Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia bila dilihat dari faktor geografis, geologis, hidrologis dan


demografis merupakan negara yang wilayahnya rawan terhadap bencana, baik
bencana alam, non alam, maupun bencana sosial. Secara geografis Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng
tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudra
Hindia dan Samudera Pasifik sedangkan pada bagian selatan dan timur
Indonesia terdapat sabuk vulkanik yang memanjang dari Pulau Sumatera,
Jawa, Nusa Tenggara hingga Sulawesi yang sisinya berupa pegunungan
vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa.
Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan
gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Indonesia
berada di atas kerak bumi yang aktif dimana ada lima patahan lempeng bumi
yang bertemu, bertumbukan dan mengakibatkan pergerakan bumi Indonesia
dinamis.
Wilayah Indonesia yang terletak di daerah iklim tropis dengan dua
musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu
dan arah angin. Kondisi iklim seperti ini serta kondisi topografi permukaan
dan batuan yang relatif beragam menghasilkan kondisi tanah yang subur
namun dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti banjir,
tanah longsor kebakaran hutan dan kekeriangan. Indonesia yang terdiri dari
gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yang sangat tinggi dan juga
sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi alam tersebut serta adanya
keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya
risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan
kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan sumberdaya alam. Frekuensi
bencana alam yang terjadi di Indonesia cukup tinggi, terjadi silih berganti

1
mulai dari bencana gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran
hutan, dan gunung meletus.
Terjadinya bencana alam pastilah menimbulkan banyak kerugian baik
berupa metrial maupun korban jiwa bagi benduduk yang tertimpa bencana
tersebut. Dampak yang ditimbulkan akibat adanya bencana yaitu timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Untuk meminimalisir jumlah korban jiwa dan harta benda
yang diakibatkan oleh suatu bencana maka perlu dilakukan langkah-langkah
starategis dalam menghadapi kemungkinan bencana yang terjadi dengan
manajemen bencana. Terutama dalam masalah kesehatan para korban jiwa.
Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang tersebut, penyelenggaraan
penanggulangan bencana mencakup serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Manajemen bencana merupakan keseluruhan dari semua tindakan yang
dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kerusakan yang akan terjadi terkait
dengan bahaya dan untuk meminimalkan kerusakan setelah suatu peristiwa
bencana terjadi atau telah terjadi dan untuk pemulihan langsung dari
kerusakan. Manajemen bencana terdiri dari beberapa langkah diantaranya
mitigation, preparadness, response dan recovery. Pada tahap recovery, terjadi
proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana dengan
memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Tahap
recovery terdiri dari rehabilitasi dan rekontruksi baik dari fisik, psikologis dan
komunitas.
Berdasarkan latar belakang di atas, Prodi D-IV Keperawatan Reguler
Politeknik Kesehatan Denpasar menerapkan metode pembelajaran praktik
Manajemen Risiko Bencana Pariwisata dimana teori dari mata kuliah ini telah
didapatkan di semester VI. Hasil dari proses pembelajaran praktik manejemen
risiko bencana pariwisata ini dimuat dalam laporan kegiatan.

2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah terkait dengan latar belakang di atas adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana menetapkan konteks risiko bencana pariwisata ?
2. Bagaimana identifikasi risiko bencana pariwisata ?
3. Bagaimana analisis risiko bencana pariwisata ?
4. Bagaimana evaluasi risiko bencana pariwisata ?
5. Bagaimana penanganan risiko bencana pariwisata ?
6. Bagaimana pemahaman dan implementasi proses manajemen risiko
bencana pariwisata ?

1.3 Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum ini dapat dibagi menjadi dua yaitu,
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran praktik dan orientasi
ditempat praktik, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan
mengimplementasikan proses manajemen risiko bencana pariwisata

2. Tujuan Khusus
Capaian pembelajaran praktikum yang diharapkan adalah
mahasiswa :
a. Mampu menetapkan konteks risiko bencana pariwisata
b. Mampu mengidentifikasi risiko bencana pariwisata
c. Mampu menganalisis risiko bencana pariwisata
d. Mampu mengevaluasi risiko bencana pariwisata
e. Mampu menangani risiko bencana pariwisata
f. Mengimplementasi proses manajemen risiko bencana pariwisata

3
1.4 Bobot Praktikum
Bobot Praktik Manajemen Risiko Bencana Pariwisata ini adalah 4 SKS.
Waktu yang dibutuhkan selama : 4 x 10 minggu x 160 menit = 6.400 menit.

1.5 Kegiatan Praktik


Adapun kegiatan praktik manajemen risiko bencana pariwisata ini adalah :
1. Menetapkan konteks risiko bencana pariwisata
2. Mengidentifikasi risiko bencana pariwisata
3. Menganalisis risiko bencana pariwisata
4. Mengevaluasi risiko bencana pariwisata
5. Menangani risiko bencana pariwisata
6. Mengikuti Pre dan Post conference
7. Mendokumentasikan kegiatan/membuat laporan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manajemen Risiko Bencana


Menurut Krishna (2002), manajemen bencana merupakan
pengetahuan yang terkait dengan upaya untuk mengurangi risiko, yang
meliputi tindakan persiapan sebelum bencana terjadi, dukungan, dan
membangun kembali masyarakat saat setelah bencana terjadi. Lebih lanjut
Krishna mengungkapkan bahwa lingkaran manajemen bencana (disaster
management cycle) terdiri dari tigakegiatan besar. Pertama adalah sebelum
terjadinya bencana (pre event), kedua yaitu saat bencana dan ketiga adalah
setelah terjadinya bencana (post event).
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang dinyatakan dalam
hidup, status kesehatan,mata pencaharian, aset dan jasa, yang dapat terjadi
pada suatu komunitas tertentu ataumasyarakat dalam suatu kurun waktu
tertentu (UNISDR, 2009). Risiko bencana adalah potensi kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu
yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa
aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan
masyarakat.
Definisi risiko bencana mencerminkan konsep bencana sebagai hasil
dari hadirnya risiko secara terus menerus. Risiko bencana terdiri dari
berbagai jenis potensi kerugian yang sering sulit untuk diukur.Namun
demikian, dengan pengetahuan tentang bahaya, pola populasi, dan
pembangunansosial-ekonomi, risiko bencana dapat dinilai dan dipetakan,
setidaknya dalam arti luas.
Manajemen risiko bencana adalah pengaturan upaya
penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang
mengurangi risiko secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh
pada saat sebelum terjadinya bencana.

5
Jadi kesimpulan dari manajemen risiko bencana adalah upaya untuk
mengurangi bahaya atau konsekuensi yang dapat terjadi pada penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis dengan cara tindakan persiapan sebelum bencana terjadi,
dukungan, dan membangun kembali masyarakat saat setelah bencana
terjadi.

2.2 Tujuan Manajemen Risiko Bencana


Banyak pihak yang kurang menyadari pentingnya mengelola
bencana dengan baik. Saah satu faktor adalah karena bencana belum pasti
tejadinya dan tidak diketahui kapan akan terjadi. Sebagai akibatnya,
manusia sering kurang peduli, dan tidak melakukan langkah pengamanan
dan pencegahan terhadap berbagai kemungkinan yang dapat terjadi.
Untuk itu diperlukan sistem manajemen bencana yang bertujuan
untuk:

1. Mempersiapkan diri menghadapi semua bencana atau kejadian yang


tidak diinginkan.
2. Menekan kerugian dan korban yang dapat timbul akibat dampak suatu
bencana atau kejadian.
3. Meningkatkan kesadaran semua pihakdalam masyarakat atau
organisasai tentang bencana sehingga terlibat dalam proses
penanganan bencana
4. Melindungi anggota masyarakatdari bahaya atau dampak bencana
sehingga korban dan penderitaan yang dialami dapat dikurangi.
5. Mengurangi, atau mencegah, kerugian karena bencana
6. Menjamin terlaksananya bantuan yang segera dan memadai terhadap
korban bencana
7. Mencapai pemulihan yang cepat dan efektif.

6
2.3 Manfaat Manajemen Risiko Bencana
Menurut Pamungkas (2010), manejemen resiko/ bencana memiliki
empat manfaat, yang mana diantaranya adalah sebagai berikut:
a Evaluasi dari program pengendali bencana akan dapat memberikan
gambaran mengenai keberhasilan dan kegagalan operasi perusahaan
b Memberikan sumbangan bagi peningkatan keuntungan perusahaan
c Ketenangan hati yang dihasilkan oleh manajemen bencana yang baik
akan membantu meningkatkan produktifitas dan kinerja
d Menunjukkan tanggungjawab sosial perusahaan terhadap karyawan,
pelanggan dan masyarakat luas

2.3 Tim Bencana


Tim bencana merupakan orang. orang yang mengkoordinir atau
memiliki tanggung jawab terhadap manajemen bencana. Tim bencana
yang biasanya digunakan dihotel biasanya adalah Emergency Responsible
Teamdan Fire Brigade, sedangkan menurut BPBD Kota Denpasar
beberapa jenis tim bencana adalah Publict Save Community (PSC),
Barisan Relawan Bencana (BALANA), dan Search and Rescue (SAR).
Adapun jenis - jenis tim bencana tersebut adalah sebagai berikut:
a. Emergency Responsible Team
Emergency Responsible Team (ERT) didefinisikan oleh Georgetown
University (2014) sebagai berikut, The Emergency Responsible Team
(ERT) is responsible team for coordinating the response to crises
affecting the safety and operation of some disaster. They will be called
to assist inthe management of the emergency situation. Tim ini
merupakan tim khusus yang menangani masalah bencana, tim ini
selain dibentuk oleh Georgetown University juga dibentuk oleh
berbagai organisasi termasuk hotel.
b. Fire Brigade
Fire Brigade didefinisikan sebagai berikut Fire Brigade is a private or
temporary organization of individual equipped to fight fires. Fire
Brigade tersebut merupakan organisasi yang bertugas untuk

7
menanggulangi segala jenis bencana yang berhubungan dengan
kebakaran. Selain dari pemerintah, tim ini biasanya juga dibentuk oleh
hotel - hotel.
c. Public Save Community (PSC)
Menurut BPBD Kota Denpasar, Public Save Community merupakan
petugas yang memberikan pelayanan kedaruratan kepada masyarakat
Kota, dioprasikan oleh petugas khusus yang dilengkapi dengan tiga
mobil ambulance, dan siaga 24 jam di setiap pos jaga. Petugas PSC
bergerak mengikuti pergerakan mobil pemadam pada saat terjadi
kebakaran dan PSC setiap saat bertugas mengevakuasi korban
kecelakaan lalulintas dan bencana lainya.
d. Search and Rescue (SAR)
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.43 Tahun 2005
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, Searh
and Rescue (SAR)memiliki pengertian yaitu badan yang berfungsi
melaksanakan pembinaan, pengkoordinasian dan pengendalian potensi
Search and Rescue (SAR) dalam kegiatan SAR terhadap orang dan
material yang hilang atau dikhawatirkan hilang, atau menghadapi
bahaya dalam pelayaran dan atau penerbangan, serta memberikan
bantuan SAR dalam penanggulangan bencana dan musibah
lainnyasesuai dengan peraturan SAR Nasional dan Internasional.
e. Barisan Relawan Bencana (BALANA)
Menurut BPBD Kota Denpasar, Barisan Relawan Bencana
(BALANA) merupakan barisan relawan bencana yang direkrut dari
pegawai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilingkungan
Pemerintah Kota Denpasar yang ditugaskan ikut serta menangani
bencana.

2.4 Proses Siklus Manajemen Risiko Bencana


A. Pra bencana
Tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian atau pra
bencana meliputi kesiagaan, peringatan dini dan mitigasi.

8
1. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan yang difokuskan pada
pengembangan rencana-rencana untuk menanggapi bencana secara
cepat dan efektif dengan menyiapnyiagakan sumber daya, pendidikan
dan pelatihan bagi petugas, menyusun pedoman/prosedur tetap,
menyusun dan mengembangkan sistem informasi dan sistem
manajemen, menyusun rencana kontinjensi (Depkes,2006).
Kesiapsiagaan dapat diartikan pula serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian
serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (BNPB,
2007).

2. Peringatan dini
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak,
khususnya mereka yang potensi terkena bencana akan kemungkinan
datangnya suatu bencana di daerahnya masing-masing. Peringatan
didasarkan berbagai informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki diolah
atau diterima dari pihak berwenang mengenai kemungkinan
datangnya suatu bencana.
3. Mitigasi
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008, mitigasi
bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi juga dapat
diartikan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (BNPB, 2007).
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur
dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi
terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa,
dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun
membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding
pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan

9
dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah
bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat
diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan
memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.
Contoh: zonasi dan pengaturan bangunan (building codes), analisis
kerentanan; pembelajaran public.

Mitigasi harus dilakukan secara terencana dan komprehensif melalui


berbagai upaya dan pendekatan antara lain:
a) Pendekatan teknis
Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi
dampak suatu bencana misalnya membuat material yang tahan
terhadap bencana, dan membuat rancanagan pengaman,
misalnya tanggul banjir, lumpur dan lain sebagainya.
b) Pendekatan manusia
Pendekatan manusia ditujukan untuk membentuk manusia yang
paham dan sadar mengenai bahaya bencana. Untuk itu perilaku
dan cara hidup manusia harus dapat diperbaiki dan disesuaikan
dengan kondisi lingkungan dan potensi bencana yang
dihadapinya.
c) Pendekatan admisnistratif
Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat melakukan
pendekatan administratif dalam manajemen bencana, khususnya
di tahap mitigasi sebagai contoh:

1) Penyususnan tata ruang dan tata lahan yang


memperhitungkan aspek risiko bencana
2) Penerapan kajian bencana untuk setiap kegiatan dan
pembangunan industry berisiko tinggi.
3) Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisasi
tanggap darurat di setiap organisasi baik pemerintahan
maupun industry berisiko tinggi.

10
d) Pendekatan kultural
Pendekatan kultural diperlukan untuk meningkatkan kesadaran
mengenai bencana. Melalui pendekatan kultural, pencegahan
bencana disesuaikan dengan kearifan masyarakat lokal yang
telah mebudaya sejak lama.

B. Saat Bencana
Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat
bencana sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan
dini, maupun tanpa peringatan atau terjadi secara tiba-tba. Oleh karena itu
diperlukan langkah-langkah seperti tanggap darurat untuk dapat mengatasi
dampak bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah korban atau kerugian
dapat diminimalkan.
1) Tanggap darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan
dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
sarana prasarana. Tindakan ini dilakukan oleh Tim penanggulangan
bencana yang dibentuk dimasing-masing daerah atau organisasi.
Menurut PP No. 11, langkah-langkah yangdilakukan dalam
kondisi tanggap darurat antara lain:
a) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya, sehingga dapat diketahui dan diperkirakan magnitude
bencana, luas area yang terkena dan perkiraan tingkat
kerusakannya.
b) Penentuan status keadaan darurat bencana.
c) Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana
sehingga dapat pula ditentukan status keadaan darurat. Jika tingkat
bencana terlalu besar dan berdampak luas, mungkin bencana
tersebut dapat digolongkan sebagai bencana nasional.

11
d) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.

Langkah selanjutnya adalah melakukan penyelamatan dan


evakuasi korban bencana. Hal yang dapat dilakukan antara lain:

a) Pemenuhan kebutuhan dasar


b) Perlindungan terhadap kelompok rentan (anak-anak, lansia, orang
dengan keterbatasan fisik, pasien rumah sakit, dan kelompok yang
dikategorikan lemah)
c) Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital.

2) Penanggulangan bencana
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah
menanggulangi bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya.
Penanggulangan bencana memerlukan keahlian dan pendekatan khusus
menurut kondisi dan skala kejadian.
Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala
bentuk bencana. Oleh karena itu Tim tanggap darurat harus
diorganisisr dan dirancang untuk dapat menangani berbagai jenis
bencana.
Contoh aktivitas pada fase ini :
a. Evakuasi dan pengungsi (Evacuation and migration)Melakukan
evakuasi dan pengungsi ketempat evakuasi yang aman.
b. Pencarian dan Penyelamatan (Search and rescue SAR)Malakukan
pencaharian baik korban yang meninggal dan korban yang hilang.
c. Penilaian paska bencana (Post-disaster assessment)Melakukan
penilaian terhadap bencana yang terjadi
d. Respon dan Pemulihan (Response and relief)Memberikan respond
an pemulihan terhadap korban bencana
e. Logistik dan suplai (Logistics and supply)Manyalurkan bantuan
logistik kepada korban bencana

12
f. Manajemen Komunikasi dan Informasi (Communication and
information management)Memberikan informasi dan komunikasi
kepada media massa mengenai jumlah kerugian korban bencana
g. Respon dan pengaturan orang selamat (Survivor response and
coping)
Melakukan mendata jumlah korban bencana yang selamat baik. Ibu
Hamil, anak-anak dan orang Manula
h. Keamanan (Security)Mamberikan pelayanan keamanan terhadap
korban jiwa, baik itu harta benda dan yang lain.
i. Manajemen pengoperasian emergensi (Emergency operations
management)Melakukan manajemen pengoperasian emergenci
pada saat terjadinya bencana

C. Pasca Bencana
Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati,
maka langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
1) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
public atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajarsemua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana.
2) Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, social, dan budaya, tegaknya
hukum, dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana

2.2 Identifikasi Risiko Bencana


Unsur berikutnya dalam sistem manajemen bencana adalah
identifikasi dan penilaian risiko bencana. Identifikasi bencana mutlak

13
diperlukan sebelum mengembangkan sistem manajemen bencana.Menurut
PP No. 21 tahun 2008 , risiko bencana adalah potensi kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu
dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta. Dan gangguan kegiatan
masyarakat.
Persyaratan analisi risiko bencana sebagaimana ditetapkan dalam PP
tersebut antara lain sebagai berikut:

a Tujuan identifikasi bencana adalah untuk mengetahui dan menilai


tingkat risiko dari suatu kondisi atau kegiatan yang dapat
menimbulkan bencana.
b Persyaratan analisis risiko bencana disusun dan ditetapkan oleh kepala
BNPB dengan melibatkan instansi/lembaga terkait.
c Persyaratan analisi bencana digunakan sebagai dasar dalam
penyususnan analisis mengenai dampak lingkungan, penaataan ruang
serta pengambilan tindakan pencegahan dan mitigasi bencana.
d Pasal 12: setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi
menimbulkan bencana, wajib dilengkapi dengan analisis risiko
bencana.
e Analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud disusun berdasarkan
persyaratan analisis risiko bencana melalui penelitian dan pengkajian
terhadap suatu kondisi atau kegiatan yang mempunyai risiko tinggi
menimbulkan bencana.
f Analisis risiko bencana dituangkan dalam bentuk dokumen yang
disahkan oleh pejabat pemerintahan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
g BNPB atau BNBD sesuai dengan kewenangannya melakukan
pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksaan analisis risiko bencana.

Berdasarkan peraturan di atas, jelas terlihat bahwa setiap organisasi


atau kegiatan yang mengandung risiko bencana tinggi wajib melakukan
Analisis Risiko Bencana (ARISCANA). ARISCANA dilakukan dengan

14
tujuan untuk memperoleh informasi dan data mengenai potensi bencana
yang mungkin dapat terjadi dilingkungan masing-masing serta potensi atau
tingkat risiko atau keparahannya.
Risiko adalah merupakan kombinasi antara kemungkinan dengan
tingkat keparahan bencana yang mungkin terjadi. Semakin tinggi ancaman
bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena
bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat
atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi
sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin
kecil risiko yang dihadapinya. Dengan menggunakan perhitungan analisis
risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh daerah
yang bersangkutan.
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah
pengenalan bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua
bahaya/ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan
kemungkinan terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian:

Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya


apabila bencana itu memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak
antara lain:
1. jumlah korban;
2. kerugian harta benda;
3. kerusakan prasarana dan sarana;
4. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan

15
5. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,

Maka, jika dampak ini pun diberi bobot sebagai berikut:

Maka akan didapat tabel sebagaimana contoh di bawah ini :

Gambaran potensi ancaman di atas dapat ditampilkan dengan model lain


dengan tiga warna berbeda yang sekaligus dapat menggambarkan prioritas
seperti berikut:

16
Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis
ancaman bahaya yang perlu ditangani.Ancaman dinilai tingkat bahayanya
dengan skala (3-1)
1. Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)
2. Bahaya/ancaman sedang nilai 2
3. Bahaya/ancaman rendah nilai 1

Dari uraian di atas dapat disimpulkan proses manajemen bencana


melalui tiga langkah sebagai berikut:
1) Identifikasi Bencana
Identifikasi bencana dilakukan dengan melihat berbagai aspek yang
ada disuatu daerah atau perusahaan, seperti lokasi, jenis kegiatan,
kondisi geografis, cuaca, alam, aktivitas manusia, dan industry,
sumberdaya alam serta sumber lainnya yang berpotensi menimbulkan
bencana. Identifikasi bencana ini dapat didasarkan pada pengalaman
bencana sebelumnya dan prediksi kemungkinan suatu bencana yang
dapat terjadi.
2) Penilaian dan Evaluasi Risiko Bencana
Berdasarkan hasil identifikasi bencana dilakukan penilaian
kemungkinan dan skala dampak yang mungkin ditimbulkan oelh
bencana tersebut. Dengan demikian dapat diketahui, apakah potensi
sebuah bencana di suatu daerah tergolong tinggi atau rendah.
a Penilaian Risiko Bencana
Untuk menentukan tingkat risiko bencana tersebut, dapat dilakukan
melalui penilaian Risiko Bencana. Banyak metode yang dapat
dilakukan untuk menilai tingkat risiko bencana. Misalnya dengan
menggunakan sistem matriks seperti yang diuraikan di atas atau
dengan menggunakan teknik yang lebih kuantitatif missal dengan
permodelan risiko.
b Evaluasi Risiko

17
Berdasarkan hasil penilaian risiko tersebut, selanjutnya ditentukan
peringkat risiko yang mungkin timbul dengan mempertimbangkan
kerentanan dan kemampuan menahan atau menanggung risiko.
Risiko tersebut di bandingkan dengan kriteria yang ditetapkan,
misalnya oleh pemerintah atau berdasarkan referensi yang ada.
3) Pengendalian Risiko Bencana
Hasil identifikasi dan analisa risiko yang telah dilakukan maka langkah
selanjutnya adalah menetapkan strategi pengendalian yang sesuai.
Pengendalian risiko bencana menurut konsep manajemen risiko dapat
dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
a Mengurangi kemungkinan
Strategi pertama adalah dengan mengurangi kemungkinan
terjadinya bencana. Semua bencana pada dasarnya dapat dicegah,
namun untuk bencana alam terdapat pengecualian.
b Mengurangi dampak atau keparahan
Jika kemungkinan bencana tidak dapat dikurangi atau dihilangkan,
maka langkah yang harus dilakukan adalah mengurangi keparahan
atau konsekuensi yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil identifikasi
bahaya, penilaian risiko bencana dan langkah pengendalaian
tersebut dapat disusun analisa risiko bencana yang terperinci dan
mendasar untuk selanjutnya dikembangkan program kerja
penerapannya.

2.3 Analisis Risiko Bencana


Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara
dengan potensi bahaya yang sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana
alam, ataupun bencana akibat ulah manusia. Beberapa potensi tersebut
antara lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah
longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran perkotaan dan
permukiman, angin badai, wabah penyakit, kegagalan teknologi dan konflik
sosial.

18
Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan
menjadi 2 kelompok utama, yaitu:
1. Potensi bahaya utama (main hazard)
Potensi bahaya utama (Main hazard) ini dapat dilihat antara lain
pada peta rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa
Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta
kerentanan bencana tanah longsor, peta daerah bahaya bencana letusan
gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir,
dan lain-lain.
2. Potensi bahaya ikutan (collateral hazard)
Potensi bahaya ikutan (Collateral Hazard) merupakan suatu
potensi bahaya yang kemungkinan terjadi setelah bahaya utama terjadi
dan dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya adalah likuifaksi,
persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan
kepadatan industri berbahaya.
Potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency) ini sangat tinggi
terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan penduduk dan
bangunan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman
kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan
indikator di atas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan
potensi bencana yang sangat tinggi.
Dalam melakukan pemetaan bencana harus dianalisa terkebih dahulu
jenis bahaya yang kemungkinan terjadi bada suatu daerah tersebut. Dengan
menganalisa jenis bahaya, dapat diperkirakan seberapa luas daerah yang
kemungkinan terkena dampak langsung dan tidak langsung dan bahaya
ikutan yang kemungkinan terjadi setelah bahaya utama terjadi, sehingga
dapat ditentukan langkah yang cepat dan tepat untuk mencegah ataupun
menanggulangi dampak yang besar dari bencana tersebut.

19
2.4 Manajemen Bencana Pada Industri Pariwisata
Definisi bencana menurut Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkanoleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Sedangkan menurut Laws
(2005) bencana dalam industri pariwisata adalah Crisis or disaster in
tourism industry usually refers to an event that leads to a shock resulting in
the sudden emergence of an adverse situation. Berdasarkan sumbernya,
bencana menurut UU No 24 Tahun 2007 dapat dikelompokkan menjadi tiga
sumber yaitu:
1. Bencana Alam
Adalah bencana yang bersumber dari fenomena alam seperti banjir,
gempa bumi, dan letusan gunung berapi, tsunami dan lain-lain.
2. Bencana Non Alam
Adalah peristiwa yang disebabkan oleh faktor non alam antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemik, dan wabah
penyakit.
3. Bencana Sosisal
Adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antar kelompok, antar komunitas masyarakat dan teror.
Rosyidie (2004) lebih lanjut mengungkapkan bahwa bencana dapat
terjadi dimana saja, kapan saja dan pada siapa saja. Frekuensi dan seberapa
kuat atau besar bencana tersebut pun susah untuk diprediksi. Melihat sifat
dari bencana tersebut, maka sering kali terjadi banyak kerugian dan korban
meninggal dunia maupun luka-luka.
Pengertian bencana menurut Undang Undang Nomor 24 Tahun
2007, terfokus pada asal dari gangguan tersebut, sedangkan pengertian
Rosyidie (2004) yang terfokus pada sifat dari bencana tersebut.

20
Berdasarkan definisi bencana menurut para ahli tersebut maka
definisi bencana dalam penelitian ini yaitu gangguan atau ancaman dari
keadaan normal hingga menyebabkan kerugian dari gangguan tersebut yang
bersumber dari alam, non alam dan sosial. Gangguan tersebut tidak dapat
diprediksi kapan, dimana dan kepada siapa terjadinya.
Bencana ini dapat terjadi di belahan dunia manapun dan pada bidang
apapun, termasuk di suatu industri pariwisata, yang mana industri pariwisata
menurut Yoeti (1985) adalah kumpulan dari macam - macam perusahaan
yang secara bersama menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
wisatawan pada khususnya dan traveller pada umumnya, selama dalam
perjalanan. Menurut Spillane (1987) ada lima unsur industri pariwisata
yang sangat penting yaitu:
1. Attraction (daya tarik)
Attraction dapat digolongkan menjadi site attraction (seperti kebun
binatang, dan museum), event attraction(seperti festival, pameran atau
pertunjukkan kesenian daerah).
2. Facilities(fasilitas yang diperlukan).
Selama tinggal di tempat tujuan wisata,wisatawan memerlukan tidur,
makan, minum oleh karena itu diperlukan fasilitas penginapan. Selain
itu diperlukan pulaindustri penunjang seperti took sourvenir, jasa
laundry, dan jasa pemandu.
3. Infrastructure
Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau
belum ada infrastruktur dasar. Pemenuhan atau penciptaan
infrastruktur adalah suatu cara untuk menciptakan suasana cocok bagi
perkembangan pariwisata.
4. Transportations(transportasi)
Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi sangat dibutuhkan
karena sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan
wisata. Transportasi baik transportasi darat, laut dan udara merupakan
unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala
pariwisata

21
5. Hospitality(keramahtamahan).
Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal
memerlukan kepastian jaminan keamanan. Kebutuhan dasar akan
keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga keuletan serta
keramahtamahan tenaga kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya
wisatawan merasa aman dan nyaman selama melakukan perjalanan
wisata.
Berdasarkan definisi industri pariwisata tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa industri pariwisata merupakan kumpulan industri yang
menghasilkan barang ataupun jasayang diperlukan oleh wisatawan dimulai
dari daerah asalnya hingga sampai di destinasi tujuan dan balik lagi ke
daerah asalnya. Adapun industri pariwisata yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah hotel yang merupakan tempat tinggal sementara wisatawan
selama melakukan perjalanan.
Untuk meminimalkan segala dampak yang disebabkan oleh bencana
tersebut, maka industri perhotelan perlu menerapkan sebuah manajemen
bencana, yang mana pengertian dari manajemen bencana. Selain dengan
menerapkan kegiatan manajemen bencana, untuk mengurangi kerugian yang
mungkin terjadi akibat bencana, diperlukan pula beberapa upaya
peningkatan keamanan sebagai berikut: menurut Pizam (2010), untuk
meningkatkan keamanan, hotel harus menginstal CCTV, fire sprinklers,
pendeteksi asap, dan pintu elektronik.
Sedangkan menurut Henderson, et.al. (2010) untuk meningkatkan
kemanan hotel memerlukan personel keamanan dan pelatihan kebencanaan.
Personel keamanan merupakan orang yang bertanggung jawab untuk
menjaga keamanan hotel, wisatawan, karyawan serta aset perusahaan.
Human Resource Department suatu hotel harus menunjuk dan
mempekerjakan personel keamanan yang professional, dengan pengalaman
yang baik terhadap penanganan suatu bencana. Karyawan secara umum, dan
personel keamanan khususnya, harus mengikuti workshop dan pelatihan dari
pemerintah mengenai penaganan pertama terhadap kecelakaan.

22
23

Anda mungkin juga menyukai