Anda di halaman 1dari 34

BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Pengertian ca tulang


Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang
menginvasi jaringan dan cenderung bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam
tubuh.(Wong.2003: 595). Carsinoma tulang adalah pertumbuhan jaringan baru
yang terus menerus secara cepat dan pertimbangannya tidak terkendali. Kanker
dapat berasal dari dalam tulang juga timbul dari jaringan atau dari sel- sel
kartilago yang berhubungan dengan epiphipisis atau dari unsur-unsur pembentuk
darah yang terdapat pada sumsum tulang. Osteosarkoma (Sarkoma Osteogenik)
adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang. (Wong. 2003: 616).
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer
yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang
paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama
lutut.(Price. 1998: 1213).
Osteosarkoma (Sarkoma Osteogenik) merupakan tulang primer maligna yang
paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke
paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi karena sarkoma sering sudah
menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat.(Smeltzer. 2001: 2347).
Osteosakroma merupakan kanker tulang primer yang paling sering terjadi
pada individu muda sampai usia 30 tahun dan sedikit lebih sering terjadi pada
anak laki-laki dan pria dari pada anak perempuan dan wanita dengan rasio
1,5:1.(Souhami & Tobias,1986)
Insiden puncak terjadi sekitar usia 14 tahun dan cenderung terjadi pada individu
dewasa yang mengalami penyakit Paget, yang mengindikasikan adanya kaitan
dengan peningkatan aktivitas tulang (Schwartz & Tobias,1986).
Sekitar 10-20% pasien telah mengalami metastasis ke paru pada saat
didiagnosis (Lewis,1996), hal ini mempengaruhi prognosis mereka secara
signifikan. Walaupun nyeri sering dikeluhkan, studi yang dilakukan oleh Grimer
& Sneath (1990) menunjukkan bahwa, rata-rata, pasien yang mengalami

4
osteosarkoma menunggu 6 minggu sebelum mereka meminta advis dokter umum.
Selain itu, mereka juga merasakan nyeri selama 7 minggu kemudian sebelum
diagnosisi ditegakkan.

2.2 Etiologi
Di 1969, Dr. Joseph Fraumeni melihat kelompok-kelompok keluarga
dengan jumlah yang lebih tinggi dari kanker pada anak dan dewasa awal kanker
onset. Dengan bantuan Dr. Frederick Li, mereka menemukan angka peningkatan
sarkoma, leukemia, kanker adrenal, dan kanker payudara dalam keluarga ini
daripada biasanya akan diharapkan. Ini sindrom kanker familial akhirnya
dikenal sebagai Li-Fraumeni Syndrome. Di 1990 peneliti menemukan bahwa LFS
paling sering disebabkan oleh mutasi gen pada gen supresor tumor p53. Ketika
gen p53 ini bermutasi, itu tidak bekerja dengan baik untuk menghentikan
pertumbuhan sel tumor dan mengembangkan. LFS diagnosis juga dapat hasil dari
mutasi Chk2. Kanker yang berhubungan dengan LFS termasuk:
1. Kanker adrenocortical
2. tumor otak
3. sarkoma jaringan lunak
4. osteosarcoma
5. kanker payudara genetic
6. leukemia genetic
7. limfoma
8. glioblastoma
9. rhabdomyosarcoma
Dahulu osteosarkoma rahang sering terjadi pada pekerja yang mengecat
lempeng dengan bahan yang berkilau karena mereka mengingesti radium saat
membasahi kuas lukis dengan mulut (Ross Bell, 1994, Souhami &Tobis, 1986).
Adapun etiologi lain dari carsinoma tulang yaitu :
1. Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi.
2. Keturunan

5
3. Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat
pajanan radiasi). Penyakit Paget adalah kelainan langka tulang yang
mempengaruhi laju pembentukan dan kehancuran dari berbagai tulang
kerangka. Hal ini umum di orang tua dan orang-orang dari keturunan Eropa.
Tepat penyebab kondisi ini tidak jelas. Dalam penyakit Paget osteoclasts
menjadi lebih aktif daripada Osteoblas membuat perbedaan antara tulang
breakdown dan formasi. Ini berarti bahwa ada lebih banyak kerusakan tulang
dari biasanya. Osteoblas mencoba untuk menjaga dengan membuat tulang
baru. Seluruh proses menjadi kacau menuju pembentukan tulang cacat yang
besar, misshapen, dan padat, sementara semua sementara lemah dan rapuh dan
mudah untuk fraktur membungkuk atau menekuk karena tekanan. Tulang
cacat, dan cocok bersama-sama sembarangan. Tulang normal ketika dilihat di
bawah mikroskop menunjukkan struktur tumpang tindih yang ketat yang
muncul sebagai dinding batu bata. Dalam penyakit Paget ada pola mosaik yang
tidak teratur, seolah-olah batu bata hanya berkumpul dan meninggalkan
bersama sembarangan.
4. Virus onkogenik
Virus ini merupakan salah satu pemicu terjadinya kanker. Virus
onkogenik adalah virus yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang
mempengaruhi proses onkogenesis. Onkogenesis adalah hasil akumulasi
berbagai perubahan genetik yang mengubah ekspresi atau fungsi protein yang
penting dalam pengendalian pertumbuhan dan pembelahan sel. Virus
onkogenik saat menginfeksi sel dapat menyebabkan mutasi proto-onkogen sel
menjadi onkogen.

Proto-onkogen adalah gen normal sel yang dapat berubah menjadi onkogen
aktif karena terjadinya mutasi atau mengalami ekspresi yang berlebihan
(menghasilkan onkoprotein dalam jumlah berlebihan). Onkogen adalah istilah
untuk gen yang bisa menginduksi satu atau beberapa sifat karakteristik sel kanker.
Gen tersebut dapat berupa gen virus atau gen sel yang bila dimasukkan ke dalam
sel yang sesuai, secara sendiri atau bersama gen lain dapat merubah sifat sel

6
normal menjadi sifat sel ganas. Gen Pengendali Tumor (Tumor Supressor Gene)
adalah gen yang bila mengalami inaktivasi (menjadi tidak aktif) akan
menyebabkan pembentukan tumor. Tumor adalah istilah untuk perbanyakan sel
yang tidak normal. Kanker adalah sebutan untuk tumor yang ganas. (Smeltzer.
2001: 2347).

2.2 Klasifikasi

Jaringan Asal Tumor Jinak Tumor Ganas

Osteoid osteoma Osteosarkoma

Osteoblastoma
Tulang
Kista tulang

Aneurisme

Osteokondroma Kondrosarkoma

Kartilago Kondroma

Enkondroma

Fibrosa Fibroma Fibrosakroma

Sumsum Myeloma

Tumor sel raksasa Sarcoma ewing

Histiositoma Histiositoma
Tidak jelas
Fibrosa jinak Fibrosa ganas

7
Klasifikasi Tumor Tulang terdiri dari :
1. kanker tulang benigna
kanker tulang benigna biasanya tumbuh lambat dan berbatas tegas,
gejalanya sedikit dan tidak menyebabkan kematian. kanker tulang benigna terdiri
atas :
a. Osteoma, berasal dari jaringan tulang sejati yang relative jarang terjadi,
biasanya timbul pada tulang membranosa tengkorak.
b. Chondroma, sering terjadi pada tulang panjang, misalnya pada lengan kadang-
kadang terdapat pada tulang datar seperti tulang ileum.
c. Osteohondroma, bukan neoplasma sejati, berasal dari sel-sel yang tertinggal
pada permukaan tulang, lapisan kartilago pada osteochondroma dapat
mengalami transformasi maligna setelah trauma dan dapat terjadi
chondrosarkoma.

2. kanker tulang maligna


kanker tulang maligna sekunder yaitu berasal dari metaste tumor, misalnya
tumor payudara, bronkus, prostat dan ginjal. Contoh dari kanker maligna sekunder
adalah osteosarkoma dan osteogeniksarkoma.
Tumor tulang maligna terdiri dari :
a. Osteosarkoma
Osteosarkoma merupakan kanker tulang primer yang sering terjadi pada
individu muda sampai usia 30 tahun dan sedikit lebih sering terjadi pada anak
laki-laki dan pria dari pada anak perempuan dan wanita, dengan rasio 1,5 : 1
(Souhami & Tobias, 1986). Insiden puncak terjadi sekitar usia 14 tahun dan
cenderung pada individu muda yang memiliki tinggi badan di atas rata-rata
individu seusia mereka. Tumor ini juga terjadi pada individu biasa yang
mengalami penyakit paget, yang mengdindikasikan adanya peningkatan
aktifitas tulang (Schwartz et al,1993). Osteosarkoma terjadi sebesar 3-4% dari
kasus keganasan masa kanak-kanak dengan sekitar 150 kasus dan kasus baru
yang didiagnosis di Inggris setiap tahun (Souhami & Tobias,1986).

8
Ada lima jenis osteosarkoma yang utama : osteoblastik, kondroblastik,
fibroblastic, campuran dan telangiektatik (OSullivan & Saxton,1997). Tumor
terjadi pada metastasis tulang tempat pertumbuhan lebih aktif. Mayoritas terlihat
pada ekstremitas bawah, khususnya pada femur distal dan tibia proximal degan
tempat lainnya yang sering adalah humerus proksimal, femur proximal, dan
pelvis.
Sekitar 10-20% pasien telah mengalami metastasis ke paru pada saat didiagnosis
(Lewis,1996) : hal ini mempengaruhi prognosis mereka secara signifikan.
Walaupun nyeri sering dikeluhkan, studi yang dilakukan Grimer dan Sneath
(1990) menyebutkan bahwa, rata-rata pasien mengalami osteosarkoma menunggu
6 minggu sebelum mereka meminta advis dokter umum. Selain itu, mereka juga
merasakan nyeri selama 7 minggu kemudian sebelum diagnosis ditegakkan.

Etiologi Osteosarkoma
Etiologi dari osteosarkoma adalah pasien yang mengalami retinoblastoma
herediter beresiko mengalami osteosarkoma sebagai tumor sekunder, yang
mengindikasikan predisposisi genetic pada penyakit ini (Jurgens et al, 1992).
Retinoblastoma adalah suatu keganasan intraokular primer yang paling sering
pada bayi dan anak dan merupakan tumor neuroblastik yang secara biologi mirip
dengan neuroblastoma dan meduloblastoma (Skuta et al. 2011). Retinoblastoma
disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang kromosom
13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi supresor
pembentukan tumor.
Etiologi osteosarkoma belum diketahui secara pasti, tetapi ada berbagai macam
faktor predisposisi sebagai penyebab osteosarkoma. Adapun faktor predisposisi
yang dapat menyebabkan osteosarkoma antara lain:
1) Trauma
Osteosarkoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah
terjadinya trauma. Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap sebagai
penyebab utama karena tulang yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah
jarang menyebabkan osteosarkoma.

9
2) Ekstrinsik karsinogenik
Penggunaan substansi radioaktif dalam jangka waktu lama dan melebihi dosis
juga diduga merupakan penyebab terjadinya osteosarkoma ini.
3) Karsinogenik kimia
Ada dugaan bahwa penggunaan thorium untuk penderita tuberkulosis
mengakibatkan 14 dari 53 pasien berkembang menjadi osteosarkoma.
4) Virus
Penelitian tentang virus yang dapat menyebabkan osteosarkoma baru dilakukan
pada hewan, sedangkan sejumlah usaha untuk menemukan onkogenik virus
pada osteosarkoma manusia tidak berhasil. Walaupun beberapa laporan
menyatakan adanya partikel seperti virus pada sel osteosarkoma dalam kultur
jaringan. Osteosarkoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun
setelah terjadinya trauma. Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap
sebagai penyebab utama karena tulang yang fraktur akibat trauma ringan
maupun parah jarang menyebabkan osteosarkoma. Insiden osteosarkoma juga
lebih tinggi pada tulang yang teradiasi. Osteosarkoma merupakan salah satu
tumor yang teridentifikasi dalam keluarga kanker Li-Fraumeni. Pada kanker
Li-Fraumeni, terdapat awitan dini kanker payudara pada ibu dan kerabat dekat
akibat mutasi garis induk P53 (Porter et al, 1992). Li-Fraumeni sindrom adalah
mewarisi gangguan kanker herediter langka yang sangat meningkatkan risiko
seseorang terkena kanker selama hidup mereka. Kadang-kadang, orang dengan
LFS mengembangkan beberapa tumor atau beberapa kanker, sering di masa
kecil atau orang dewasa muda.

Gambaran radiografi
Sinar X dapat menunjukkan kerusakan pada korteks dan beberapa reaksi
periosteal. Baji tulang baru tumbuh pada sudut tempat periosteum terdorong dari
tulang yang disebut Segitiga Codman. Tampilan seperti sinar matahari pada tumor
tulang yang baru dapat terjadi (Gray, 1994).

10
Penatalaksanaan
Penanganan osteosarkoma yang optimum adalah kombinasi kemoterapi dan
pembedahan radikal, baik mempertahankan ekstremitas atau amputasi.
Pendekatan ini meningkatkan penatalaksanaan osteosarkoma dalah 30 tahun
terakhir ini. Dengan angka individu yang sintas sekitar 55% untuk tumor tanpa
metastasis pada saat muncul. Respon yang baik terhadap kemoterapi merupakan
prognosis yang penting ; jika 90% nekrosis tumor mencapai pada saat reseksi,
sintas pasien meningkat secara signifikan (OSullivan dan Saxon,1997). Protokol
kemoterapi percobaan dengan menggunakan kombinasi obat terus ditinjau, baik
secara nasional ataupun internasional. Untuk mencari penanganan yang optimum.
Grimer (1996) menyatakan bahwa kekambuhan local osteosarkoma
cenderung meningkat setelah pembedahan yang mempertahankan ekstremitas jika
respon pasien terhadap kemoterapi buruk. Grimer menyatakan bahwa efek
kemoterapi lebih signifikan mencegah kekambuhan dari pada tingkat pembedahan
yang dibatasi.
Osteosarkoma tidak terlalu sensitif terhadap radioterapi. Oleh sebab itu
penggunaan radioterapi dibatasi, tetapi diindikasikan pada akhir penanganan
untuk meradiasi jaringan lunak tempat tumor hanya di reseksi secara marginal.
Jika tindakan ini dilakukan disekitar sendi implant endoprostetik, dapat terjadi
adhesi yang dapat membatasi fungsi.

b. Ewings sarkoma
Erwings Sarkoma adalah tumor ganas yang timbul dalam sumsum tulang,
pada tulang panjang umumnya femur, tibia, fibula, humerus, ulna, vertebra,
skapula. Ewings sarcoma merupakan tumor ganas yang paling sering ke empat
dan tersering kedua pada individu muda 75% terjadi pada pasien dibawah usia 20
tahun dengan rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 3:2 (OSullivan &
Saxton,1997). Mayoritas pasien berkulit putih, dengan insiden terrendah pada
populasi kulit hitam afro-karidia.
Sel tumor yang agresif, kecil, bulat dan biru asalnya tidak jelas. Tumor ini
terjadi pada diafisis atau batang tulang. Walaupun dapat terjadi pada semua

11
tulang, tumor ini lebih sering terjadi pada femur, tibia , fibula, humerus dan
pelvis. Biasanya tumor tersebut menyebar lebih cepat ke area jaringan lunak dan
lebih ekstensif dari pada osteosarkoma (Pringle,1987). Sekitar 25% pasien
mengalami metastasis paru pada saat didiagnosis dan tumor dapat menginfiltrasi
sumsum tulang, yang secara rutin di aspirasi sebelum dilakukan penanganan.
Pasien yang mengalami sarcoma ewing dapat mengalami pireksi, sering terjadi
dimalam hari disertai keringat. Peningkatan LED (Laju Endap Darah) dan hitung
sel darah putih kemungkinan karena sifat nekrosis tumor (Dukworth,1995).
Gambaran klinis sarcoma ewing dapat menyerupai osteomielitis.
Etiologi
Studi sitogenik menunjukkan bahwa terjadi translokasi kromosom 22 pada
pasien yang mengalami sarcoma Ewing, hal ini juga terjadi pada pasien yang
mengalami tumor neural. Tumor neuroektodermal primitive perifer (peripheral
primitive neurectodermal tumours,PNET) saat ini dimasukkan ke dalam sarcoma
ewing, yang menunjukkan translokasi kromosom 11, PNET saat ini ditangani
dengan cara yang sama dengan sarcoma ewing. Abnormalitas sitogenik ini
didukung dengan resiko pasien sarcoma ewing mengalami osteosarkoma pada
area yang teradiasi (Schwartz et al,1993). Tidak ditunjukkan adanya keterkaitan
herediter.
Gambaran radiograf
Pemeriksaan sinar X sering menunjukkan pembengkakan sebagian besar
jaringan lunak dan lesi destruktif dengan tampilan seperti dimakan ngengat tanpa
pembentukan tulang baru. Mungkin ditemukan.

c. Multiple myeloma
Mieloma adalah tumor ganas pada sel plasma sumsum tulang. Tumor ini
dapat muncul sebagai lesi tulang tunggal, suatu plasmasitoma, tetapi yang lebih
sering, terjadi lesi multiple yang timbul dimanapun terdapat sumsum tulang
merah. Pasien umumnya berusia lebih dari 45 tahun dan mengalami gejala nyeri
tulang, nyeri tekan, kelemahan, dan anemia karena kerusakan sumsum tulang.
Terjadi fraktur patologis, khususnya pada spina karena korpus.

12
Gambaran radiograf
Hasil pemeriksaan sinar X sama dengan hasil radiograf penyakit metastasis,
yang menunjukkan adanya penurunan densitas tulang. Gambaran sinar X khusus
menunjukkan area terpukul multiple pada tulang tanpa pembentukan tulang baru
disekitarnya : paling baik terlihat pada tengkorak seliain itu myeloma merupakan
penyebab tersering osteoporosis sekunder dan fraktur komfersi vertebra pada
pasien yang berusia lebih dari 45 tahun, gambaran tersebut akan terlihat pada
radiograf.
Pantalaksanaan
Tidak ada penanganan kuratif untuk mieloma multiple. Radio terapi dan
kemoterapi dapat mengurangi nyeri dan tekanan mungkin memperpanjang sintas.
Fraktur patologis ditangani secara simtomatik dengan fiksasi internal, tetapi
tulang akan hancur, sokongan semen tulang sering diperlukan untuk menjamin
fiksasi yang baik (Apley dan soloman ,1993).

d. Fibrosarkoma
Fibrosarkoma merupakan neoplasma ganas yang berasal dari sel mesenkim,
dimana secara histology sel yang dominan adalah sel fibrosis. Pembelahan sel
yang tidak terkontrol dapat menginvasi jaringan local serta dapat bermetatase jauh
ke bagian tubuh yang lain. Penyebab pasti dari fibrosarkoma belum diketahui,
namun ada beberapa faktor yang sering berkontribusi seperti faktor radiasi yang
menyebabkan adanya perubahan genetik oleh karena hilangnya alel, poin mutasi,
dan translokasi kromosom. Selain beberapa penyebab di atas, fraktur tulang,
penyakit paget, dan operasi patah tulang juga dapat menimbulkan fibrosarkoma
sekunder. Fibrosarkoma merupakan keganasan yang sering terjadi terutama akibat
paparan radiasi. Sebagian besar kasus mengenai usia diantaran 30-50 tahun
dengan proporsi jumlah laki-laki yang lebih dominan terkena dan jarang terjadi
pada anak-anak. Seseorang dengan riwayat infark tulang atau iradiasi merupakan
faktor risiko pada fibrosarkoma sekunder. Fibrosarkoma pada grade yang tinggi
merupakan faktor risiko yang signifikan untuk terjadi metastasis dan kekambuhan
lokal.

13
e. Chondrosarkoma.
Conrdosarkoma merupakan tulang ganas primer tersering kedua. Tumor ini
terjadi pada tulang matur, dengan insiden puncak pada pasien yang berusia 40-60
tahun. Tumor tersebut berasal dari sel kartilago dengan sebagian besar area
kartilago mengalami osifikasi (sebuah proses pembentukan tulang. Pembentukan
tulang dimulai dari perkembangan jaringan penyambung seperti tulang rawan
yang berkembang menjadi tulang keras. Jaringan yang berkembang akan disisipi
dengan pembuluh darah). Ada dua bentuk kondrosarkoma :
1) Bentuk sentral yang muncul dalam tulang dari enkondroma (tumor jinak se-sel
rawan displastik yang timbul pada metafisis tulang tubular, terutama pada
tangan dan kaki).
2) Bentuk perifer yang muncul pada permukaan tulang dari osteokondroma.

Kondrosarkoma lebih sering terjadi pada pelvis dan ujung proksimal tulang
panjang (Duckworth, 1995). Tumor ini tumbuh lebih lambat dari tumor ganas
lainnya dan secara bertahap ukurannya meningkat timbul dari ujung tulang
panjang yang besar atau dari tulang pipih seperti pelvis dan skapula.

3. Kanker tulang metastatic


Tumor tulang metastatik (tumor tulang sekunder) lebih sering dari tumor
tulang maligna primer. Tumor yang muncul dari jaringan tubuh mana saja bisa
menginflasi tulang dan menyebabkan destruksi tulang lokal, dengan gejala yang
mirip dengan yang terjadi pada tumor tulang primer.
Tumor yang bermetastasis ketulang paling sering adalah karsinoma ginjal, prostat,
paru-paru, payudara, ovarium dan tiroid. Tumor metastatik paling sering
menyerang kranium, vertebra, pelvis femur dan humerus.

2.4 Patofisiologi
Keganasan sel pada mulanya berlokasi pada sumsum tulang (myeloma) dari
jaringan sel tulang (sarkoma) atau tumor tulang (carsinomas). Pada tahap
selanjutnya sel-sel tulang akan berada pada nodul-nodul limpa, hati limfe dan

14
ginjal. Akibat adanya pengaruh aktivitas hematopoetik sumsum tulang yang cepat
pada tulang, sel-sel plasma yang belum matang / tidak matang akan terus
membelah. Akhirnya terjadi penambahan jumlah sel yang tidak terkontrol lagi.
Osteogeniksarcoma sering terdapat pada pria usia 10-25 tahun, terutama
pada pasien yang menderita penyakit pagets. hal ini dimanifestasikan dengan
nyeri bengkak, terbatasnya pergerakan serta menurunnya berat badan. Gejala
nyeri pada punggung bawah merupakan gejala yang khas, hal ini disebabkan
karena adanya penekanan pada vertebra oleh fraktur tulang patologik. Anemia
dapat terjadi akibat adanya penempatan sel-sel neoplasma. Pada sumsum tulang
hal ini menyebabkan terjadinya hiperkalsemia, hiperkalsuria dan hiperurisemia
selama adanya kerusakan tulang. Sel-sel plasma ganas akan membentuk sejumlah
immunoglobulin / bence jones protein abnormal. Hal ini dapat dideteksi dalam
serum urin dengan teknik immunoelektrophoesis. Gejala gagal ginjal dapat terjadi
selama presitipasi immunoglobulin dalam tubulus (pada pyelonephritis),
hiperkalsemia, peningkatan asam urat, infiltrasi ginjal oleh plasma sel (myeloma
ginjal) dan thrombosis pada pena ginjal.
Kecederungan patologik perdarahan merupakan ciri-ciri myeloma dengan dua
alasan utama, yaitu :
1) Penurunan platelet (thrombositopenia) selama adanya kerusakan megakaryosit,
yang merupakan sel-sel induk dalam sel-sel tulang.
2) Tidak berfungsinya platelets, microglobin menghalangi elemen-elemen dan
turut serta dalam fungsi hemostatik.

2.5 Manifestasi Klinik


1. Nyeri tulang
Nyeri tulang adalah gejala yang paling sering didapati pada proses metastasis
ke tulang dan biasanya merupakan gejala awal yang disadari oleh pasien. Nyeri
timbul akibat peregangan periosteum dan stimulasi saraf pada endosteum oleh
tumor. Nyeri dapat hilang-timbul dan lebih terasa pada malam hari atau waktu
beristirahat.
2. Fraktur

15
Adanya metastasis ke tulang dapat menyebabkan struktur tulang menjadi lebih
rapuh dan beresiko untuk mengalami fraktur. Kadang-kadang fraktur timbul
sebelum gejala-gejala lainnya. Daerah yang sering mengalami fraktur yaitu
tulang-tulang panjang di ekstremitas atas dan bawah serta vertebra.
3. Penekanan medula spinalis
Ketika terjadi proses metastasis ke vertebra, maka medulla spinalis menjadi
terdesak. Pendesakan medulla spinalis tidak hanya menimbulkan nyeri tetapi
juga parese atau mati rasa pada ekstremitas, gangguan miksi, atau mati rasa
disekitar abdomen.
4. Peninggian kadar kalsium dalam darah
Hal ini disebabkan karena tingginya pelepasan cadangan kalsium dari tulang.
Peninggian kalsium dapat menyebabkan kurang nafsu makan, mual, haus,
konstipasi, kelelahan, dan bahkan gangguan kesadaran.
5. Apabila metastasis sampai ke sum-sum tulang, gejala yang timbul sesuai
dengan tipe sel darah yang terkena. Anemia dapat terjadi apabila mengenai sel
darah merah. Apabila sel darah putih yang terkena, maka pasien dapat dengan
mudah terjangkit infeksi. Sedangkan gangguan pada platelet, dapat
menyebabkan perdarahan. Gejala lainnya berupa:
a) Akibat riwayat trauma dan atau cidera yang berkaitan dengan olahraga
yang tidak berhubungan.
b) Peningkatan kadar fosfate alkalis serum.
c) Keterbatasan gerak.
d) Kehilangan berat badan.
e) Peningkatan suhu kulit diatas masa dan ketegangan vena.
f) Lesi primer dapat mengenai semua tulang.
g) Malaise
h) Demam
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Foto tulang konvensional
Foto tulang konvensional digunakan untuk menentukan karakter metastasis ke
tulang.

16
2. Gambaran CT-Scan
CT scan digunakan untuk mengevaluasi abnormalitas pada tulang yang susah
atau tidak dapat ditemukan dengan X-Ray dan untuk menentukan luasnya
tumor atau keterlibatan jaringan 7.
3. MRI
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa penggunaan MRI untuk mendeteksi
suatu metastasis lebih sensitif daripada penggunaan skintiscanning.
Pada pemeriksaan MRI didapatkan modul yang soliter atau lebih
(kebanyakan/lebih sering soliter),lesi multipel dengan metastasis ke aksis dari
pada rangkaian.
4. Scintigraphy ( nuclear medicine )
Skintigrafi adalah metode yang efektif sebagai skrining pada seluruh tubuh
untuk menilai metastasis ke tulang.
5. Pemeriksaan bone survey (foto seluruh tubuh)
Bone Survey atau pemeriksaan tulang-tulang secara radio-grafik konvensional
adalah pemeriksaan semua tulang-tulang yang paling sering dikenai lesi-lesi
metastatik yaitu skelet, foto bone survey dapat memberikan gambaran klinik
yaitu:
a) Lokasi lesi lebih akuran apakah daerah epifisis, metafisis, dan diafisis atau
pada organ-organ tertentu
b) Apakah tumor bersifat soliter atau multiple
c) Jenis tulang yang terkena.
d) Dapat memberikan gambaran sifat-sifat tumor

2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan medis adalah sebagai berikut :
Tujuan penatalaksanaan menghancurkan atau mengangkat jaringan ganas dengan
metode seefektif mungkin :
1. Tindakan pengangkatan tumor biasanya dengan mengamputasi

17
2. Alloperinol untuk mengontrol hiperurisemia. Outputurin harus baik(2500-
3000ml/hari) unutuk mengukur tingkat serum kalsium dan mencegah
hiperkalsium dan hiperurisemia
3. Bifosfonat
Bifosfonat berfungsi untuk menekan laju destruksi dan pembentukan tulang
yang berlebihan akibat metastasis.
4. Kemoterapi dan terapi hormonal
Obat-obat kemoterapi digunakan untuk membunuh sel-sel kanker didalam
tubuh. Kemoterapi dapat diberikan per-oral maupun intravena. Terapi hormon
digunakan untuk menghambat aktivitas hormon dalam mendukung
pertumbuhan kanker.
5. Radioterapi
Radioterapi berguna untuk menghilangkan nyeri dan mengontrol pertumbuhan
tumor di area metastasis.
6. Pembedahan
Pembedahan dilakukan untuk mencegah atau untuk terapi fraktur. Biasanya
pembedahan juga dilakukan untuk mengangkat tumor. Dalam pembedahan
mungkin ditambahkan beberapa ornament untuk mendukung struktur tulang yang
telah rusak oleh metastasis. Teknik Pembedahan :
a. Eksisi luas, tujuan adalah untuk mendapatkan batas-batas tumor secara
histologis, tetapi mempertahankan struktur-struktur neurovaskuler yang utama.
b. Amputasi, tindakan pengangkatan tumor biasanya dengan mengamputasi.
Indikasi amputasi primer adalah lesi yang terjadi secara lambat yang
melibatkan jaringan neurovaskuler, menyebabkan firaktur patologis (terutama
raktur proksimal), biopsi insisi yang tidak tepat atau mengalami infeksi, atau
terkenanya otot dalam area yang luas.
c. Reseksi enblock, taknik ini memerlukan eksisi luas dari jaringan normal dari
jaringan disekitarnya, pegankatan seluruh serabut otot mulai dari origo sampai
insersinya dan reseksi tulang yang terkena termasuk struktur pembuluh darah.

18
d. Prosedur tikhofflinbekrg, teknik pembedahan ini digunakan pada lesi humerus
bagian proksimal dan meliputi reaksi enblock skapula, bagian humerus dan
klavikula.
e. Pilihan Rekonstruksi
Kriteria pasien untuk pembedahan mempertahankan ekstremitas, usia, insisi
biopsi dan fungsi pasca bedah ekstremitas yang dipertahankan lebih dari fungsi
alat prostesis, rekonstruksi dapat dilakukan dengan penggunaan berbagai bahan
logam maupun sintesis.

2.7.2 Penatalaksanaan keperawatan


1. Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam,
visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi ( pemberian analgetika
).
2. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan
dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli
psikologi atau rohaniawan.
3. Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping
kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat.
Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal.
Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
4. Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan
terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di
rumah.(Smeltzer. 2001).

2.8 Komplikasi
1. Akibat Langsung : Fraktur

19
2. Akibat Tidak Langsung : penurunan berat badan, anemia, penurunan kekebalan
tubuh
3. Akibat Pengobatan : gangguan saraf tepi, penurunan kadar sel darah, kebotakan
pada kemoterapi

Komplikasi pada pasca bedah


1. Integritas kulit
Integritas kulit terganggu karena insisibedah yang luas mempertahankan
ekstermitas dan amputasi, defaskularisasi area kulit, dan imobilitas, serta
gangguan sensasi (Hockenberry & lane, 1988)
2. Drainase Luka
3. Mobilitas dan fungsi

20
Pathway Kanker Tulang

Zat karsinogen

Timbulnya sel kanker

Bermetastase melalui PD

Sumsum tulang

Mengalami kerusakan yang luas

Aktivitas hematopoetik Pembentukan substrat perkembangan sel


kanker di tulang

Plasma tdk matang Anemia proses penyakit gangguan
ortopedik


Pembelahan sel Oksigenasi sel kurang pengetahuan tindakan
operasi
yang abnormal

Gangguan metabolic persepsi tentang penyakit hilangnya
anggota tubuh
jumlah sel meningkat ansietas gangguan
harga diri
Transport nutrisi ke sel tubuh
Menekan saraf nyeri koping tidak efektif
Gangguan Nutrisi
Nyeri Akut

21
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA CARSINOMA TULANG

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas pasien
Identitas klien : Identits klien( nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, status marietal, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS, diagnose
medis ). Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia
15 25 tahun (pada usia pertumbuhan). Status ekonomi yang rendah merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya osteosarkoma ditinjau dari
pola makan, kebersihan dan perawatan. Gaya hidup yang tak sehat misalnya
merokok, makanan dan minuman yang mengandung karbon. Alamat berhubungan
dengan epidemiologi (tempat, waktu dan orang). Pekerjaan yang memicu
terjadinya osteosarkoma adalah yang sering terkena radiasi seperti tenaga
kesehatan bagian O.K, tenaga kerja pengembangan senjata nuklir, tenaga IT.
Pendidikan berkisar antara SMP samapai Sarjana. Angka kejadian pada anak laki-
laki sama dengan anak perempuan.

3.1.2 Riwayat keperawatan:


1. Keluhan utama : Adalah alasan utama yang menyebabkan dibawanya klien ke
rumah sakit (adanya benjolan dan nyeri).
2. Riwayat penyakit sekarang : Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit
tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Didahului dengan manifestasi klinis nyeri dan atau
pembengkakan ekstremitas yang terkena. Pembengkakan pada atau di atas
tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas. Peningkatan kadar
kalsium dalam darah. Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun.
Tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang
panjang, terutama lutut. sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien
pertama kali berobat.

22
3. Riwayat penyakit dahulu : Perlu dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit
yang pernah dialami sebelumnya yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
menentukan proses keperawatan. Kemungkinan pernah terpapar sering dengan
radiasi sinar radio aktif dosis tinggi. Kemungkinan sering mengkonsumsi
kalsium dengan batas tidak normal. Kemungkinan sering mengkonsumsi zat-
zat toksik seperti : makanan dengan zat pengawet, merokok dan lain-lain.
4. Riwayat penyakit keluarga : Perlu dikaji untuk mengetahui apakah penyakit
yang dialami oleh klien saat ini ada hubungannya dengan penyakit herediter.
Kemungkinan ada keluarga yang menderita sarcoma.

3.1.3 Pemeriksaan fisik:


1. B1 (Breath)
a. Inspeksi : bentuk simetris. Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman
pernafasan, adakah penumpukan sekresi. dipsnea (-), retraksi dada (-), takipnea
(+)
b. Palpasi : kaji adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan.
c. Auskultasi : dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler,
intensitas, nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi adanya
penyakit penyerta seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya.
2. B2 (Blood)
a. Inspeksi : pucat
b. Palpasi : peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena,
nadi meningkat.
c. Perkusi : batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke
arah kiri dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.
d. Auskultasi : disritmia jantung,

3. B3 (Brain)
a. Inspeksi : px lemas, yang diamati mulai pertama kali bertemu dengan klien.
Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau tidak tampak sakit.

23
KeSadaran diamati komposmentis, apatis, samnolen, delirium, stupor dan
koma.
b. Palpasi : adakah parese, anesthesia.
c. Perkusi : refleks fisiologis dan refleks patologis.
d. Kepala : kesemitiras muka, warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit
kepala. Wajah tampak pucat.
e. Mata : Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek
mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan
diare yang lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil (-)
f. Hidung : dapat membedakan bau wangi,busuk.
g. Telinga : bisa mendengarkan suara dengan baik.

4. B4 (Bladder)
a. Inspeksi : testis positif pada jenis kelamin laki-laki, apak labio mayor menutupi
labio minor, pembesaran scrotum (-), rambut(-). BAK frekuensi, warna dan bau
serta cara pengeluaran kencing spontan atau mengunakan alat. Observasi
output tiap 24 jam atau sesuai ketentuan.
b. Palpasi : adakah pembesaran scrotum,infeksi testis atau femosis.

5. B5 (Bowel)
a. Inspeksi : BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3 kali
dalam sehari, adakah bau, disertai lendi atau darah. Kontur permukaan kulit
menurun, retraksi dan kesemitrisan abdomen. Ada konstipasi atau diare.
b. Auskultasi : Bising usus
c. Perkusi : mendengar adanya gas, cairan atau massa, hepar dan lien tidak
membesar suara tymphani.
d. Palpasi : adakah nyeri tekan, superfisial pemuluh darah.

6. B6 (Bone)

24
a. Inspeksi : px tampak lemah, aktivitas menurun, rentang gerak pada ekstremitas
pasien menjadi terbatas karena adanya masa, nyeri, pembengkakan ekstremitas
yang terkena
b. Palpasi : teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta
adanya pelebaran vena, terjadi kelemahan otot pada pasien.
c. Perkusi : nyeri dan atau mati rasa pada ekstremitas yang terkena.

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola Nutrisi
Kebiasaan diet buruk (misalnya : rendah serat, tinggi lemak, aditif, dan bahan
pengawet). Anoreksia, mual/muntah. Intoleransi makanan. Perubahan berat
badan (BB), penurunan BB hebat, kaheksia, berkurangnya massa otot.
Perubahan pada kelembapan/turgor kulit, edema.
2. Pola eliminasi
Perubahan pola defikasi, BAB dan BAK dilakukan dengan bad rest
3. Pola istirahat
Perubahan pada pola tidur dan waktu tidur pada malam hari, adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi tidur seperti : nyeri, ansietas, dan berkeringat
malam.
4. Pola aktivitas
Px nampak lemah, gelisah sehingga perlu bantuan sekunder untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Kelemahan dan atau keletihan. Keterbatasan partisipasi
dalam hobi dan latihan. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen,
tingkat stress tinggi. (Doenges dkk, 2000).

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi jaringan saraf atau inflamasi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan, kerusakan
muskuloskeletal, nyeri, atau
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan atau kerusakan
jaringan lunak.

25
3.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu
klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat kesehatan yang
diinginkan dalam hasil yang diharapkan (Gordon,1994). Intervensi keperawatan
merupakan semua rencana tindakan asuhan keperawatan sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang timbul.
3.4 Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup :
melakukan, membantu dan mengarahkan kinerja aktivitas sehari hari,
memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien
dan mengevaluasi kinerja anggota staf dan mencatat serta melakukan pertukaran
informasi yang relevan dengan perawat kesehatan berkelanjutan dari klien. Selain
itu juga implementasi bersifat berkesinambungan dan interaktif dengan komponen
lain dari proses keperawatan. Komponen implementasi dari proses keperawatan
mempunyai lima tahap yaitu : mengkaji ulang klien, menelaah dan memodifikasi
rencana asuhan yang sudah ada, mengidentifikasi area bantuan,
mengimplementasikan intervensi keperawatan dan mengkomunikasikan intervensi
perawat menjalankan asuhan keperawatan dengan menggunakan beberapa metode
implementasi mencakup supervise, konseling, dan evaluasi dari anggota tim
perawat kesehatan lainnya.
Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan klien deskriptif
singkat dari pengkajian keperawatan. Prosedur spesifik dan respon dari klien
terhadap asuhan keperawatan. Dalam implementasi dari asuhan keperawatan
mungkin membutuhkan pengetahuan tambahan keterampilan keperawatan dan
personal.
3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan proses keperawatan yang mengukur respon klien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan.
Perawat mengevaluasi apakah prilaku atau respon klien mencerminkan suatu

26
kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan status
yang sehat. Selama evaluasi perawatan memutuskan apakah langkah proses
keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respon klien dan
membandingkannya dengan prilaku yang disebutkan dalam hasil yang
diharapkan. Selama evaluasi perawat secara kontinyu perawat mengarahkan
kembali asuhan keperawatan kearah terbaik untuk memenuhi kebutuhan klien.
Evaluasi positif terjadi ketika hasil yang dinginkan terpenuhi menemukan
perawat untuk menyimpulkan bahwa dosis medikasi dan intervensi keperawatan
secara efektif memenuhi tujuan klien untuk meningkatkan kenyamanan. Evaluasi
negative atau tidak di inginkan menandakan bahwa masalah tidak terpecahkan
atau terdapat masalah potensial yang belum diketahui. Perawat harus menyadari
bahwa evaluasi itu dinamis dan berubah terus tergantung pada diagnosa
keperawatan dan kondisi klien. Hal yang lebih utama evaluasi harus spesifik
terhadap klien. Evaluasi yang akurat mengarah pada kesesuaian revisi dan rencana
asuhan yang tidak efektif dan penghentian terapi yang telah menunjukan
keberhasilan.

27
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN
Seorang anak berumur 15 tahun memiliki tumor yang menyakitkan pada
tulang keringnya, dekat lutut. Hasil pemeriksaan biopsi menunjukkan adanya sel-
sel raksasa pada lesi. Dan itu tumor itu terus bertumbuh, dan terasa sakit/nyeri,
adanya massa, dan atrofi kaki yang substansial.
1. Pemeriksaan radiologi
Munculnya lesi sklerotik dan granular di posterior dan lateral tibia plateau,
hanya dibawah permukaan sendi, dengan beberapa pembesaran pada tulang.
Terdapat sayatan yang sembuh, tanpa tanda infeksi, tapi sangat lunak/lembek di
sentuh.
2. Hasil laboratorium
Tidak tersedia
3. Diagnosa banding
Chondroblastoma, osteosarcoma
4. Opsi pengobatan
Berdasarkan anggapan diagnosis,

Berdasarkan kasus diatas, anak tersebut menderita kanker tulang jenis


osteosarcoma, dikarenakan osteosarcoma cenderung mempengaruhi akhir dan atas
tibia, dan berdasarkan kasus menunjukkan 60% osteosarcoma terjadi disekitaran
lutut, 15% sekitar pinggul, 10% paha, dan 8% di rahang. Sedangkan Tempat-
tempat yang paling sering ditumbuhi tumor ini adalah : pelvis, femur, tulang iga,
gelang bahu dan tulang-tulang kraniofasial.
4.1 Pengkajian
Tanggal pengkajian : 17 Desember 2014
Masuk RS : 15 Desember 2014
Ruang : mawar
Jam : 09.15
No. Rekam medis : 120341
5. Identitas klien

28
Nama : Jokowi Duha
Umur : 15 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : kristen
Pendidikan : SMA
Alamat : jl. Kuda terbang no. 89
Suku/bangsa : WNI

Penanggung jawab klien


Nama : Jusuf kala
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : wirausaha
Hubungan denga pasien : Anak
Alamat : jl. Kuda terbang no. 89

2. Pemeriksaan fisik
a. Nyeri tekan / nyeri lokal pada tulang kering dekat lutut
b. Pada palpasi teraba massa pada derah tibia dekat lutut
c. peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena
d. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas

3. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
Munculnya lesi sklerotik dan granular di posterior dan lateral tibia plateau,
hanya dibawah permukaan sendi, dengan beberapa pembesaran pada tulang.
Terdapat sayatan yang sembuh, tanpa tanda infeksi, tapi sangat lunak/lembek di
sentuh.
b. Hasil laboratorium
Tidak tersedia

29
4. Analisa data
SIGN/SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM

DS -adanya agen cedera biologi Nyeri akut


-Pasien merasa nyeri pada
tulang kering dekat lutut
DO
-adanya nyeri tekan pada
tibia dekat lutut
-keletiihan
- adanya massa
DS Status hipermetabolik Nutrisi kurang dari kebutuha
-pasien merasa takut akan berkenaan dengan kanker tubuh
penyakitnya yang semakin
memburuk sehingga tidak
memikirkan hal lain termasuk
makan
DO
-cemas
-kurang pengetahuan
DS rasa takut tentang ketidak koping tidak efektif
- pasien mengatakan sangat tahuan, persepsi tentang
takut jika penyakitnya proses penyakit, dan sistem
berpengaruh terhadap masa pendukung yang tidak
depannya adekuat
DO
-lemah
-kehilangan alat gerak
-mobilisasi terbatas
DS Hilangnya bagian tubuh atau Gangguan harga diri

30
-pasien merasa tidak percaya perubahan kinerja peran
diri akan kondisinya saat ini
DO
-hilangnya fungsi alat gerak
-mobilisasi yang terbatas
DS Adanya kemungkinan Berduka
- kehilangan alat gerak
DO
-raut wajah bersedih

4.2 Diagnosa keperawatan


Berdasarkan analisa data diatas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi dianosa
keperawatan adalah:
1. Nyeri akut b/d cedera agen biologi
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Status hipermetabolik berkenaan
dengan kanker
3. Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak
tahuan, persepsi tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak
adekuat
4. Gangguan harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan
kinerja peran
5. Berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak

4.3 Intervensi keperawatan


Dx 1
Tujuan: klien mengalami pengurangan nyeri
Intervensi :
1. Kaji status nyeri ( lokasi, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri )
R/ memberikan data dasar untuk menentukan dan mengevaluasi intervensi
yang diberikan.

31
2. Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktivitas hiburan ( misalnya : musik,
televisi )
R/ meningkatkan relaksasi klien.
3. Ajarkan teknik manajemen nyeri seperti teknik relaksasi napas dalam,
visualisasi, dan bimbingan imajinasi.
R/ meningkatkan relaksasi yang dapat menurunkan rasa nyeri klien
Kolaborasi :
4. Berikan analgesik sesuai kebutuhan untuk nyeri.
R/ mengurangi nyeri dan spasme otot

Dx 2
Tujuan : Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan
partisipasi aktif dalam aturan
Pengobatan
Intervensi :
1. Motivasi pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan.
R/ memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa takut serta
kesalahan konsep tentang diagnosis
2. Berikan lingkungan yang nyaman dimana pasien dan keluarga merasa aman
untuk mendiskusikan perasaan atau menolak untuk berbicara.
R/ membina hubungan saling percaya dan membantu pasien untuk merasa
diterima dengan kondisi apa adanya
3. Pertahankan kontak sering dengan pasien dan bicara dengan menyentuh pasien.
R/ memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak.
4. Berikan informasi akurat, konsisten mengenai prognosis.
R/ dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat keputusan
atau pilihan sesuai realita
Dx 3
Tujuan : mengalami peningkatan asupan nutrisi yang adekuat
Intervensi :
1. Catat asupan makanan setiap hari

32
R/ mengidentifikasi kekuatan atau defisiensi nutrisi.
2. Ukur tinggi, berat badan, ketebalan kulit trisep setiap hari.
R/ mengidentifikasi keadaan malnutrisi protein kalori khususnya bila berat
badan dan pengukuran antropometrik kurang dari normal
3. Berikan diet TKTP dan asupan cairan adekuat.
R/ memenuhi kebutuhan metabolik jaringan. Asupan cairan adekuat untuk
menghilangkan produk sisa.
Kolaborasi :
4. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
R/ membantu mengidentifikasi derajat malnutrisi
(Doenges, 1999)
Dx 4
Tujuan : mengungkapan perubahan pemahaman dalam gaya hidup tentang tubuh,
perasaan tidak
berdaya, putus asa dan tidak mampu.

Intervensi :
1. Diskusikan dengan orang terdekat pengaruh diagnosis dan pengobatan terhadap
kehidupan pribadi pasien dan keluarga.
R/ membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan
masalah.
2. Motivasi pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang efek
kanker atau pengobatan.
R/ membantu dalam pemecahan masalah
3. Pertahankan kontak mata selama interaksi dengan pasien dan keluarga dan
bicara dengan menyentuh pasien
R/ menunjukkan rasa empati dan menjaga hubungan saling percaya dengan
pasien dan keluarga.
(Doenges, 1999)

33
Dx. 5
Tujuan : Keluarga dan klien siap menghadapi kemungkinan kehilangan anggota
gerak.
Intervensi :
1. Lakukan pendekatan langsung dengan klien.
R/ meningkatkan rasa percaya dengan klien.
2. Diskusikan kurangnya alternatif pengobatan.
R/ memberikan dukungan moril kepada klien untuk menerima pembedahan.
3. Ajarkan penggunaan alat bantu seperti kursi roda atau kruk sesegera mungkin
sesuai dengan kemampuan pasien.
R/ membantu dalam melakukan mobilitas dan meningkatkan kemandirian
pasien.
4. Motivasi dan libatkan pasien dalam aktifitas bermain
R/ secara tidak langgsung memberikan latihan mobilisasi

4.4 EVALUASI
1. Pasien mampu mengontrol nyeri
a. Melakukan teknik manajemen nyeri,
b. Patuh dalam pemakaian obat yang diresepkan.
c. Tidak mengalami nyeri atau mengalami pengurangan nyeri saat istirahat,
selama menjalankan
aktifitas hidup sehari-hari
2. Memperlihatkan pola penyelesaian masalah yang efektif.
a. Mengemukakan perasaanya dengan kata-kata
b. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
c. Keluarga mampu membuat keputusan tentang pengobatan pasien
3. Masukan nutrisi yang adekuat
a. Mengalami peningkatan berat badan
b. Menghabiskan makanan satu porsi setiap makan
c. Tidak ada tanda tanda kekurangan nutrisi
4. Memperlihatkan konsep diri yang positif

34
a. Memperlihatkan kepercayaan diri pada kemampuan yang dimiliki pasien
b. Memperlihatkan penerimaan perubahan citra diri
5. Klien dan keluarga siap intuk menghadapi kemungkinan amputasi

35
BAB 5
SIPULAN

5.1. Simpulan
Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik
yang menginvasi jaringan dan cenderung bermetastase sampai ke sisi yang
jauh dalam tubuh.(Wong.2003: 595). Sekitar 10-20% pasien telah
mengalami metastasis ke paru pada saat didiagnosis (Lewis,1996), hal ini
mempengaruhi prognosis mereka secara signifikan. Walaupun nyeri sering
dikeluhkan, studi yang dilakukan oleh Grimer & Sneath (1990)
menunjukkan bahwa, rata-rata, pasien yang mengalami osteosarkoma
menunggu 6 minggu sebelum mereka meminta advis dokter umum. Selain
itu, mereka juga merasakan nyeri selama 7 minggu kemudian sebelum
diagnosisi ditegakkan.
5.2. Saran
Saran yang saya berikan sebagai pembuat makalah agar bagi para
tenaga kesehatan maupun mahasiswa keperawatan serta bagi para pembaca
lebih membuka buku-buku yang berkaitan dengan segala jenis penyakit agar
mengetahaui berbagai jenis penyakit salah satunya penyakit CA tulang ini,
dimana agar dapat membuka wawasan pengetahuan si pembaca mengenai
penyakit. Mengingat CA tulang merupakan penyakit yang menyebabkan
kerusakan, sehingga bagi para tenaga kesehatan dapat menyampaikan ke
masyarakat.

36
DAFTAR PUSTAKA

Tucker,Susan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta.


EGCDonges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi
3, Jakarta. EGC
Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart.Edisi
8.Vol 3. Jakarta. EGC
Price Sylvia,A (1994),Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid
2 .Edisi 4. Jakarta. EGC
Wijaya Andra Saferi, Putri Yessie Mariza, 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2
(Keperawatan Dewasa). Yokyakarta: Nuha Medika
Wilkinson Judith M, 2007. Buku saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Nurarif Amin Huda, Kusuma Hardhi,2013. Panduan penyusunan asuhan
keperawatan profesional. Jakarta: EGC
Pearce. C Evelyn, 2009. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta:
Gramedia

37

Anda mungkin juga menyukai