BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO KASUS 2
N= Nutrition
T= Tumor and trauma
I= Infeksi
A= Ateriosklerosis
c. Tipe: 1. Alzheimer
2. Multi infark
3. Reversibel
4. Gangguan lain (neurologik)
d. Patofisiologi: Penurunan pada neurotransmiter gangguan otak temporal
dan frontal volume otak menurun.
e. Gejala: 1. Halusinasi
2. Marah
3. Ilusi
4. Apatis
5. Eforia
6. Lemes
7. Depresi
f. Penatalaksanaan:1. ACE inhibitor
2. Acetilkolin
3. Antioksidan
4. Hormon estrogen
g. Prognosis: makin lama makin buruk.
3.4 Pendekatan Klinis
a. Anamnesis: sering marah, mudah lupa, merasa jengkel, merasa tidak berguna
dan riwayat mengkonsumsi obat.
b. Diagnosis: Demensia Alzheimer
DD: Alzheimer, multi infark, reversibel dan gangguan lain
3.5 Pelayanan Pada Lansia
a. Panti jompo
b. Posbindu
c. Poliklinik Geriatri
3.6 Pengaruh Obat (Farmakokinetik dan Farmakodinamik)
a. Terjadi penurunan akumulasi di otak
3.7 Depresi Pada Lansia
a. Karena perubahan pada SSP
b. Karena faktor psikologi
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
STEP 7. PENJELASAN
terus sampai usia berapapun kalau saja otak memperoleh stimulasi yang terus
menerus, baik secara fisik dan mental ( Kusumoputro, 2003 ). Hal ini disebut
juga kemampuan plastisitas otak yang terjadi juga pada usia lanjut. Walaupun
jumlah sel-sel otak berkurang setiap hari dengan beberapa puluh ribu sehari,
tetapi pengurangan ini tidak bermakna bila dibandingkan jumlah sel yang masih
ada sebagai cadangan. Ditambah lagi bukti-bukti penelitian yang menunjukkan
bahwa pada stimulasi lingkungan yang kaya (enriched environment), jaringan
antar sel dalam permukaan otak (corteks serebri) bertambah terus jumlahnya
sehingga dampaknya sumber daya otak dan kemampuan kognitif usia lanjut
dapat terus berkembang.
Proses menua sehat (normal aging) secara fisiologi juga terjadi kemunduran
beberapa aspek kognitif seperti kemunduran daya ingat (memori) terutama
memori kerja (working memory) yang amat berperan dalam aktifitas hidup
sehari-hari, hal ini menjelaskan mengapa pada sebagian lanjut usia menjadi
pelupa. Selain itu fungsi belahan otak sisi kanan (right brain) sebagai pusat
intelegensi dasar akan mengalami kemunduran lebih cepat daripada belahan otak
sisi kiri (left brain) sebagai pusat inteligensi kristal yang memantau pengetahuan.
Dampak dari kemunduran belahan otak sisi kanan pada lanjut usia antara lain
adalah kemunduran fungsi kewaspadaan dan perhatian.
Otak merupakan organ manusia yang paling canggih, karena sifatnya yang
adatif dan plastis dengan sel neuron yang berkwalifikasi tinggi. Otak yang menua
akan mengalami perubahan struktur dan kimiawi yang khas. Perubahan ini terjadi
secara heterogen dan terjadi biasanya pada usia 50 - 60 tahun. Beberapa orang
akan tampak perubahan makin nyata pada usia 70 an.
Otak akan kehilangan berpuluh-puluh ribu sel neuron ( sel otak ) setiap
harinya. Berat otak akan mengalami penurunan berangsur-angsur pada penuaan
dan pada usia lanjut otak akan kehilangan berat 150 - 200 gram dibandingkan
usia muda. Penurunan berat ini terjadi perlahan-lahan sampai usia 50 tahun,
kemudian turun secara lebih cepat. Otak pada usia 40 tahun mengalami atrofi
girus di bagian tertentu ( parasagital, frontal, dan temporal ). Sesudah usia 50
6
tahun, volum otak akan berkurang karena berkurangnya volum masa alba. Hal
demikian terjadi juga di bagian lain otak seperti di korteks asosiasi dan sistem
limbik, termasuk hipokampus. Sistem limbik merupakan pusat pengaturan proses
belajar ( pembelajaran ), memori dan emosi. Setiap dekade, hipokampus
kehilangan sel neuron sebanyak 5 persen sejak usia pertengahan. Sel neuron akan
sedikit berkurang di bagian hipothalamus, yaitu bagian otak yang mengatur
sekresi hormon. Selain itu pada penuaan otak juga terjadi perubahan timbulnya
plak amiloid dan neurofibrillary tangle. Perubahan tersebut mirip yang terjadi
pada penyakit alzheimer, tetapi dalam jumlah yang lebih kecil. Dilihat dari aspek
fungsi luhur terjadi pula penurunan berbagai fungsi akibat perubahan fisiologis
pada proses menua otak. Fungsi yang menurun secara linier dengan
bertambahnya usia, antara lain adalah daya ingat (memori) berupa penurunan
kemampuan penamaan (naming) dan kecepatan mencari kembali informasi yang
telah tersimpan dalam pusat memori (speed of information retrieval from
memory). Penurunan linier fungsi secara normal ini tidak terjadi pada
kemampuan kognisi dan tidak mempengaruhi rentang kehidupan. Walaupun
belum ada data pasti, tetapi orang menduga bahwa pada usia sekitar 70 tahun
terjadi penurunan kemampuan daya ingat sebanyak 25 % dibandingkan sewaktu
masih berusia 20 tahun.
2. Pengaruh konsumsi obat (farmakokinetik dan farmakodinamik)
A. FARMAKOKINESIS
interaksi). Distribusi obat dipengaruhi oleh berat dan komposisi tubuh, yaitu
cairan tubuh, massa otot, fungsi dan peredaran darah berbagai organ, juga organ
yang mengatur ekskresi obat. Kadar albumin plasma memastikan kadar obat
bebas dalam sirkulasi. Hal ini memerlukan pedoman yang menyesuaikan
dosis obat dengan berat badan untuk meningkatkan rasio risiko/kegunaan
pada pasien tua yang kurus. Metabolisme di hati dipengaruhi oleh umur,
genotipe, gaya hidup, curah jantung, penyakit dan interaksi antara berbagai
obat. Obat dapat mengalami bio-transformasi di hati dengan cara oksidasi
(mengaktifkan obat) dan konjugasi (obat jadi inaktif). Mengecilnya massa
hati dan proses menua dapat memengaruhi metabolisme obat. Untuk obat
yang ekskresinya terutama liwat ginjal pedoman bersihan kreatinin 24 jam
penting diperhatikan, yaitu untuk memperkirakan dosis awal. Kadar kreatinin
serum tidak menggambarkan penurunan fungsi ginjal karena massa otot
berkurang pada proses menua. GFR (glom.filtr.rate) lebih penting danjika turun
sampai 10-50 ml/menit, dosis obat harus disesuaikan.
B. FARMAKODINAMIK
Ada perubahan lain pada usia lanjut, yaitu perubahan reaksi pada
reseptor seperti penurunan kegiatan reseptor adrenergik J3 atau perubahan di
jaringan dan organ, berakibat kesadaran makin turun. Sebagai contoh : hilang
ingatan dengan benzodiazepin. Perubahan mekanisme homeostasis tidak
mampu mengurangi denyut jantung dan menurunkan curah jantung waktu
tekanan darah naik akibat obat pada pasien muda. Hipotensi postural akibat
obat tertentu pada pasien tua disebabkan kurang tanggapnya pengendalian
liwat pembuluh darah tepi yang menghasilkan tekanan darah. Perubahan
farmakokinesis dan farmakodinamik obat harus diperhatikan oleh dokter
8
yang meresepkan obat kepada pasien tua. Makin besar jumlah obat baru tidak
memudahkan tugas ini.
D. POLIFARMASI
Ada beberapa definisi untuk istilah ini : 1). Meresepken obat melebihi
indikasi klinis; 2). Pengobatan yang mencakup paling tidak satu obat yang
tidak perlu; 3). Penggunaan empirik lima obat atau lebih. Telah dibuktikan
bahwa pada pasien usia lanjut sering terjadi interaksi antara obat yang
digunakan; makin banyak obat, makin sering interaksinya Beberapa jenis
/nteraksi serta akibatnya perlu diketahui:
d) Interaksi Farmakodinamik
e) Interaksi Farmakokinetik
1. Absorpsi
Absorpsi obat dari traktus gastrointestinalis dipengaruhi oleh
senyawa :
yang mengikat obat
o antasida: menurunkan absorpsi GIT digoxin, ketoconazole,
antibiotik quinolone, dan tetracycline.
o erythromycin meningkatkan bioavailabilitas oral digoxin, dengan
cara menurunkan flora usus yang men-degradasi digoxin.
o makanan yang tinggi kalsium dengan tetracycline akan
membentuk senyawa kompleks yang tidak bisa diabsorpsi
o zat besi dengan teh
11
cephalosporins dehydrogenase is
blocked
Erythromycin Carbamazepine, cisapride, Risk of toxicity due to
quinidine, sildenafil, inhibition of
theophylline metabolism these drugs
Furanocoumarins Aprazolam, Increased effect of
(grapefruit atorvastatin, cydosporine, other drugs due to
juice) midazolam, triazolam inhibition of
hepatic metabolism
Ketoconazole and Benzodiazepines, cisapride Risk of toxicity due to
other azoles cyclosporine, fluoxetine, inhibition of
lovastatin, omeprazole, metabolism of these
quinidine,tolbutamide,warfarin drugs
MAO inhibitors Catecholamine releasers Increased NE in
(amphetamine, ephedrine) sympathetic nerve
endings released by the
interacting drugs
Tyramine-containing foods Hypertensive crisis
and beverages
Nonsteroidal anti- Anticoagulants Increased bleeding
tendency because of
inflammatory reduced platelet
drugs aggregation
4. Dimensia
1. DEFINISI
Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan
fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat
dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan,
bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi,
pertimbangan dan kemampuan sosial. Disamping itu, suatu diagnosis demensia
menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat
(DSM-IV) mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial
atau pekerjaan yang berat dan merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi
sebelumnya.
2. KLASIFIKASI
Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit.
a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik: Hal ini meliputi
hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi, kompleks
demensia AIDS, dan sebagainya.
b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi: Kelompok ini
meliputi korea Huntington, penyakit Schilder, dan proses demielinasi
lainnya; penyakit Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma otak; infeksi
otak dan meningeal; dan sejenisnya.
c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang
mencolok: Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick adalah termasuk
dalam kategori ini.
Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan
demensia subkortikal. Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara
demensia yang reversibel dan irreversibel (tabel).
bromide, hydrocarbons.
3. ETIOLOGI
Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer
dan demensia vaskular sama-sama berjumlah 75 persen dari semua kasus.
Penyebab demensia lainnya yang disebutkan dalam DSM-IV adalah penyakit
Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Parkinson, Human
Immunodeficiency Virus (HIV), dan trauma kepala.
3.1. Demensia tipe Alzheimer
Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang
selanjutnya diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia
menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan
demensia progresif selama empat setengah tahun. Diagnosis akhir penyakit
Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; namun
demikian, demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan
klinis setelah penyebab demensia lainnya telah disingkirkan dari
pertimbangan diagnostik.
Penyakit Alzheimer adalah suatu jenis demensia umum yang tidak
diketahui penyebabnya. Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa lebih dari
setengah penderita yang meninggal karena demensia senil mengalami
penyakit jenis Alzheimer ini. Pada kebanyakan penderita, berat kasar otak
pada saat otopsi jauh lebih rendah dan ventrikel dan sulkus jauh lebih besar
dibandingkan yang normal untuk seukuran usia tersebut. Demielinasi dan
peningkatan kandungan air pada jaringan otak ditemukan berdekatan dengan
ventrikel lateral dan dalam beberapa daerah lain di bagian dalam hemisfer
serebrum pada penderita manula, khususnya mereka yang menderita
penyakit Alzheimer.
Pada penderita dengan demensia senil jenis Alzheimer terdapat
peningkatan dramatis (dibandingkan dengan penderita manula normal)
dalam jumlah kekusutan neurofibril dan plak neuritik dan juga penurunan
23
Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering
digunakan dalam terapi demensia, ialah nicergoline dan co-dergocrine
mesylate. Keduanya berpengaruh terhadap katekolamin. Co-
dergocrine mesylate memperbaiki perfusi serebral dengan cara
mengurangi tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi oksigen
otak. Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi
bingung, serta memperbaiki kognisi. Disisi lain, nicergoline tampak
bermanfaat untuk memperbaiki perasaan hati dan perilaku.
e. Dihydropyridine
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type
calcium channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic
dihydropyridine bermanfaat untuk mengatasi kerusakan susunan saraf
pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan fungsi
kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis Alzheimer.
Nimodipin memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular
tanpa dampak hipotensif; dengan demikian sangat dianjurkan sebagai
terapi alternatif untuk lansia terutama yang mengidap hipertensi
esensial.
5. Depresi
1. PENGERTIAN DEPRESI
Dadang Hawari (2001) menyebutkan Depresi adalah gangguan alam
perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang
mendalam dan berkelanjutan sehingga menyebabkan hilangnya kegairahan
hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing
Ability/RTA masih baik), kepribadian yang utuh (tidak mengalami keretakan
kepribadian/spliting of personality, perilaku dapat mengganggu tetapi masih
dalam batas-batas normal.
2. STRESOR PENCETUS
33
Stuart dan Sundeen (1998), menyatakan ada empat sumber utama yang
dapat mencetuskan gangguan alam depresi yaitu :
A. Kehilangan keterikatan
Kehilangan nyata atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan cinta
seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri.
B. Peristiwa besar dalam kehidupan
Kegagalan dalam memyelesaikan masalah, kegagalan dalam upaya
yang keras sehingga menimbulkan ketidak berdayaan, menyalahkan diri
sendiri, keputusasaan, dan rasa tidak berharga.
C. Peran dan ketegangan peran
Sering ditemukan adanya ketegangan peran dimana peran tidak sesuai
ataupun ketidak mampuan melaksanakan peran dapat menjadi stressor
pencetus depresi.
D. Perubahan fisiologik
Diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik kronik yang
melemahkan tubuh seperti infeksi, neoplasma, gangguan keseimbangan
metabolik, dan HIV/AIDS.
3. FAKTOR RISIKO DEPRESI
Menurut Amir N (2005), faktor resiko depresi adalah jenis kelamin
(wanita lebih cepat depresi dibandingkan laki-laki), usia rata-rata awitan
antara 20-40 tahun), status perkawinan terutama individu yang bercerai atau
berpisah, geografis (penduduk dikota lebih sering depresi daripada penduduk
di desa), riwayat keluarga yang menderita gangguan depresi (kemungkinan
lebih sering terjadi depresi), kepribadian : mudah cemas, hipersensitif, dan
lebih tergantung orang lain, dukungan sosial yaitu seseorang yang tidak
terintegrasi ke dalam masyarakat, stresor sosial : peristiwa-peristiwa baik akut
maupun kronik, tidak bekerja terutama individu yang tidak mempunyai
pekerjaan atau menganggur.
Depkes RI (2001) menyatakan ada beberapa keadaan yang beresiko
menimbulkan depresi yaitu kehilangan/meninggal orang (objek) yang dicintai,
34
6. PROGNOSIS
Roth dkk (1950) dan Murphy (1980) dalam Depkes RI (2001),
menyatakan bahwa hanya sepertiga dari pasien-pasien dengan depresi yang
sembuh setelah selama satu tahun dirujuk kepelayanan psikiatri usia lanjut.
Setengah dari pasien-pasien tersebut mengalami relaps. Penelitian-penelitian
lainnya melaporkan prognosis yang lebih cerah yaitu lebih dari 60 % sembuh
dalam waktu satu tahun. Tingkat mortalitas pada pasien depresi cukup tinggi
yaitu sepertiga dari pasien Murphy meninggal dalam waktu empat tahun
follow up. Penyebab kematian tidaklah berhubungan langsung dengan depresi
tetapiterutama karena penyakit vaskular atau infeksi paru dan bukan bunuh
diri.
Prognosis depresi pada lanju usia tidak banyak berbeda dengan
prognosis pada usia muda. Umumnya penderita akan sembuh dan tetap
befungsi dengan baik jika depresi diobati dan ditatalaksana dengan baik. Hasil
37
terapi yang kurang baik tampaknya berhubungan dengan episode awal yang
parah dan adanya kemorbiditas dengan penyakit lain.
7. PENATALAKSANAAN DEPRESI PADA USIA LANJUT
Penatalaksanaan yang adekuat menggunakan kombinasi terapi
psikologis dan farmakologis disertai pendekatan multidisiplin yang
menyeluruh. Terapi diberikan dengan memperhatikan aspek individual
harapan-harapan pasien, martabat (dignity) dan otonomi/kemandirian pasien.
Problem fisik yang ada bersama-sama dengan penyakit mental harus diobati.
a) Obat (Farmakologis)
Secara umum semua jenis obat antidepresan sama efektivitasnya.
Pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan
perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala. Beberapa kelompok anti
depresan adalah Trisiklik, SSRI's (Selective Serotonin Re-uptake
Inhibitors),MAOI's (Monoamine Oxidase Inhibitors) dan Lithium.
b) Psikoterapi
Psikoterapi Individu dan kelompok paling efektif dilakukan bersama-
sama dengan pemberian anti depresan. Perlu diperhatikan teknik
psikoterapi dan kecocokan antara pasien dengan terapis sehingga pasien
merasa lebih nyaman, lebih percaya diri dan lebih mampu mengatasi
persoalannya sendiri.
c) Terapi Kognitif
Terapi Kognitif bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu
negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mapu, dsb)
ke arah pola pikir yang netral atau yang positif.
d) Terapi Keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit
depresi, sehingga dukungan/support terhadap pasien sangat penting. Proses
penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominasi
menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan dari terapi terhadap
keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustrasi
38
DAFTAR PUSTAKA
Depkes dan Kesejahteraan Sosial RI. 2001. Pedoman Pembinaan Kesehatan Jiwa
Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta.
Isaac. 2003. Buku Pedoman Kesehatan Jiwa, Jakarta : tp.
Watson R. 2003. Perawatan Pada Lansia, Jakarta : EGC.
Darmojo, B. 2009. Teori Proses Menua.In: H.Hadi Martono dan Kris Pranarka (eds):
Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI Edisi 4.Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
Kusumoputro, S., Sidiarto, L. D., Sarmino, Munir, R., Nugroho, W. 2003. Kiat
Panjang Umur dengan Gerak dan Latih Otak, Jakarta: UI.