PEMBAHASAN
Bab ini adalah bagian kedua dari buku Foundations of Education yaitu bagian
landasan historis dan filosofis. Bab ke 4 dari buku Pioneers of Teaching and
Learning ini mengkaji bagaimana para pelopor pendidikan terkemuka membangun
filosofi-filosofi dan teori-teori pendidikan mereka. Mereka mengembangkan format
gagasan tentang sekolah, kurikulum, dan metode-metode pengajaran yang secara
berkesinambungan membentuk persiapan preservice guru dan praktik pengajaran di
kelas sampai hari ini. Mereka adalah orang-orang penting yang hidup, ide, dan
perilakunya dijadikan sebagai model atau rujukan bagi orang lain. Berikut ini adalah
mereka yang telah meletakkan landasan untuk diterapkan dan terus dikembangkan
demi pendidikan yang terbaik:
3. Implementasi di Indonesia
Beberapa filosofi pemikiran tokoh-tokoh di atas tidak hanya menjadi rujukan
bagi negara-negara maju seperti Amerika Serikat tetapi juga Indonesia. Secara
langsung atau tidak, pemikiran Rousseau, Froebel, dan Addams mempengaruhi
pemikiran para pionir pendidikan Indonesia. Latar belakang penjajahan,
nasionalisme, keterbatasan yang dialami oleh perempuan, dan penindasan terhadap
minoritas dan kaum yang lemah telah menginspirasi Ki Hajar Dewantara, Raden
Ajeng Kartini, dan Raden Dewi Sartika, pada masa-masa perjuangan kemerdekaan
mirip dengan kondisi yang melatarbelakangi teori yang dibangun oleh Comenius,
Rousseau, Froebel, Addams, Montessori, dan Freire. Lebih mengerucut lagi,
perjuangan yang dilakukan oleh Raden Ajeng Kartini dan Raden Dewi Sartika agar
perempuan mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki khususnya dalam
pendidikan memiliki pola yang mirip dengan pendidikan antibias gender yang
dikemukakan oleh Addams dan Montessori.
Secara umum, pandangan mengenai pendidikan yang harus didasarkan pada
perkembangan anak (Comenius, Rousseau, Piaget) dilaksanakan di Indonesia melalui
penjenjangan sekolah formal dengan struktur kurikulum yang spesifik pada masing-
masing jenjang. Sedangkan penerapan kurikulum berbasis kompetensi, yang hingga
saat ini masih dalam proses penyempurnaan, merupakan bentuk adaptasi dari teori
pendidikan Spencer dan Dewey yang menekankan bahwa muatan pembelajaran harus
bernilai guna bagi kehidupan peserta didik. Pandangan pragmatism pendidikan
Spencer dan Dewey juga diterapkan dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan
(diklat). Pemikiran Dewey tentang penekanan metode ilmiah (discovery learning,
problem-based learning, contextual learning) pada pendidikan diadopsi secara
(hampir) penuh pada kurikulum yang baru diterapkan, yaitu kurikulum 2013.
Karakteristik kurikulum pembelajaran dan penyelenggaraan pendidikan untuk anak
usia rendah (peserta didik pendidikan anak usia dini, taman kanak-kanak, dan kelas
rendah sekolah dasar) sebagian besar menggunakan metode dan strategi pembelajaran
yang dikembangkan oleh Montessori dan Froebel. Ide Rousseau mengenai
pendidikan yang memaksimalkan potensi alamiah atau bakat peserta didik serta ide
para pionir lainnya yang menekankan pendidikan langsung dari alam (naturalistik)
diadopsi di Indonesia oleh sekolah alam dan homeschooling dengan penyesuaian-
penyesuaian tertentu. Selain itu, teori mengenai pendidikan naturalistik banyak
diadaptasi oleh pendidikan luar sekolah.
Meskipun demikian, tidak semua pandangan pionir pendidikan Amerika sesuai
untuk diterapkan di Indonesia secara luas. Sebagai contoh, pendidikan individual
yang dikembangkan Rousseau tidak dapat diterapkan sepenuhnya di Indonesia karena
intervensi nilai dan norma masih kental dalam penyelenggaraan pendidikan.
Penyelenggaraan homeschooling di Indonesia, yang merupakan gambaran dari
pendidikan individu, tidak dapat sepenuhnya memberikan kebebasan kepada peserta
didik untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan bawaan alamiahnya secara bebas,
misalnya masih adanya batasan dan tekanan (terdapat rancangan konten pembelajaran
dan format evaluasi belajar) yang diberikan oleh orang dewasa/guru dalam proses
pembelajaran meskipun cenderung lebih longgar dibandingkan dengan pendidikan
formal. Bahkan pendidikan karakter yang dikembangkan di Indonesia merupakan
manifestasi dari penanaman nilai-nilai dan norma-norma yang melekat pada
masyarakat Indonesia. Gagasan dasar pendidikan karakter relevan dengan pendidikan
moral yang dikembangkan Herbart, pendidikan yang mengedepankan nilai universal
(tanpa diskriminasi) yang dikemukakan Freire dan Comenius serta selaras dengan
pendidikan spiritual yang disampaikan oleh Phroebel.