Anda di halaman 1dari 16

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. H
Umur : 5 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Makassar
Status : Belum Menikah
No. Reg : 61 43 12
Tanggal MRS : 29 September 2017

B. ANAMNESIS
Tipe Anamnesis: Alloanamnesis (ibu kandung).
a. Keluhan utama : Nyeri dan bengkak pada bahu sebelah kanan.
b. Riwayat penyakit sekarang : Pasien masuk RS dengan keluhan nyeri
dan bengkak pada bahu sebelah kanan sejak + 1 bulan yang lalu disertai
keluarnya cairan dari luka bekas operasi. Menurut ibu pasien, awal
munculnya keluhan dirasakan sejak pasien mengalami trauma pada bahu
sebelah kanan + 1 bulan yang lalu. Pasien juga sudah menjalani operasi
debridement untuk mengeluarkan abses yang timbul di bahu sebelah kanan
3 hari setelah pasien mengalami trauma. Riwayat demam (+), riwayat
asma (-).
c. Riwayat Penyakit Dulu : Riwayat abses pada bahu kanan.

C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
1. Keadaan umum
- Sakit Sedang
- Composmentis (GCS 15)

1
2. Tanda Vital
- Nadi : 92 x/menit
- Pernapasan : 24 x/menit
- Suhu : 36,6C

a. Status General
1. Kepala
- Bentuk kepala : Normocepali
- Rambut : Hitam, Tidak rontok
- Simetris : Kiri-Kanan
- Deformitas :-
2. Mata
- Eksoptalmus/enoptalmus : -
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Bulat Isokor kiri-kanan
3. Telinga
- Pendengaran : Dalam batas normal
- Nyeri tekan : (-/-)
4. Hidung
- Bentuk : Simetris
- Perdarahan :-
5. Mulut
- Bibir : Kering, tidak sianosis (-)
- Lidah kotor :-
6. Leher
- Inspeksi : Simetris
- Palpasi : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
7. Kulit
- Hiperpigmentasi : -
- Ikterik :-

2
- Petekhie :-
- Sianosis :-
- Pucat :-
8. Thorax
- Inspeksi : Dada simetris kiri kanan (+), Iktus cordis tidak
tampak (-)
- Palpasi : Vocal fremitus sama kiri kanan, krepitasi
clavicula kanan
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Suara napas vesikuler,
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
9. Cor
- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternalis kanan
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri
Batas atas : ICS II linea parasternalis kanan
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising (-)
10. Abdomen
- Inspeksi : Simetris, datar, tidak ada benjolan
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
- - -

- - -

- - -

- Perkusi : tymphani
- Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
11. Punggung
- Tampak dalam batas normal
- Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang

3
12. Genitalia
- Tidak dievaluasi
13. Ekstremitas atas dan bawah
a. Ekstremitas atas:
Dextra : Dalam batas Normal
Sinistra: Dalam Batas Normal
b. Ekstremitas Bawah
Dextra: Dalam Batas Normal
Sinistra: Dalam Batas Normal

D. STATUS LOKALIS (REGIO CLAVICULA DEXTRA)


1. Look : Tampak bekas luka jahitan disertai pus (+), eritema (+), udem (+).
2. Feel: Nyeri tekan (+).
3. Move: Gerak aktif dan pasif dari sendi bahu terbatas karena nyeri.
4. NVD : Sensibilitas dalam batas normal, pulsasi arteri brachialis teraba,
CRT < 2 detik.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
- RBC : 5.330.000 /uL
- WBC : 10.030 /uL
- PLT : 445.000 /uL
- HGB : 11,6 gr /dL
- HCT : 36,8%
- MCV : 69 fl
- MCH : 21,8 pg
- MCHC : 31,5 gr/dL
- CT : 8 00
- BT : 1 30

4
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto Clavicula Dextra posisi AP (Agustus 2017)

F. RESUME
Seorang pasien laki-laki berumur 5 tahun masuk RS dengan keluhan nyeri dan
bengkak pada bahu sebelah kanan sejak + 1 bulan yang lalu disertai keluarnya
cairan dari luka bekas operasi. Menurut ibu pasien, awal munculnya keluhan
dirasakan sejak pasien mengalami trauma pada bahu sebelah kanan + 1 bulan
yang lalu. Pasien juga sudah menjalani operasi debridement untuk mengeluarkan
abses yang timbul di bahu sebelah kanan 3 hari setelah pasien mengalami trauma.
Riwayat demam (+), riwayat asma (-).
Pada pemeriksaan fisik tampak bekas luka jahitan disertai pus (+), eritema (+),
udem (+) pada regio clavicula dextra. Nyeri tekan (+), gerak aktif dan pasif dari
sendi bahu terbatas karena nyeri, sensibilitas dalam batas normal, pulsasi arteri
brachialis teraba, CRT < 2 detik.

G. DIAGNOSIS
1. Osteomielitis Clavicula Dextra
5
H. PENATALAKSANAAN
1. Medikamenosa
IVFD RL 20 tpm
Inj Cefoperazone 250 mg/iv (pre-op)
Co-Amoxiclav syr 3x1 cth

2. Tindakan
- Rencana Debridement
- Pemeriksaan Kultur Pus setelah debridement

6
BAB II

DISKUSI

A. PENDAHULUAN

Osteomielitis (berasal dari kata osteo dan mielitis) adalah radang tulang yang
disebabkan oleh organisme piogenik, walaupun berbagai organ infeksi lain juga
dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui
tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa, dan periosteum.1
Organisme dapat menginfeksi tulang atau sendi dengan cara sebagai
berikut: (1) melalui penyebaran hematogen; (2) melalu external inokulasi dari
penetrasi luka, seperti fraktur terbuka, atau setelah beberapa jenis operasi; atau (3)
melalu ekstensi dari struktur berdekatan yg telah terinfeksi. Rute masuknya
infeksi penting pada presentasi pasien dan penatalaksanaannya.2

B. ANATOMI
Dalam anatomi manusia, tulang selangka atau clavicula adalah tulang yang
membentuk bahu dan menghubungkan lengan atas pada batang tubuh.

Gambar 1. Anatomi Clavicula

7
Clavicula berbentuk kurva-ganda dan memanjang. Clavicula merupakan satu-
satunya tulang yang memanjang horizontal dalam tubuh. Terletak di atas tulang
rusuk pertama. Pada ujung medial, clavicula bersendi pada manubrium dari
sternum (tulang dada) pada sendi sternoclavicularis. Pada bagian ujung lateral
bersendi dengan acromion dari scapula (tulang belikat) dengan sendi
acromioclavicularis. Pada wanita, clavicula lebih pendek, tipis, kurang
melengkung, dan permukaannya lebih halus. Walaupun dikelompokkan dalam
tulang panjang, clavicula adalah tulang satu-satunya yang tidak memiliki rongga
sumsum tulang seperti pada tulang panjang lainnya.
Clavicula adalah tulang pertama yang mengalami proses
pengerasan osifikasi selama perkembangan embrio minggu ke-5 dan 6. Clavicula
juga yang merupakan tulang terakhir yang menyelesaikan proses pengerasan
yakni pada usia 21 tahun.

C. EPIDEMIOLOGI

Pada keseluruhan insiden terbanyak pada negara berkembang. Osteomyelitis


pada anak-anak sering bersifat akut dan menyebar secara hematogen, sedangkan
osteomielitis pada orang dewasa merupakan infeksi subakut atau kronik yang
berkembang secara sekunder dari fraktur terbuka dan meliputi jaringan lunak. 3,4
Kejadian pada anak laki-laki lebih sering dibandingkan dengan anak
perempuan dengan perbandingan 4:1. Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang
panjang, misalnya femur, tibia, humerus, radius, ulna dan fibula. Namun tibia
menjadi lokasi tersering untuk osteomielitis post trauma karena pada tibia hanya
terdapat sedikit pembuluh darah. 3,4
Faktor-faktor pasien seperti perubahan pertahanan netrofil, imunitas humoral,
dan imunitas selular dapat meningkatkan resiko osteomielitis. 4
Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatus
adalah sekitar 1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian pada pasien dengan
anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah trauma
pada kaki sekitar 16% (30-40% pada pasien dengan DM). Insidensi osteomielitis
vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. Osteomielitis hematogen
8
akut banyak ditemukan pada anak-anak, anak laki-laki lebih sering terkena
dibanding perempuan (3:1). Tulang yang sering terkena adalah tulang panjang dan
tersering adalah femur, tibia, humerus, radius, ulna, fibula. Pada dewasa infeksi
hematogen biasanya paling banyak pada tulang vertebra dibandingkan tulang
panjang.
Orang dewasa terkena karena menurunnya pertahanan tubuh karena
kelemahan, penyakit ataupun obat-obatan. Diabetes juga berhubungan dengan
osteomielitis, imunosupresi sementara baik yang didapat ataupun di induksi
meningkatkan faktor predisposisi, trauma menentukan tempat infeksi,
kemungkinan disebabkan oleh hematom kecil atau terkumpulnya cairan di tulang.
Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal ke
jaringan lunak yang terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi kronis, dengan
rasa nyeri dan kecacatan; amputasi ekstremitas yang terlibat; infeksi umum; atau
sepsis. Sebanyak10-15% pasien dengan osteomielitis vertebral mengembangkan
temuan neurologis atau kompresi corda spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak
dengan osteomielitis tulang panjang dapat berkembang menjadi trombosis vena
dalam (DVT). Perkembangan DVT juga dapat menjadi penanda adanya
penyebarluasan infeksi.
Komplikasi vaskular tampaknya lebih umum dijumpai dengan Staphylococcus
Aureus yang resiten terhadap methacilin yang didapat dari komunitas
(Community-Acquired Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus / CA-MRSA)
dari yang sebelumnya diakui.

D. KLASIFIKASI

Osteomielitis biasanya dikategorikan sebagai akut atau kronik berdasarkan


dari temuan histopatologis dibandingkan dengan durasi dari infeksi. Akut
osteomielitis diasosiasikan denga inflamasi pada tulang yang disebabkan bakteri
patogen, dan gejala tipikalnya muncul diantara dua minggu setelah infeksi. Tulang
yang nekrosis terdapat pada kronik osteomielitis, dan gejala dapat tidak tampak
sampai minggu 6 setelah onset infeksi. Klasifikasi lebih lanjut dari osteomielitis
didasarkan pada dugaan mekanisme infeksi (misalnya, hematogen atau inokulasi
9
langsung bakteri ke dalam tulang dari jaringan yang terinfeksi atau luka kronis
yang terbuka).5
Osteomielitis secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan
klinis, yaitu osteomielitis akut, subakut, dan kronis. Hal tersebut tergantung dari
intensitas proses infeksi dan gejala yang terkait.6

E. OSTEOMIELITIS HEMATOGEN AKUT

Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum


tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogenik dimana mikroorganisme
berasal dari fokus di tempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. Osteomielitis
hematogen akut merupakan infeksi yang terjadi sampai 2 minggu setelah onset.
Kelainan ini sering ditemukan pada anak-anak dan sangat jarang pada orang
dewasa. Diagnosis yang dini sangat penting oleh karena prognosis tergantung dari
pengobatan yang tepat dan segera.2,7
1. Etiologi
Sebanyak 90 % disebabkan oleh Stafilokokus aureus hemoliticus (koagulasi
positif) dan jarang oleh streptokokus hemolitikus. Pada anak umur di bawah 4
tahun sebanyak 50 % disebabkan oleh Hemofilus influenza. Adapun organisme
lain seperti B. Colli, B. Aerogenus kapsulata, Pneumococcus sp, Salmonella
tifosa, Pseudomonas aerogenus, Proteus mirabilis, Brucella sp, dan bakteri
anaerobik yaitu Bakteroides fragilis juga dapat menyebabkan osteomielitis
hematogen akut.1,7,8
2. Patofisiologi
Gambar skematis perjalanan penyakit osteomielitis
a) Fokus infeksi pada lubang akan berkembang dan pada tahap ini
menimbulkan edema periosteal dan pembengkakan jaringan lunak.
b) Fokus kemudian semakin berkembang membentuk jaringan eksudat
inflamasi yang selanjutnya terjadi abses subperiosteal serta selulitis di
bawah jaringan lunak.
c) Selanjutnya terjadi elevasi periosteum diatas daerah lesi, infeksi
menembus periosteum dan terbentuk abses pada jaringan lunak di mana
10
abses dapat mengalir keluar melalui sinus pada permukaan kulit. Nekrosis
tulang akan menyebabkan terbentuknya sekuestrum dan infeksi akan
berlanjut kedalam kavum medula.

Gambar 2. Skema perjalanan penyakit osteomielitis.9

Gambar 3. Proses infeksi dapat mengikis periosteum dan membentuk


sinus melalui jaringan lunak dan kulit untuk drainase eksternal.
Proses dipengaruhi oleh virulensi organisme, ketahanan host,
pemberian antibiotik dan respon sklerosis.2

11
Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut tergantung pada
umur, daya tahan penderita, lokasi infeksi serta virulensi kuman. Infeksi terjadi
melalui aliran darah dari fokus tempat lain dalam tubuh pada fase bakterimia dan
dapat menimbulkan septikemia.9
Embolus infeksi kemudian masuk ke dalam juksta epifisis pada daerah
metafisis tulang panjang. Proses selanjutnya terjadi hiperemi dan edema didaerah
metafisis disertai pembentukan pus. Terbentuknya pus menyebabkan tekanan
dalam tulang bertambah. Peninggian tekanan dalam tulang mengakibatkan
terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh darah tulang yang
akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Di samping itu pembentukan tulang baru
yang ekstensif terjadi pada bagian dalam periosteum sepanjang diafisis (terutama
anak-anak) sehingga terbentuk suatu lingkungan tulang seperti peti mayat yang
disebut involucrum dengan jaringan sekuestrum didalamnya. Proses ini terlihat
jelas pada akhir minggu kedua. Apabila pus menembus tulang, maka terjadi
pengaliran pus (discharge) dari involucrum keluar melalui lubang yang disebut
kloaka atau melalui sinus pada jaringan lunak dan kulit.1,6
3. Gambaran Klinis
Osteomielitis hematogen akut berkembang secara progresif atau cepat. Pada
keadaan ini mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bakterial pada kulit dan
saluran napas atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah
infeksi, nyeri tekan, dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang
bersangkutan.1
Gejala-gejala umum timbul akibat bakterimia dan septikemia berupa panas
tinggi, malaise serta nafsu makan yang berkurang. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya gejala nyeri tekan dan gangguan pergerakan sendi oleh karena
pembengkakan sendi dan gangguan akan bertambah berat bila terjadi spasme
lokal.1

12
Gambar 4. Gambaran Klinis Osteomielits Hematogen.2

4. Evaluasi dan Penatalaksanaan


Pemeriksaan darah rutin termasuk hitung darah lengkap, laju endap darah dan
atau CRP, anteroposterior dan lateral radiograf dari area yang terkena, kultur
darah dan aspirasi di lokasi yang terkena. Sel darah putih meningkat pada
osteomielitis tapi dapat berada dalam batas normal. LED dan CRP level biasanya
meningkat. Pemeriksaan foto plos dalam sepuluh hari pertama tidak ditemukan
kelainan radiologis yang berarti dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan
jaringan lunak. Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari (2
minggu) berupa refraksi tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan
pembentukan tulang baru di bawah periosteum yang terangkat.1,2
Pengobatan berupa istirahat dan pemberian analgesik untuk menghilangkan
nyeri, pemberian cairan intravena dan kalau perlu transfusi darah, istirahat lokal
dengan bidai atau traksi, pemberian antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab
utama yaitu stafilokokus aures sambil menunggu hasil biakan oleh kuman.
Antibiotik diberikan selama 3 6 minggu dengan melihat keadaan umum dan laju
endap darah penderita. Antibiotik tetap diberikan hingga 2 minggu setelah laju
endap darah normal.
Drainase bedah, apabila setelah 24 jam pengobatan lokal dan sistemik
antibiotik gagal (tidak ada perbaikan keadaan umum), maka dapat
dipertimbangkan drainase bedah.1

13
F. OSTEOMIELITIS HEMATOGEN SUBAKUT

Osteomielitis hematogen subakut terjadi sekunder terhadap infeksi oleh


organisme yang kurang virulen ditambah dengan respon yang lebih efektif dari
sistem kekebalan tubuh. Anak anak yang terkena osteomieltis hematogen
subakut biasanya lebih tua, mulai usia dari 2 16 tahun. Dengan gambaran klinis
demam ringan, temuan pemeriksaan fisik sering dalam batas normal atau mungkin
menunjukkan edema terlokalisasi. Sel darah putih biasanya normal dan LED dapat
meningkat atau normal. Radiografi menunjukkan elevasi periosteal dan
pembentukan tulang baru. Pada pemeriksaan histologis biasanya terdapat kavitas
dengan batas tegas pada tulang kanselosa dan mengandung cairan seropurulen.
Kavitas dilingkari oleh jaringan granulasi yang terdiri atas sel-sel inflamasi akut
dan kronik dan biasanya terdapat penebalan trabekula.

G. OSTEOMIELITIS KRONIS

Osteomielitis kronis umimnya merupakan lanjutan dari osteomielitis akut


yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik. Osteomieltis kronik dapat
juga terjadi setelah fraktur terbuka atau setalah tindakan operasi pada tulang.
Pasien dengan osteomielitis hematogen kronik tipikalnya memiliki gejala yang
telah berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Sering
terdapat sequester. Sebuah saluran sinus pada kulit mungkin terjadi. Saluran ini
menjadi tempat drainase cairan purulen dan juga sebagai portal untuk masuk nya
infeksi sekunder pada tulang.
Di negara negara berkembang, osteomielitis kronis relatif umum pada anak
anak dan biasanya diikuti dengan keterlambatan pengobatan. Di negara maju
kondisi ini jarang terjadi pada anak anak dan paling sering terjadi pada orang
dewasa, baik sekunder karena diakibatkan fraktur terbuka atau langsung akibat
ekstensi dari kaki diabetik pada pasien diabetes melitus. Pada foto rongen dapat
ditemukan adanya tanda tanda porosis dan sklerosis pada tulang, penebalan
periost, elevasi periosteum dan mungkin adanya sekuestrum. Kronik osteomielits
memiliki gambaran yang bervariasi. Pasien biasanya mengeluh nyeri dan
pembengkakan. Keluarnya pus dari sinus biasanya telah terkontaminasi dengan
14
organisme pada lapisan kulit, sehingga biopsi pada tulang seringkali diperlukan
jika terdapat materi kultur yang dapat diperoleh. Pengobatan osteomielitis kronis
memerlukan debridement agresif terhadap semua tulang yang telah nekrosis dan
jaringan vaskularisais marjinal, seperti skar fibrosa disekitar sinus atau sekuester.
Setelah eksisi semua jaringan yang terinfeksi, luka dapat ditutup dengan
penggunaan flap otot. Prosedur ini mengurangi kekambuhan dengan
meminimalkan resiko kontaminasi sekunder dengan organisme lain dan sebagai
dekompresi pada tulang dan memudah kan antibiotik mencapai sasaran dan
mecegah penyebaran osteomieltis lebih lanjut. Osteomielitis kornis tidak dapat
diobati dengan antibiotik semata mata, pemberian antibiotik ditujukan untuk
mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya dan mengontrol
eksaserbasi akut.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif


Watampone. 2007.
2. Greene, B Walter. Netters Orthopaedics. UK: Lippincott Williams &
Wilkins. 2005. p. 1868-76.
3. Siregar P. Osteomielitis. Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah
Staff Pengajar FK UI. Binarupa Aksara. Jakarta. 1995. Hal 472 74.
4. King R., Johnson D. Osteomyelitis. www.emedicine.com. Last updated: Nov
4, 2008.
5. Hatzenbuehler John. Diagonsis and Management of Osteomyelitis. Am Fam
Physician. 2011.
6. Canale ST, Beaty JH. Chapter 16 Osteomyelitis. Dalam: Campbell's
Operative Orthopaedics, 11th ed. Pennsylvania: Saunders Elsevier Publishing.
2007.
7. Brinker. Review of Orthopaedic Infections. Pennsylvania: Saunders Company.
2001.
8. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.
Jakarta: EGC. 2000.
9. Wilson Scott C. Chapter 8 orthopedic infections. Dalam: Current Diagnosis
& Treatment in Orthopedics, fourth edition. New Orleans: The McGraw-Hill
Companies. 2006.

16

Anda mungkin juga menyukai