Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan

masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia.

Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat

bersifat menetap dan mengganggu aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti

menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat

menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti

serta menurunkan kualiti hidup.1

Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti

dengan kemajuan penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari data berbagai negara

yang menunjukkan peningkatan kunjungan ke darurat gawat, rawat inap,

kesakitan dan bahkan kematian karena asma. Berbagai argumentasi diketengahkan

seperti perbaikan kolektif data, perbaikan diagnosis dan deteksi perburukan dan

sebagainya. Akan tetapi juga disadari masih banyak permasalahan akibat

keterlambatan penanganan baik karena penderita maupun dokter (medis).

Kesepakatan bagaimana menangani asma dengan benar yang dilakukan

oleh National Institute of Heallth National Heart, Lung and Blood Institute

(NHLBI) bekerja sama dengan World Health Organization (WHO) bertujuan

memberikan petunjuk bagi para dokter dan tenaga kesehatan untuk melakukan

penatalaksanaan asma yang optimal sehingga menurunkan angka kesakitan dan

kematian asma. Petunjuk penatalaksanaan yang telah dibuat dianjurkan dipakai di

seluruh dunia disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan negara masing-


2

masing. Merujuk kepada pedoman tersebut, disusun pedoman penanggulangan

asma di Indonesia. Diharapkan dengan mengikuti petunjuk ini dokter dapat

menatalaksana asma dengan tepat dan benar, baik yang bekerja di

layanan kesehatan dengan fasiliti minimal di daerah perifer, maupun di rumah

sakit dengan fasiliti lengkap di pusat-pusat kota.1

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan ini adalah untuk lebih mengerti dan memahami
tentang penyakit Asma dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti
kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) di Departemen Ilmu Penyakit Paru
RSUD Langsa.

1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis
dan pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara
umumnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih mengenai penyakit
Asma.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asma Bronkhial


2.1.1 Definisi
Asma adalah penyakit implamasi koronik saluran nafas dimana banyak sel

berperan terutama sel mast, esonofil, limposit T magropag, neuropil dan sel epitel.

Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh

dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan

peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi

berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest

tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari.

(PDPI, 2006; GINA, 2006). Menurut National Heart, Lung and Blood Institute

(NHLBI, 2007), pada individu yang rentan, gejala asma berhubungan dengan

inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari

saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya.1

2.1.2 Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan penting

ialah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperreaktivitas bronkus). Asma

merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis,

infeksi, endokrin dan psikologis.2


4

Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe :

1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic)

Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang

berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran nafas dan

kodisi lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat

iritan kimia atau obat-obatan serta aktivitas olahraga yang berlebihan. Pada

golongan ini keluhan ini tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure)

terhadap allergen dengan sifat-sifat:2

Serangan timbul setelah dewasa

Pada keluarga tidak ada yang menderita asma

Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan

Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik

Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan

reaksi asma

Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan

keadaan yang peka bagi penderita.2

2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)

Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena

reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa

terhadap orang yang sehat. Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan
5

paparan (exposure) terhadap allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini

biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau uji provokasi bronchial. Pada

tipe mempunyai sifat-sifat:2

Timbul sejak kanak-kanak

Keluarga ada yang menderita asma

Adanya eksim saat bayi

Sering menderita rhinitis

Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari bunga

rumput.2

3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)

Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic

maupun ekstrinsik.2

2.1.3 Klasifikasi Asma


Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola

keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting

bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat

asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan

berdasarkan gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai.2


6

Derajat penyakit asama ditentukan berdasarkan gabungan penilaian

gambaran klinis, jumlah penggunaan agonis 2 untuk mengatasi gejala, dan

pemeriksaan fungsi paru pada evaluasi awal pasien. Pembagian derajat penyakit

asma menurut GINA adalah sebagai berikut:2,3

1. Intermitten

a) Gejala kurang dari 1 kali/minggu

b) Serangan singkat

c) Gejala nokturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan ( 2 kali)

FEV180% predicted atau PEF 80% nilai terbaik individu

Variabilitas PEF atau FEV1 < 20%

2. Persisten ringan

a) Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari

b) Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tisur

c) Geajala nokturnal >2 kali/bulan

FEV180% predicted atau PEF 80% nilai terbaik individu

Variabilitas PEF atau FEV1 20-30%

3. Persisten sedang

a) Gejala terjadi setiap hari

b) Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur

c) Gejala nokturnal > 1 kali dalam seminggu

d) Menggunakan agonis 2 kerja pendek setiap hari


7

FEV1 60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu

Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%

4. Persisten berat

a) Gejala terjadi setiap hari

b) Serangan sering terjadi

c) Gejala asma nokturnal sering terjadi

FEV1 predicted atau PEF 60% nilai terbaik individu

Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%.2

Parameter klinis,
fungsi paru, Ringan Sedang Berat Ancaman
laboratorium henti nafas
Sesak timbul pada Berjalan Berbicara Istirahat
saat
Bicara Kalimat Penggal Kata-kata
kalimat
Posisi Bisa Lebih suka Duduk
berbaring duduk bertopang
lengan
Kesadaran Mungkin Biasanya Biasanya kebingungan
iritable iritable iritable
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada nyata
Mengi Sedang, Nyaring, Sangat nyaring, Sulit/tidak
8

sering sepanjang terdengar tanpa terdengar


hanya pada ekspirasi+ stetoskop
akhir inspirasi
ekspirasi
Sesak nafas Minimal Sedang Berat
Otot bantu nafas Biasanya Biasanya iya Iya
tidak
Retraksi Dangkal, Sedang, Dalam, Gerakan
retraksi ditambah ditambah nafas paradok
intercostal retraksi cuping hidung torako-
suprasternal abdominal
Laju nafas Meningkat Meningkat Meningkat Menurun
Laju nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
PEFR atau FEV1
pra >60% 40 60% <40%
bronkodilator
>80% 60 80% <60%, respon
pasca
bronkodilator <2jam
SaO2 >95% 91 - 95% <90%
PaO2 Normal >60 mmHg <60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
9

Spirometri

Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti

vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur

standar.

Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP <75% atau VEP1

<80% nilai prediksi.2

Arus puncak Ekspirasi (APE)

Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau

pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak ekspiratory flow

meter (PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari

plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk

puskesmas ataupun instalasi gawat darurat.1

2.1.4 Epidemiologi
Asma adalah salah satu dari penyakit kronik yang paling sering dijumpai

di seluruh dunia dan meningkat pada anak-anak. Peningkatan prevalensi asma

mungkin berkaitan dengan faktor lingkungan, mencakup paparan dengan alergen

dan polutan. Asma dapat merusak kualiti hidup dan menjadi alasan yang banyak

ketidakhadiran di sekolah dan pekerjaan.1

Di Amerika Serikat, asma mengenai 14-15 juta orang. Penyebab penyakit

kronis tersering pada anak-anak, mengenai kira-kira 4,8 juta anak-anak. Lebih dari

5000 orang meninggal dunia karena asma.1


10

Pada SKRT 1992, asma bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab

kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di

seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan

obstruksi paru 2/1000.1

2.1.5 Patofisiologi
Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh

bronkokonstriksi, hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan

desquamasi sel epitel serta sel radang. Salah satu sel yang memegang peranan

penting pada patogenesis asma ialah sel mast. Sel mast dapat terangsang oleh

berbagai pencetus misalnya allergen, infeksi, exercise dan lain-lain. Sel ini akan

mengalami degranulasi dan mengeluarkan bermacam-macam mediator. Selain sel

mast, sel basofil dan beberapa sel lain dapat juga mengeluarkan mediator.1,2,4

Bila alergen sebagai pencetus, maka alergen yang masuk kedalam tubuh

merangsang sel plasma atau sel pembentuk antibodi lainnya untuk menghasilkan

antibodi reagenik, yang disebut juga Imunoglobulin E (IgE). Selanjutnya IgE akan

beredar dan menempel pada reseptor yang sesuai pada dinding sel mast. Sel mast

yang demikian disebut sel mast yang tersensitisasi.1,2,4

Apabila alergen yang serupa masuk kedalam tubuh, alergen tersebut akan

menempel pada sel mast yang tersensitisasi dan kemudian akan terjadi degradasi

dinding dan degranulasi sel mast. Mediator dapat bereaksi langsung dengan

reseptor di mukosa bronkus sehingga menurunkan siklik AMP kemudian terjadi

bronkokonstriksi. Mediator dapat juga menyebabkan bronkokonstriksi dengan

mengiritasi reseptor iritan.1,2,4


11

Gambar : bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial

Permeabilitas epitel juga meningkat karena infeksi, asap rokok dengan

peningkatan aktivitas reseptor iritan. Mediator dapat pula meninggikan

permeabilitas dinding kapiler sehingga IgE dan Leukosit masuk kedalam jaringan

ikat bronkus. Dapat juga terjadi reaksi komplek antigen-antibodi kemudian terjadi

kerusakan leukosit, lisosom keluar, kerusakan jaringan setempat dan pengeluaran

prostaglandin serta mediator lainnya. Prostaglandin F2 (PGI F2) menurunkan

siklik AMP dan terjadi bronkokonstriksi.1,2,4

2.1.6 Faktor Resiko


Banyak faktor resiko yang terlibat dalam perkembangan asma dan faktor

resiko yang terlibat dengan proses eksaserbasi asma. Tidak dapat diketahui secara

pasti penyebab munculnya asma, tetapi ini dapat dilihat dari interaksi kompleks

dari:
12

1. Faktor Pejamu : Kerentanan individu terhadap asma.

2. Faktor Penyebab : Faktor yang merangsang jalan nafas dan menimbulkan

asma.

3. Faktor Konstribusi : Ikut mempengaruhi perkembangan asma setelah paparan

dengan faktor penyebab dan meningkatkan kerentanan terhadap asma.1

Faktor Pejamu

Predisposisi genetik

Atopi merupakan faktor yang menghasilkan IgE dalam jumlah abnormal yang

terpajan dengan alergen lingkungan sehingga atopi teridentifikasi secara kuat

merupakan faktor predisposisi munculnya asma.

Jenis kelamin

Ras/etnik.1

Faktor lingkungan

Mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan predisposisi asma:

1. Alergen di dalam ruangan

Serangga dosmetik

Alergen hewan

Alergen kecoa

Jamur (fungi, molds, yeasts)


13

2. Alergen diluar ruangan

Tepung sari bunga

Jamur (fungi, molds, yeasts)

Aspirin dan obat anti inflamasi non-steroid lainnya

Bahan dilingkungan kerja.1

Faktor kontribusi

1. Infeksi virus pada saluran nafas.

2. Lahir kecil waktu lahir (Disproporsi pertumbuhan janin, berat badan kurang

2500 gram)

3. Diet makanan

4. Asap rokok

Perokok aktif

Perokok pasif

5. Polusi udara di luar ruangan

Polusi udara di luar ruangan

Polusi udara di dalam ruangan.1

Faktor Pemicu (Trigers)

Faktor resiko yang mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala

asma menetap :

1. Alergen didalam dan di luar ruangan

2. Infeksi pernafasan
14

3. Exercise dan hiperventilasi

4. Perubahan cuaca

5. Sulfur dioksida

6. Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan.1

Faktor resiko penyebab kematian karena asma :

1. Ventilasi yang berkurang

2. Masuk rumah sakit dalam 2 tahun pertama

3. Penggunaan berlebihan obat agonis beta-2 kerja singkat

4. Penggunaan steroid inhalasi yang sedikit/kurang

5. Ketidak patuhan pasien

6. Masalah psikologi atau psikiatri

7. Suku minoritas (terutama penelitian yang diadakan di amerika Serikat dan

Selandia Baru).1

2.1.7 Diagnosis
Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia,

disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya

penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga

penderita tidak merasa perlu ke dokter. Untuk menegakkan diagnosis asma, dokter

seharusnya dapat menentukan :

Gejala obstruksi jalan nafas yang episodik

Obstruksi jalan nafas masih reversibel

Diagnosis yang lain (alternatif) telah diabaikan.1


15

Mekanisme menegakkan diagnosis yang direkomendasikan adalah :

Riwayat penyakit yang lengkap

Pemeriksaan fisik dipusatkan pada saluran nafas bagian atas dan dada

Spirometri.1

Riwayat penyakit/gejala

Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada dan berdahak.

Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.

Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu.

Respon terhadap pemberian bronkodilator.1

Hal lain yang perlu di pertimbangkan dalam riwayat penyakit :

Riwayat keluarga (atopi).

Riwayat alergi/atopi.

Penyakit lain yang memberatkan.

Perkembangan penyakit dan pengobatan.1


16

2.1.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding asma antara lain sebagai berikut :

Dewasa

Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Bronkitis kronik

Gagal Jantung Kongestif

Batuk kronik akibat lain-lain

Disfungsi larings

Obstruksi mekanis (misal tumor)

Emboli Paru

Anak

Benda asing di saluran napas

Laringotrakeomalasia

Pembesaran kelenjar limfe

Tumor

Stenosis trakea

Bronkiolitis.1,2
17

2.1.9 Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir

menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang

berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka

kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga suatu

kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia lebih tua lebih

banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan

mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang

tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan

commond cold 29% akan mengalami serangan ulangan.2

Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan)

angka kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan

serangan terus menerus angka kematiannya 9%.2

2.1.10 Pemeriksaan Penunjang

1. Uji faal paru

Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi,

menilai hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti

perjalanan penyakit. Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah

PEFR, FEV 1, PVC, FEV 1/FVC.1


18

2. Foto rontgen thoraks

Pada foto thoraks akan tampak corakan paru yang meningkat.1

3. Pemeriksaan darah, eosinofil dan uji tuberkulin

Eosinofil dapat ditemukan pada darah tepi, sekret hidung dan

sputum. Bila ada infeksi didapatkan pula leukositosis PMN.

Uji tuberkulin diindikasikan karena jika terdapat tuberkulosis dan

tidak diobati, maka asmanya pun akan sulit dikontrol.1

4. Test provokasi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusuk. Alergen

yang digunakan adalah alergen yang banyak didapat didaerahnya.1

2.1.11 Pengobatan
Tujuan tata laksana

1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal

2. sedikit mungkin angka absensi sekolah

3. Gejala tidak timbul siang atau malam hari

4. Uji fungsi paru senormal mungkin

5. Kebutuhan obat seminimal mungkin

6. Efek samping obat dapat dicegah.1


19

Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa

dan pengobatan medikamentosa :

1. Pengobatan non medikamentosa

Pengobatan non medikamentosa terdiri dari :

- Penyuluhan

- Menghindari faktor pencetus

- Pengendalian emosi

- Pemakaian oksigen

2. Pengobatan medikamentosa

Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu

antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit

serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang

merupakan pengobatan saat serangan untuk mencegah eksaserbasi/serangan

dikenal dengan pelega.1

1. Antiinflamasi (pengontrol)

Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan

merupakan anti inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya

secara umum adalah untuk mengurangi inflamasi akut maupun kronik,


20

menurunkan gejala asma, memperbaiki aliran udara, mengurangi

hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma, dan mengurangi

remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri dari kortikosteroid inhalasi dan

sistemik.1

Kromolin

Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi

diketahui merupakan antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan

mediator dari sel mast.1

Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner

seperti antiinflamasi.1

Agonis beta-2 kerja lama

Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol

dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian

jangka lama mempunyai efek anti inflamasi walau pun kecil.1

Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui

oral. Selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.1


21

2. Bronkodilator (pelega)

- Agonis beta 2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan

prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau

oral, pemberian secara inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek

samping yang minimal.1

Metilxantin

Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah

dibanding agonis beta 2.1

Antikolinergik

Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek

penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan

bronkodilatasi dengan menurunkan tonus vagal intrinsik, selain itu juga

menghambat reflek bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.1

A. Asma Derajat Ringan

Cukup diobati dengan obat pereda berupa bronkodilator agonis hirupan

kerja pendek bila perlu saja.bila obat hirupan tidak ada atau tidak dapat

digunakan maka agonis diberikan peroral.1


22

B. Asma Derajat Sedang

Jika penggunaan agonis hirupan sudah lebih dari 3 kali perminggu atau

serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka

penggunaan anti inflamasi sudah terindikasi.1

C. Asma Berat

1. Asma berat.

Steroid hirupan biasanya efektif dengan dosis rendah. Sebelum

menaikkan dosis steroid hirupan, dapat dipertimbangkan penambahan

salah satu obat seperti agonis kerja panjang atau agonis lepas

terkendali,atau teofilin lepas lambat atau anti leukotrien.1

2. Asma sangat berat.

Pertimbangkan penambahan salah satu obat :

- agonis kerja panjang.

- agonis lepas terkendali

- Teofilin lepas lambat

- Antileukotrien.1
23

2.1.12 Pencegahan
Pencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah

tersensitisasi dengan bahan yang menyebabkan asma, pencegahan sekunder

adalah mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma;

dan pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak terjadi

serangan/bermanifestasi klinis asma pada penderita yang sudah menderita asma.1

2.1.13 Asma Indikasi Rawat Inap

Kriteria pulang atau rawat inap

Pertimbangan untuk memulangkan atau perawatan rumah sakit (rawat inap)

pada penderita di gawat darurat, berdasarkan berat serangan, respons pengobatan

baik klinis maupun faal paru. Berdasarkan penilaian fungsi pertimbangan pulang

atau rawat inap, adalah:1

Penderita dirawat inap bila VEP1 atau APE sebelum pengobatan awal <

25% nilai terbaik/ prediksi; atau VEP1 /APE < 40% nilai terbaik/ prediksi

setelah pengobatan awal diberikan.

Penderita berpotensi untuk dapat dipulangkan, bila VEP1/APE 40-60%

nilai terbaik/ prediksi setelah pengobatan awal, dengan diyakini tindak

lanjut adekuat dan kepatuhan berobat.

Penderita dengan respons pengobatan awal memberikan VEP1/APE > 60%

nilai terbaik/ prediksi, umumnya dapat dipulangkan.1


24

Kriteria perawatan intensif/ ICU :

Serangan berat dan tidak respons walau telah diberikan pengobatan

adekuat

Penurunan kesadaran, gelisah

Gagal napas yang ditunjukkan dengan AGDA yaitu Pa O2 < 60 mmHg dan

atau PaCO2 > 45 mmHg, saturasi O2 90% pada penderita anak. Gagal

napas dapat terjadi dengan PaCO2 rendah atau meningkat.1

Intubasi dan Ventilasi mekanis

Intubasi dibutuhkan bila terjadi perburukan klinis walau dengan pengobatan

optimal, penderita tampak kelelahan dan atau PaCO2 meningkat terus. Tidak ada

kriteria absolut untuk intubasi, tetapi dianjurkan sesuai pengalaman dan

ketrampilan dokter dalam penanganan masalah pernapasan. Penanganan umum

penderita dalam ventilasi mekanis secara umum adalah sama dengan penderita

tanpa ventilasi mekanis, yaitu pemberian adekuat oksigenasi, bronkodilator dan

glukokortikosteroid sistemik.1

Anda mungkin juga menyukai