Daftar Pustaka:
1. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.2004
2. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical Practice. Edisi
16.USA: W.B Saunders companies.2002
3. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill companies.2005
Hasil Pembelajaran
1. Temuan pemeriksaan Peitonitis ec Appendicitis Perforasi
2. Diagnosis Peitonitis ec Appendicitis Perforasi
3. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan
4. Tatalaksana Peitonitis ec Appendicitis Perforasi
5. Tatalaksana bedah
6. Komplikasi yang dapat terjadi
1. Subyektif:
Pasien datang dengan keluhan nyeri di seluruh perut sejak 2 hari yang lalu Pada awalnya nyeri
dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah diperut kanan bawah lalu nyeri dirasakan diseluruh
bagian perut. Nyeri dirasakan terus-menerus. Pasien mengalami demam sejak 2 hari SMRS terus-
menerus sepanjang hari. Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan, mual (+) muntah (+) (1x,
kemarin, isi makanan, hari ini sudah tidak muntah) dan perut terasa kembung. Pasien juga
mengalami BAB cair 1x, warna coklat, darah (-) lendir (-) bau busuk (-). BAK kurang lancar.
2. Obyektif:
Tanda vital :
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 100x/ menit
RR : 20x/ menit
Suhu : 39,1 C
Pasien mengalami demam tinggi yang menandakan telah terjadinya suatu proses
infeksi.
Status Lokalis Abdomen: Sedikit membucit, teraba keras. Defans muskuler (+)
diseluruh lapang abdomen. Nyeri tekan di seluruh lapang abdomen (+) terutama bagian
kanan bawah (Mc. Burney sign). Nyeri lepas (+) Psoas sign (+) Obturator sign (+)
Rovsing sign (+). Bising usus menurun.
Hal ini sesuai pada tanda klinis apendisitis. Biasanya penderita berjalan membungkuk
sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung (+) bila terjadi perforasi, penonjolan
perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses. Defans musculer (+) karena
rangsangan M.Rektus abdominis. Defance muscular menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal.
Alvarado Score menunjukkan nilai total 10 yang berarti pasien ini pasti mengalami
appendicitis (score 1-4 = sangat mungkin bukan appendicitis; 5-7 = sangat mungkin
appendicitis; 8-10 = pasti appendicitis akut)
Hasil laboratorium : Leukosit : 23.000/ uL. Leukosit meningkat atau leukositosis
menunjukkan adanya suatu proses inflamasi.
3. Assessment :
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien ini adalah Peritonitis e.c.
susp. Apendisitis akut perforasi. Gejala utama pada apendisitis adalah nyeri abdomen. Distensi
appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan dipersepsikan sebagai nyeri
visceral pada mulanya di daerah epigastrium dan periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam,
tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual
dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi
beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut
sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan
sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.
Hampir tujuh puluh lima persen penderita disertai dengan vomitus akibat aktivasi N.vagus,
namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali.
Penderita apendisitis juga mengeluh obstipasi dan beberapa penderita mengalami diare, hal
tersebut timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum.
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 38,50C tetapi bila
suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi, suhu badan pasien adalah 39,1 C maka kemungkinan
besar telah terjadi perforasi.
Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk berkembang biak.
Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limfa, terjadi oedem yang
lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada
iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks;
diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat konsekuensi pelepasan mediator inflamasi dari
jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan dengan
peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada
lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burneys. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan
bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri
somatic biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat
terjadinya rupture dan penyebaran infeksi
Komplikasi apendisitis yang dapat terjadi adalah Perforasi. Keterlambatan penanganan
merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya
abscess lokal atau peritonitis umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah
perforasi dan kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks
mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan nyeri makin hebat meliputi
seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh
perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.
Komplikasi yang lain yaitu peritonitis generalisata dan terbentuknya massa periapendikular.
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis.
Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus
menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam,
lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang.
4. Planning :
Terapi Konservatif / Medikamentosa:
IVFD D5 15 tpm
Awasi tanda-tanda shock pasang kateter + balance cairan, cek urin dengan target
1cc/kgbb/jam
Puasa
Pasang NGT untuk dekompresi
Cefotaxime 3x1 gr
Metronidazole 3x500 mg
Ketorolac 3x1 amp
Omeprazole 2x1 amp
Konsultasi dengan dr. Sp.B KBD