Anda di halaman 1dari 9

5

TINJAUAN PUSTAKA
Radikal Bebas
Radikal bebas didefinisikan sebagai suatu molekul, atom, atau beberapa
grup atom yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada
orbital luarnya. Molekul atau atom tersebut sangat labil dan mudah membentuk
senyawa baru (Muchtadi 2009). Adanya elektron yang tidak berpasangan
menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara
menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya (Winarsi
2011).
Radikal bebas yang terdapat dalam tubuh dapat berasal dari dalam
(endogen) dan luar tubuh (eksogen). Secara endogen radikal bebas terbentuk
sebagai respon normal dari rantai peristiwa biokimia di dalam tubuh. Secara
eksogen radikal bebas diperoleh dari bermacam-macam sumber antara lain
terekspos dari radiasi rendah dan sinar elektromagnetis,asap dengan oksidan
kuatnya seperti ozon, nitrogen dioksida dan peroksiasil nitrat, asap rokok serta
obat-obatan dan bahan kimia pencemar lingkungan, polutan, radiasi, ozon, dan
pestisida. Secara fisiologis timbulnya senyawa radikal bebas dalam tubuh
(peroksida) akan diimbangi oleh mekanisme pertahanan endogen dengan
menggunakan zat atau senyawa yang mempunyai kemampuan sebagai anti
radikal bebas yang disebut antioksidan (Muchtadi 2009).
Antioksidan
Senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donors)
secara biologis. Pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu
menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan
bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang
bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat diredam
(Winarsi 2011). Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting karena
berkaitan dengan berfungsinya sistem imunitas tubuh. Sel imun memerlukan
antioksidan dalam kadar tinggi dibandingkan dengan sel-sel lain. Defisiensi
antioksidan yang berupa vitamin C, vitamin E, Selenium, seng dan glutation
dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh terhadap respons imun
(Meydani et al 1995 diacu dalam Winarsi 2011).
Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu antioksidan
enzimatis dan non enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksida
dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan non-
6

enzimatis dibagi dalam 2 kelompok lagi yaitu antioksidan larut lemak seperti
tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin; antioksidan larut air seperti
asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, dan protein pengikat heme
(Winarsi 2011).
Menurut Basu et al (1999), antioksidan terdiri dari dua macam, yaitu
antioksidan endogen dan eksogen. Antioksidan endogen yaitu sejumlah
komponen protein dan enzim yang disintesis dalam tubuh yang berperan dalam
menangkal oksidasi oleh radikal bebas yang terdiri dari katalase, superoksida
dismutase, serta protein yang berikatan dengan logam seperti transferin dan
seruloplasmin. Adapun antioksidan eksogen yaitu bersumber dari makanan,
terdiri atas tokoferol (vitamin E), asam askorbat (vitamin C), karotenoid dan
flavonoid. Antioksidan jenis eksogen ini dapat dimodifikasi dengan makanan dan
suplemen. Sistem pertahanan antioksidan dalam sel dapat menurunkan
pengaruh negatif dari radikal bebas.
Sementara menurut Winarno (2004) antioksidan dikelompokan menjadi
dua, yaitu antioksidan primer dan sekunder. Antioksidan primer adalah suatu zat
yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepaskan
hydrogen. zat-zat yang termasuk golongan antioksidan primer dapat berasal dari
alam maupun buatan. Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat
mencegah kerja peroksidan.
Suplemen Antioksidan
Suplemen adalah produk kesehatan yang mengandung satu atau lebih
zat yang bersifat nutritif atau obat. Umumnya suplemen yang dijual tersedia
dalam bentuk tablet, kapsul, serbuk, cairan, kaplet dan tablet yang larut air
(Yuliarti 2009). Penyerapan suplemen sebagai senyawa tunggal hasil sintesis
kimia oleh tubuh kurang baik dibandingkan dengan bahan dari alam dalam
senyawa kompleks (Krauses 2000).
Konsumsi suplemen dibutuhkan oleh tubuh jika sering berada atau
melewati lngkungan yang tercemar polusi, mengalami gangguan kesehatan yang
diduga kuat karena kekurangan zat gizi dalam makanan sehari-hari dengan
frekuensi sering, tubuh dalam kondisi masa penyembuhan yang memerlukan
tambahan suplemen, kondisi tubuh yang selalu dituntut prima dengan pekerjaan
sering di luar kewajaran (lembur), dan stres berkepanjangan (Gunawan 1999).
Pemberian suplemen untuk tujuan tersebut mengandung zat gizi, enzim, serta
herbal yang meningkatkan antioksidan dan imunitas tubuh, serta mengendalikan
7

kadar kolesterol, gula darah dan tekanan darah (Hardinsyah 2002). Menurut
khomsan (2004) pemberian suplemen makanan diperuntukkan bagi orang-orang
yang dalam kondisi tubuh tidak ideal, misalnya dalam keadaan kurang makan,
pola makan kurang teratur, sakit, proses pemnyembuhan dan sulit makan.
Suplemen hanya mengandung vitamin sesuai yang tertera dalam label
kemasan. Suplemen sama sekali tidak mengandung protein, itulah sebabnya
menu harian yang kaya kalori dan protein masih tetap yang utama, meski sudah
minum suplemen vitamin (Khomsan 2002). Subarnas dalam Siahaan (2007)
mengatakan bahwa dalam suplemen makanan biasanya terdapat zat antioksidan
seperti vitamin A, vitamin C, vitamin E dan beta karoten yang sangat potensial
dan terdapat pula antioksidan alami dari tumbuh-tumbuhan.
Kandungan Gizi dalam Suplemen
Vitamin C
Asam askorbat (vitamin C) adalah suatu turunan heksosa diklasifikasikan
sebagai karbohidrat yang erat berkaitan dengan monosakarida. Vitamin C dapat
disintesis dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian
besar hewan (Almatsier 2004). Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam L-
askorbat dan asam L-dehidroaskorbat. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi
secara reversible menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat
secara kimia sangat stabil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi
asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno
2004).
Tubuh manusia dan binatang golongan primata tidak dapat mensintesis
vitamin C, sehingga harus disuplai dari makanan sehari-hari. Vitamin C tidak
stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam atau pada suhu
rendah (Almatsier 2004). Perencanaan dosis vitamin C berdasarkan Tolarable
Upper Intake Levels (Uls) atau angka tertinggi dari nilai zat gizi yang bila
dikonsumsi tiap hari tidak membahayakan kesehatan untuk dewasa 19 tahun
menurut food and nutrition Board-Institute of Medicine (FNB-IOM) (2004) adalah
2000 mg/hari, pada asupan normal dapat diabsorpsi sebesar 90-95%, asupan
lebih dari 60 mg akan meningkatkan ekskresi bentuk vitamin C secara
proporsional (WKNPG 2004), tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C
bila konsumsi mencapai 100 mg sehari (Almatsier 2004). Takaran yang
dianjurkan untuk konsumsi vitamin C pada anak-anak 30-45mg/hari; wanita
dewasa 60 mg/hari, pada RDA (Recommended Dietary Allowances) anjuran
8

konsumsi vitamin C adalah 60-100 mg/hari, sementara untuk pengobatan


dosisnya bisa mencpai 1000-2000 mg/hari.
Vitamin C merupakan antioksidan kuat dan pengikat radikal bebas serta
mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh molekul superoksidan, peroksida,
radikal hidroksil dan oksigen singlet (Robert 2005). Agar dapat bertindak sebagai
antioksidan seseorang harus mengonsumsi sumber antioksidan melebihi Angka
Kecukupan Gizi (AKG) sehingga dapat berfungsi sebagai antioksidan dalam
tubuh (Muchtadi 2009).
Vitamin E
Vitamin E adalah golongan vitamin yang larut dalam lemak. Dalam
makanan vitamin E terdapat dalam bagian yang berminyak dan dalam tubuh
vitamin E hanya dapat dicerna oleh empedu, di hati, karena tidak larut dalam air.
Bentuk vitamin E merupakan kombinasi dari delapan molekul yang sangat rumit
yang disebut tocopherol. Tokoferol dan tokotrienol adalah suatu antioksidan
yang sangat efektif, yang dengan mudah menyumbangkan atom hidrogen pada
gugus hidroksil (OH) dari struktur cincin ke radikal bebas sehingga radikal bebas
menjadi tidak reaktif. Adanya hidrogen yang disumbangkan, tokoferol sendiri
menjadi suatu radikal, tetapi lebih stabil karena elektron yang tidak berpasangan
pada atom oksigen mengalami delokalisasi ke dalam struktur cincin aromatik
(Silalahi 2002).
Beberapa fungsi dari vitamin E, yaitu : (1) meningkatkan daya tahan
tubuh, membantu mengatasi stres, meningkatkan kesuburan, meminimalkan
risiko kanker dan penyakit jantung koroner; (2) berperan sangat penting bagi
kesehatan kulit, dengan menjaga, meningkatkan elastisitas dan kelembapan
kulit, mencegah proses penuaan dini, melindungi kulit dari kerusakan akibat
radiasi sinar ultraviolet, serta mempercepat proses penyembuhan luka; (3)
sebagai antioksidan, yaitu dengan menerima oksigen, vitamin E dapat membantu
mencegah oksidasi. Guna melaksanakan fungsinya sebagai antioksidan dalam
tubuh, vitamin E bekerja dengan cara mencari, bereaksi dan merusak rantai
reaksi radikal bebas (4) melindungi sel darah merah yang mengangkut oksigen
ke seluruh jaringan tubuh dari kerusakan.
Vitamin E dipercaya sebagai sumber antioksidan yang kerjanya
mencegah lipid peroksidasi dari asam lemak tak jenuh dalam membran sel dan
membantu oksidasi vitamin A serta mempertahankan kesuburan. Vitamin E
disimpan dalam jaringan adiposa dan dapat diperoleh dari minyak nabati
9

terutama minyak kecambah, gandum, kacang-kacangan, biji-bijian, dan sayuran


hijau. Menurut Winarno (2002), vitamin E tahan terhadap suhu tinggi serta asam,
tetapi karena bersifat antioksidan, vitamin E mudah teroksidasi terutama bila ada
lemak yang tengik, timah dan garam besi, serta mudah rusak oleh sinar
ultraviolet.
Seng (Zn)
Seng merupakan mineral penting yang ikut membentuk lebih dari 300
enzim dan protein. Seng terlibat dalam pembelahan sel, metabolisme asam
nukleat, dan pembuatan protein. Seng juga membantu kerja beberapa hormon
termasuk hormon kesuburan, juga hormon yang diproduksi oleh kelenjar di otak,
tiroid, adrenal, dan timus. Contohnya, hormon timulin di kelenjar timus untuk
membuat sel limfosit T hanya akan aktif bila sudah berikatan dengan seng.
Padahal sel-T ini merupakan pasukan sel darah putih yang menunjang daya
tahan tubuh. Hormon prolaktin juga membutuhkan seng untuk menstimulasi ASI
dan pertumbuhan kelenjar payudara (Almatsier 2004).
Sebagai antioksidan kuat seng mampu memberikan perlindungan
menyeluruh bagi tubuh dengan menjalankan fungsinya sebagai antioksidan,
dalam kondisi kekurangan seng, radikal bebeas akan mudah menyerang dan
merusak sel tubuh (Khomsan 2006), seng juga mampu mencegah kerusakan sel
dan menstabilkan struktur dinding sel. Seng berperan dalam proses
penyembuhan luka dengan cara merangsang pembentukan dan pemindahan sel
kulit ke daerah luka. Defisiensi seng dapat terjadi akibat asupan yang tidak
mencukupi dan ketersediaan biologis seng dalam makanan yang rendah, yang
berkaitan dengan konsumsi serat makanan, polifosfat, tembaga, dan fitat yang
tinggi atau berlebihan, disamping itu defisiensi seng juga dapat diakibatkan oleh
gangguan kesehatan (Gibson 2005).
Tembaga (Cu)
Tembaga termasuk trace element yang esensial bagi tubuh dan
merupakan komponen dari beberapa jenis enzim dalam sistem erythropoetik,
pembentukan tulang dan reaksi redoks. Tubuh manusia mengandung sekitar
100-150 mg tembaga, tersebar di berbagai jaringan. Hati, otot dan susunan saraf
pusat mengandung tembaga dengan kadar tinggi (Sediaoetama 2006).
Tembaga ditemukan pada banyak jenis bahan makanan. Makanan yang
menjadi sumber tembaga adalah kerang, tiram, kacang-kacangan, biji-bijian,
serealia dan coklat. Fungsi utama tembaga dalam tubuh adalah sebagai bagian
10

dari enzim. Enzim-enzim yang mengandung tembaga mempunyai berbagai


macam peran berkaitan dengan reaksi yang menggunakan oksigen atau radikal
oksigen. Tembaga juga memiliki peran yang penting bagi fungsi imunologik.
Penelitian dengan menggunakan hewan sebagai model menunjukkan bahwa
tembaga sangat penting untuk pembentukan antibodi, respon imun seluler dan
untuk membangkitkan reaksi radang (Subowo 1993).
Selenium (Se)
Selenium adalah mineral penting yang sangat dibutuhkan oleh tubuh
sebagai antioksidan untuk meredam aktivitas radikal bebas. Selenium tidak
diproduksi oleh tubuh, tetapi diperoleh dari konsumsi makanan sehari-hari.
Sumber utama selenium adalah tumbuh-tumbuhan dan makanan laut. Selenium
merupakan trace element yang termasuk antioksidan karena mengaktifkan enzim
glutation peroksidase yang bekerja sama dengan vitamin E untuk mencegah
kerusakan membran sel akibat oksidasi radikal bebas. Selain itu, selenium
membantu tubuh dalam mencegah bahan kimia beracun, menstimulasi sistem
kekebalan tubuh untuk melawan kanker, serta meningkatkan kepekaan terhadap
kerusakan gigi (Vitahealth 2006).
Manfaat Selenium bagi tubuh (1) menangkal radikal bebas, yaitu bekerja
sama dengan vitamin E sebagai zat antioksidan untuk memperlambat oksidasi
asam lemak tak jenuh; (2) meningkatkan kekebalan tubuh, sehingga
memperbaiki sistem imunitas dan fungsi kelenjar tiroid; dan (3) mempertahankan
elastisitas jaringan.
Remaja
Dalam bahasa Inggris, kata remaja adalah adolescence berasal dari
kata adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock
1994). Masa remaja adalah periode yang penting pada pertumbuhan dan
kematangan manusia (Riyadi 2001). Remaja merupakan fase transisi sebelum
anak menjadi dewasa. Hurlock (1994) membagi masa remaja menjadi masa
remaja awal yang berawal dari usia 13 hingga usia 16 atau 17 tahun dan masa
remaja akhir dari usia 16 atau 17 tahun hingga usia 18 tahun. Masa remaja awal
dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah
mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa. Pada
periode kehidupan ini sering luput dari pemantauan, padahal pertumbuhan dan
perkembangan pada masa ini memiliki dampak penting pada kesehatan di masa
dewasa. Dewasa mengalami pertambahan berat badan 50% dari berat badan
11

mereka saat dewasa, lebih dari 20% dari tinggi badan mereka saat dewasa, dan
50% dari rangka mereka saat dewasa (Mann& Stewart 2007).
Ciri-ciri spesifik pada usia remaja adalah pertumbuhan yang cepat,
perubahan emosional, dan perubahan sosial, dibandingkan dengan fase anak-
anak, fase remaja seseorang mengalami perubahan pada karakteristik fisik,
psikis, aturan sosial dan tanggung jawab, satu hal yang penting akibat perubahan
tersebut adalah kontrol yangh berlebihan terhadap pola konsumsi makanan dan
minuman kearah yang kurang baik. Remaja belum sepenuhnya matang, baik
secara fisik, kognitif maupun psikososial. Pada masa pencarian identitas ini
remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan. Lebih jauh, kebiasaan makan
dan minum pada remaja dipengaruhi oleh keluarga, teman, dan media (terutama
iklan di televisi) (Mann& Stewart 2007).
Status Gizi Remaja
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.
(Supariasa et al 2002). Alat yang sederhana untuk memantau status gizi adalah
Indeks Massa Tubuh (IMT). Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa
berumur di atas 18 tahun, IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja,
ibu hamil, dan olahragawan (Supariasa et al 2002). Metode ini sering digunakan
karena prosedurnya yang sederhana, aman, mudah dan relatif murah.
Pengukuran metode antropometri merupakan metode yang tepat dan akurat
karena dapat dibakukan. Antropometri merupakan indikator yang cukup sensitif
dalam mengidentifikasi status gizi karena sudah ada ambang batas yang jelas.
Pengukuran status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut
umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja. Menurut
Riyadi (2001), pengukuran status gizi menggunakan BB/U dianggap tidak valid
jika tidak disertai dengan informasi mengenai TB/U. Namun pengukuran
menggunakan kombinasi BB/U dan TB/U untuk menilai massa tubuh dianggap
aneh dan memberikan hasil yang bias. Menurut WHO (2007), untuk anak berusia
diatas 10 tahun, BB/U bukanlah indikator yang baik karena tidak dapat
membedakan antara tinggi badan dan berat badan pada masa remaja yang
sedang mengalami pubertal growth spurt. Perubahan komposisi tubuh pada
remaja yang mungkin dapat terlihat adalah adanya penambahan berat badan
(BB/U) sedangkan sebenarnya sampel hanya bertambah tinggi bukan bertambah
12

berat badan. IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator


terbaik untuk remaja (Riyadi 2001).
Sayur dan Buah
Kebutuhan zat gizi tubuh dapat dipenuhi dengan pola makan yang
beragam, sebab tidak ada satu pun makanan tunggal yang mengandung semua
zat gizi dalam jumlah yang cukup (Astawan & Kasih 2008). Salah satu sumber
bahan pangan yang baik untuk memperoleh zat gizi adalah sayur dan buah
(Hardinsyah & Martianto 1988). Sayur dan buah banyak mengandung berbagai
macam vitamin, mineral, senyawa fitokimia, serta serat pangan (Astawan & Kasih
2008). Menurut Almatsier (2004) porsi buah yang dianjurkan untuk orang dewasa
adalah sebanyak 200300 gram atau 2-3 potong sehari sedangkan porsi sayuran
dalam bentuk tercampur yang dianjurkan sehari adalah 150200 gram atau 1 -
2 mangkok sehari.
Para ilmuwan telah menemukan bahwa mengonsumsi sayur dan buah
dapat mengurangi timbulnya penyakit seperti kanker dan jantung. Sayuran dan
buah-buahan merupakan sumber zat gizi dan zat-zat non gizi yang keduanya
berperan penting bagi kesehatan tubuh. Belakangan ini peranan zat-zat gizi dan
non gizi pada sayuran dan buah-buahan menjadi semakin penting dalam
pencegahan dan pengobatan berbagai macam penyakit. Mengkonsumsi sayuran
dan buah-buahan sangat perlu dilakukan untuk mencapai tingkat kesehatan yang
optimal, pentingnya sayuran dan buah-buahan sehingga WHO (World Health
Organization) dan para ahli gizi di Amerika Serikat menganjurkan agar paling
sedikit mengkonsumsi tiga porsi sayuran adan dua porsi buah-buahan setiap
harinya (Astawan & Kasih 2008).
Aktivitas Fisik
Hurlock (1994) mengemukakan bahwa bergabungnya remaja dengan
teman-teman sebayanya akan mengakibatkan adanya perubahan-perubahan.
Perubahan yang penting terjadi adalah dalam hal aktivitas fisik. Remaja akan
melakukan berbagai kegiatan dan bila dilakukan secara rutin, maka akan
terbentuk pola aktivitas yang berbeda dengan aktivitas sebelumnya. Pola
aktivitas remaja dapat dilihat dari bagaimana cara remaja tersebut
mengalokasikan waktunya selama 24 jam dalam kehidupan sehari-hari untuk
melakukan suatu jenis kegiatan secara rutin dan berulang-ulang.
Aktivitas fisik umumnya diartikan sebagai gerak tubuh yang ditimbulkan
oleh otot-otot skeletal dan mengakibatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik dan
13

pengeluaran energi tidaklah sama, aktivitas fisik merupakan bentuk perilaku,


sedangkan pengeluaran energi merupakan outcome dari perilaku tersebut
(Gibney et al 2008). Energi yang digunakan untuk aktivitas fisik sangat ditentukan
oleh jenis aktivitas dan lama waktu melakukan aktivitas tersebut (Dwiriani 2008).
Kegiatan fisik dan olahraga secara teratur dan cukup takarannya dapat
membantu mempertahankan derajat kesehatan yang optimal. Kegiatan fisik
lainnya dan olahraga yang tidak seimbang dengan energi yang dikonsumsi
menyebabkan energi yang dikeluarkan lebih banyak daripada yang dikonsumsi,
padahal idealnya energi yang dikeluarkan lebih baik seimbang dengan energi
yang dikonsumsi (Almatsier 2004).
Morbiditas
Morbiditas dan status gizi merupakan variabel yang mencerminkan status
kesehatan. Morbiditas ini meliputi prevalensi penyakit menular dan penyakit tidak
menular. Derajat kesehatan atau status kesehatan adalah tingkat kesehatan
perorangan, kelompok atau masyarakat yang diukur dengan angka kematian,
umur harapan hidup, status gizi, dan angka kesakitan (morbiditas) (Depkes
2008). Menurut Subandriyo dan Hartanti (1993), angka kesakitan (morbiditas)
lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab kejadian
kesakitan mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai faktor lingkungan,
seperti perumahan, air minum dan kebersihan serta faktor kemiskinan,
kekurangan gizi serta pelayanan kesehatan di daerah tersebut. Sedangkan
angka kematian lebih banyak dipengaruhi oleh kemajuan teknologi kedokteran
sehingga kurang mencerminkan keadaan kesehatan yang sesungguhnya.
Faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah penyebab penyakit,
manusia, dan lingkungan. Gangguan keseimbangan diantara ketiga faktor
tersebut menimbulkan gangguan kesehatan yang menyebabkan penurunan
derajat kesehatan seseorang. Penyebab penyakit dapat berasal dari dalam
maupun luar tubuh. Daya tahan tubuh manusia akan mempengaruhi kemudahan
terkena penyakit. Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar
manusia dan dapat mempengaruhi kehidupannya (Subandriyo & Hartanti 1994).

Anda mungkin juga menyukai