BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui besarnya zat terlarut yang
dapat larut dalam sebuah pelarut. Selain itu untuk menentukan besarnya recovery
dalam suatu bahan pada proses pelarutan padat cair. Serta untuk mengetahui besarnya
densitas sebelum dan sesudah proses pelarutan, sehingga dapat diketahui
perbedaannya.
1. 2 Tujuan
1. Untuk mengetahui besarnya zat terlarut yang dapat larut dalam sebuah pelarut.
2. Untuk menentukan besarnya recovery dalam suatu bahan pada proses pelarutan
padat cair.
3. Untuk mengetahui besarnya densitas sebelum dan sesudah proses pelarutan
1. 3 Manfaat
1. Agar praktikan dapat mengetahui faktor- faktor yang berpengaruh dalam proses
pelarutan padat- cair
2. Agar praktikan dapat mengetahui hubungan antara persen recovery dengan berat
awal
3. Agar praktikan dapat mengetahui dan memahami mekanisme kelarutan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat
yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solute,
sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut
pelarut atau solvent. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan
dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut
membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi.
Pada proses pelarutan, tarikan antar partikel komponen murni terpecah dan
tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut
dan zat terlarut sama-sama polar, akan terbentuk suatu sruktur zat pelarut mengelilingi
zat terlarut, hal ini memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil.
Kelarutan merupakan massa 1 gram zat terlarut dalam 1 liter zat pelarut atau
dapat juga kelarutan diartikan sebagai kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut
(solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah
maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan
hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun
terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni
ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.
Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut,
seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada
senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang
benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik
( Redypta, 2015 )
Sedangkan mixing adalah distribusi acak ke dalam dan melalui satu sama lain, dari
dua atau lebih awalnya fase terpisah, bahan homogen tunggal seperti air dingin, tankful
dapat gelisah, tetapi tidak dapat dicampur sampai beberapa bahan lainnya (seperti
kuantitas air panas atau padat bubuk ) yang ditambahkan kedalamnya. Pencampuran
istilah diterapkan untuk berbagai operasi, berbeda secara luas di tingkat homogenitas
bahan campuran. Pertimbangkan, dalam satu kasus dua gas yang dibawa bersama sama
dan tercampur rata dan dalam kasus kedua pasir, kerikil, semen, dan air jatuh di drum
berputar untuk waktu yang lama. Dalam kedua kasus produk akhir dikatakan
dicampur. Namun produk yang jelas tidak sama homogen. Sampel dari campuran gas
bahkan sangat kecil sampel semua memiliki kompos yang sama.
( McCabe, 1993 )
dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam
air.
2. Pengaruh suhu atau temperatur
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur, titik
leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Kelarutan suatu zat padat dalam
air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan
semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak
antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi
lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air.
3. Pengaruh jenis pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan
juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari
suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat
tersebut larut dalam air.
4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat.
Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan
partikel yang bentuknya asimetris.
5. Pengaruh konstanta dielektrik
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar
larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut
dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal
dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat
menaikkan kelarutan suatu zat disebut co-solvent.
6. Pengaruh penambahan zat lain
Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan kelarutan
suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar
apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul pada
permukaan dengan mengorientasikan bagian polar ke arah air dan bagian non polar
kearah udara, surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat
yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut
konsentrasi misel kritik (KMK).
(Eko, 2017)
II.3. Hipotesa
Semakin besar konsentrasi pelarut, maka semakin besar pula kemampuan
untuk melarutkan padatan. Dan semakin pekat pula warna yang berubah pada pelarut.
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Beaker glass
Magnetic Stirer
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat terlarut
Beda selisih (gr)
% Recovery terlaru
% Recovery beda
selisih
Pada grafik 2., hubungan antara %recovery versus berat awal zat terlarut,
%recovery zat terlarut dan %recovery beda selisih nilainya juga berbeda. Dari grafik
diketahui bahwa semakin besar berat awal zat terlarut, %recoverynya selalu turun,
kecuali %recorvery zat terlarut pada saat berat awal 2,576 gram. Pada %recorvery zat
terlarut pada saat berat awal 2,576 gram terjadi penyimpangan dikarenakan kesalahan
praktikan pada proses pengeringan. %recorvery semakin turun dengan bertambahnya
berat zat terlarut. Hal ini dikarenakan larutan CaO telah dalam keadaan lewat jenuh.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Berat CaO sebelum dilarutkan memiliki massa yang lebih berat dari pada
massa CaO yang telah dilarutkan dalam air, hal ini disebabkan karena CaO
dapat larut sebagian massanya kedalam air.
2. Nilai dari densitas larutan CaO selalu meningkat dengan bertambahnya
konsentrasi CaO yang dilarutkan.
3. Grafik hubungan antara berat awal zat terlarut versus berat zat yang terlarut
dalam air, didapat bahwa berat CaO yang terlarut hampir sama yaitu 0,3 gr,
kecuali pada CaO dengan berat awal 2,576 yang mempunyai berat terlarut
0,7024 gr.
4. Grafik hubungan antara %recovery versus berat awal zat terlarut, dapat
diketahui bahwa semakin besar berat awal zat terlarut, %recoverynya selalu
turun, kecuali %recorvery zat terlarut pada saat berat awal 2,576 gram.
V.2 Saran
1. Praktikan seharusnya memperhatikan kebersihkan alat-alat sebelum digunakan
agar larutan yang dibuat tidak terkontaminasi zat lain.
2. Praktikan diharapkan dapat memahami prosedur percobaan sebelum
melakukan praktikum.
3. Praktikan diharapkan lebih teliti dalam mengatur kecepatan pengadukan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2017. Natrium Hidroksida.(https://id.wikipedia.org/wiki.Natrium_
Hidroksida). Diakses pada tanggal 13 April 2017 pukul 05.02 WIB
APPENDIX
2. Perhitungan densitas
a. Densitas air
W0= 16,1128 gram
W = 26,002 gram
0 (26,002 16,1128 )
= = = 0,98892 gr/ml
10
0,27
% = 100% = 100% = 10,71429 %
3,864
0,476
% = 100% = 100% = 10,44643 %
5,152
0,683
% = 100% = 100% = 9,428571 %
6,44