PENDAHULUAN
1
mulai dari bencana gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran
hutan, dan gunung meletus.
Terjadinya bencana alam pastilah menimbulkan banyak kerugian baik
berupa metrial maupun korban jiwa bagi benduduk yang tertimpa bencana
tersebut. Dampak yang ditimbulkan akibat adanya bencana yaitu timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Untuk meminimalisir jumlah korban jiwa dan harta benda
yang diakibatkan oleh suatu bencana maka perlu dilakukan langkah-langkah
starategis dalam menghadapi kemungkinan bencana yang terjadi dengan
manajemen bencana. Terutama dalam masalah kesehatan para korban jiwa.
Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang tersebut, penyelenggaraan
penanggulangan bencana mencakup serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Manajemen bencana merupakan keseluruhan dari semua tindakan yang
dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kerusakan yang akan terjadi terkait
dengan bahaya dan untuk meminimalkan kerusakan setelah suatu peristiwa
bencana terjadi atau telah terjadi dan untuk pemulihan langsung dari
kerusakan. Manajemen bencana terdiri dari beberapa langkah diantaranya
mitigation, preparadness, response dan recovery. Pada tahap recovery, terjadi
proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana dengan
memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Tahap
recovery terdiri dari rehabilitasi dan rekontruksi baik dari fisik, psikologis dan
komunitas.
Berdasarkan latar belakang di atas, Prodi D-IV Keperawatan Reguler
Politeknik Kesehatan Denpasar menerapkan metode pembelajaran praktik
Manajemen Risiko Bencana Pariwisata dimana teori dari mata kuliah ini telah
didapatkan di semester VI. Hasil dari proses pembelajaran praktik manejemen
risiko bencana pariwisata ini dimuat dalam laporan kegiatan.
2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah terkait dengan latar belakang di atas adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana menetapkan konteks risiko bencana pariwisata ?
2. Bagaimana identifikasi risiko bencana pariwisata ?
3. Bagaimana analisis risiko bencana pariwisata ?
4. Bagaimana evaluasi risiko bencana pariwisata ?
5. Bagaimana penanganan risiko bencana pariwisata ?
6. Bagaimana pemahaman dan implementasi proses manajemen risiko
bencana pariwisata ?
2. Tujuan Khusus
Capaian pembelajaran praktikum yang diharapkan adalah
mahasiswa :
a. Mampu menetapkan konteks risiko bencana pariwisata
b. Mampu mengidentifikasi risiko bencana pariwisata
c. Mampu menganalisis risiko bencana pariwisata
d. Mampu mengevaluasi risiko bencana pariwisata
e. Mampu menangani risiko bencana pariwisata
f. Mengimplementasi proses manajemen risiko bencana pariwisata
3
1.4 Bobot Praktikum
Bobot Praktik Manajemen Risiko Bencana Pariwisata ini adalah 4 SKS.
Waktu yang dibutuhkan selama : 4 x 10 minggu x 160 menit = 6.400 menit.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Jadi kesimpulan dari manajemen risiko bencana adalah upaya untuk
mengurangi bahaya atau konsekuensi yang dapat terjadi pada penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis dengan cara tindakan persiapan sebelum bencana terjadi,
dukungan, dan membangun kembali masyarakat saat setelah bencana
terjadi.
6
2.3 Manfaat Manajemen Risiko Bencana
Menurut Pamungkas (2010), manejemen resiko/ bencana memiliki
empat manfaat, yang mana diantaranya adalah sebagai berikut:
a Evaluasi dari program pengendali bencana akan dapat memberikan
gambaran mengenai keberhasilan dan kegagalan operasi perusahaan
b Memberikan sumbangan bagi peningkatan keuntungan perusahaan
c Ketenangan hati yang dihasilkan oleh manajemen bencana yang baik
akan membantu meningkatkan produktifitas dan kinerja
d Menunjukkan tanggungjawab sosial perusahaan terhadap karyawan,
pelanggan dan masyarakat luas
7
menanggulangi segala jenis bencana yang berhubungan dengan
kebakaran. Selain dari pemerintah, tim ini biasanya juga dibentuk oleh
hotel - hotel.
c. Public Save Community (PSC)
Menurut BPBD Kota Denpasar, Public Save Community merupakan
petugas yang memberikan pelayanan kedaruratan kepada masyarakat
Kota, dioprasikan oleh petugas khusus yang dilengkapi dengan tiga
mobil ambulance, dan siaga 24 jam di setiap pos jaga. Petugas PSC
bergerak mengikuti pergerakan mobil pemadam pada saat terjadi
kebakaran dan PSC setiap saat bertugas mengevakuasi korban
kecelakaan lalulintas dan bencana lainya.
d. Search and Rescue (SAR)
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.43 Tahun 2005
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, Searh
and Rescue (SAR)memiliki pengertian yaitu badan yang berfungsi
melaksanakan pembinaan, pengkoordinasian dan pengendalian potensi
Search and Rescue (SAR) dalam kegiatan SAR terhadap orang dan
material yang hilang atau dikhawatirkan hilang, atau menghadapi
bahaya dalam pelayaran dan atau penerbangan, serta memberikan
bantuan SAR dalam penanggulangan bencana dan musibah
lainnyasesuai dengan peraturan SAR Nasional dan Internasional.
e. Barisan Relawan Bencana (BALANA)
Menurut BPBD Kota Denpasar, Barisan Relawan Bencana
(BALANA) merupakan barisan relawan bencana yang direkrut dari
pegawai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilingkungan
Pemerintah Kota Denpasar yang ditugaskan ikut serta menangani
bencana.
8
1. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan yang difokuskan pada
pengembangan rencana-rencana untuk menanggapi bencana secara
cepat dan efektif dengan menyiapnyiagakan sumber daya, pendidikan
dan pelatihan bagi petugas, menyusun pedoman/prosedur tetap,
menyusun dan mengembangkan sistem informasi dan sistem
manajemen, menyusun rencana kontinjensi (Depkes,2006).
Kesiapsiagaan dapat diartikan pula serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian
serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (BNPB,
2007).
2. Peringatan dini
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak,
khususnya mereka yang potensi terkena bencana akan kemungkinan
datangnya suatu bencana di daerahnya masing-masing. Peringatan
didasarkan berbagai informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki diolah
atau diterima dari pihak berwenang mengenai kemungkinan
datangnya suatu bencana.
3. Mitigasi
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008, mitigasi
bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi juga dapat
diartikan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (BNPB, 2007).
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur
dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi
terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa,
dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun
membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding
pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan
9
dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah
bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat
diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan
memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.
Contoh: zonasi dan pengaturan bangunan (building codes), analisis
kerentanan; pembelajaran public.
10
d) Pendekatan kultural
Pendekatan kultural diperlukan untuk meningkatkan kesadaran
mengenai bencana. Melalui pendekatan kultural, pencegahan
bencana disesuaikan dengan kearifan masyarakat lokal yang
telah mebudaya sejak lama.
B. Saat Bencana
Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat
bencana sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan
dini, maupun tanpa peringatan atau terjadi secara tiba-tba. Oleh karena itu
diperlukan langkah-langkah seperti tanggap darurat untuk dapat mengatasi
dampak bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah korban atau kerugian
dapat diminimalkan.
1) Tanggap darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan
dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
sarana prasarana. Tindakan ini dilakukan oleh Tim penanggulangan
bencana yang dibentuk dimasing-masing daerah atau organisasi.
Menurut PP No. 11, langkah-langkah yangdilakukan dalam
kondisi tanggap darurat antara lain:
a) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya, sehingga dapat diketahui dan diperkirakan magnitude
bencana, luas area yang terkena dan perkiraan tingkat
kerusakannya.
b) Penentuan status keadaan darurat bencana.
c) Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana
sehingga dapat pula ditentukan status keadaan darurat. Jika tingkat
bencana terlalu besar dan berdampak luas, mungkin bencana
tersebut dapat digolongkan sebagai bencana nasional.
11
d) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
2) Penanggulangan bencana
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah
menanggulangi bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya.
Penanggulangan bencana memerlukan keahlian dan pendekatan khusus
menurut kondisi dan skala kejadian.
Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala
bentuk bencana. Oleh karena itu Tim tanggap darurat harus
diorganisisr dan dirancang untuk dapat menangani berbagai jenis
bencana.
Contoh aktivitas pada fase ini :
a. Evakuasi dan pengungsi (Evacuation and migration)Melakukan
evakuasi dan pengungsi ketempat evakuasi yang aman.
b. Pencarian dan Penyelamatan (Search and rescue SAR)Malakukan
pencaharian baik korban yang meninggal dan korban yang hilang.
c. Penilaian paska bencana (Post-disaster assessment)Melakukan
penilaian terhadap bencana yang terjadi
d. Respon dan Pemulihan (Response and relief)Memberikan respond
an pemulihan terhadap korban bencana
e. Logistik dan suplai (Logistics and supply)Manyalurkan bantuan
logistik kepada korban bencana
12
f. Manajemen Komunikasi dan Informasi (Communication and
information management)Memberikan informasi dan komunikasi
kepada media massa mengenai jumlah kerugian korban bencana
g. Respon dan pengaturan orang selamat (Survivor response and
coping)
Melakukan mendata jumlah korban bencana yang selamat baik. Ibu
Hamil, anak-anak dan orang Manula
h. Keamanan (Security)Mamberikan pelayanan keamanan terhadap
korban jiwa, baik itu harta benda dan yang lain.
i. Manajemen pengoperasian emergensi (Emergency operations
management)Melakukan manajemen pengoperasian emergenci
pada saat terjadinya bencana
C. Pasca Bencana
Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati,
maka langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
1) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
public atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajarsemua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana.
2) Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, social, dan budaya, tegaknya
hukum, dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana
13
diperlukan sebelum mengembangkan sistem manajemen bencana.Menurut
PP No. 21 tahun 2008 , risiko bencana adalah potensi kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu
dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta. Dan gangguan kegiatan
masyarakat.
Persyaratan analisi risiko bencana sebagaimana ditetapkan dalam PP
tersebut antara lain sebagai berikut:
14
tujuan untuk memperoleh informasi dan data mengenai potensi bencana
yang mungkin dapat terjadi dilingkungan masing-masing serta potensi atau
tingkat risiko atau keparahannya.
Risiko adalah merupakan kombinasi antara kemungkinan dengan
tingkat keparahan bencana yang mungkin terjadi. Semakin tinggi ancaman
bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena
bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat
atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi
sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin
kecil risiko yang dihadapinya. Dengan menggunakan perhitungan analisis
risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh daerah
yang bersangkutan.
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah
pengenalan bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua
bahaya/ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan
kemungkinan terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian:
15
5. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,
16
Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis
ancaman bahaya yang perlu ditangani.Ancaman dinilai tingkat bahayanya
dengan skala (3-1)
1. Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)
2. Bahaya/ancaman sedang nilai 2
3. Bahaya/ancaman rendah nilai 1
17
Berdasarkan hasil penilaian risiko tersebut, selanjutnya ditentukan
peringkat risiko yang mungkin timbul dengan mempertimbangkan
kerentanan dan kemampuan menahan atau menanggung risiko.
Risiko tersebut di bandingkan dengan kriteria yang ditetapkan,
misalnya oleh pemerintah atau berdasarkan referensi yang ada.
3) Pengendalian Risiko Bencana
Hasil identifikasi dan analisa risiko yang telah dilakukan maka langkah
selanjutnya adalah menetapkan strategi pengendalian yang sesuai.
Pengendalian risiko bencana menurut konsep manajemen risiko dapat
dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
a Mengurangi kemungkinan
Strategi pertama adalah dengan mengurangi kemungkinan
terjadinya bencana. Semua bencana pada dasarnya dapat dicegah,
namun untuk bencana alam terdapat pengecualian.
b Mengurangi dampak atau keparahan
Jika kemungkinan bencana tidak dapat dikurangi atau dihilangkan,
maka langkah yang harus dilakukan adalah mengurangi keparahan
atau konsekuensi yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil identifikasi
bahaya, penilaian risiko bencana dan langkah pengendalaian
tersebut dapat disusun analisa risiko bencana yang terperinci dan
mendasar untuk selanjutnya dikembangkan program kerja
penerapannya.
18
Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan
menjadi 2 kelompok utama, yaitu:
1. Potensi bahaya utama (main hazard)
Potensi bahaya utama (Main hazard) ini dapat dilihat antara lain
pada peta rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa
Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta
kerentanan bencana tanah longsor, peta daerah bahaya bencana letusan
gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir,
dan lain-lain.
2. Potensi bahaya ikutan (collateral hazard)
Potensi bahaya ikutan (Collateral Hazard) merupakan suatu
potensi bahaya yang kemungkinan terjadi setelah bahaya utama terjadi
dan dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya adalah likuifaksi,
persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan
kepadatan industri berbahaya.
Potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency) ini sangat tinggi
terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan penduduk dan
bangunan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman
kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan
indikator di atas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan
potensi bencana yang sangat tinggi.
Dalam melakukan pemetaan bencana harus dianalisa terkebih dahulu
jenis bahaya yang kemungkinan terjadi bada suatu daerah tersebut. Dengan
menganalisa jenis bahaya, dapat diperkirakan seberapa luas daerah yang
kemungkinan terkena dampak langsung dan tidak langsung dan bahaya
ikutan yang kemungkinan terjadi setelah bahaya utama terjadi, sehingga
dapat ditentukan langkah yang cepat dan tepat untuk mencegah ataupun
menanggulangi dampak yang besar dari bencana tersebut.
19
2.4 Manajemen Bencana Pada Industri Pariwisata
Definisi bencana menurut Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkanoleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Sedangkan menurut Laws
(2005) bencana dalam industri pariwisata adalah Crisis or disaster in
tourism industry usually refers to an event that leads to a shock resulting in
the sudden emergence of an adverse situation. Berdasarkan sumbernya,
bencana menurut UU No 24 Tahun 2007 dapat dikelompokkan menjadi tiga
sumber yaitu:
1. Bencana Alam
Adalah bencana yang bersumber dari fenomena alam seperti banjir,
gempa bumi, dan letusan gunung berapi, tsunami dan lain-lain.
2. Bencana Non Alam
Adalah peristiwa yang disebabkan oleh faktor non alam antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemik, dan wabah
penyakit.
3. Bencana Sosisal
Adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antar kelompok, antar komunitas masyarakat dan teror.
Rosyidie (2004) lebih lanjut mengungkapkan bahwa bencana dapat
terjadi dimana saja, kapan saja dan pada siapa saja. Frekuensi dan seberapa
kuat atau besar bencana tersebut pun susah untuk diprediksi. Melihat sifat
dari bencana tersebut, maka sering kali terjadi banyak kerugian dan korban
meninggal dunia maupun luka-luka.
Pengertian bencana menurut Undang Undang Nomor 24 Tahun
2007, terfokus pada asal dari gangguan tersebut, sedangkan pengertian
Rosyidie (2004) yang terfokus pada sifat dari bencana tersebut.
20
Berdasarkan definisi bencana menurut para ahli tersebut maka
definisi bencana dalam penelitian ini yaitu gangguan atau ancaman dari
keadaan normal hingga menyebabkan kerugian dari gangguan tersebut yang
bersumber dari alam, non alam dan sosial. Gangguan tersebut tidak dapat
diprediksi kapan, dimana dan kepada siapa terjadinya.
Bencana ini dapat terjadi di belahan dunia manapun dan pada bidang
apapun, termasuk di suatu industri pariwisata, yang mana industri pariwisata
menurut Yoeti (1985) adalah kumpulan dari macam - macam perusahaan
yang secara bersama menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
wisatawan pada khususnya dan traveller pada umumnya, selama dalam
perjalanan. Menurut Spillane (1987) ada lima unsur industri pariwisata
yang sangat penting yaitu:
1. Attraction (daya tarik)
Attraction dapat digolongkan menjadi site attraction (seperti kebun
binatang, dan museum), event attraction(seperti festival, pameran atau
pertunjukkan kesenian daerah).
2. Facilities(fasilitas yang diperlukan).
Selama tinggal di tempat tujuan wisata,wisatawan memerlukan tidur,
makan, minum oleh karena itu diperlukan fasilitas penginapan. Selain
itu diperlukan pulaindustri penunjang seperti took sourvenir, jasa
laundry, dan jasa pemandu.
3. Infrastructure
Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau
belum ada infrastruktur dasar. Pemenuhan atau penciptaan
infrastruktur adalah suatu cara untuk menciptakan suasana cocok bagi
perkembangan pariwisata.
4. Transportations(transportasi)
Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi sangat dibutuhkan
karena sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan
wisata. Transportasi baik transportasi darat, laut dan udara merupakan
unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala
pariwisata
21
5. Hospitality(keramahtamahan).
Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal
memerlukan kepastian jaminan keamanan. Kebutuhan dasar akan
keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga keuletan serta
keramahtamahan tenaga kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya
wisatawan merasa aman dan nyaman selama melakukan perjalanan
wisata.
Berdasarkan definisi industri pariwisata tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa industri pariwisata merupakan kumpulan industri yang
menghasilkan barang ataupun jasayang diperlukan oleh wisatawan dimulai
dari daerah asalnya hingga sampai di destinasi tujuan dan balik lagi ke
daerah asalnya. Adapun industri pariwisata yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah hotel yang merupakan tempat tinggal sementara wisatawan
selama melakukan perjalanan.
Untuk meminimalkan segala dampak yang disebabkan oleh bencana
tersebut, maka industri perhotelan perlu menerapkan sebuah manajemen
bencana, yang mana pengertian dari manajemen bencana. Selain dengan
menerapkan kegiatan manajemen bencana, untuk mengurangi kerugian yang
mungkin terjadi akibat bencana, diperlukan pula beberapa upaya
peningkatan keamanan sebagai berikut: menurut Pizam (2010), untuk
meningkatkan keamanan, hotel harus menginstal CCTV, fire sprinklers,
pendeteksi asap, dan pintu elektronik.
Sedangkan menurut Henderson, et.al. (2010) untuk meningkatkan
kemanan hotel memerlukan personel keamanan dan pelatihan kebencanaan.
Personel keamanan merupakan orang yang bertanggung jawab untuk
menjaga keamanan hotel, wisatawan, karyawan serta aset perusahaan.
Human Resource Department suatu hotel harus menunjuk dan
mempekerjakan personel keamanan yang professional, dengan pengalaman
yang baik terhadap penanganan suatu bencana. Karyawan secara umum, dan
personel keamanan khususnya, harus mengikuti workshop dan pelatihan dari
pemerintah mengenai penaganan pertama terhadap kecelakaan.
22
23