Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terbentuk
melalui jalur sikimat. Flavonoid termasuk flavon, flavonol, isoflavon, dan
flvanon merupakan tipe polifenol yang umum dalam tanaman. Senyawa ini
diproduksi dari unit sinnamoil-CoA dengan perpanjangan rantai menggunakan
3 malonil CoA. Enzim khalkon sintase menggabungkan senyawa ini menjadi
khalkon. Khalkon adalah prekursor turunan flavonoid pada banyak tanaman.
Flavonoid berpotensi sebagai antioksidan dan mempunyai aktivitas sebagai
anti bakteri, anti inflamasi, anti alergi dan anti trombosis.
Penetapan kadar flavonoid dapat dilakukan melalui suatu metode
menggunakan pereaksi AlCl3 yang disebut kolorimetri. Metode kolorimetri
alumunium klorida adalah metode yang terpilih untuk analisis flavonoid secara
spektroskopi UV-Vis. Prinsip penetapan kadar flavonoid metode alumunium
klorida adalah terjadinya pembentukan kompleks antara aluminium klorida
dengan gugus keto pada atom C-4 dan gugus hidroksi pada atom C-3 atau C-5
yang bertetangga dari golongan flavon dan flavonol.
Spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk mengukur besar serapan dari
flavonoid yang sebelumnya telah direaksikan dengan metode kolorimetri.
Metode spektrofotometri sering dilakukan karena memiliki beberapa
keuntungan yaitu mempunyai sensitifitas yang tinggi, cara pengerjaan
sederhana, cepat, dan biaya relatif murah. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu
dilakukan penetapan kadar flavonoid total secara spektrofotometri visibel.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari percobaan ini adalah bagaimana penetapan kadar
flavonoid total secara spektrofotometri visibel?
C. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menetapkan kadar flavonoid total
secara spektrofotometri visibel.

D. Manfaat
Manfaat dari percobaan ini adalah agar dapat menetapkan kadar
flavonoid total secara spektrofotometri visibel.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang mengandung 15 atom
karbon dalam inti dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu
dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau
tak dapat membentuk cincin ketiga. Pemakaian bahan herbal alami untuk
menangani penyakit dipercaya dapat membantu memberikan efek kesembuhan
dengan memanfaatkan metabolit sekunder yang dihasilkan seperti flavonoid.
Sejumlah tanaman obat yang mengandung flavonoid telah dilaporkan memiliki
aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang, antialergi, dan
antikanker (Yulianti dkk, 2016).
Senyawa flavonoid diturunkan dari unit C6-C3 (fenilpropana) yang
bersumber dari asam sikimat dan unit C6 yang diturunkan dari jalur poliketida.
Fragmen poliketida ini disusun dari tiga molekul malonil-KoA, yang
bergabung dengan unit C6-C3 untuk membentuk unit awal triketida. Oleh
karena itu, flavonoid yang berasal dari biosintesisi gabungan terdiri atas unit-
unit yang diturunkan dari asam sikimat dan jalur poliketida. Flavonoid terdapat
pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, bunga, buah,
dan biji. Flavonoid terdiri dari beberapa golongan utama antara lain antosianin,
flavonol, dan flavon yang tersebar luas dalm tumbuhan (Wahyulianingsih dkk.,
2016).
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air dan dapat
diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam pelarut tersebut setelah
difraksinasi dengan pelarut non polar. Flavonoid merupakan senyawa fenol
yang dapat berubah warna bila ditambahan basa atau amonia sehingga mudah
dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. Flavonoid mengandung gugus
aromatis terkonjugasi yang menunjukkan serapan yang kuat pada
spektrofotometri (Rais, 2015).
Metode penetapan kadar flavonoid dapat dilakukan dengan metode
kolorimetri menggunakan pereaksi AlCl3. Prinsip penetapan kadar flavonoid
metode alumunium klorida adalah terjadinya pembentukan kompleks antara
aluminium klorida dengan gugus keto pada atom C-4 dan gugus hidroksi pada
atom C-3 atau C-5 yang bertetangga dari golongan flavon dan flavonol.
Sedangkan serapannya diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Kemudian dibuat kurva kalibrasi dengan menghubungkan nilai serapan sebagai
koordinat dan konsentrasi larutan standar sebagai absis (Azizah dkk., 2014).
Metode kolorimetri alumunium klorida adalah metode yang terpilih untuk
analisis flavonoid secara spektroskopi UV-Vis yang dihitung sebagai rutin,
karena menghasilkan parameter yang baik. Flavonoid juga memiliki sistem
karbonil yang terkonjugasi dengan cincin aromatik sehingga karakteristik
flavonoid dapat dilakukan dengan spektrofotometri. Oleh karena itu
spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk menentukan kadar flavonoid, di
mana larutan standar yang digunakan yaitu rutin. Digunakan rutin karena
kebanyakn flavonoid paling sering ditemukan dalam bentuk glikosida seperti
kuarsetin 2-rutinosida. AlCl3 dalam metode ini berfungsi untuk memberikan
efek batokromik dengan melakukan pergeseran ke arah panjang gelombang
yang lebih panjang, sehingga mengubah panjang gelombang standar rutin
untuk masuk ke dalam rentang panjang gelombang UV-Vis (Wahyulianingsih
dkk., 2016).
Spektrofotometer UV-Vis adalah salah satu alat ukur untuk analisa unsur-
unsur berkadar rendah secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Penentuan
secara kualitatif berdasarkan puncak-puncak yang dihasilkan pada spektrum
suatu unsur tertentu pada panjang gelombang tertentu, sedangkan penentuan
secara kuantitatif berdasarkan nilai absorbansi yang dihasilkan dari spektrum
senyawa kompleks unsur yang dianalisa dengan pengompleks yang sesuai
(Noviarty & Dian, 2013). Metode spektrofotometri sering dilakukan karena
memiliki beberapa keuntungan yaitu mempunyai sensitifitas yang tinggi, cara
pengerjaan sederhana, cepat, dan biaya relatif murah (Sudjarwo dkk., 2013).
B. Uraian Bahan
1. Akuades (Ditjen POM, 1979: 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
RM/ BM : H2O/ 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwrna, tidak berasa, dan tidak
berbau
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
2. Etanol (Ditjen POM, 1979: 65)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, alkohol
Rumus struktur : C2H6O
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih,mudah menguap dan
mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
di tempat sejuk, jauh dari nyala
Kegunaan : Antiseptikum / sebagai pelarut
3. NaNO2 (Ditjen POM, 1979: 714)
Nama resmi : NATRIUM NITRIT
Rumus kimia : NaNO2
Pemerian : Hablur atau granul, tidak berwarna atau putih atau
kekuningan, merapuh
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, agak sukar larut dalam
etanol (95%) P
4. NaOH (Ditjen POM, 1979: 412)
Nama resmi : NATRII HYDROXYDUM
Nama lain : Natrium hidroksida
RM/ BM : NaOH/ 40,00
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping,
kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan
hablur, putih, mudah melelh basah. Sangat alkalis
dan korosif. Segera menyerap karbon dioksida.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol
(95%) P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Zat tambahan
5. Senyawa rutin (Ditjen POM, 1979: 74)
Nama lain : 3,3,4,5,7 pentahidroksiflavon 3 rutinosa,
kuersetin 3- rutinosa, rutosida, vitamin B, melin,
fitomelin, eldrin, iliksantin, soforin, globulorieitrin,
paliurosida, osisitrin, mirtikolorin, violakuersitrin,
hirutin, rutozid, rutinosida dan rutobion.
Pemerian :Serbuk halus, warna kuning pucat sampai hijau
kekuningan pucat, tidak berbau atau berbau khas
lemah, tidak berasa, meleleh pada suhu 185 - 192C
dan terurai pada suhu 211 - 215C.
Kelarutan : Larut dalam 1000 bagian air, dalam 200 bagiab air
panas, dalam 600 bagian etanol 95%P, larut dalam
methanol panas, dalam isopropanol dan gliserol P,
praktis tidak larut dalam chloroform dan eter P,
dalam minyak tanah P, dalam aseton P, dalam
benzene P, dalam karbon disulfide P, mudah larut
dalam piridin P dan NaOH 1 N.
Kegunaan : Dapat menyembuhkan beberapa penyakit seperti
pendarahan selaput jala, hipertensi, pendarahan
seperti haemofili, migraine, sakit kepala serta
pendarahan gusi. Penggunaan lain dari rutin adalah
sebagai vitamin P yang efektif dalam campuran
vitamin.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 22 Mei 2017, pukul 13.00
WITA sampai selesai. Tempat dilaksanakannya percobaan ini yaitu di
Laboratorium Farmasi Universitas Halu Oleo.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
a. Batang pengaduk
b. Gelas kimia 100 ml
c. Gelas ukur 100 ml
d. Gelas arloji
e. Labu takar 100 ml, 250 ml
f. Pipet tetes
g. Pipet ukur
h. Spektrofotometer visibel
i. Spoit
j. Timbangan analitik
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
a. Aquades
b. Etanol 96 %
c. AlCl3 10%
d. NaNO2
e. NaOH 50%
f. Mastin (rutin)
g. Tisu
C. Cara Kerja
1. Pembuatan Kurva Baku
Rutin
- ditimbang 100 mg
- dimasukkan dalam labu takar 100 ml
- ditambahkan etanol 96 %
- diencerkan sampai tanda tera
Larutan induk rutin 0,1 mg/mL
- disiapkan 5 buah labu takar100 ml
- dimasukkan ke dalam labu takar masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml,
4 ml, dan 5 ml
- ditambahkan masing-masing 40 ml akuades
- ditambahkan 3 ml larutan NaNO2
- dibiarkan selama 6 menit
- ditambahkan 3 ml AlCl3 10% dan dibiarkan selama 5 menit
- ditambahkan 40 ml NaOH 50%
- ditambahkan akuades hingga tanda tera
- diukur absorbansinya pada 510 nm
- dibuat regresi persamaan liniernya.
Larutan standar
2. Penentuan Kadar Flavonoid
Mastin

- Ditimbang 100 mg mastin


- Dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
- Ditambahkan etanol 96% hingga tanda tera
- Dipipet 3 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
- Ditambahkan 40 ml akuades
- Ditambakan 3 ml larutan NaNO2
- Dibiarkan selama 6 menit
- Ditambahkan 3 ml AlCl3 10% dan dibiarkan selama 5
menit
- Ditambahkan 40 ml NaOH 50 % dan akuades sampai
tanda tera
- Diukur absorbansinya pada 510 nm
- Dihitung kadar sampel dengan menggunakan persamaan
garis regresi linear larutan baku
Hasil pengamatan..?
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan Larutan Baku

No. Konsentrasi Absorbansi

1. 1 ml 0,007

2. 2 ml 0,013

3. 3 ml 0,022

4. 4 ml 0,041

5. 5 ml 0,049

2. Kurva Standar Larutan Baku

Kurva Standar Rutin


0.06
y = 0.0112x - 0.0072
0.05 R = 0.9655

0.04
absorbansi

0.03
absorbansi
0.02 Linear (absorbansi)
0.01

0
0 2 4 6
konsentrasi
3. Perhitungan
y = 0,011x - 0,007
dik : absorbansi sampel = 0,022
dit : kadar sampel : ...?

y = 0,011x - 0,007
0,022 = 0,011x - 0,007
0,011x = 0,022 + 0,007
0,029
x =
0,011
x = 2,636
B. Pembahasan
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon yang banyak
terdapat dalam tumbuhan, baik itu akar, batang, daun, dan bunga. Lebih dari
2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada tiga
kelompok utama yang telah banyak dikenal, yakni antosianin, flavonol, dan
flavon. Flavonoid tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin
aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tak dapat
membentuk cincin ketiga. Sejumlah tanaman obat yang mengandung flavonoid
telah dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus,
antiradang, antialergi, dan antikanker. Percobaan yang dilakukan bertujuan
untuk menetapkan kadar sampel yang mengandung flavonoid, yakni sampel
mastin menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Metode penetapan kadar flavonoid dapat dilakukan dengan metode
spektrofotometri UV-Vis menggunakan pereaksi AlCl3. Prinsip penetapan
kadar flavonoid metode alumunium klorida adalah terjadinya pembentukan
kompleks antara aluminium klorida dengan gugus keto pada atom C-4 dan
gugus hidroksi pada atom C-3 atau C-5 yang bertetangga dari golongan flavon
dan flavonol. Sedangkan serapannya diukur menggunakan spektrofotometer
UV-Vis. Kemudian dibuat kurva kalibrasi dengan menghubungkan nilai
serapan sebagai koordinat dan konsentrasi larutan standar sebagai absis.
Rutin sebagai larutan baku dalam percobaan digunakan karena
kebanyakan flavonoid paling sering ditemukan dalam bentuk glikosida seperti
kuarsetin 2-rutinosida. Sedangkan pereaksi AlCl3 dalam metode ini berfungsi
untuk memberikan efek batokromik dengan melakukan pergeseran ke arah
panjang gelombang yang lebih panjang, sehingga mengubah panjang
gelombang standar rutin untuk masuk ke dalam rentang panjang gelombang
UV-Vis.
Efek batokromik dapat terjadi karena adanya gugus kromofor dan gugus
auksokrom dalam flavonoid. Gugus kromofor merupakan gugus fungsi yang
mampu menyerap atau mengabsorbsi radiasi elektromagnetik di daerah
panjang gelombang ultraviolet. Terikatnya gugus auksokrom pada kromofor
mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang gelombang yang
lebih besar diserta dengan peningkatan intensitas, sehingga panjang gelombang
senyawa rutin yang dihasilkan berada dalam rentang panjang gelombang UV-
Vis.
Spektrofotometri UV-Vis didasarkan pada penyerapan sinar UV-Vis
oleh materi dalam sampel. Penyerapan energi oleh analit dikarenakan energi
molekul tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi atau dengan kata lain
terjadi eksitasi elektron. Spektrofotometri mengikuti hukum Lambert-Beer
yang menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan berbanding
lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Dalam hukum Lambert-Beer
tersebut ada beberapa pembatasan yaitu sinar yang digunakan monokromatis,
penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas yang
sama, senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung
terhadap yang lain dalam larutan tersebut, serta tidak terjadi peristiwa
fluoresensi atau fosforesensi.
Penentuan panjang gelombang maksimum flavonoid perlu dilakukan
guna mengetahui tingkat kepekaan dari sampel yang mengandung flavonoid
dalam menyerap sinar UV-Vis. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh
dalam percobaan adalah 510 nm. Berdasarkan hukum Lambert-Beer, hubungan
konsentrasi dan nilai absorbansi berbanding lurus. Hal ini dapat dilihat pada
data sampel mastin dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5 ml menghasilkan nilai
absorbansi yang terus meningkat seiring kenaikan konsentrasi, yakni 0,007,
0,013, 0,022, 0,041, dan 0,049. Namun dari nilai absorbansi yang diperoleh
dapat dilihat nilai yang diperoleh tidak berada pada rentang absorbansi yang
seharusnya, yaitu 0,2-0,8 nm.
Rentang absorbansi larutan sampel dapat mempengaruhi kurva baku
yang terbentuk. Dari hasil percobaan, kurva baku yang terbentuk tidak linear,
serta nilai r yang diperoleh sebesar 0,965. Nilai r tersebut agak jauh
menyimpang dari nilai r yang seharusnya yakni sebesar 0,999. Dari kurva baku
akan diperoleh persamaan fungsi yang dapat digunakan untuk menentukan
kadar sampel yang mengandung flavonoid. Namun, dikarenakan kesalahan
dalam rentang nilai absorbansi yang tidak mencukupi, maka dapat dikatakan
persamaan fungsi yang diperoleh tidak akurat, sehingga kadar flavonoid yang
terkandung dalam sampel mastin tidak akurat pula. Kadar flavonoid yang
diperoleh dalam sampel mastin adalah sebesar 2,636 ppm.
Kesalahan yang dapat terjadi selama analisis dapat berupa konsentrasi
larutan sampel yang terlalu pekat atau terlalu encer. Hal ini disebabkan
penyerapan hanya dilakukan oleh satu molekul, sehingga konsentrasi larutan
harus rendah, agar tidak terjadi interaksi antar molekul yang dapat
mempengaruhi absorbsi. Selain itu, faktor lainnya yang dapat berpengaruh
adalah zat yang diukur tidak stabil, cahaya yang terserap tidak polikromatis,
dan larutan yang diukur keruh atau tidak jernih.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari perobaan ini adalah kadar senyawa rutin di dalam sampel
Mastin yaitu sebesar 2,636 ppm.

B. Saran
Saran bagi praktikan agar teliti dan berhati-hati dalam pengukuran kadar
menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, D. N., Endang K., dan Fahrauk F., 2014, Penetapan Kadar Flavonoid
Metode AlCl3 pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.),
Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 2 (2).

Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi Ketiga, Departemen Kesehatan RI:
Jakarta.

Noviarty, dan Dian A., 2013, Analisis Neodimium Menggunakan Metode


Spektrofotometri UV-Vis, Jurnal Batan, ISSN 1979-2409.

Rais, Ichwan R., 2015, Isolasi dan Penentuan Kadar Flavonoid Ekstrak Etanolik
Herba Sambiloto, Pharmaciana, Vol. 5 (1).

Sudjarwo, Poedjiarti S., dan Pramitasari A. R., 2013, Validasi Spektrofotometri


Visible untuk Penentuan Kadar Formalin dalam Daging Ayam, Berkah Ilmiah
Kimia Farmasi, Vol. 2 (1).

Wahyulianingsih, Selpida H., dan Abd. Malik, 2016, Penetapan Kadar Flavonoid
Total Ekstrak Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr & Perry),
Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol. 3 (2).

Yulianti R., Amaliah D., dan Aktsar R. A., 2016, Penetapan Kadar Flavonoid Total
dari Ekstrak Etanolik Daun Benalu Mangga, Jurnal Fitofarmaka Indonesia,
Vol. 1 (1).

Anda mungkin juga menyukai