

7
IV. DATA LABORATORIUM

Jenis Hasil 10/09/17 Hasil 12/09/17 Hasil 14/09/17 Satuan Nilai Rujukan
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.8 L 9.7 L 9.9 g/dl 11,7-15,5
Hematokrit 32 L 28 L 29 32-47
Eritrosit 4.1 3.9 3.7 Juta/ul 3,8-5,2

Leukosit 18.40 L 4.46 7.60 10 3,60-11,00


Trombosit 191 L 71 L 122 ribu/ul 150-440

Hitung Jenis Hasil Hasil Hasil Nilai rujukan


10/09/17 12/09/17 14/09/17
Basofil 0 0 0 0-1
Eosinofil 0 L0 0 1-3
Neutrofil Batang 0 L0 0 3-5
Neutrofil 67 H 69 51 50-70
Segmen
Limfosit 22 22 38 25-40
Monosit 11 9 11 2-3

KIMIA KLINIK Hasil 10/09/17 Hasil 12/09/17 Satuan Nilai Rujukan


SGOT(AST) H 72 - U/L 0-35
SGPT(ALT) H 62 - U/L 0-35
Ureum Darah H 121 17 mg/d L 20-40
Kratinin Darah H 1.38 0.23 mg/d L 0,35-0,93
GDS 82 - mg/d L <200

KIMIA KLINIK Hasil 10/09/17 Hasil 11/09/17 Hasil 12/09/17 Nilai Rujukan
GasDarah+
Elektrolit
pH LL 7.046 7.346 7.397 7/370-7.400
pCO2 L 9.9 21.5 L 23.0 33.0-44.0
PO2 H 262.0 175.0 H 160.0 71.0-104.0
HC03 - L 2.6 11.5 L 13.8 22.0-29.0
HCO3 standard 5.8 14.4 16.6
TCO2 LL 3 12 L 15 19-24
BE ecf L -26.5 -13.2 L -10.1

8
BE (B) L -27.20 -12.80 L -9.70 -2- +3
Saturasi O2 H 98.80 99.60 H 99.50 94.00-98.00
Natrium 141 (05:13) 141(09:33) 139 (08:17) 135-147
143 (08:23)
143 (18:03)
Kalium 4.6 (05:13) 4.3 (09:33) 3.8 (08:17) 3.5-5.0
3.7 (18:03)
4.1 (08:23)
Clorida H 117 (05:13) 114 (09:33) 106 (08:17) 98-108
H 120 (18:23)
H 120 (08:23)

URINALISA Hasil 11/09/17 Nilai Rujukan

Urin Lengkap
Makroskopik
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Kimia Urin
Berat Jenis 1.025 1.015- 1.025
Ph 6.0 4.8-7.4
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton (+1) positif 1 Negatif
Darah/Hb (+1) positif 1 Negatif
Protein (+1) positif 1 Negatif
Uribilinogen Normal Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Esterase Negatif Negatif

Sedimen
Flowcytometri
Leukosit H7 <7
Eritrosit H 18 <9
Silider H 8.4 <0.5
Epitel H 13 <13
Kristal H 1600 <20
Bakteri 33 <93
Konfirmasi Amorf (+)
Uric acid +

9
Hasil Radiologi Rontgen Thorax (10/09/2017) : SEROLOGI (14/09/2017)
Cor dalam batas normal.
Aorta normal, trachea ditengah.
Pulmo : IgG IgM Anti Dengue
Hili normal.
Infiltrat halus di suprahiller dan perihiller kiri.
Sinus costofrenicus dan diafragma baik. Anti Dengue IgG : Negatif
Jaringan lunak dan tulang-tulang dinding dada Anti Dengue IgM : Negatif
baik.

Kesan :
Bronkopneumonia

V. RESUME

Pasien anak perempuan usia 8 bulan diantar oleh neneknya datang ke IGD RSUD Pasar
Rebo dengan keluhan BAB cair sebanyak lebih dari 10 kali dalam sehari sejak 2 hari SMRS,
BAB cair tersebut tidak ada ampas berwarna kuning, tidak terdapat darah, tidak ada lendir.
BAB tidak berbau asam, tidak berbau busuk dan seperti air cucian beras tidak ada. Muntah
5-6 x sejak 2 hari SMRS, pasien tampak lemah, BAK terakhir tidak diketahui tetapi pada saat
di IGD dilakukan pemasan DC urin tidak keluar. Pada pasien didapatkan demam sejak 1 hari
SMRS, demam disertai dengan kejang 1 x dirumah > 10s, sampai di IGD masih kejang mata
mendelik keatas, berselaput dan seluruh tubuh kaku. Penurunan kesadaran sejak 1 hari smrs.
Pasien belum dibawa ke Puskesmas ataupun Rumah Sakit.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, letargi,
frekuensi nadi sulit teraba dan dalam, frekuensi nafas 36 kali/menit cepat dan dalam, suhu
38,6C, ubun-ubun cekung, kedua mata tampak cekung dan berselaput, turgor kulit kembali
sangat lambat.

Pada pemeriksaan laboratorium 10 September 2017 didapatkan Hemoglobin 10.8


g/dl, Hematokrit 32, Leukosit 18.400, GDS 82, Clorida 117 mmol/L, Ph 7.046, PaCO2 9.9
mmHg, PaO2 262 mmHg, HCO3 2.6 mmol/L, Sat 02 98.8 %.

10
VI. DIAGNOSIS KERJA
Diare Akut dengan Dehidrasi Berat
Asidosis Metabolik
Kejang Demam

VII. DIAGNOSIS BANDING


Syok Hipovolemik
Kejang e.c Ensephalopaty

VIII. TATALAKSANA
Farmakologi
Nrm 5 liter -> Monitor Saturasi O2
IVFD RL Loading 100 mg/kgBB 1 jam pertama
Pemasangan DC -> Observasi produksi urin
Stesolid supp 5 mg
Propiretik supp 80 mg

Kebutuhan cairan maintenance


BB : 5,5 Kg Usia 8 bulan
5,5 kg x 100 = 550 cc/24 jam
550/24 x 60/60 = 23 tpm 3 tts/1 detik

A. RENCANA PEMANTAUAN
Observasi Tanda-tanda vital post Loading cairan
Observasi Analisa Gas Darah ulang post Loading cairan
Observasi Produksi Urin : Diuresis

B. RENCANA PEMERIKSAAN
Analisa Gas Darah Ulang
Elektrolit
Rontgen Thorax

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

11
FOLLOW UP

12 September 2017 PICU


S: Keluhan tidak tersampaikan
O: nadi teraba, retraksi dada (-), NCH (-), Sianosis (-).
1. Keadaan Umum : Tampak sakit berat
2. Kesadaran : E4M5V2
3. Tanda-tanda Vital
a.Tekanan darah : 95/50 mmHg
b.Frekuensi Nadi : 130 x/menit
c.Frekuensi Nafas : 28 x/menit
d.Suhu : 37.3C
e.BB : 5,5 Kg
4. Kepala : Normocephal, ubun-ubun cekung (-)
5. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-)
6. Telinga : Normotia, normosepta, serumen (-)
7. Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), terpasang NGT (+)
8. Tenggorok: T1-T1, faring tidak hiperemis
9. Mulut : Mukosa bibir dan lidah tampak kering
10. Leher : KGB tidak teraba membesar, trakea tidak deviasi
11. Kulit : Turgor kulit kembali lambat
12. Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
13. Paru : SV (+/+), Rhonki (-). Wheezing (-)
14. Abdomen : Supel, turgor kulit kembali lambat, bising usus (+), nyeri tekan (-)
15. Ekstremitas : Akral dingin, tidak terdapat edema pada keempat
ekstremitas, tidak terdapat deformitas.
Balance cairan : Diuresis 1,375 Input IWL 50+ urin 55+ BAB 20 = 125
Balance : 245-125 = +129

A: Diare akut dengan dehidrasi berat, asidosis metabolik


P : KN3B Kebutuhan cairan 550 cc/24 Jam
Dobutamin 10 m
Koreksi Biknat Dosis : 20x5x0.3 dibagi 2, encerkan dengan Aqua / 4 jam

12
13 September 2017 MAWAR
S: Nenek pasien mengatakan pasien muntah 3 x, muntah susu (J. 21, 01, 06), BAB
terakhir 3 x jam 06.00 wib, warna kuning, ampas(+), lendir(-), darah (-), makan
malam 3 suap (bubur sumsum), pasien terpasang NGT (+).
O:
4. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
5. Kesadaran : Composmentis
6. Tanda-tanda Vital
a.Tekanan darah : 80/50 mmHg
b.Frekuensi Nadi : 102 x/menit
c.Frekuensi Nafas : 26 x/menit
d.Suhu : 36.6C
e.BB : 5,9 Kg
4. Kepala : Normocephal, ubun-ubun cekung (-)
5. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-)
15. Telinga : Normotia, normosepta, serumen (-)
16. Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), terpasang NGT (+)
17. Tenggorok: T1-T1, faring tidak hiperemis
18. Mulut : Mukosa bibir dan lidah tampak kering
19. Leher : KGB tidak teraba membesar, trakea tidak deviasi
20. Kulit : Turgor kulit kembali lambat
21. Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
22. Paru : SV (+/+), Rhonki (-). Wheezing (-)
23. Abdomen : Supel, turgor kulit kembali lambat, bising usus (+), nyeri tekan (-)
15. Ekstremitas : Akral hangat, tidak terdapat edema pada keempat
ekstremitas, tidak terdapat deformitas.
A: Diare akut dengan dehidrasi berat, asidosis metabolik
P : IVFD KN3B 300 cc/24 Jam, ceftriaxone 2x250 mg, Kalmetason 2x1,5 mg,
Ranitidin 2x5 mg, Inhalasi n2cl/6 Jam

13
14 September 2017 MAWAR
S: Ibu pasien mengatakan pasien BAB 2 x, ampas berwarna hijau, muntah (-), minum
susu pagi ini 60 cc, BAK cc, pasien terpasang NGT (+).
O:
7. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
8. Kesadaran : Composmentis
9. Tanda-tanda Vital
a.Tekanan darah : 95/50 mmHg
b.Frekuensi Nadi : 102 x/menit
c.Frekuensi Nafas : 26 x/menit
d.Suhu : 36.6C
e.BB : 5,9 Kg
4. Kepala : Normocephal, ubun-ubun cekung (-)
5. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-)
24. Telinga : Normotia, normosepta, serumen (-)
25. Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), terpasang NGT (+)
26. Tenggorok: T1-T1, faring tidak hiperemis
27. Mulut : Mukosa bibir dan lidah tampak kering
28. Leher : KGB tidak teraba membesar, trakea tidak deviasi
29. Kulit : Turgor kulit kembali lambat
30. Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
31. Paru : SV (+/+), Rhonki (-). Wheezing (-)
32. Abdomen : Supel, turgor kulit kembali lambat, bising usus (+), nyeri tekan (-)
15. Ekstremitas : Akral hangat, tidak terdapat edema pada keempat
ekstremitas, tidak terdapat deformitas.
A: Diare akut dengan dehidrasi berat, asidosis metabolik
P : ceftriaxone 2x250 mg, Kalmetason 2x1,5 mg, Ranitidin 2x5 mg, Inhalasi n2cl/ 6
Jam
15 September 2017 MAWAR
S: Nenek pasien mengatakan pasien BAB cair 4 x, ada ampas sedikit, pasien sudah
mau makan-minum susu 60 cc habis, pasien terpasang NGT (+).
O:
10. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
11. Kesadaran : Composmentis
12. Tanda-tanda Vital
a.Tekanan darah : 90/50 mmHg
b.Frekuensi Nadi : 105 x/menit
c.Frekuensi Nafas : 24 x/menit
d.Suhu : 36.7C
e.BB : 5,9 Kg
4. Kepala : Normocephal, ubun-ubun cekung (-)
5. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-)
33. Telinga : Normotia, normosepta, serumen (-)

14
34. Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), terpasang NGT (+)
35. Tenggorok: T1-T1, faring tidak hiperemis
36. Mulut : Mukosa bibir dan lidah tampak kering
37. Leher : KGB tidak teraba membesar, trakea tidak deviasi
38. Kulit : Turgor kulit kembali lambat
39. Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
40. Paru : SV (+/+), Rhonki (-). Wheezing (-)
41. Abdomen : Supel, turgor kulit kembali lambat, bising usus (+), nyeri tekan (-)
15. Ekstremitas : Akral hangat, tidak terdapat edema pada keempat
ekstremitas, tidak terdapat deformitas.
A: Diare akut dengan dehidrasi berat, asidosis metabolik
P : ceftriaxone 2x250 mg, Inhalasi n2cl/ 6 Jam

15
TINJAUAN PUSTAKA

DIARE AKUT

Saat ini diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
di negara berkembang. Pada sebagian besar kasus diare akut disebabkan oleh infeksi akut
1
saluran cerna oleh virus, bakteri, parasit atau penyakit lainnya.

Definisi

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi caire dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI, frekuensi buang air besar sebanyak 3-4
1
kali per hari masih dapat dikatakan normal selama berat badan bayi meningkat.

Epidemiologi

Diare masih termasuk salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak
di bawah 5 tahun. Sebagai gambaran, 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare dan
berdasarkan Riskesdas 2007 di Indonesia diperoleh diare masih merupakan penyebab kematian
1
bayi terbanyak (sebesar 42%) diikuti dengan pneumonia 24%.

Cara Penularan dan Faktor Risiko

Cara penularan diare pada umumnya memalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen atau kontak langsung dengan tangan
penderita atau barang-barang yang tercemar tinja penderita atau melalui lalat. Jalur penularan
1
ini dapat dirangkum menjadi 4F (finger, flies, fluid, field).

Beberapa faktor risiko terkena diare antara lain tidak diberikan ASI secara penuh untuk
4-6 bulan pertama, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana kebersihan, gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung,
1
menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
1
Beberapa faktor yang bepengaruh terhadap terjadinya diare antara lain :

Usia

Diare paling sering terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan insidens tertinggi
pada usia 6-11 bulan yaitu saat mulai diberikan MP- ASI. Hal ini terjadi karena adanya
penurunan kadar antibodi dari ASI, imunitas bayi belum terbentuk dengan baik, makanan yang
terkontaminasi, dan kontak dengan tinja atau binatang saat bayi merangkak.

16
Infeksi asimtomatik

Sebagian besar anak berusia lebih dari 2 tahun memiliki infeksi usus asimtomatik yang
menyebabkan tinja anak mengandung enterpatogen infeksius namun tidak bergejala. Keadaan
ini berperan dalam penyebaran diare.

Musim

Diare oleh rotavirus terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan insidensi pada musim
kemarau, sedangkan diare karena bakteri meningkat pada musim hujan.

Etiologi

Diare akut dapat disebabkan oleh berbagai etiologi, antara lain dapat dilihat pada tabel 1.
3
Tabel 1. Penyebab diare akut Infeksi usus (termasuk keracunan
Infeksi Infeksi usus (termasuk keracunan

makanan) Infeksi ekstra usus (otitis media


akut (OMA), infeksi saluran kemih (ISK),
dan pneumonia)

Obat-obatan Antibiotik Obat lainnya

Alergi makanan Cows milk protein allergy


(CMPA) Alergi protein kedelai, Alergi
makanan

Kelainan proses cerna Defisiensi vitamin Tertelan logam berat

Defisiensi enzim sukrase/isomaltase


Hipolaktase awitan lambat

Tertelan logam berat Co, Zn, cat

Terdapat penelitian yang dilakukan pada beberapa negara dan didapatkan data bahwa
pada anak yang terkena diare, etiologi paling banyak adalah rotavirus. Rotavirus merupakan
patogen terbanyak pada anak usia 6-24 bulan sedangkan pada bayi muda dan anak usia sekolah

17
3
lebih sering disebabkan oleh infeksi bakteri.

Mekanisme Diare

Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi.
1,2
Diare dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Diare berdasarkan etiologi


2. Diare berdasarkan mekanisme : gangguan absorbsi dan gangguan sekresi
3. Diare berdasarkan lama waktunya :
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
noninfeksi

c. Diare presisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi

Patogenesis

Diare Osmotik

Diare dengan dasar mekanisme osmotik atau malabsorpsi terjadi akibat kegagalan
proses pencernaan dan/atau penyerapan nutrisi dan elektrolit di dalam usus sehingga langsung
memasuki kolon. Absorpsi usus dipengaruhi oleh keutuhan epitel dan kecukupan waktu kontak
antara nutrisi dengan epitel. Kegagalan pencernaan dan penyerapan nutrisi mengakibatkan
peningkatan tekanan osmotik (hiperosmolaritas) di lumen usus. Akibat perbedaan tekanan
osmotik antara lumen usus dan darah, maka pada segmen usus halus jejunum yang permeabel,
air akan mengalir ke arah lumen. Natrium akan ikut masuk ke dalam lumen, sehingga
terkumpul cairan intraluminal yang banyak dengan kadar natrium normal. Usus akan berusaha
menyerap kelebihan cairan tersebut, namun tetap masih banyak yang tersisa di lumen karena
masih ada zat yang tidak terabsorpsi, misalnya magnesium, glukosa, sukrosa, laktosa, dan
maltosa. Ketika volume cairan yang masuk ke kolon lebih besar dari kapasitas absorpsi kolon,
1
maka akan timbul diare. Diare tipe ini dapat disebabkan oleh gangguan motilitas saluran cerna,
4
insufisiensi pankreas, atau kerusakan enterosit dan transporter permukaannya akibat inflamasi.
Diare tipe ini ditandai dengan ion gap tinja yang tinggi (>100 mOsm/kg) akibat elektrolit yang
1
banyak tidak terserap.

Diare Sekretoris

18
-
Diare sekretoris dapat terjadi karena peningkatan sekresi Cl secara aktif dari sel kripta
2+
akibat mediator intraseluler antara lain cAMP, cGMP, dan Ca . Peningkatan mediator-
mediator tersebut akan mengaktifkan protein kinase yang menginduksi fosforilasi membran
protein. Fosforilasi membran protein mengakibatkan perubahan pada kanal ion dan membuat
-
Cl dapat keluar ke lumen usus. Mediator tersebut juga meningkatkan aktivitas pompa natrium
+ -
sehingga Na juga ikut masuk ke lumen usus bersama Cl , selain itu juga mencegah
+ -
perangkaian antara Na dan Cl di vili usus. Kondisi di atas menyebabkan pengeluaran cairan
secara masif ke lumen usus. Ciri khas diare tipe ini adalah volume tinja yang banyak
+ -
(>200ml/24 jam), konsistensi sangat cair, konsentrasi Na dan Cl >70 mEq, dan gejala tidak
membaik dengan penghentian makanan. Contoh penyebab tipe diare ini adalah toksin Vibrio
1
Cholerae dan bahan laksatif.

Manifestasi Klinis

Diare merupakan salah satu gejala gastrointestinal sehingga sering kali diikuti pula oleh
gejala gastrointestinal lainnya antara lain muntah, sakit perut, dan muntah. Pasien dengan diare
akan mnegeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat
sehingga hal ini mungkin saja menyebabkan dehidrasi. Diare dapat berbahaya jika berlanjut
menjadi kondisi malnutrisi, dehidrasi, asidosis metabolik, hipokalemia, dan berlanjut ke
1
kematian.
1,2
Tabel 2. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab

19
Diagnosis

Diagnosis diare dan etiologinya dapat ditegakkan melalui beberapa cara, antara lain:

A. Anamnesis

Anamnesis yang perlu ditanyakan untuk membantu penegakkan diagnosis diare dan
etiologinya antara lain lama diare, frekuensi, volume, konsistensi, warna, bau, ada tidaknya
lendir dan darah. Gejala penyerta diare juga perlu ditanyakan antara lain muntah (volume, isi,
frekuensi), nyeri perut, dan demam. Faktor-faktor risiko terjadinya diare, misalnya makanan
dan minuman yang dikonsumsi, higienitas dan sanitasi, pergi ke daerah endemik, serta
keberadaan anak lain yang juga menderita diare perlu ditanyakan. Buang air kecil, penyakit
lain yang menyertai (batuk, pilek, campak), tindakan dan obat yang telah diberikan, juga perlu
1
ditanyakan.

B. PemeriksaanFisik

Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan antara lain tanda vital, berat badan, serta
1
mencari tanda dan derajat dehidrasi.

20
1
C.Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien diare

antara lain:

Pemeriksaan darah

Darah perifer lengkap (DPL), elektrolit, analisis gas darah (AGD), glukosa darah
sewaktu (GDS), kultur mikroorganisme, dan tes resistensi antibiotik.

Pemeriksaan urine

Urinalisis lengkap, kultur mikroorganisme, dan tes resistensi antibiotik.

Pemeriksaan tinja

Pemeriksaan tinja dapat dibagi menjadi pemeriksaan makroskopis (konsistensi, darah,


lendir, bau) dan mikroskopis (leukosit, parasit, pH, tes reduksi substansi, kultur).

Diagnosis Derajat Dehidrasi

Diagnosis derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif dan subjektif. Cara
objektif adalah dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Cara subjektif
adalah dengan menggunakan kriteria yang telah dibuat, antara lain kriteria WHO, Skor Maurice
King, dan kriteria MMWR. Cara yang jamak digunakan adalah menggunakan kriteria WHO
1
seperti yang terlampir di bawah ini :

1
Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan kriteria WHO

21
Berdasarkan penurunan BB, tanpa dehidrasi adalah penurunan BB < 5% BB sebelum
diare, dehidrasi ringan-sedan 5-10% BB sebelum diare, dan dehidrasi berat >10% BB sebelum
2
diare. Terpenuhinya kriteria B dan C apabila ditemukan positifnya 1 di antara penilaian
keadaan umum, rasa haus, atau turgor kulit dan ditemukan positifnya 1 di antara penilaian
1
mata, air mata, atau mulut dan lidah.

Berdasarkan panduan DepKes antara lain apabila ditemukan 2 tanda atau lebih di antara
kriteria berikut

4
Tabel 4. Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan kriteria Depkes RI

Diare tanpa dehidrasi Diare dengan dehidrasi Diare dengan dehidrasi


ringan sedang berat

Keadaan umum baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai, tidak sadar

22
Mata tidak cekung Mata cekung Mata cekung

Minum biasa, tidak haus Ingin minum terus, ada rasa Malas minum
haus

Turgor kembali segera Turgor kembali lambat Turgor kembali sangat


lambat

Tatalaksana

Gambar 1. Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare

23
Gambar 2. Rencana Terapi A

24
Gambar 3. Rencana Terapi B

25
Gambar 4. Rencana Terapi C

Prinsip penatalaksanaan diare telah dirumuskan oleh WHO yaitu lima pilar
1,4
penatalaksanaan diare, antara lain :

1. Rehidrasi menggunakan oralit baru

Oralit formula baru merupakan oralit dengan tingkat osmolaritas lebih rendah
dibandingkan formula lama, dimana formula yang baru lebih mendekati osmolaritas plasma.

26
Perubahan formula dilakukan karena diare yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan oleh virus
yang tidak menyebabkan perubahan elektrolit berat. Komposisi oralit baru antara lain natrium
75 Mmol/L, klorida 65 Mmol/L, glukosa 75 Mmol/L, kalium 20 Mmol/L, dan sitrat 10
Mmol/L.

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

Zinc diberikan karena secara evidence-based dapat mengurangi lama dan beratnya
diare serta mengembalikan nafsu makan. Dasar pemikiran pemberian zinc adalah efeknya pada
fungsi imun dan perbaikan epitel saluran pencernaan selama diare. Zinc diberikan setiap hari
selama 10-14 hari. Dosis pemberian zinc sebagai berikut: o Anak di bawah umur 6 bulan :

10 mg (1/2 tablet) per hari o Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

3. ASI dan makanan tetap diteruskan

ASI dan makanan yang sesuai dengan usia anak dan menu yang sehari-hari diberikan
tetap diteruskan untuk mencegah kehilangan berat badan lebih lanjut dan mengganti nutrisi
yang hilang akibat diare. Makanan yang perlu dihindari adalah makanan dengan gula
sederhana, kandungan lemak tinggi, serta makanan pedas dan asam.

4. Antibiotik selektif

Antibiotik diberikan hanya apabila terdapat indikasi, misalnya diare berdarah atau
kolera. Pemberian antibiotik tidak rasional dapat menyebabkan memanjangnya masa diare
karena gangguan flora normal usus, mempercepat resistensi kuman, dan menambah biaya
pengobatan yang tidak perlu. Antibiotik yang dapat diberikan kepada pasien diare dengan
etiologinya sebagai berikut:

27
1
Tabel 5. Antibiotik pada diare

4. Edukasi kepada orang tua

Orang tua diberikan nasihat agar segera membawa anaknya ke rumah sakit apabila
ditemukan demam, tinja berdarah, berulang, makan/minum sedikit, sangat haus, diare makin
sering, atau belum membaik dalam 3 hari.

Komplikasi
1
Komplikasi yang cukup sering terjadi akibat diare adalah gangguan elektrolit antara lain:

Hipernatremia

+
Hipernatremia adalah kadar Na plasma >150 mmol/L. Pada kondisi ini kadar natrium
harus diturunkan dengan perlahan. Cara paling aman adalah dengan rehidrasi oral atau enteral
menggunakan oralit. Koreksi intravena dilakukan dengan cairan 0,45% saline + 5% dextrose
dalam 8 jam dan rumatan 0,18% saline + 5% dextrose dalam 24 jam.

28
Hiponatremia

+
Hiponatremia adalah kadar Na plasma <130 mmol/L. Cara termudah adalah dengan
oralit oral. Apabila tidak berhasil dilakukan koreksi intravena dengan ringer laktat atau normal
saline dengan rumus Na koreksi = (125-Na) x 0,6 x BB.

Hiperkalemia

+
Hiperkalemia adalah kadar K plasma >5 mEq/L/ Koreksi dilakukan perlahan dengan
kalsium glukonat 10%, 0,5-1 ml/kg intravena perlahan (5-10 menit) dengan monitor EKG.

Hipokalemia

+ +
Hipokalemia adalah kadar K plasma <3,5 mEq/L. Bila kadar K 2,5-3,5 mEq/L
+
diberikan per oral 75 mcg/kg/hari dibagi 3 dosis, sedangkan bila kadar K <2,5 mEq/L maka
diberikan IV drip dalam 4 jam.

GIZI BURUK

Malnutrisi merupakan keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup.
Kita dapat juga menyebut bahwa malnutrisi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi. Malnutrisi energi
5
protein (MEP) merupakan salah satu dari empat masalah gizi uatam di Indonesia.

Diagnosis gizi buruk dapat ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta
6
pengukuran antropometri. Pada anak gizi buruk didapatkan :

BB/TB <-3SD atau <70% dari median (pada marasmus)

Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (Kwashiorkor BB/TB >-3 SD ataU
marasmik-kwashiorkor BB/TB <-3 SD) Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat
diukur, penilaian dilakukan secara klinis dengan melihat apakah anak tampak sangat
kurus, tidak memiliki jaringan lemak bawah kulit, tulang iga terlihat jelas dengan atau
5,6
tanpa edema.

Tatalaksana

29
Gizi buruk ditalalaksana melalui 2 fase yaitu fase stabilisasi dan rehabilitasi dengan 10
5,6
tindakan seperti tabel di bawah ini :

6
Tabel 7. Tatalaksana anak gizi buruk

Pada fase inisial kita perlu mengatasi hipoglikemia, hipotermia dan dehidrasi. Pada fase
transisi merupakan peralihan ke energi yang lebih tinggi sampai 150 kkal/kgBB/hari berupa F-
100 yang dilakukan secara bertahap. Pada fase rehabilitasi dilakukan pemberian makanan
tinggi kalori, suplemen zat besi, mengatasi penyebab dan mempersiapkan pasien pulang.

6
Hipoglikemia

Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah <3 mmol/L
atau < 54 mg/dL) sehingga harus diberikan makan atau larutan glukosa 10%. Tatalaksana:
segera berikan F-75 pertama atau modifikasinya bila memungkinkan. Jika tidak, berikan 50
mL larutan glukosa secara oral atau NGT. Pemberian ini diberikan setiap 2-3 jam selama
minimal 2 hari. Jika anak tidak sadar (letargis) makan berikan larutan glukosa 10% secara
intravena sebanyak 5 mL/kgBB.

6
Hipotermia

o
Anak dikatakan hipotermia ketika suhu aksila <35,5 C. Untuk tatalaksananya, segera
beri makan F-75 atau lakukan rehidrasi terlebih dahulu. Pastikan anak berpakaian lalu letakkan
bayi di pemanas atau jika menggunakan lampu pijar 40W letakkan dengan jarak 50 cm dari
tubuh anak.

5,6
Pemberian makan awal

30
Fase awal harus diberikan secara hati-hati karena keadaan fisiologis masih rapuh.
Karakteristik utamanya adalah diberikan dalam jumlah sedikit namun sering, diberikan secara
oral atau NGT, hindari parenteral, energi 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari,
cairan 130 mL/kgBB/hari.
6
Tabel 8. Kebutuhan makanan

Formula awal F-75 sesuai resep dan jadwal makan, dibuat untuk mencukupi kebutuhan
zat gizi pada fase stabilisasi. Apabila secara oral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan
minimal (80 kkal/kgBB/hari) maka berikan melalui NGT. Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari
pada fase awal.
6
Tabel 9. Cara pembuatan F-75 dan F-100

ASIDOSIS METABOLIK

31
Salah satu komplikasi dari terjadinya diare akut adalah dapat terjadinya asidosis
metabolik. Apabila terjadi asidosis metabolik maka perlu dilakukan koreksi menggunakan
Bicnat. Koreksi dilakukan ketika BE>10 dalam keadaan dehidrasi. Bicnat diberikan dengan
dosis 0,3 x BB x BE lalu diencerkan dalm D5 dengan perbandingan 1:3 diberikan dalam waktu
2 jam.

7
TUBERKULOSIS PARU

Transmisi vertikal penyakit tuberkulosis dari ibu ke anak dapat terjadi melalui beberapa cara
yaitu:

In utero

Secara hematogen melalui vena umbilikalis

Terjadinya aspirasi dari cairan amnion yang sudah terinfeksi

Intrapartum
Terjadinya aspirasi dari cairan amnion yang sudah terinfeksi

Postpartum
Terdapat inhalasi atau termakannya droplet dari ibu
Pada anak yang minum ASI dari ibunya yang sedang sakit TB Terdapat penelitian di
Durban, dimana dari 107 wanita hamil dengan positif TB, sekitar 15% bayi mempunyai
kuman tuberkulosis dalam tubuhnya.

32
ANALISA KASUS

1. Diare akut dengan dehidrasi berat

Berdasarkan anamnesis yang dilakukan, didapatkan bahwa pasien mengalami BAB cair
sebanyak 10 kali dalam sehari sejak 2 hari SMRS. Hal ini sudah memenuhi definisi diare
dimana BAB terjadi lebih dari 3 kali per hari dan terjadi perubahan konsistensi dari padat
menjadi cair. Diare ini juga terjadi secara akut (kurang dari 7 hari), dimana dalam kasus ini
baru terjadi 2 hari. Organ yang diduga mengalami gangguan pada pasien adalah saluran
gastrointestinal karena disamping diare, terdapat juga keluhan muntah dan nafsu makan
berkurang.

Berdasarkan etiologi, diare dapat disebabkan karena infeksi (virus, bakteri, parasit)
maupun non infeksi (malabsorbsi, neoplasma, alergi susu sapi, defisiensi imun atau gangguan
motilitas usus). Pada anamnesis didapatkan tidak ada BAB berdarah ataupun lendir dan dari
hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit yang meningkat (18.400) sehingga
penyebab terjadinya diare mungkin dikarenakan oleh infeksi bakteri. Pada kasus ini,
disarankan untuk melakukan analisis feses untuk melihat apakah masih mungkin diare ini
disebabkan oleh etiologi yang lain. Pada pasien juga terdapat gizi buruk yang masih dapat
menjadi salah satu faktor risiko terjadinya diare.

Pada pasien dengan diare akut mungkin mengalami dehidrasi dan kehilangan cairan
maupun asidosis metabolik. Diagnosis dehidrasi berat ditegakkan atas dasar ditemukan bahwa
dari anamnesis pasien tampak lemah, sudah tidak ingin atau tidak bisa untuk minum. Pada
pemeriksaan fisis didapatkan anak tampak letargi, denyut nadi melemah hingga tidak teraba
pada awal masuk IGD, ubun-ubun besar cekung, mata cekung, tidak ada air mata, bibir sangat
kering, turgor kembali sangat lambat, akral dingin, dan CRT > 2 detik. Namun, kita harus hati-
hati karena pada pasien gizi buruk mungkin saja ubun-ubun besar tampak cekung dan turgor
juga kembali lambat. Maka untuk menentukan dehidrasi berat kita harus melihat gejala klinis
yang lain, misalnya terjadi penurunan berat badan.

Tatalaksana diare pada kasus ini belum memenuhi 5 pilar WHO yang terdiri atas
rehidrasi, zinc, ASI dan makanan, antibiotik selektif dan edukasi. Pada pasien ini yang baru
terlaksana adalah pemberian rehidrasi, makanan, antibiotic selektif dan edukasi. Pemberian
zinc selama 10 hari pada pasien ini sebaiknya juga diberikan karena secara evidence based
dapat mengurangi lamanya diare dan mengembalikan nafsu makan. Diajurkan pasien

33
mengonsumsi zinc sebanyak 10 mg/hari. Cairan yang diberikan pada pasien ini adalah karena
terdapat dehidrasi berat maka perlu diberikan cairan sebanyak 30 cc/kgBB/jam x 5 kg yaitu
150 cc dalam 1 jam pertama dilanjutkan dengan 21 cc/jam untuk 5 jam berikutnya. Pada pasien
ini juga diberikan antibiotik yaitu ceftriaxone 2x250 mg.

2. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik merupakan salah satu komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien
diare akut. Diagnosis ini ditegakkan dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya pernapasan
Kussmaul (dalam dan cepat) dan dari pemeriksaan analisis gas darah didapatkan adanya
penurunan pH dan PCO2 yang menurun. Pada kasus ini, perlu segera dilakukan koreksi bicnat
karena pH pasien termasuk pH letal. Pemberian koreksi dihitung dengan rumus 0,3 x BB x BE
dan didapatkan 12 mEq diencerkan dalam D5 36 mL. Setelah koreksi, dilakukan pengecekan
analisis gas darah lagi.

Pada pasien ini dilakukan koreksi Biknat pada saat di ruangan PICU dengan koreksi
Biknat dosis, 20 x 5 x 3 dibagi 2, encerkan 4 x dengan Aqua/ 4 Jam

3. Gizi buruk

Diagnosis gizi buruk pada pasien ditegakkan melalui penilaian status gizi yang
dilakukan secara klinis maupun antropometri. Kebutuhan pasien adalah 5 kg x 100
kkal/kgBB/hari sehingga didapatkan jumlah kebutuhan kalori pasien adalah 500 kkal/hari dan
jumlah cairan 5 Kg x 130 mL/kgBB/hari sehingga didapatkan 650 mL/hari. Pada fase inisial,
pasien diberikan F-75. Pasien saat ini masih letargis sehingga pemberian secara oral mungkin
tidak akan membantu sehingga sebaiknya pasien diberikan makanan melalui NGT. Cairan ini
kita berikan sambil kita pantau apakah pasien terdapat hipoglikemia, hipotermia maupun
dehidrasi.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam buku ajar gastroenterologi- hepatologi. Jilid
1. Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Multani NS (editor). Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2012. hal. 87-118.

2. World Gastroenterology Organisation Global Guildelines. Acute diarrhea in adults and


children: a global perspective. February 2012. Diunduh dari
www.worldgastroenterology.org/assets/export/userfiles/Acute%20Diarrhea_long
_FINAL-12-6-4.pdf. Diakses pada tanggal 15 September 2017, pukul 22.30.

st
3. Sastroasmoro S, et al. Panduan pelayanan medis departemen ilmu penyakit anak. 1 ed.
Jakarta: RSCM; 2007. hal 75-84.

4. Departemen Kesehatan RI. Buku saku petugas kesehatan: Lima langkah tuntaskan diare.
Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI; 2011. hal 1-31.

5. IDAI. Buku saku pelayanan medis IDAI. Jilid I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011. hal
183-8.

6. WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO Indonesia; 2009.
hal 193-219.

7. Gupta A. Mother to child transmmision of TB: what do we know?. South Africa. July
19,2009.

35

Anda mungkin juga menyukai