DIABETES MELLITUS
KELOMPOK 9 :
1. ASTRI MILANI (13060)
2. BANGUN NUGROHO (13061)
3. DENI ESTU UTAMI (13013)
4. DESI MUSTIKASARI (13014)
C. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar
tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes
Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang
berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
d) Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
a) Faktor endogen:
Neuropati : Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan
otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah,
produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
Angiopati : Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko
lain.
Iskemia : Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh
darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan
penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat
timbulnya gangrene yang luas.
b) Faktor eksogen
Trauma
Infeksi
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-
sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa
yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan
asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal,
mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan
yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh
darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan
terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut
makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar
dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed
space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI
1. Diabetes Tipe I
a) hiperglikemia berpuasa
b) glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c) keletihan dan kelemahan
d) ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah,
ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a) lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b) gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
c) komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis,
daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba
pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a) Pain (nyeri)
b) Paleness (kepucatan)
c) Paresthesia (kesemutan)
d) Pulselessness (denyut nadi hilang)
e) Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus). Smeltzer dan
Bare (2001: 1220).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah : darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih
tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi.
2. Glukosa urin : 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai
GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat
tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain : fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol,
HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet
cellantibody)
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1. Komplikasi akut :
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Ulkus/gangrene
e. Komplikasi jangka panjang dari diabetes
Organ/Jaringan Yang Terjadi Komplikasi
Yang Terkena
Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & Sirkulasi yg jelek menyebabkan
menyumbat arteri berukuran penyembuhan luka yg jelek &
besar atau sedang di jantung, bisa menyebabkan penyakit
otak, tungkai & penis. jantung, stroke, gangren kaki &
Dinding pembuluh darah kecil tangan, impoten & infeksi
mengalami kerusakan sehingga
pembuluh tidak dapat
mentransfer oksigen secara
normal & mengalami
kebocoran.
Mata Terjadi kerusakan pada Gangguan penglihatan & pada
pembuluh darah kecil retina. akhirnya bisa terjadi kebutaan
Ginjal Penebalan pembuluh darah Fungsi ginjal yg buruk
ginjal. Protein bocor ke dalam Gagal ginjal
air kemih. Darah tidak disaring
secara normal.
Saraf Kerusakan saraf karena Kelemahan tungkai yg terjadi
glukosa tidak dimetabolisir secara tiba-tiba atau secara
secara normal & karena aliran perlahan
darah berkurang. Berkurangnya rasa, kesemutan
& nyeri di tangan & kaki
Kerusakan saraf menahun
Sistem saraf Kerusakan pada saraf yang Tekanan darah yg naik-turun
otonom mengendalikan tekanan darah Kesulitan menelan &
& saluran pencernaan. perubahan fungsi pencernaan
disertai serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran darah ke Luka, infeksi dalam (ulkus
kulit & hilangnya rasa yang diabetikum)
menyebabkan cedera berulang. Penyembuhan luka yg jelek
Darah Gangguan fungsi sel darah Mudah terkena infeksi, terutama
putih. infeksi saluran kemih & kulit
I. PENATALAKSANAAN
Kaki diabetik dapat timbul karena tidak terkontrolnya gula darah, oleh sebab itu sangat
diperlukan manajemen diabetes yang baik dalam upaya pencegahan primer kaki diabetik.
Menurut Perkeni (2011), manajemen Diabetes Melitus terdiri dari:
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi
aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi.
2. Terapi gizi medis atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara
total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota
tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Menurut
Smeltzer et al, (2008) yang juga mengutip dari ADA bahwa perencanaan makan pada
pasien diabetes meliputi :
a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien Diabetes Melitus
b. Terpenuhinya nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti vitamin
dan mineral
c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena pada pasien
Diabetes Melitus jika serum lipid menurun maka resiko komplikasi penyakit
makrovaskuler akan menurun
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi komplikasi yang
dapat ditimbulkan dari Diabetes Melitus
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari - hari dan latihan jasmani secara teratur (3 - 4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
Diabetes Melitus. Kegiatan sehari hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan
tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Selain untuk menjaga kebugaran juga, latihan
jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai,
jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani. Pasien yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi Diabetes Melitus dapat
dikurangi.
4. Intervensi farmakologis
Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar, olah raga yang
teratur, dan obat - obatan yang diminum atau suntikan insulin. Pasien Diabetes tipe 1
mutlak diperlukan suntikan insulin setiap hari. Pasien Diabetes tipe 2, umumnya
pasien perlu minum obat antidiabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes
memerlukan suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan
insulin dan tablet.
5. Monitoring keton dan gula darah
Ini merupakan pilar kelima yang dianjurkan kepada pasien Diabetes Melitus. Monitor
level gula darah sendiri dapat mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya
hipoglikemia dan hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar diatas
untuk menurunkan resiko komplikasi dari Diabetes Melitus (Smeltzer et al, 2008).
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
DIABETES MELLITUS
A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan mulai
dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat
keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal
yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
1. Aktivitas dan istirahat : Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
2. Sirkulasi : Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
3. Eliminasi : Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4. NutrisI : Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5. NeurosensorI : Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
6. Nyeri : Pembengkakan perut, meringis.
7. Respirasi : Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8. Keamanan : Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9. Seksualitas : Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati).
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi
aktifitas, penurunan kekuatan otot.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber
informasi.
6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya.
7. Potensial Komplikasi (PK) : Hipo / Hiperglikemi.
8. Potensial Komplikasi (PK) : Infeksi.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
agen injuri asuhan keperawatan, Lakukan pegkajian nyeri secara
fisik tingkat komprehensif termasuk lokasi,
kenyamanan klien karakteristik, durasi, frekuensi,
meningkat, dan kualitas dan ontro presipitasi.
dibuktikan dengan Observasi reaksi nonverbal dari
level nyeri: ketidaknyamanan.
klien dapat Gunakan teknik komunikasi
melaporkan nyeri terapeutik untuk mengetahui
pada petugas, pengalaman nyeri klien sebelumnya.
frekuensi nyeri, Kontrol ontro lingkungan yang
ekspresi wajah, dan mempengaruhi nyeri seperti suhu
menyatakan ruangan, pencahayaan, kebisingan.
kenyamanan fisik dan Kurangi ontro presipitasi nyeri.
psikologis, TD Pilih dan lakukan penanganan nyeri
120/80 mmHg, N: (farmakologis/non farmakologis)..
60-100 x/mnt, RR: Ajarkan teknik non farmakologis
16-20x/mnt (relaksasi, distraksi dll) untuk
Control nyeri mengetasi nyeri..
dibuktikan dengan Berikan analgetik untuk mengurangi
klien melaporkan nyeri.
gejala nyeri dan Evaluasi tindakan pengurang
control nyeri. nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.
Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala efek samping.
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi
8, Penerbit RGC, Jakarta.
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta :
Penerbit Erlangga