Anda di halaman 1dari 15

PROGRAM KERJA

MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN

A. Pendahuluan
Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung

penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah

Sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis

tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi dan

bersinergi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang

berkembang sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka

pemberian pelayanan yang bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan

dalam Rumah Sakit.


Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit pada

Pasal 29 ayat (1) huruf o, disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan upaya kesehatan

Rumah Sakit mempunyai kewajiban memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan

penanggulangan bencana. Kemudian dalam penjelasan pasal 29 ayat (1) huruf o,

disebutkan bahwa yang dimaksud memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan

penanganan bencana adalah bahwa Rumah Sakit dibangun serta dilengkapi dengan

sarana, prasarana dan peralatan yang dapat difungsikan serta dipelihara sedemikian

rupa untuk mendapatkan keamanan, mencegah kebakaran/bencana dengan

terjaminnya keamanan, kesehatan dan keselamatan pasien, petugas, pengunjung, dan

lingkungan Rumah Sakit.


Menurut penjelasan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009

yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu

Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk di

dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap terhadap

pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti
insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya

risiko.

B. Latar Belakang
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,

preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah

daerah, dan/atau masyarakat ( UU No. 36 Tahun Tentang Kesehatan 2009, psl 1 angka

7 ). Salah satu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan

kesehatan adalah Rumah Sakit. Yang dimaksud Rumah Sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat

( UU No. 44 Tahun 2009, psl 1 ayat 1 ). Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan

kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh

perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan

sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang

lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya.

Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat maka keberadaan

fasilitas pelayanan kesehatan harus mencukupi. Dalam hal ini Pemerintah

bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik

fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat

( UU No. 36 tahun 2009, psl 15 ).

Di samping ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang cukup, kualitas

lingkungan juga merupakan hal yang penting dalam pencapaian derajat kesehatan.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 162

yang menyebutkan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan

kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Kemudian dalam pasal 163 ayat (2) disebutkan bahwa lingkungan sehat mencakup
lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas

umum.
Rumah Sakit sebagai tempat kerja harus mengupayakan kesehatan dan

keselamatan kerja pegawainya. Upaya kesehatan kerja tersebut ditujukan untuk

melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta

pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan ( UU No. 36 Tahun 2009, psl 164

ayat 1 ).
Selain itu Rumah Sakit sebagai tempat kerja harus dikelola dengan baik. Oleh

karena itu pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja dan

menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya

kecelakaan kerja ( UU No. 36 Tahun 2009, psl 164 ayat 6 ).


Di sisi lain Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,

prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan ( UU No. 44 Tahun

2009, psl 7 ayat 1 ). Persyaratan lokasi harus memenuhi ketentuan mengenai

kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian

kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit ( UU No. 44 Tahun 2009,

psl 8 ayat 1 ).
Sedangkan persyaratan bangunan harus memenuhi : a. persyaratan administrasi

dan persyaratan teknis bangunan gedung pada umumnya; b. persyaratan teknis

bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam

pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk

penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.


Prasarana Rumah Sakit dapat meliputi : instalasi air; instalasi mekanikal dan

elektrikal; instalasi gas medik; instalasi uap; instalasi pengelolaan limbah;

pencegahan dan penanggulangan kebakaran; petunjuk, standard dan sarana evakuasi

saat terjadi keadaan darurat; instalasi tata udara; sistem informasi dan komunikasi;

dan ambulan. Di samping itu prasarana Rumah Sakit juga harus memenuhi standar

pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan Rumah

Sakit. Kemudian prasarana Rumah Sakit harus dalam keadaan terpelihara dan

berfungsi dengan baik. Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit

harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya dan harus
didokumentasi serta dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan ( UU No. 44

tahun 2009, psl 11 ).


Setiap penyelenggaraan Rumah Sakit wajib memiliki izin yang terdiri dari izin

mendirikan dan izin operasional. Izin mendirikan diberikan untuk jangka waktu 2

(dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun. Izin operasional diberikan

untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi

persyaratan ( UU No. 44 Tahun 2009, psl 25 ).


Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan

akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi Rumah Sakit

dilakukan oleh lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri

berdasarkan standar akreditasi yang berlaku ( UU No. 44 Tahun 2009, psl 40 ).


Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) sebagai salah satu standar yang

turut dinilai dalam Akreditasi Rumah Sakit mempunyai kontribusi yang cukup

mentukan status akreditasi. Oleh karena itu Standar Manajeman Fasilitas dan

Keselamatan (MFK) harus diupayakan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.

C. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus


1. Tujuan Umum
Tersedianya fasilitas yang aman, berfungsi dan mendukung bagi pasien, keluarga,

staf dan pengunjung.


2. Tujuan Khusus
Mengelola resiko lingkungan di mana pasien dirawat dan staf bekerja yang meliputi :
a. Keselamatan dan Keamanan;
b. Bahan Berbahaya;
c. Manajemen Emergensi;
d. Pengamanan Kebakaran;
e. Peralatan Medis;
f. Sistem Utilitas;

D. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan


1. Kegiatan Pokok :
a. Mengidentifikasi resiko di lingkungan di mana pasien dirawat dan staf

bekerja.
b. Memeriksa Fasilitas Rumah Sakit
c. Memelihara Fasilitas Rumah Sakit
2. Rincian Kegiatan
a. Mengidentifikasi resiko yang disebabkan oleh Fasilitas Rumah Sakit,

meliputi :
1) Resiko Keselamatan dan Keamanan seperti : Lantai Licin, Langit-langit

jebol, jalan rusak, bangunan rusak atau runtuh, wc mampet, kendaraan /

transportasi mogok, pompa air rusak, listrik mati, tegangan listrik tidak
stabil, kabel-kabeel electrode putus, alat tidak dikalibrasi, distribusi air

terganggu, kualitas air bersih/minum tidak sesuai standar, air limbah tidak

memenuhi syarat, suhu ruangan terlalu panas menyebabkan malfungsi

alat.
2) Resiko Bahan Berbahaya : terkena tumpahan cairan iritan, terhirup uap

bahan berbahaya, ledakan tabung gas, tertelan bahan beracun, terpapar

bahan berbahaya dan beracun.


3) Resiko manajemen emergensi : kebakaran, bencana alam, kerusuhan

massal, keracunan massal, ancaman peledakan, kerusakan bangunan dan

runtuhnya gedung dan air bah banjir.


4) Resiko Kebakaran : korsleting listrik, ledakan tabung gas LPG, ledakan

tabung gas Oksigen, sambaran petir, penyimpanan bahan mudah terbakar.


5) Resiko Peralatan Medis : salah diagnose, tersengat aliran listrik, luka

bakar, terpapar infeksi nosokomial.


6) Resiko sistem utilitas (Listrik, air bersih/minum, air limbah, AC, lift dan

Oksigen): kegiatan operasional pelayanan terganggu untuk listrik di

Poliklinik rawat jalan, ruang ECT, Radiologi, Laboratorium, Fisioterapi,

Poli Gigi, Billing System, Laundry, Sanitasi, Gizi, Administrasi dan

Rawat Inap. Untuk air bersih dan air minum akan mengganggu kegiatan

operasional pelayanan utamanya di rawat inap, Laundry, Gizi, Poli rawat

jalan, gedung administrasi. Air limbah tidak sesuai baku mutu sehingga

mencemari lingkungan, kerusakan AC menyebabkan terganggunya fungsi

alat, tidak tersedianya Oksigen dapat mengganggu kegiatan pelayanan.

Lift rusak/macet dapat mengganggu


b. Memeriksa Fasilitas Rumah Sakit
1) Jadwal pemeriksaan Fasilitas Rumah Sakit
2) Uji fungsi alat dan fasilitas
3) Form checklist pemeriksaan
4) Laporan hasil pemeriksaan
c. Memelihara Fasilitas Rumah Sakit
1) Jadwal pemeliharaan fasilitas rumah sakit
2) Kalibrasi dan Uji fungsi fasilitas Rumah Sakit
3) Laporan hasil pemeliharaan fasilitas rumah sakit.

E. Cara Melaksanakan Kegiatan


a. Proses indentifikasi :
1) Menentukan dan mengelompokkan jenis resiko yang mungkin terjadi di

lingkungan rumah sakit sesuai faktor penyebabnya.


2) Membuat denah dan pemasangan rambu-rambu meliputi area berbahaya,

tempat-tempat beresiko dan jalur evakuasi.


3) Menunjuk petugas yang kompeten dan bertanggung jawab.
b. Memeriksa Fasilitas Rumah Sakit :
1) Dibuatkan jadwal harian untuk kegiatan memeriksa fasilitas rumah sakit

dengan mengisi form checklist sesuai jenis pemeriksaan.


2) Ditunjuk petugas pelaksana yang kompeten dan bertanggungjawab.
3) Petugas saat melakukan pemeriksaan fasilitas rumah sakit disertai dengan uji

fungsi.
4) Dibuat pelaporan yang diketahui atasan langsung.
c. Memelihara Fasilitas Rumah Sakit
1) Dibuatkan jadwal pemeliharaan atau servis fasilitas rumah sakit baik yang

dilakukan oleh petugas rumah sakit maupun pihak ketiga pada setiap bulan,

tiga bulan, enam bulan dan satu tahun sekali.


2) Dilakukan kalibrasi :
Kalibrasi internal rumah sakit : setiap enam bulan sekali oleh petugas

rumah sakit, yaitu alat ECG dan tensimeter.


Kalibrasi eksternal : dilakukan oleh pihak ketiga yang memiliki sertifikat

terkalibrasi setiap satu tahun sekali.


3) Dibuat pelaporan yang diketahui oleh atasan langsung.

F. Sasaran
Sasaran Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) adalah :
1. Pasien
2. Keluarga pasien
3. Pengunjung
4. Staf/petugas
5. Masyarakat sekitar Rumah Sakit
6. Vendor.
G. Skedul / Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
a. Jadwal harian

TANGGAL
NO PEMERIKSAAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
1. Listrik
2. Alkes
3. Bangunan
6. Oksigen
7. Aiphon

b. Jadwal bulanan

BULAN
NO PEMERIKSAAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Listrik/Genset
2. Alkes
3. Bangunan
4. Air
5. APAR
6. AC
7. Lift
8. Limbah
9.
H. Pencatatan, Pelaporan dan Evaluasi Kegiatan
1. Pencatatan
Acuan yang dipakai dalam pencatatan kegiatan adalah :
a. Kasus di lapangan
b. Frekuensi kejadian kasus
c. Jumlah kejadian/kasus dalam periode tertentu
d. Jumlah kasus teratasi
e. Jumlah kasus tidak teratasi
f. Penyebab dan akibat kasus tidak teratasi
g. Pelimpahan kepada pihak ketiga terhadap kasus yang tidak teratasi
2. Pelaporan
Laporan program kerja/kegiatan dibuat setiap 1 (satu) tahun sekali dan diserahkan

kepada Ketua Tim Akreditasi Rumah sakit.


3. Evaluasi Kegiatan
Evaluasi kegiatan dilakukan secara berkala sesuai jadwal.
a. Indikator Masukan (Input)
b. Indikator Proses (Proces)
c. Indikator Keluaran (Output)

Prosedur pemakaian APAR (cara LACA PASS)


0
Sebelum melakukan prosedur pemakaian APAR, lakukan persiapan terlebih dahulu

(LACA):

1. Larilah menuju tempat APAR terdekat. Jadi setiap karyawan wajib mengetahui

dimana tempat APAR terdekat yang ada di sekitar tempat kerjanya. Termasuk tempat

MCB listrik kalau diperlukan untuk memadamkan listrik pada saat terjadi kebakaran

karena korsleting listrik.

2. Ambillah tabung APAR dari tempatnya. Tabung ada ditempatkan bermacam

macam. Kalau ditempatkan di dalam kotak yang berkaca, ambillah kuncinya dengan

memecahkan kaca.
3. Cek isi tabung APAR. Dengan melihat manometer penunjuk atau dengan

mengocok isi tabung. Bisa juga dengan mencoba mengeluarkan isi tabung sedikit.

4. Angkat tabung menuju lokasi kebakaran.

Kemudian lakukan prosedur penggunaan APAR. Berikut cara penggunaan tabung Alat

Pemadam Api Ringan (APAR) metode PASS :

1. Pull atau PIN ditarikhingga segel putus atau terlepas. Pin berada diatas Tabung

A.P.A.R (Alat Pemadam Api) Pin juga berfungsi sebagai pengaman handle atau

pegangan dari penekanan Alat Pemadam Api yang tidak disengaja.

2. Aim atau Arahkan nozzle atau ujung hose Alat Pemadam Api yang kita pegang

ke arah pusat api.

3. Squeeze atau Satukan. Tekan handle atau Pegangan Untuk

mengeluarkan/menyemprotkan isi tabung. Pada beberapa merk handle penyemprot

terletak Dibagian ujung hose.

4. Sweep atau Sapukan nozzle yang kita pegang ke arah Kiri dan Kanan api, agar

media yang disemprotkan merata mengenai api yang sedang terbakar. Lakukan

dengan jarak sekitar 2 meter dari titik api. Hindari berlawanan dengan arah angin.
Cara mudah menghafalkan 6 sasaran keselamatan pasien (SKP)
0

Salah satu amanah dalam UU RS adalah tentang keselamatan pasien atau safety

pasien. SKP ini merupakan instrumen akreditasi yang wajib lulus. Berikut klue untuk

mudah menghafalkan 6 SKP (4O 2J ):

Jangan Salah ( 4O ) :

1. Orang

2. Omong

3. Obat

4. Operasi

Kurangi Resiko 2R:

5. Resiko Infeksi

6. Resiko Jatuh
Kalau pakai klue cerita :

Kemarin saya ketemu ORANG, dia OMONG mau beli OBAT, untuk istrinya

yang mau OPERASI, kakinya kena INFEKSI karena JATUH dari motor

Bagaimana mudah bukan menghafal 6 SKP. Kalau lebih lengkapnya sebagai berikut :

PERATURAN MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1691/MENKES/PER/VIII/2011

TENTANG

KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

SASARAN I : KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN

Standar SKP I Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/

meningkatkan ketelitian identifikasi pasien

Elemen Penilaian Sasaran I :

Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan

nomor kamar atau lokasi pasien.

Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah.

Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan

klinis.

Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.

SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI EFEKTIF

Standar SKP II Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan

efektifitas komunikasi antar para pemberi pelayanan

Elemen Penilaian Sasaran II :

Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan

dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.

Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan

dibacakan secara lengkap oleh penerima perintah.

Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang

menyampaikan hasil pemeriksaan.

Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi

lisan atau melalui telepon secara konsisten.


SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI (HIGH ALERT)

Standar SKP III Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki

keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert)

Elemen Penilaian Sasaran III :

Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,

menetapkan lokasi, pemberian label dan penyimpanan elektrolit konsentrat.

Implementasi kebijakan dan prosedur.

Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan

secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati

di area tersebut sesuai kebijakan.

SASARAN IV : KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT-PASIEN OPERASI

Standar SKP IV Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan

tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien.

Elemen Penilaian Sasaran IV :

Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi

lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses penandaan.

Rumah sakit menggunakan suatu cheklist atau proses lain untuk memverifikasi saat

pre operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta

peralatan yang diperlukan tersedia, tepat dan fungsional.

Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur sebelum incisi/time

out tepat sebelum dimulainya suatu prosedur tindakan pembedahan.

Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung suatu proses yang seragam

untuk memastikan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien, termasuk prosedur

medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

SASARAN V : PENGURANGAN RESIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN

Standar SKP V Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi

resiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

Elemen Penilaian SasaranV :

Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang

diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l dari WHO Guidelines on Patient

Safety.

Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.


Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara

berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

SASARAN VI : PENGURANGAN RESIKO PASIEN JATUH

Standar SKP VI Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi

resiko pasien dari cidera karena jatuh.

Elemen Penilaian Sasaran VI :

Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap resiko jatuh dan

melakukan asesmen ulang bila pasien diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau

pengobatan dan lain-lain.

Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang pada

hasil asesmen dianggap

RSUD Sebagai Kawasan Tanpa Rokok

1
Dalam kaitan pencapaian tujuan bidang kesehatan, konsumsi

rokok merupakan epidemi yang mengancam kelangsungan generasi di

Indonesia. Konsumsi rokok meningkat secara pesat dari tahun ke tahun

dan saat ini Indonesia merupakan negara nomor 3 (tiga) dengan jumlah

perokok tertinggi di dunia setelah Cina dan India.

Perokok mempunyai risiko 2-4 kali lipat untuk terkena penyakit

jantung koroner dan risiko lebih tinggi untuk penyakit kanker paru, di

samping penyakit tidak menular lain yang sebenarnya dapat dicegah.

Konsumsi rokok membunuh satu orang setiap 10 detik (WHO,

2002). Penyebab kematian satu dari dua orang perokok disebabkan oleh

penyakit yang berhubungan dengan konsumsi rokok (Global Smoke

Free Partnership, 2009). Konsumsi rokok di Indonesia telah sampai

pada situasi yang mengkhawatirkan. Dampak yang ditimbulkan tidak

hanya merugikan kesehatan perokok dan orang lain yang terpapar asap

rokok, tetapi mengancam ekonomi keluarga masyarakat miskin

Oleh sebab itu, upaya pengendalian dampak konsumsi rokok di

Indonesia harus dilaksanakan secara komprehensif sebagai tanggung

jawab bersama antara Pemerintah dan masyarakat sehingga derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tinginya dapat terwujud.


Untuk itu pemerintah membuat kebijakan Kawasan tanpa rokok (KTR) yaitu pada :

a. lingkungan kerja,

b. transportasi umum

c. fasilitas kesehatan

d. fasilitas pendidikan

e. rumah ibadah

Rumah Sakit sebagai salah satu tempat yang wajib mengimplementasikan Kawasan

tanpa Rokok (KTR). Didalam Standar Akreditasi Pokja MFK, disebut :

Standar MFK 7.3.

Rumah sakit menyusun dan mengimplementasikan kebijakan pelarangan

merokok.

Maksud dan Tujuan MFK 7.3.

Rumah Sakit menyusun dan mengimplementasikan kebijakan pelarangan

merokok, yang : Berlaku bagi seluruh pasien, keluarga, staf dan pengunjung

Melarang merokok di lingkungan rumah sakit.

Elemen Penilaian MFK 7.3.

Rumah sakit membuat kebijakan dan/atau prosedur untuk melarang.

merokok.

Kebijakan dan/atau prosedur tersebut berlaku bagi pasien, keluarga,

pengunjung dan staf.

Kebijakan dan/atau prosedur tersebut telah dimplementasikan

Anda mungkin juga menyukai