Anda di halaman 1dari 10

Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1

Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/

GAMBARAN KESIAPAN MANAJEMEN PENGGUNAAN OBAT


BERDASARKAN AKREDITASI RS 2012
(STUDI KASUS DI RSUD BOB BAZAR KALIANDA)
Dwi Rosya Destiana*, Irma Risdiana, Sabtanti Harimurti.
*Program Magister Manajemen Rumah Sakit, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
Email: rosya.sagittarian@gmail.com
ABSTRAK
Latar belakang: Dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Pasal 40 disebutkan bahwa dalam
upaya peningkatan mutu pelayanan, rumah sakit wajib melakukan akreditasi secara berkala
minimal tiga tahun sekali. Akreditasi merupakan salah satu sistem manajemen mutu yang sedang
berkembang saat ini dengan tujuan terpenuhinya ekspektasi atau harapan masyarakat akan
peningkatan mutu dan kapasitas pelayanan rumah sakit. Manajemen dan penggunaan obat yang
menjadi standar akreditasi rumah sakit terdiri dari tujuh elemen penilaian yaitu; 1) manajemen
dan organisasi, 2) seleksi dan pengadaan, 3) penyimpanan, 4) pemesanan dan pencatatan, 5)
persiapan dan penyaluran, 6) pemberian, dan 7) pemantauan. Tujuan Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui persiapan dan kelayakan RSUD Bob Bazar Kalianda dalam memenuhi standar
sasaran manajemen dan penggunaan obat akreditasi rumah sakit 2012. Metode: Penelitian ini
merupakan rancangan studi kasus (case study) kualitatif yang hasilnya disajikan secara deskriptif.
Subjek penelitian adalah manajemen rumah sakit dan staf pelaksana. Objek penelitian adalah
pelaksanaan manajemen dan penggunaan obat rumah sakit dalam akreditasi rumah sakit 2012.
Instrumen penelitian ini adalah check list surveyor akreditasi rumah sakit versi 2012. Hasil dan
Pembahasan: RSUD Bob Bazar Kalianda mendapatkan nilai total 505 dari 840 poin maksimal yang
dapat dicapai pada manajemen dan penggunaan obat berdasarkan intrumen akreditasi dari KARS
atau hanya mendapatkan nilai 60,11% dari standar 80%. Sasaran manajemen dan pemantauan
telah melampaui standar minimal, sedangkan sasaran pengadaan, pemesanan, pemberian ,
penyimpanan dan penyaluran farmasi masih dibawah skor standar minimal. Kesimpulan:
Berdasarkan perhitungan sesuai nilai intrumen akreditasi rumah sakit dapat disimpulkan bahwa
rumah sakit belum siap untuk mencapai akreditasi rumah sakit versi 2012 di bidang manajemen
penggunaan obat. Kebijakan dan implementasi untuk tujuh sasaran manajemen dan penggunaan
obat belum sepenuhnya dilengkapi. Rekomendasi yang perlu dilakukan adalah self assessment
sedini mungkin oleh tim kerja akreditasi rumah sakit dan melengkapi kebijakan, standar
prosedur operasional, pedoman, buku saku dan dokumen bukti yang diperlukan dalam
manajemen dan penggunaan obat.

Kata Kunci: manajemen penggunaan obat, akreditasi rumah sakit 2012


2017 Proceeding Health Architecture. All rights reserved

PENDAHULUAN bahwa rumah sakit itu memenuhi standar


pelayanan rumah sakit yang berlaku untuk
Definisi dan fungsi rumah sakit seperti
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
yang tertera dalam Undang Undang (UU) No
secara berkesinambungan.
44 Tahun 2009 Pasal 40 tentang akreditasi,
Salah satu sumber penting dalam
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
pelayanan pasien adalah obat. Berdasarkan
rumah sakit wajib dilakukan akreditasi secara
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
berkala minimal tiga tahun sekali. Ditegaskan
Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang
kembali dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Republik Indonesia (Permenkes) Nomor 012
Sakit dijelaskan bahwa instalasi farmasi adalah
Tahun 2012 Pasal 1 tentang akreditasi,
unit pelaksana fungsional yang
akreditasi rumah sakit merupakan pengakuan
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan
terhadap rumah sakit yang diberikan oleh
kefarmasian di Rumah Sakit. Manajemen dan
lembaga independen penyelenggara akreditasi
penggunaan obat merupakan serangkaian
yang ditetapkan oleh menteri, setelah dinilai
kegiatan kompleks yang merupakan suatu

Page | 73
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/

siklus yang saling terkait, pada dasarnya terdiri BAHAN DAN ACARA
dari 4 fungsi dasar yaitu seleksi dan Penelitian ini merupakan rancangan
perencanaan, pengadaan, distribusi serta studi kasus (case study) kualitatif yang hasilnya
penggunaan. Pengelolaan obat yang efektif disajikan secara deskriptif. Penelitian ini
dan efisien dinilai dan diatur berdasarkan dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan
standar akreditasi yang berlaku karena dampak manajemen dan penggunaan obat dengan
dari ketidakefisienannya dapat berpengaruh melalui telusur sasaran dan telusur dokumen,
negatif secara medik, sosial maupun ekonomi. yaitu : 1) observasi, 2) wawancara, dan 3)
Dalam Permenkes Nomor 12 Tahun akses dokumen. Penelitian ini diawali dengan
2012 menerangkan bahwa, akreditasi memiliki observasi mengangkat isu- isu yang aktual
tujuan untuk: meningkatkan mutu pelayanan terkait akreditasi kemudian melakukan
rumah sakit; meningkatkan keselamatan wawancara dan telusur dokumen yang
pasien rumah sakit; meningkatkan diperlukan dalam penilaian. Hasil temuan
perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber wawancara, observasi dan akses dokumen
daya manusia rumah sakit dan rumah sakit tersebut dimasukkan dalam check list surveyor
sebagai institusi; dan mendukung program akreditasi rumah sakit 2012 dan
pemerintah di bidang kesehatan. Akreditasi dikonfirmasikan pada teori yang menjadi bahan
rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya acuan penilaian. Responden penelitian ini
dilakukan dengan self assessment oleh institusi adalah direktur penunjang pelayanan klinis
tersebut dan proses external peer review oleh serta empat staf farmasi rumah sakit.
komite akreditasi rumah sakit (KARS) yang Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Bob Bazar
menilai keakuratan tingkat kinerja dihubungkan Kalianda pada bulan September 2016 sampai
dengan standar dan cara implementasi Desember 2016.
peningkatan sistem pelayanan kesehatan
secara berkesinambungan. HASIL
Patient safety atau keselamatan
pasien menjadi salah satu parameter akreditasi 1. Hasil Analisis Wawancara Direksi
rumah sakit yang tercantum pada UU Nomor Kebijakan yang dikeluarkan untuk proses
44 Tahun 2009 Pasal 43 yang menyebutkan pengadaan obat berdasarkan formularium
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan standarisasi dari BPJS dikarenakan pasien
rumah sakit wajib rumah sakit wajib mayoritas adalah pengguna BPJS, tetapi ada
menerapkan standar keselamatan pasien. pula peran dari manajemen maupun fungsional
Standar keselamatan pasien dilaksanakan yang mengacu pada usulan dokter dalam
melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan keperluan obat-obat tertentu yang tidak
menetapkan pemecahan masalah dalam terdapat dalam formularium nasional / BPJS.
rangka menurunkan angka kejadian yang tidak Kebijakan distribusi obat di RSUD Bob Bazar
diharapkan (KTD). dipisahkan secara struktur menjadi dua yaitu
Penelitian ini akan dilakukan di logistik atau pengadaan dan instalasi farmasi
instalasi farmasi rawat inap dan rawat jalan di sehingga diharapkan terdapat kontrol dan
RSUD Bob Bazar Kalianda. RSUD Bob Bazar meminimalisir fraud maupun moral hazard.
yang merupakan satusatunya rumah sakit Walaupun dalam praktek pelayanannya RS
yang berada di Kabupaten Lampung Selatan masih memiliki keterbatasan SDM, sebagai
telah terakreditasi 5 Pelayanan Dasar yang Rumah Sakit Tipe C yang seharusnya memiliki
surat keputusannya ditandatangani oleh 8 apoteker sedangkan RSUD Bob Bazar hanya
Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan memiliki 5 tenaga apoteker untuk saat ini.
Kementerian Kesehatan RI tanggal 29 Juni Supervisi manajemen farmasi dilakukan oleh
2012. tim keselamatan pasien walaupun masih
terbilang belum maksimal, tetapi dilakukan
setidaknya setiap bulan, terutama untuk stok
obat.

Page | 74
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/

kebijakan, pedoman maupun SPO berdasarkan


2. Hasil Analisis Wawancara Staf instrumen akreditasi RS 2012 di bidang
Sejatinya, para staf farmasi memiliki skill manajemen dan penggunaan obat. Tim
dan pengetahuan yang mumpuni dalam pengerjaan akreditasi bidang manajemen dan
melaksanakan tugasnya, walaupun dengan penggunaan obat yang terdiri dari 4 orang
kondisi jumlah SDM Apoteker yang tidak petugas farmasi dan diketuai oleh kepala
sesuai dengan standar RS yang seharusnya. instalasi farmasi sendiri masih belum dapat
Berbagai implementasi dalam pelayanan telah mengerjakan dokumen dengan maksimal
dilaksanakan di keseharian, seperti petugas dikarenakan keterbatasan waktu pengerjaan
langsung menghubungi dokter yang menulis yang bersamaan dengan waktu pelayanan
resep apabila resep tidak terbaca atau serta pengerjaan audit BPK.
persediaan obat yang diresepkan kosong
dengan memberikan saran substitusinya, 3. Rekapitulasi Hasil Telusur Dokumen
segera menghubungi petugas yang sedang Bukti dan Dokumen Regulasi
berjaga bila farmasi tutup, dokter menuliskan Rata- rata skor pencapaian adalah
resep yang memuat 9 elemen, maupun 60,11%, skor tersebut masih dibawah minimal
menyalurkan pendistribusian obat secara standar akreditasi rumah sakit versi 2012 yang
seragam. Akan tetapi, kendala yang dihadapi mengharuskan pencapaian minimal 80%.
adalah belum lengkapnya pembuatan dokumen

Tabel 1. Rekap Hasil Telusur Dokumen Bukti dan Dokumen Regulasi


SKOR PERSENTA
NO Elemen Penilaian PENCAPAIAN
MAKSIMAL SE(%)

1. MPO. I Organisasi dan Manajemen Farmasi 65 80 81,25


2. MPO. II Seleksi dan Pengadaan Farmasi 65 120 54,16
3. MPO. III Penyimpanan Farmasi 60 160 37,5
4. MPO. IV Pemesanan dan Pencatatan Farmasi 95 140 67,85
5. MPO. V Persiapan dan Penyaluran 80 140 57,14
6. MPO. VI Pemberian 60 110 54,54
7. MPO. VII Pemantauan 80 90 88,89
TOTAL 505 840 60,11

Dari tabel di atas nampak bahwa elemen 80%, masing- masing sebesar 54,16%, 37,5%,
MPO. I dan VII memiliki hasil yang cukup 67,85%, 57,14%, dan 54,54%.
memuaskan karena persentasenya diatas
batas minimal persentase 80% pada skor yang
diharapkan akreditasi rumah sakit 2012 dengan PEMBAHASAN
masing- masing persentase MPO. I
pencapaian skor dipenuhi sebanyak 65 dari 80 1. MPO I. Organisasi dan Manajemen
skor maksimal atau sebanyak 81,25% dan Manajemen adalah suatu proses tahapan
MPO. VII pencapaian skor dipenuhi sebanyak kegiatan yang terdiri atas perencanaan,
80 dari 90 skor maksimal atau sebanyak pengorganisasian, pelaksanaan dan
88,89%. Sedangkan MPO II, III, IV, V dan VI pengawasan agar tercapai tujuan pengelolaan
perlu menjadi perhatian karena skor dibawah obat yang efektif dan efisien agar obat yang
diperlukan selalu tersedia setiap saat

Page | 75
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/

dibutuhkan dalam jumlah cukup untuk Pemesanan perbekalan farmasi didata dan
mendukung pelayanan kesehatan. dihitung oleh instalasi farmasi sesuai
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) kebutuhan yang kemudian diadakan
berperan mengembangkan pengkajian permintaannya lewat bagian logistik.
kebijakan, ketetapan dan peraturan berkaitan
dengan penggunaan obat dalam rumah sakit 3. MPO III. Penyimpanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan Penyimpanan yang baik bertujuan untuk
lokal dan nasional serta menetapkan mempertahankan kualitas obat, meningkatkan
formularium rumah sakit, tetapi dalam efisiensi, mengurangi kerusakan atau
prakteknya RS tidak memiliki PFT, hal-hal yang kehilangan obat, mengoptimalkan manajemen
berhubungan dengan segala manajemen persediaan, serta memberikan informasi
farmasi dibawahi langsung oleh Tim Komite kebutuhan obat yang akan datang. Sistem
Medik. penataan gudang bertujuan untuk menilai
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan sistem penataan obat di gudang standar sistem
(DPJP) di rumah sakit sudah ada. Bukti penataan obat adalah FIFO (First In First Out)
pelaksanaan DPJP yang mengawasi dan FEFO (First Expired First Out).
penggunaan obat dapat dilihat di notulen rapat Berdasarkan observasi, sistem tersebut telah
dan laporan instalasi. Review atas sistem diterapkan oleh RSUD Bob Bazar Kalianda
manajemen obat dilakukan setiap tahunnya. sehingga persediaan obat tersimpan dalam
kondisi terkontrol. Akan tetapi dalam
2. MPO II. Seleksi dan Pengadaan penelusuran dokumen baik SPO dan pedoman
Penyeleksian dan pengadaan obat belum dikerjakan.
berdasarkan pembelian di e-katalog melalui Obat -obat juga diberi label yang
lelang tender yang dilakukan setiap tahunnya. memberi informasi isi dan tanggal kadaluarsa
Dalam prakteknya RS mengacu pada namun ditemukan obat tanpa kemasan yang
formularium nasional dalam rangka bekerja diberikan pada pasien rawat jalan yang pada
sama dengan pihak BPJS. Akan tetapi, apabila label tidak ditulis tanggal kadaluarsanya yakni
dokter memerlukan obat-obatan yang tidak pada obat yang dikeluarkan dari kemasannya
masuk dalam formularium nasional, maka akan (contoh : sediaan salep). Golongan elektrolit
dilakukan pengadaan obat sendiri oleh pihak kuat telah diberikan catatan khusus dan label
rumah sakit, dengan ketentuan tertentu. Pihak peringatan khusus yang meminimalisir
farmasi bekerjasama dengan para dokter akan terjadinya Kejadian Nyaris Cedera (KNC)/ KTD
mengajukan kebutuhan obat yang tidak pada setiap penggunaannya. Label yang
terdapat pada formularium nasional, dan sebaiknya diaplikasikan saat penggunaan
kemudian akan mengajukannya kepada RS elektrolit kuat maupun obat dengan perhatian
untuk menyediakan. Dukungan terhadap khusus di unit yang menyertakan 3 (tiga) label
penulisan obat nama generik juga harus peringatan di kantong infus, infus set dan kanul
digalakkan karena penulisan obat nama penyuntikan obat.
generik lebih informatif, lebih murah dan Penyimpanan obat emergency tersedia
mempermudah substitusi. hampir di seluruh unit tidak hanya di instalasi
Keputusan untuk menambah atau farmasi, baik IGD maupun bangsal dan ruang
mengurangi obat dari daftar mempunyai operasi. Akan tetapi dari hasil observasi,
panduan kriteria yang meliputi indikasi tempat penyimpanan di unit selain farmasi
penggunaan, efektifitas, risiko dan biaya, masih belum memadai. Kebijakan monitoring
namun belum terdapat pedoman atau pun belum diterapkan sepenuhnya selain di
kebijakan bagaimana untuk mendapatkan obat instalasi farmasi.
apabila farmasi tutup (misalnya terkunci).

Page | 76
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/

Gambar 1. Penyimpanan obat emergency di (a) IGD dan (b) bangsal VIP
Obat narkotika dan psikotropika di rumah penyimpanan obat narkotika di unit disimpan
sakit telah dicatat dan dilaporkan secara rutin dalam lemari terkunci yang menempel paten di
oleh staf. Dari hasil observasi ditemukan, dinding.

Gambar 2. Penyimpanan Obat Narkotika di Instalasi Farmasi


Rumah sakit belum mengatur tentang 4. MPO IV. Pemesanan dan Pencatatan
persiapan steril. Persiapan obat steril misalnya Peresepan, pemesanan dan pencatatan
obat i.v dan epidural, dilakukan pada suatu yang aman diarahkan oleh kebijakan dan
wadah khusus yang kedap udara dan tahan prosedur rumah sakit. Para staf medis,
panas dengan sarung tangan steril semi perawatan, farmasi dan administratif telah
permanen yang menempel di dinding kacanya berkolaborasi secara berkala untuk
dilengkapi dengan lampu, penghangat dan mengembangkan dan memonitor kebijakan
indikator kelembapan dan suhu sedangkan dan prosedur.
persiapan injeksi, intravena maupun tetes mata Staf yang terkait dilatih untuk praktek
di persiapan dalam suatu wadah kaca semi penulisan resep, pemesanan dan pencatatan
steril yang dilengkapi dengan lampu, saluran yang benar. Peresepan obat yang tidak terbaca
udara dan indikator suhu. atau pemesanan yang dapat mengacaukan
Dalam penelusuran dokumen, belum keselamatan pasien harusnya diantisipasi
terdapat SPO tentang pemusnahan obat rumah sakit dengan membuat kebijakan yang
dikarenakan kebijakan yang sekarang mengatur tindakan untuk mengurangi tidak
digunakan oleh RS adalah pengembalian obat terbacanya resep, walaupun dalam observasi
dalam 3 bulan sebelum kadaluwarsa sehingga terdapat implementasi dalam hal ini yakni
mengantisipasi kejadian ditemukannya obat menghubungi langsung dokter yang
kadaluwarsa di unit. bersangkutan, namun dalam penelusuran

Page | 77
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/

dokumen belum terdapat dokumen kebijakan Implementasi proses penelaahan


maupun SPO bila resep tidak terbaca. pesanan resep oleh petugas professional yang
Ada daftar dari semua obat terkini yang mencakup a) Ketepatan dari obat, dosis,
dicatat dalam status pasien dan tersedia di frekuensi dan route pemberian; b) Duplikasi
farmasi, keperawatan dan catatan dokter terapi; c) Alergi atau reaksi sensitivitas yang
namun rumah sakit belum menetapkan suatu sesungguhnya maupun yang potensial; d)
prosedur untuk membandingkan daftar obat Interaksi yang sesungguhnya maupun
pasien yang diminum sebelum masuk rawat potensial antara obat dengan obat-obatan lain
inap terhadap order pertama obat (tidak atau makanan; e) Variasi dari kriteria
memiliki form rekonsiliasi). Pasien yang penggunaan yang ditentukan rumah sakit;
memiliki riwayat pengobatan sebelumnya dan f) Berat badan pasien dan informasi fisiologis
akan diganti atau dibandingkan dengan obat lain dari pasien; dan g) Kontra indikasi yang
baru dengan indikasi yang sama sebaiknya lain; tidak tercapai dengan sempurna karena
ditulis di rekam medis. Pada hasil wawancara seluruh responden staff tidak ada yang
dan penelusuran dokumen bukti ditemukan menjawab dengan lengkap.
pasien dengan pengobatan sebelum rawat inap Dari hasil penelusuran dokumen regulasi
di rumah sakit tidak selalu tercatat di rekam dan observasi di logistik hingga unit terkait,
medis. menunjukkan adanya sistem yang seragam di
rumah sakit dalam penyaluran dan
5. MPO V. Persiapan dan Penyaluran pendistribusian obat dan pengurangan resiko
Sistem distribusi obat yang diterapkan di kesalahan identifikasi maupun misuse obat
RSUD Bob Bazar Kalianda adalah sistem dengan pemberian label. Apabila berdasarkan
individual prescription, dan one daily referensi akreditasi rumah sakit baru yang
dispensing. Persiapan obat steril (contoh: mengacu pada akreditasi Joint Comission
injeksi i.v) tidak dilakukan langsung di unit International, rekomendasi standar label obat
farmasi melainkan di masing-masing unit yang adalah dengan barcode karena hal tersebut
terkait. Tidak terdapat kebijakan dan prosedur sejalan dengan prinsip paperless and human
tetap yang menjelaskan tentang penggunaan error-les.
dan pemantauan obat radioaktif karena tidak Gambar berikut ini adalah contoh label
terdapat penggunaan obat jenis ini di RS. barcode pada obat yang dicocokkan pada
barcode identitas pada gelang pasien.

Gambar 3. Label Barcode pada Kemasan Obat dan Gelang Identitas Pasien

Standar delivery time obat adalah 17,3 menjadi perhatian, meskipun pelayanan pada
menit (obat racikan 22,3 menit). Dari hasil saat itu dalam peak time, maupun pelayanan
observasi di lapangan, pasien RSUD Bob bangsal rawat inap yang melayani banyak
Bazar yang diwawancara secara random, 2 injeksi, seharusnya tetap dalam koridor standar
dari 3 responden mengaku bahwa mereka mutu pelayanan.
menunggu obat 15-30 menit padahal obat Sofware farmasi rumah sakit yang
pasien bukan obat racikan. Hal ini perlu terintegrasi dengan rekam medis dan

Page | 78
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/

keuangan atau sistem billing sangat diperlukan harus selalu di update selama lima tahun sekali
untuk meningkatkan mutu. Sistem informasi dan ditinjau sekurang- kurangnya setahun
farmasi diharapkan dapat mengurangi sekali.
medication error maupun human error yang Gambar 3 berikut ini adalah contoh
menjadi permasalahan klasik dalam kesalahan intermuka software farmasi yang memuat
pemberian obat, kebocoran anggaran dan identitas pasien, resep dokter, jadwal
patient safety. Sistem informasi farmasi juga pemberian, potensi interaksi obat, harga, dll.

Gambar 4. Intermuka Sistem Informasi Farmasi

Saat ini RSUD Bob Bazar masih dalam proses yang rencananya kemudian akan digunakan
trial dan error dalam menggunakan software dalam pelayanan farmasi sehari-hari.

Gambar 5. Contoh Software yang akan digunakan oleh RS

6. MPO VI. Pemberian pengalaman sesuai persyaratan dan yang juga


Pemberian obat untuk mengobati diijinkan berdasarkan lisensi, sertifikasi,
seorang pasien membutuhkan pengetahuan undang-undang atau peraturan untuk
dan pengalaman yang spesifik yang hanya pemberian obat.
dimiliki oleh petugas dengan pengetahuan dan

Page | 79
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/

Proses verifikasi yang harus dilakukan a. Sasaran manajemen


bersamaaan dengan pemberian obat berupa pengelolaan obat pada
resep, waktu dan frekuensi pemberian, dosis, organisasi dan manajemen
rute pemberian dan identitas pasien. Kebijakan farmasi 81,25%
dan prosedur mengatur obat yang dibawa ke b. Sasaran manajemen
dalam rumah sakit oleh pasien yang pengelolaan obat pada
menggunakan obat sendiri (self administration) seleksi dan pengadaan
belum sempurna karena dari hasil observasi farmasi 54,16%
terdapat rekam medis yang tidak memuat obat c. Sasaran manajemen
yang dibawa ke dalam rumah sakit oleh pasien pengelolaan obat pada
atau keluarganya. Dalam hasil wawancara penyimpanan farmasi 37,5%
dengan staf maupun pasien, saat memberikan d. Sasaran manajemen
informasi obat yang dibawa pulang ke rumah, pengelolaan obat pada
staf akan memastikan kembali nama pasien pemesanan dan pencatatan
penerima obat kemudian akan selalu mencatat farmasi 67,85%
nomor yang bisa dihubungi untuk e. Sasaran manajemen
mengantisipasi kejadian yang tidak diharapkan. pengelolaan obat pada
persiapan dan penyaluran
7. MPO VII. Pemantauan farmasi 57,14%
Tujuan monitoring adalah untuk f. Sasaran manajemen
mengevaluasi efek pengobatan terhadap gejala pengelolaan obat pada
pasien atau penyakitnya. Proses monitoring pemberian farmasi 54,54%
dilakukan secara kolaboratif dari dokter, g. Sasaran manajemen
perawat hingga keluarga pasien memonitor pengelolaan obat pada
efek obat termasuk mengobservasi dan pemantauan farmasi
mendokumentasikan setiap KTD maupun KNC 88,89%
yang dilakukan oleh tenaga medis dan tim 3. Hambatan dalam implementasi
keselamatan pasien. Rumah sakit seharusnya manajemen pengelolaan obat agar
mempunyai kebijakan yang mengidentifikasi sesuai dengan standar KARS
semua KTD/ KNC yang harus dicatat dan yang 2012 adalah sumber daya
harus dilaporkan. Rumah sakit membangun manusia, fasilitas (sarana dan
suatu mekanisme pelaporan dari KTD/ KNC prasarana) dan sosialisasi dari
bila perlu namun kerangka waktu untuk pihak manajemen
pelaporan belum diatur dalam suatu kebijakan.
Adapun saran dari penelitian ini terhadap
KESIMPULAN RSUD Bob Bazar Kalianda adalah sebagai
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: berikut:
1. Kebijakan RSUD Bob Bazar Kalianda 1. Lakukan self assessment sedini
dalam mencapai sasaran manajemen mungkin oleh tim kerja akreditasi rumah
pengelolaan obat melalui akreditasi sakit yang meliputi Tim Komite Medik,
rumah sakit 2012 belum sepenuhnya Tim Patient Safety, Tim Peningkatan
dibuat. Mutu dan Tim Pencegahan&
2. Implementasi 7 (tujuh) sasaran Penanggulangan Infeksi telah dibentuk
manajemen pengelolaan obat di dan perlu dilakukan kolaborasi yang
RSUD Bob Bazar Kalianda lebih intensif dalam menghadapi
mendapatkan rata- rata skor 60,11% akreditasi rumah sakit 2012.
dari standar 80%. Dari ketujuh 2. Lengkapi kebijakan, standar prosedur
sasaran manajemen pengelolaan operasional, pedoman dan buku saku
obat dijelaskan sebagai berikut: yang diperlukan dalam manajemen

Page | 80
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/

pengelolaan obat serta lengkapi melengkapi dokumen kebijakan


dokumen bukti yang diperlukan penyaluran pendistribusian obat
3. Untuk sasaran organisasi dan seragam, melengkapi dokumen SPO
manajemen farmasi diharapkan menghubungi petugas bila tulisan tidak
memfasilitasi dan mensosialisasikan terbaca, dan diperlukan juga
kepada staf maupun pasien untuk pengadaan software farmasi yang
memahami informasi obat apa saja terintegrasi dengan resep, logistik dan
yang harus diberikan oleh staf kepada bagian keuangan.
pasien, melakukan workshop ataupun 8. Untuk sasaran pemberian farmasi
pelatihan tentang pengelolaan obat dihimbau untuk melengkapi dokumen
maupun patient safety, menyediakan kebijakan waktu tunggu pelayanan obat,
formularium di unit dan dibagikan pada dan melengkapi dokumen pedoman
tiap dokter, merekrut SDM yang sesuai prosedur verifikasi pesanan obat.
dengan kebutuhan RS agar dapat 9. Untuk pemantauan farmasi dihimbau
melakukan pelayanan lebih maksimal, untuk membuat dokumen kebijakan
dan membentuk tim PFT sendiri. identifikasi pencatatan efek obat,
4. Untuk sasaran seleksi dan pengadaan kebijakan yang mengatur jangka waktu
farmasi disarankan untuk membuat pelaporan KNC dan menggalakkan
dokumen kebijakan dan SPO budaya kritis serta non blaming
kekosongan obat, farmasi tutup dan terhadap potensi cedera.
saran substitusi kekosongan obat, 10. Melakukan sosialisasi terhadap
merencanakan pembuatan formularium kebijakan dan semangat akreditasi
RS, dan membuat form monitoring rumah sakit 2012 untuk
penggunaan obat baru. diimplementasikan kepada seluruh staf
5. Untuk sasaran penyimpanan dihimbau rumah sakit.
untuk melakukan pembuatan dokumen 11. Hasil penelitian ini memiliki
kebijakan pelabelan dan pelaporan keterbatasan karena pemaknaan dari
obat, dokumen pedoman penyimpanan penilaian yang sesungguhnya
obat di masing-masing area, dokumen disebabkan penggunaan check list
SPO monitoring penyimpanan / penelitian secara tekstual bukan
penggantian obat emergensi, digunakan dan dikembangkan secara
melengkapi kriteria pelabelan obat azas kefarmasian
(sertakan tanggal kadaluarsa), 12. Penelitian ini menggunakan sedikit
membuat SPO pemusnahan obat serta sampel wawancara, sehingga
mengajukan rencana pembuatan ruang disarankan untuk melakukan penelitian
persiapan steril. yang lebih lanjut dengan sampel yang
6. Untuk sasaran pemesanan dan lebih banyak.
pencatatan farmasi dihimbau untuk
membuat dokumen kebijakan DAFTAR PUSTAKA
peresepan, pemesanan, pencatatan 1. Bogdan, Robert C, Steven JT, 2007,
obat serta penyimpanan obat yang Introduction to Qualitative Research
dibawa pasien, melengkapi dokumen Methods : A Phenomenological
SPO bila resep tak terbaca dan SPO Approach In The Social Sciences, Alih
dan check list telaah obat, membuat Bahasa Arif Furchan, Usaha Nasional,
dokumen form rekonsiliasi obat dan Surabaya.
pengadaan label barcode. 2. Classen, et al. 2011.Global Trigger
7. Untuk sasaran persiapan dan Tool shows that adverse event in
penyaluran farmasi dihimbau untuk hospitals may be ten times greater
melengkapi dokumen pedoman than previously measured. Health
penyiapan dan penyaluran obat, Affairs.

Page | 81
Proceeding Health Architecture, 1(1) 17 Mei 2017 ISBN: 978-602-19568-6-1
Website: http://mmr.umy.ac.id/artikel/proceeding/

3. Depkes Kesehatan RI, 2002. Pedoman Organisasi Rumah Sakit dan Pedoman
Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia. Rumah Sakit Umum
Jakarta. 11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
4. Departemen Kesehatan RI, 2007. Indonesia Nomor
Standar Pelayanan Rumah Sakit, 147/MENKES/PER/I/2010 tentang
Jakarta. Perizinan Rumah Sakit
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
5. Departemen Kesehatan RI, 2012. Indonesia Nomor
Pedoman Akreditasi Rumah Sakit 417/Menkes/per/2011 tentang Komisi
Indonesia, Jakarta. Akreditasi Rumah Sakit
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
6. El-Jardali et al., 2008.The impact of Indonesia No.12/MENKES/PER/2012
hospital accreditation on quality of 14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
care:perception of Lebanese nurses. Indonesia No. 58 Tahun 2014 tentang
International Joucnal for Quality in Standar Pelayanan Kefarmasian di
Health care. Situs : RumahSakit
http://intqhc.oxfordjournals.org/content/ 15. Sugiyono. 2012.
20/5/363 Diakses pada Kamis, 8 MetodePenelitianKuantitatifKualitatifda
September 2016 Pukul 10.25 WIB. n R&B. Bandung: Alfabeta.
7. Joint Comission International. 2010. 16. Undang- Undang Republik Indonesia
Medicine Management and Use. New Nomor 44 Tahun 2009 pasal 7/ pasal
York 12/ pasal 29/ pasal 32/ pasal 40/ pasal
8. Komite Akreditasi Rumah Sakit 43/ pasal 44.
Indonesia. 2012. Manajemen 17. Utarini, A., Koentjoro T., At Thobari, J.,
Pengelolaan Obat. Jakarta 2000. Accreditation of health care
9. Patton, Michael Quinn. 2002. organization, health professional and
Qualitative research and evaluation higher education institution for health
methods. USA: Sage Publicatin Inc personnel,Health Project V, Central
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Java Province. Yogyakarta, Centre for
Indonesia Nomor Health Service Management, Faculty
983/MENKES/SK/XI/1992 tentang of Medicine, UniversitasGadjahMada.

Page | 82

Anda mungkin juga menyukai