Anda di halaman 1dari 30

BAB II

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. A Tn. M Ny. W
Umur 2 tahun 40 tahun 37 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan
Alamat Jl. Yon Armed 07, Cikiwul, Bantargebang, Bekasi
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Betawi
Pendidikan - SMP SMP
Pekerjaan - Wiraswasta Ibu rumah tangga
Keterangan Hubungan dengan
orang tua: Anak
Kandung
Tanggal Masuk 25 Oktober 2016
RS

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 26 Oktober 2016 pukul 09.00 di bangsal
Melati RSUD Kota Bekasi.
a. Keluhan Utama :
Bengkak seluruh tubuh sejak 2 minggu SMRS.
b. Keluhan Tambahan :
Sulit BAK dan makan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa ke poli RSUD Kota Bekasi pada tanggal 25 Oktober
2016 oleh orang tuanya dengan keluhan bengkak seluruh tubuh sejak 2
minggu SMRS. Bengkak diawali dengan bengkak pada kedua kelopak mata
pada pagi hari kemudian di kaki dan terakhir di perut. Pasien kesulitan dalam
buang air kecil dimana dalam sehari, pasien hanya buang air kecil sebanyak 1-
2x. Selain itu, napas terlihat berat sejak 2 hari SMRS disertai pembengkakan
pada alat kelamin pasien. Pasien juga kesulitan dalam makan.
Pada bulan Agustus 2016, pasien pernah mengalami hal seperti ini
dimana bengkak pada seluruh tubuhnya dan dirawat di RS Cilengsi. Pasien
dirawat selama 5 hari dan bulan Oktober ini, pasien tidak sesak serta
bengkak lebih parah dibandingkan dengan bulan Agustus lalu.
Pasien menyangkal adanya demam, pilek, keringat pada malam hari,
kejang, serta gangguan BAB.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Candidiasis - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
DBD - Kejang - Darah -
Thypoid - Gastritis - Radang paru -
Otitis - Herpes - Tuberkulosis -
Zooster paru
Parotis - Operasi - Morbili -

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada.

f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


KEHAMILAN Morbiditas Tidak ada

Perawatan antenatal Rutin kontrol, 1x perbulan,


Bidan

KELAHIRAN Tempat kelahiran Klinik

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinan Spontan

Masa gestasi Cukup bulan (37 minggu)

Keadaan bayi BBL: 4000 gram


PB: 51cm

2
Tidak ada kelainan

g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :


Pertumbuhan gigi I : usia 5 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
Tengkurap : 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Duduk : 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : 10 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 15 bulan (Normal: 12-18 bulan)
Bicara : 15 bulan (Normal: 12-18 bulan)
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien baik

h. Riwayat Makanan
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim

0-2 + - - -

2-4 + - - -

4-6 + - - -

6-7 + + + +

8-10 + + - +

Kesan : Pasien mendapat ASI hingga pasien berusia 24 bulan.

i. Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)

BCG Lahir

DPT 2 bln 4 bln 6 bln -

Polio Lahir 2 bln 4 bln 6 bln

Campak - - - 9 bln

Hepatitis B Lahir 1 bln 6 bln -

Kesan :Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap.

3
j. Riwayat Keluarga
Ayah Ibu

Nama Tn. M Ny. W

Perkawinan ke 1 1

Umur perkawinan 9 tahun 9 tahun

Keadaan kesehatan Sehat Sehat

k. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :


Pasien tinggal di rumah kontrakan, dinding terbuat dari tembok, atap
terbuat dari genteng, dan ventilasi kurang. Dalam 1 rumah terdapat 4 anggota
keluarga. Menurut pengakuan keluarga pasien, lingkungan rumah padat
penduduk. Sumber air bersih berasal dari sumur.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 26 Oktober 2016 di bangsal Melati
RSUD Kota Bekasi.
Status generalis (Anak laki-laki, 2 tahun, BB: 12 kg, TB: 85 cm)
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Tanda Vital
Kesadaran :Compos mentis
Frekuensi nadi :104 x/m
Frekuensi pernapasan : 28 x/m
Suhu tubuh :36,40C
c. Data antropometri
Berat badan :12 kg
Tinggi badan : 85 cm
o BB/TB :
o BB/U :
o TB/U :

4
5
d. Kepala
Bentuk : Normocephali, simetris, ubun-ubun tidak
cekung
Rambut : Rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-,
pupil bulat isokor, udema palpebra +/+
Telinga : Normotia, sekret -/-, otalgia -/-
Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, NCH -/-,
hematom (-)
Mulut : Bibir kering, lidah kotor (-)
Leher : Bentuk simetris, pembesaran KGB (-)

e. Thorax
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Gerak napas simetris
Perkusi : Sonor pada hemithorax kanan dan kiri
Auskultasi
Pulmo : Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Cor : BJI dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
f. Abdomen
Inspeksi : Perut cembung
Auskultasi : Bising usus normal, frekuensi 2x/menit
Palpasi : Teraba distensi
Perkusi : Nyeri ketuk (-), redup di seluruh lapang abdomen,
shifting dullness (+)
g. Kulit : Pucat (-), ikterik (-), petekie (-)
h. Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), udema (+), CRT< 2 detik.
i. Genitalia : Oedem skrotum (+)
j. Status neurologis
Kesadaran kuantitatif : GCS (E4 V6 M5 = 15)

6
Refleks Fisiologis
Pemeriksaan Kanan Kiri

Superior dan Inferior

Bisep + +

Trisep + +

Patela + +

Achiles + +

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium hematologi (25/10/2016)

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hemoglobin 11,4 g/Dl 13 17,5

Hematokrit 37,4 % 40 54

Eritrosit 4,96 juta/uL 45

LED 90 mm 0 10

Leukosit 17,7 ribu u/L 5 10

Trombosit 550 ribu/uL 150 400

MCV 75,5 fL 82 92

MCH 23,0 pg 27 32

MCHC 30,5 % 32 37

Basophil 0 <1

Eosinophil 3 1-3

Batang 0 2-6

Segmen 27 52 70

Limfosit 68 20 40

Monosit 2 28

GDS 102 mg/dL 60 110

Natrium 132 mmol/L 135 145

Kalium 4.4 mmol/L 3,5 5,0

7
Clorida 98 mmol/L 94 111

b. Kimia klinik
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Albumin, globulin
Protein total 3.30 g/dL 6.6 - 8.0
Albumin 1.42 g/dL 3.5 4.5
Globulin 1.88 g/dL 1.5 3.0

c. Urine
Urin lengkap
Kimia urine
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
pH 6,0 5.0 8.0
Berat jenis 1025 1005 1030
Albumin urine Positif 3 (+++) Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Urobilinogen 0.2 0.1 1
Bilirubin Negatif Negatif
Darah samar Negatif Negatif
Lekosit esterase Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Mikroskopis urine
Eritrosit 0 - 2 /lpb <=2
Lekosit 0 5 /lpb <=5
Silinder Granula + Negatif
Epitel Gepeng + Gepeng (+)
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Positif 1 (+) Negatif
Lain-lain Negatif Negatif

IV. RESUME
Pasien dibawa ke poli RSUD Kota Bekasi pada tanggal 25 Oktober 2016 oleh
orang tuanya dengan keluhan bengkak seluruh tubuh sejak 2 minggu SMRS.
Bengkak diawali dengan bengkak pada kedua kelopak mata kemudian di kaki dan
terakhir di perut. Pasien kesulitan dalam buang air kecil dimana dalam sehari,

8
pasien hanya buang air kecil sebanyak 1-2x. Selain itu, napas terlihat berat sejak
2 hari SMRS disertai pembengkakan pada alat kelamin pasien.
Pada bulan Agustus 2016, pasien pernah mengalami hal seperti ini dimana
bengkak pada seluruh tubuhnya dan dirawat di RS Cilengsi. Pasien dirawat
selama 5 hari dan bulan Oktober ini, pasien tidak sesak serta bengkak lebih
parah dibandingkan dengan bulan Agustus lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, cm,
nadi 104 x/m, pernapasan 28 x/m, suhu 36,40C. Konjungtiva anemis +/+, oedem
palpebra +/+, bibir kering. Pada abdomen terlihat perut cembung, distensi, redup
diseluruh lapang abdomen. Pada genitalia didapatkan oedem skrotum, dan
ekstremitas teraba hangat disertai oedem (+).
Pada pemeriksaan penunjang diperoleh Hb 11,4 g/dL, Ht 37,4 %, leukosit 17,7
ribu, LED 90 mm, trombosit 550 rb, Na 132 mmol, protein total 3,30 g/dL,
albumin 1,42 g/dL, warna urin agak keruh, albumin urin positif 3, silinder
granula +, bakteri positif 1.

V. DIAGNOSIS KERJA
- Edema anasarka ec sindroma nefrotik idiopatik

VI. DIAGNOSIS BANDING


- Glomerulonephritis

VII.PEMERIKSAAN ANJURAN
- Rontgen thorax
- Lemak darah

VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
IVFD Kaen 3b 10 tpm/makro
Infus albumin 20% 50 cc
Prednisone 2mg/kgBB/hr 24 mg/hr : @5 mg
Furosemide 1-2 mg/kgBB/hr 12 mg/hr
Amoxicillin 20-40 mg/kgBB/hr 240 mg/hr : @80 mg

9
Non medikamentosa
Tirah baring
Nutrisi :Diet protein : 1,5-2 mg/kgBB/hr
Diet rendah garam : 1-2 g/hr

IX. PROGNOSIS
Ad vitam :dubia ad bonam
Ad fungsionam :dubia ad bonam
Ad sanationam :dubia ad bonam

X. FOLLOW UP
S O A P
26/10/2016 Susah BAK dan KU: CM, TSS Sindroma nefrotik - IVFD K3A: 10
belum BAB, demam RR: 30 x/mnt tpm
(-), sesak (-) T: 36,70C - Prednisone 2-2-1
HR: 108 x/mnt tab
Mata: ca+/+, si-/-,
oedem palpebra +/+
Thorax: bj I-II reg,
m(-), g(-), snv +/+,
rh -/-, wh -/-
Abd: buncit, BU (+),
distensi, asites (+),
N, redup.
Gen: skrotum
oedem,
transiluminasi (+)
Ekstremitas: Akral
hangat (+), oedem
(+), palmar dan
plantar pucat
27/10/2016 Ganti popok sudah KU: CM, TSS Sindroma nefrotik - IVFD K3A: 10
3x, demam (-), sesak HR: 132x/m tpm
(-). RR: 28x/m - Prednisone 2-2-1
T: 36,70C tab
Mata: ca +/+, si -/-,
oedem palpebra +/+ Balance cairan:
Thorax: bj I-II reg, Input: 470
m(-), g(-), snv +/+, Output: 476
rh -/-, wh -/-
Abd: buncit, BU (+) BC= -6 cc
N, tampak distensi,

10
asites (+), redup.
Gen: skrotum
oedem,
transiluminasi (+)
Ekstremitas: Akral
hangat (+), oedem
(+), palmar dan
plantar pucat
28/10/2016 Sudah bisa BAK, KU: CM, TSS Sindroma nefrotik - IVFD K3A: 10
bengkak pada alat HR: 132x/m tpm
kelamin <, demam (- RR: 28x/m - Prednisone 2-2-1
), sesak (-) T: 37,20C tab
Mata: ca +/+, si -/-, - Infus albumin
oedem palpebra +/+ 20% 50 cc
Thorax: bj I-II reg, - Furosemid 1x0,5
m(-), g(-), snv +/+, cc
rh -/-, wh -/-
Abd: buncit, BU (+) Balance cairan:
N, tampak distensi, Minum: 200 cc
asites (+), redup Infus: 300 cc
Gen: skrotum Urin: 400 cc
oedem,
transiluminasi (+) BC= +100 cc
Ekstremitas: Akral
hangat (+), oedem
(+), palmar dan
plantar pucat

Lab alb: 0,65 g/dL


29/10/2016 Bengkak di kelamin KU: CM, TSS Sindroma nefrotik - IVFD K3A 10
berkurang, napsu HR: 98x/m tpm
makan bertambah, RR: 30x/m - Infus albumin
demam (-), sesak (-). T: 36,80C 20% 50cc
Mata: ca+/+, si-/-, - Prednisone 2-2-1
oedem palpebra +/+ tab
Thorax: bj I-II reg, - Furosemid 1x0,5
m(-), g(-), snv +/+, cc
rh -/-, wh -/- - Aspar k 2x1/2
Abd: BU (+) N, tab
tampak distensi,
asites (+), redup
Gen: oedem <, Balance cairan:
transiluminasi (+) Minum: 300 cc
Ekstremitas: Akral Infus: 500 cc
hangat (+), oedem Urin: 400 cc
(+)
BC= +400 cc

11
Lab alb: 0,92 g/Dl
30/10/2016 Bengkak di kelamin KU: CM, TSS Sindroma nefrotik - IVFD K3A 10
berkurang, napsu HR: 102x/m tpm
makan bertambah, RR: 26x/m - Infus albumin
demam (-), sesak (-). T: 36,90C 20% 50cc
Mata: ca+/+, si-/-, - Prednisone 2-2-1
oedem palpebra +/+ tab
Thorax: bj I-II reg, - Furosemid 1x0,5
m(-), g(-), snv +/+, cc
rh -/-, wh -/- - Aspar k 2x1/2
Abd: BU (+) N, tab
tampak distensi,
asites (+), redup
Gen: oedem <, Balance cairan:
transiluminasi (+) Minum: 600 cc
Ekstremitas: Akral Infus: 50 cc
hangat (+), oedem Urin: 900 cc
(+)
BC= -250 cc

31/10/2016 Bengkak sudah KU: CM, TSS Sindroma nefrotik - IVFD T27A : 10
berkurang (wajah, HR: 104x/m tpm
perut, kelamin), RR: 26x/m - prednisone 2-2-1
BAK sudah banyak, T: 36,40C tab
sesak (-), demam (-). Mata: ca+/+, si-/-, - Furosemid 1x0,5
oedem palpebra +/+ cc
min - Aspar k 2x1/2
Thorax: bj I-II reg, tab
m(-), g(-), snv +/+,
rh -/-, wh -/- Balance cairan
Abd: asites <<, Minum: 600 cc
supel, BU (+) N, Infus: 50 cc
redup Urine: 1000 cc
Gen: oedem (-)
Ekstremitas: Akral BC = -350 cc
hangat (+), oedem
(+) min

Lab alb: 1,16 g/dL


1/11/2016 BAK sudah banyak KU: CM, TSS Sindroma nefrotik - IVFD T27A: 10
dan lancar, perut HR: 100x/m tpm
masih sedikit RR: 24x/m - Prednisone 2-2-1
bengkak. T: 36,60C tab
Mata: ca+/+, si-/-, - Lasix 1x0,5 cc
oedem palpebra +/+ - Arpar k 2x1/2
min tab
Thorax: bj I-II reg,

12
m(-), g(-), snv +/+, Balance cairan
rh -/-, wh -/- Minum: 165 cc
Abd: asites <<, Infus: 50 cc
supel, BU (+) N, Urine: 1500 cc
redup min.
Gen: oedem (-) BC = -1285 cc
Ekstremitas: Akral
hangat (+), udema(-)

13
BAB III
ANALISIS KASUS

No. Kasus Teori


1. Udema palpebra, Ekstravasasi cairan ke ruang interstitial
anasarka akibat dari penurunan tekanan osmotik yang
berhubungan dengan terjadinya proteinuria
masif (albumin), dimana albumin merupakan
protein yang berperan dalam menjaga cairan
untuk tetap berada di dalam vaskular.
Jaringan pada palpebra merupakan jaringan
ikat longgar sehingga oedem mudah terjadi di
daerah ini.
Oliguria Menurunnya volume intravaskular yang
menyebabkan peningkatan sekresi
vasopressin yang menstimulasi pelepasan
aldosteron sehingga terjadi peningkatan dari
retensi natrium dan air di tubulus.

2. Pemeriksaan Fisik

Data antropometri: BB
anak/BB ideal x 100%
27/40 x 100% =
67,5%
Abdomen: buncit,
Akumulasi cairan yang berlebih ke rongga
distensi, redup
abdomen, skrotum, dan ekstremitas
diseluruh lapang
disebabkan oleh perpindahan cairan dari
abdomen, shifting
intravaskuler ruang insterstisial.
dullness (+)
Shifting dullness (+) menandakan adanya
Skrotum: udema (+),
cairan di rongga abdomen.
transiluminasi (+)

14
Ekstremitas: udema (+) Transiluminasi (+) ditandai dengan warna
merah pada skrotum saat disenteri oleh
cahaya, menandakan adanya cairan.
Pemeriksaan Penunjang

Hb menurun: 11,4 Hb menurun akibat pasien sulit untuk makan


gr/dL serta SN merupakan keadaan
Ht meningkat: 37,4% imunikompromais dimana rentan terhadap
LED meningkat: 90 infeksi yang ditandai dengan peningkatan
3. mm leukosit dan LED.
Leukosit: 17,7 Ht meningkat 3x lebih Hb menandakan
Trombosit: 550 rb adanya hemokonsentrasi.
Trombosit yang meningkatkan disebabkan
oleh peningkatan jumlah platelet dan
agregasi.
Protein total: 3,30 Menurunnya kadar protein total disebabkan
Albumin: 1,42 oleh penurunan sintesis, peningkatan
Albumin urin: +++ katabolisme protein.
(positif 3) Hipoalbuminemia dimana hilangnya albumin
Pemeriksaan urinalisa: melalui urin yang ditandai dengan proteinuria
warna keruh masif pada pemeriksaan urin.
Silinder: granula (+) Warna keruh pada urin ini menandakan
Bakteri (+ 1) adanya leukosit dan protein dalam jumlah
banyak di urin.
Silinder granula terbentuk pada tubulus distal
yang muncul pada inflamasi akut atau
keadaan pada nefritis kronik.
Terdapat bakteri pada urin kemungkinan
menandakan adanya infeksi pada saluran
kemih.

15
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Sindrom nefrotik adalahkumpulan gejala-gejala yang terdiri dari ke
proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik 2+),
hipoalbuminemia (<2,5 g/dL), edema dan dapat disertai
hiperkolesterolemia (> 200 mg/dL).1

II. Epidemiologi
Sindroma nefrotik pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang
paling sering ditemukan. Insiden SN pada anak dalam kepustakaan di AS
dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak pertahun, dengan
prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di Indonesia dilaporkan
6 per 100.000 per tahun anak berusia kurang dari 14 tahun dimana
perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.1

III. Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu1,2 :
1. Sindrom nefrotik primer (idiopatik)
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom
nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu
sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai
pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom
nefrotik kongenital, salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan
sejak anak itu lahir atau usia dibawah 1 tahun. Sindrom nefrotik
kongenital diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi
maternofetal dan resisten terhadap semua pengobatan.Gejalanya adalah
edema pada masa neonatus.Prognosisnya buruk dan biasanya pasien
meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya atau pada umur 1
hingga 5 tahun.Faktor predisposisi kematian sering oleh karena infeksi,

16
malnutrisi atau gagal ginjal.Pasien bisa diselamatkan dengan terapi
agresif atau transplantasi ginjal yang dini.

Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom


nefrotik idiopatik. Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara
histologis :sindrom nefrotik kelainan minimal, glomerulonephritis
proliferative (mesangial proliferation), dan glomerulosklerosis fokal
segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit berbeda
dengan manifestasi klinis yang serupa; dengan kata lain, ketiga
gangguan ini mewakili suatu spektrum dari satu penyakit tunggal.

Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)


Pada 85% dari kasus sindrom nefrotik pada anak, glomerulus
terlihat normal atau memperlihatkan peningkatan minimal pada sel
mesangial dan matriksnya. Penemuan pada mikroskop
immunofluorescence biasanya negatif, dan mikroskop elektron hanya
memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot processes (podosit) pada
glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM berespon dengan
terapi kortikosteroid.
Glomerulonephritis proliferative (Mesangial proliferation)
Pada 5% dari total kasus sindrom nefrotik ditandai dengan
adanya peningkatan sel mesangial yang difus dan matriks pada
pemeriksaan mikroskop biasa. Mikroskop immunofluorescence dapat
memperlihatkan jejak 1+ IgM mesangial dan/atau IgA.Mikroskop
elektron memperlihatkan peningkatan dari sel mesangial dan matriks
diikuti dengan menghilangnya sel podosit.Sekitar 50% pasien dengan
lesi histologis ini berespon dengan terapi kortikosteroid.
Glomerulosklerosis fokal segmental (Focal segmental
glomerulosclerosis / FSGS)
Pada kasus 10% dari kasus sindrom nefrotik, glomerulus
memperlihatkan proliferasi mesangial dan jaringan parut segmental
pada pemeriksaan dengan mikroskop biasa.Mikroskop
immunofluorescence menunjukkan adanya IgM dan C3 pada area yang
mengalami sklerosis. Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron,

17
dapat dilihat jaringan parut segmental pada glomerular tuft disertai
dengan kerusakan pada lumen kapiler glomerulus. Lesi serupa dapat
terlihat pula pada infeksi HIC, refluks vesicoureteral, dan
penyalahgunaan heroin intravena.Hanya 20% pasien dengan FSGS
yang berespon dengan terapi prednisone.Penyakit ini biasanya bersifat
progresif, pada akhirnya dapat melibatkan semua glomeruli, dan
menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (end stage renal disease)
pada kebanyakan pasien.
Glomerulonefritis membrano proliferative (GNMP)
Ditandai dengan penebalan membrane basalis dan proliferasi
seluler (hiperselularitas), serta infiltrasi sel PMN.Dengan mikroskop
cahaya, MBG menebal dan terdapat proliferasi difus sel-sel mesangial
dan suatu penambahan matriks mesangial.Perluasan mesangium
berlanjut ke dalam kumparan kapiler perifer, menyebabkan reduplikasi
membrane basalis (jejak-trem atau kontur lengkap).Kelainan ini
sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi streptococcus yang
progresif dan pada sindrom nefrotik.Ada MPGN tipe I dan tipe II.
Glomerulopati membranosa (GM)
Penyakit progresif lambat pada dewasa dan usia pertengahan
secara morfologi khas oleh kelainan berbatas jelas pada MBG. Jarang
ditemukan pada anak-anak. Mengenai beberapa lobus glomerulus,
sedangkan yang lain masih normal. Perubahan histologik terutama
adalah penebalan membrane basalis yang terlihat baik dengan
mikroskop cahaya maupun elektron.

2. Sindrom nefrotik sekunder


Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat
dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
Penyebab yang sering dijumpai adalah:
Infeksi
Keganasan
Autoimun
Medikasi seperti penggunaan steroid.

18
IV. Patofisiologi dan patogenesis2, 3
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas
dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait
dengan hilangnya muatan negatif glikoprotein dalam dinding
kapiler.Akibatnya fungsi mekanisme penghalang yang dimiliki oleh
membran basal glomerulus untuk mencegah kebocoran atau lolosnya
protein terganggu.Mekanisme penghalang tersebut berkerja berdasarkan
ukuran molekul dan muatan listrik.Pada sindrom nefrotik keluarnya
protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi
filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerulus dan akhirnya diekskresikan dalam urin.Pada sindrom nefrotik,
protein hilang lebih dari 2 g/kgbb/hari yang terutama terdiri dari albumin
yang mengakibatkan hipoalbuminemia. Pada umumnya, edema muncul
bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dL.
Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologis tetapi
kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik atau
osmotik intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus ke ruangan
interstisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia.Keluarnya
cairan ke ruang interstisial menyebabkan edema yang diakibatkan
pergeseran cairan. Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total
dan volume darah arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi

19
efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang
mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi aliran darah ke ginjal. Hal ini
dideteksi lalu mengaktifkan sistem rennin-angiotensin-aldosteron (RAAS)
yang akan meningkatkan vasokonstriksi dan juga akan mengakibatkan
rangsangan pada reseptor volume intravaskular yang akan merangsang
peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium di tubulus
distal dan merangsang pelepasan hormon antidiuretik yang meningkatkan
reabsorbsi air dalam duktus kolektivus, sehingga terjadi retensi natrium
dan retensi air.Karena pengeluaran albumin dalam jumlah banyak di urin
maka akanterjadi hipoalbuminemia yang akan mengakibatkan peningkatan
sintesis lipoprotein di hepar sehingga akan menyebabkan
hiperlipoproteinemia.

Gambar 1. PatofisiologiSindroma Nefrotik


V. Manifestasi klinis2, 4
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang
menyeluruh dan terdistribusi.Edema sering ditemukan dimulai dari daerah
wajah dan kelopak mata pada pagi hari.
Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya
terjadi disekitar mata dan ekstremitas bawah.Sindrom nefrotik pada
mulanya diduga sebagai gangguan alergi karena pembengkakan periorbital
yang menurun dari hari kehari.Seiring waktu, edema semakin meluas,

20
dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital.Anorexia,
iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi.Hipertensi dan hematuria
jarang ditemukan.Differensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah
penyakit hati, penyakit jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau
kronis, dan malnutrisi protein.
Asites sering ditemukan tanpa edem anasarka, terutama pada anak
kecil dan bayi yang jaringannya lebih resisten terhadap pembentukan
edema interstisial dibandingkan anak yang lebih besar. Efusi transudat lain
sering ditemukan, seperti efusi pleura. Bila tidak diobati edema dapat
menjadi anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva.
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi
badan, lingkar perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umumnya normal
atau rendah, namun 21 % pasien mempunyai tekanan darah tinggi yang
sifatnya sementara, terutama pada pasien yang pernah mengalami deplesi
volume intravaskuler berat. Keadaan ini disebabkan oleh sekresi renin
berlebihan, sekresi aldosteron, dan vasokonstriktor lainnya, sebagai respon
tubuh terhadap hipovolemia. Dalam laporan ISKDC (International Study
of Kidney Diseases in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai
hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan
peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.
Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai sebagai gejala syok dikarenakan
kekurangan perfusi ke daerah lien atau akibat peritonitis.

VI. Diagnosis1
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
diperoleh namun tidak lepas dengan pemeriksaan penunjang untuk
mendukung diagnosis. Dari definisi ditegakkan sindroma nefrotik apabila:
Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari
atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau
dipstik 2+), hipoalbuminemia (<2,5 g/dL)
Edema
Hiperkolesterolemia (> 200 mg/dL)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu:

21
Urinalisis. Biakan urin dilakukan bila terdapat gejala klinis
mengarah ke infeksi saluran kemih.
Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein
/ kreatinin pada urin pertama pagi hari.
Pemeriksaan darah antara lain:
Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis,
trombosit, hematokrit, LED)
Kadar albumin dan kolesterol plasma
Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara
klasik atau dengan rumus Schwartz
Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus
sistemik, pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4,
ANA (Anti nuclear antibody) dan anti ds-DNA
Biopsi ginjal dilakukan jika terdapat indikasi, antara lain:6
1. Pada presentasi awal
a. Awitan SN usia < 1 tahun atau > 16 tahun
b. Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten
atau kadar komplemen C3 serum yang rendah
c. Hipertensi menetap
d. Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh
hipovolemia
e. Tersangka sindrom nefrotik sekunder
2. Setelah pengobatan inisial
a. SN resisten steroid
b. Sebelum memulai terapi siklosporin

VII. Penatalaksanaan

Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di


rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan
edukasi orangtua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan berikut1:
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan

22
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik,
seperti lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch- Schonlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap
infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH
selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis
diberikan obat antituberkulosis (OAT).

Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat


edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat,
gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas
fisik disesuaikan dengan kemampuan pasien.Bila edema tidak berat, anak
boleh sekolah.

1. Diet
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi
karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein (hiper ltrasi) dan menyebabkan sklerosis
glomerulus. Bila diberi diit rendah protein akan terjadi malnutrisi
energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak.
Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari.Diit rendah
garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.

2. Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat.Biasanya diberikan
loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik
hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari.Sebelum pemberian diuretik, perlu
disingkirkan kemungkinan hipovolemia.Pada pemakaian diuretik lebih
dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan
natrium darah. Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema
refrakter), biasanya terjadi karena hipovolemia atau hipoalbuminemia

23
berat ( 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1
g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial
dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila
pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20
ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah
terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi
albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan
pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites
sedemikian berat sehingga mengganggu intravena 1-2 mg/kgbb.Bila
pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat pernapasan dapat dilakukan
pungsi asites berulang.

3. Kortikosteroid
Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali
bila ada kontraindikasi.Jenis steroid yang diberikan adalah prednison
atau prednisolon.

Terapi inisial
Pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi
steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah prednison 60 mg/m2
LBP/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis
terbagi, untuk menginduksi remisi. Prednison dosis penuh (full dose)
inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu
pertama, dilannjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2
LBP/hari (2/3 dosis awal) atau 1.5 mg/kgBB/hari secara alternating
(selang seling), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu
pengobatan steroid dosis penih, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan
sebagai resisten steroid.

24
Pengobatan SN relaps
Pada SN relaps diberikan prednison dosis penuh sampai remisi
(maksimal 4 minggu) dilannjutkan dengan dosis alternating selama 4

minggu. Pada pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali


++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian prednison, dicari terlabih
dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran napas atas. Bila terdapat
infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria
menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal
ditemukan proteinuria ++ disertai edema, maka diagnosis relaps
dapat ditegakkan dan prednison mulai diberikan.

Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid


Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid,
antara lain:
1. Steroid jangka panjang
Setelah remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan denan
steroid dosis 1.5 mg/kgBB secara alternating. Kemudian dosis ini
diturunkan bertahap 1.2 mg/kgBB setiap 2 minggu. Penurunan dosis
dilakukan sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu
antara 0.1-0.5 mg/kgBB alternating. Dosis ini disebut dosis treshold
dan dapat dipertahankan selama 6-12 bulan, kemudian coba
dihentikan. Bila relaps terjadi pada dosis prednison antara 0.1-0.5
mg/kgBB alternating,maka relaps tersebut diterapi dengan prednison 1
mg/kgBB dalam dosis terbagi, diberikan setiap hari sampai terjadi
remisi. Setelah remisi, prednison diturunkan menjadi 0.8 mg/kgBB
secara alternating, kemudian diturunkan 0.2 mg/kgBB setiap 2
minggu.

25
Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0.5 mg/kgBB,
alternating, tetapi < 1 mg/kgBB alternating tanpa efek samping yang
berat, dapat dicoba dikombinasikan dengan levamison selang sehari
2.5 mg/kgBB selama 4-12 bulan, atau langsung dibeikan siklofosfamid
(CPA).
2. Levamisol
Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent,
debrikan dengan dosis 2.5 mg/kgBB dosis tunggal, selang sehari
selama 4-12 bulan. Efek samping lavimisol adalah mual, muntah,
hepatotoksik, vaskulitic rash, neutropenia yang reversibel.
3. Sitostatik
Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan
SN anak adalah siklofosfamid (CPA) atau klorambusil. CPA dapat
diberikan secara oral atau intravena dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari
dosis tunggal maupun secara puls dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB
yang dilarutkan dalam 250 ml NaCl 0.9% diberikan selama 2 jam.
Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang,
alopesia, sistitis, hemoragik, azospermia dan dalam jangka panjang
dapat menyebabkan keganasan.
Klorambusil diberikan dengan dosis 0.2-0.3 mg/kgBB/hari
selama 8 minggu.Pengobatan klorambusil pada SNSS sangat terbatas
karena efek toksik berupa kejang dan infeksi.

4. Siklosporin atau mikofenolat mofetil (pilihan terakhir)


Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan steroid atau
sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin (CyA) dengan dosis
4-5 mg/kgBB/hari. Pada SN relaps sering atau dependen steroid, CyA
dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian
steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan
biasanya akan relaps kembali.
Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau
sitostatik dapat diberikan mikofenolat mofetil (MMF) dengan dosis 25-
30 mg/kgBB bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12-24
bulan.

26
Pengobatan SN resisten steroid
Pengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum
memuaskan.Pada pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya
dilakukan biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi
karena dapat mempengaruhi prognosis. Obat-obat yang dapat
diberikan pada SNRS antara lain CPA, CyA, metilprednisolon puls,
imunosupresif lain seperti vinkristin, takrolimus dan MMF. Namun,
karena laporan dalam literatur yang masih sporadik dan tidak
dilakukan dengan studi kontrol, maka obat ini belium
direkomendasikan di Indonesia.

IX. Komplikasi1, 2

Terdapat beberapa komplikasi yang sering terjadi pada sindrom nefrotik


baik akibat dari penyakitnya sendiri maupun akibat dari terapi yang
diberikan, antara lain:

Infeksi
Pasien SN sangat rentan terhadap infeksi, terutama selulitis dan peritonitis
primer.Bila terjadi infeksi pada pasien SN perlu segera diberikan

27
antibiotik. Infeksi lain yang sering ditemukan pada anak dengan SN
adalah pneumonia dan infeksi saluran napas atas karena virus.
Hiperkoagulasi
Hiperkoagulasi terjadi karena beberapa faktor, yaitu, hemokonsentrasi dan
deplesi volume intravaskular, meningkatnya jumlah platelet dan agregasi,
dan perubahan pada faktor- faktor koagulasi.Adanya peningkatan
produksi fibrinogen di hepar seperti, antitrombin III dan plasminogen.
Hipertensi
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan
penyakit SN akibat toksisitas steroid.Pengobatan hipertensi diawali
dengan inhibitor ACE, ARB, CCB, atau antagonis beta adrenergik sampai
tekanan darah di bawah persentil 90.
Hiperlipidemia
Pada SN replaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar LDL dan
VLDL kolesterol, trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan
kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik
dan trombogenik, sehingga meningkatkan morbiditas kardiovaskular dan
progresivitas glomerulosklerosis.
Hipokalsemia
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena penggunaan steroid jangka
panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia dan akibat
kebocoran metabolit vitamin D. pada pasien SN yang mendapat terapi
steroid jangka lama (> 3 bulan) diannjurkan pemberian suplementasi
kalsium 250-500 mg/hari dan vitamin D 125-250 IU.
Hipovolemia
Pemberiam diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat
terjadi hipovolemi dengan gejala hipotensi, takikardi, ekstremitas dingin
dan sering disertai sakit perut.
Efek samping steroid
Terapi steroid jangka panjang akan menimbulkan efek yang signifikan,
meliputi peningkatan nafsu makan, gangguan pertumbuhan, perubahan
perilaku, peningkatan risiko infeksi, retensi air dan garam, hipertensi, dan
demineralisasi pada tulang.

28
IX. Prognosis

Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan respons yang


baik terhadap pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi relaps.
Prognosis jangka panjang sindrom nefrotik kelainan minimal selama
pengamatan 20 tahun menunjukan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal
terminal, sedangkan pada glomerulosklerosis, 25% menjadi gagal ginjal
terminal dalam 5 tahun, dan pada sebagian besar lainnya disertai
penurunan fungsi ginjal. Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-
keadaan sebagai berikut:

Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6
tahun
Disertai hipertensi
Disertai hematuria
Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal
Pengobatan yang terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbulnya
gambaran klinis penyakit.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Trihono, Partiani Pudjiastuti, dkk. (2012). Konsesus Tatalaksana Sindrom


Nefrotik Idiopatik pada Anak. Jakarta: UKK Nefrologi IDAI.
2. Nephrotic Syndrome. In: Pais P, Avner E, editors. Nelson of Pediatrics. 20 ed.
Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 2521-6.
3. Nephrotic syndromes. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview#a3. Accessed on Nov
6th 2016.
4. Wila Wirya IG. Sindrom Nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. 2nd ed.Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2002. p. 381-426.

30

Anda mungkin juga menyukai