Anda di halaman 1dari 8

PEWARNAAN ENDOSPORA BAKTERI

Laporan Praktikum
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mikrobiologi
Yang dibina oleh Ibu Prof. Dr. Utami Sri Hastuti M.Si

Oleh :
Kelompok 4 / Offering B
1. Ardiyas Robi Saputra (170341864531)
2. Arfiatul Isnaini (170341864503)
3. Delonix Regia (170341864513)
4. Miftahussaadiah (170341864577)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN BIOLOGI
Oktober 2017
A. Hari/ tanggal : Kamis, 26 September 2013
B. Topik : Pewarnaan Endospora Bakteri
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa memperoleh keterampilan melakukan pewarnaan spora bakteri.
2. Agar mahasiswa mengetahui ada atau tidak adanya spora bakteri.

D. Dasar teori

Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora dihasilkan di dalam
tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di bagian tengah (central), ujung (terminal) ataupun
tepian sel. Pelczar (1986), menyatakan bahwa spora merupakan tubuh bakteri yang secara
metabolik mengalami dormansi, dihasilkan pada fase lanjut dalam pertumbuhan sel bakteri yang
sama seperti asalnya, yaitu sel vegetatif. Spora bersifat tahan terhadap tekanan fisik maupun
kimiawi.

Ada dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu genus Bacillus dan genus
Clostridium. Struktur spora yang terbentuk di dalam tubuh vegetative bakteri disebut sebagai
endospora (endo=dalam, spora=spora) yaitu spora yang terbentuk di dalam tubuh. Secara
sederhana, dapat dikatakan bahwa endospora merupakan sel yang mengalami dehidrasi dengan
dinding yang mengalami penebalan serta memiliki beberapa lapisan tambahan.

Dengan adanya kemampuan untuk membentuk spora ini, bakteri tersebut dapat bertahan
pada kondisi yang ekstrim.Menurut Pelczar (1986) bakteri yang dapat membentuk endospore ini
dapat hidup dan mengalami tahapan-tahapan pertumbuhan sampai beberapa generasi, dan spora
terbentuk melalui sintesis protoplasma baru di dalam sitoplasma sel vegetatifnya.

Menurut Volk & Wheeler (1988), dalam pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan
tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora. Contoh dari pewarnaan yang dimaksudkan
oleh Volk & Wheeler tersebut adalah dengan penggunaan larutan hijau malakit 5%, dan untuk
memperjelas pengamatan, sel vegetatif juga diwarnai dengan larutan safranin 0,5% sehingga sel
vegetative ini berwarna merah. Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan
posisi spora di dalam tubuh sel vegetatif juga dapat diidentifikasi. Namun ada juga zat warna
khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan treatment
pemanasan, yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebut sehingga
memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri.

Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora bakteri, tidak
lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri. Semua spora bakteri mengandung asam
dupikolinat. Yang mana subtansi ini tidak dapat ditemui pada sel vegetatif bakteri, atau dapat
dikatakan, senyawa ini khas dimiliki oleh spora. Dalam proses pewarnaan, sifat senyawa inilah
yang kemudian dimanfaatkan untuk di warnai menggunakan pewarna tertentu, dalam hal ini
larutan hijau malakit. Sedangkan menurut pelczar (1986), selain subtansi di atas, dalam spora
bakteri juga terdapat kompleks Ca2+dan asam dipikolinan peptidoglikan.
E. Cara Kerja

Menyiapkan kaca benda yang bersih dan melewatkannya di atas api lampu spiritus

Meneteskan setetes aquades steril di atas kaca benda tersebut

Mengambil inoculum bakteri lalu meletakkannya di atas tetesan aquades

Meratakan secara perlahan-lahan dan menunggunya sampai mengering

Melakukan fiksasi dengan melewatkan sediaan di atas nyala api lampu spiritus

Meneteskan larutan hijau malakit di atas sediaan lalu memanaskannya selama 3 menit.
Menjaga jangan sampai mongering/mendidih

Meletakkan sediaan di atas kawat penyangga yang diletakkan di atas mangkuk pewarna
dan menunggu sampai dingin

Mencuci kelebihan larutan hijau malakit dengan air keran dalam botol penyemprot

Meneteskan larutan safranin di atas sediaan lalu membiarkan selama 3 menit

Mencuci kelebihan larutan safranin, mengeringkan dengan kertas penghisap dan


mengamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000 x
F. Data

No Koloni Bakteri Warna Sel Vegetatif Warna Spora Gambar


1. Koloni bakteri
dengan
pengambilan
Merah Hijau
sampel sejajar
hidung (Koloni 1)
Perbesaran 1000 x
2. Koloni bakteri
dengan
pengambilan Tidak terdapat
Merah
sampel di lantai spora
(Koloni 2)
Perbesaran 1000 x

G. Analisis

Berdasarkan data pengamatan, untuk praktikum pewarnaan spora bakteri pada


koloni bakteri dengan pengambilan sampel sejajar hidung (Koloni 1) yang diamati di
bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran mikroskop 1000 x diperoleh hasil bahwa
koloni bakteri tersebut sel vegetatifnya berwarna merah dan terdapat spora yang
berwarna hijau. Sedangkan untuk praktikum pewarnaan spora bakteri pada koloni dengan
pengambilan sampel bakteri di lantai (Koloni 2) yang diamati di bawah mikroskop
cahaya dengan perbesaran mikroskop 1000 x diperoleh hasil bahwa koloni bakteri
tersebut sel vegetatifnya berwarna merah namun tidak terdapat spora.
H. Pembahasan

Mikroorganisme beradaptasi dengan perubahan lingkungan di dalam lingkungan


mereka. Ketika nutrisi habis, beberapa bakteri mungkin menjadi motil untuk mencari nutrisi,
atau mereka dapat menghasilkan enzim untuk memanfaatkan sumber daya alternative. Salah
satu contoh strategi kelangsungn hidup ekstrim adalah dengan pembentukan spora.

Proses pembentukan spora disebut sporulasi, pada umumnya proses ini mudah terjadi
saat kondisi medium biakan bakteri telah memburuk. Berdasarkan analisis data, pada bakteri
koloni 1 terdapat spora (endospora) yang ditandai dengan terlihatnya sel vegetatif bakteri
yang berwarna merah dan spora bakteri yang berwarna hijau. Dari data pengamatan, dapat
dilihat bahwa spora pada koloni 1 terdapat disebelah luar dari sel vegetatif bakterinya, hal ini
mungkin bias dikarenakan spora pada bakteri tersebut telah luruh atau pecah dinding sel
bakterinya sehingga spora tampak berada diluar sel.

Sedangkan untuk koloni 2, dari hasil pengamatan ternyata tidak ditemukan adanya
spora yang ditandai dengan terbentuknya sel vegetatif bakteri berwarna merah. Ada 2
kemungkinan yang terjadi pada koloni bakteri 2, yang pertama adalah koloni bakteri 2
memang bakteri yang tidak membentuk spora atau yang kedua lingkungan/kondisi media
dari bakteri tersebut masih menguntungkan sehingga tidak perlu membentuk spora.

Menurut Dwijoseputro (1979) beberapa bakteri mampu membentuk spora meskipun


tidak dalam keadaan ekstrem ataupun medium yang kurang nutrisi. Hal ini dimungkinkan
karena bakteri tersebut secara genetis, dalam tahapan pertumbuhan dan perkembangannya
memang memiliki satu fase sporulasi.

Proses pembentukan spora di dalam sel vegetatif bakteri, terjadi dalam beberapa
tahapan, secara singkat bagan proses pembentukan spora bakteri di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Terjadi kondensasi DNA pada bakteri yang akan membentuk spora
2. Terjadi pembalikan membran sitoplasma, sehingga, lapisan luar membran kini menjadi
lapisan dalam membran (calon) spora
3. Pembentukan korteks primordial (calon korteks)
4. Pembentukan korteks
5. Spora terlepas dan menjadi spora yang bebas, pada tahap 5 ini,jika spora mendapatkan
lingkungan yang kondusif, maka ia bisa tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru.

Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup bertahun-tahun bahkan
berabad-abad jika berada dalam kondisi lingkungan yang normal. Kebanyakan sel vegetatif
akan mati pada suhu 60-70oC, namun spora tetap hidup, spora bakteri ini dapat bertahan
dalam air mendidih bahkan selama 1 jam lebih. Selama kondisi lingkungan tidak
menguntungkan, spora akan tetap menjadi spora, sampai kondisi lingkungan dianggap
menguntungkan, spora akan tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru dan berkembangbiak
secara normal (Volk & Wheeler, 1988).

I. Diskusi
1. Apakah fungsi spora bagi bakteri?
Jawab: Dalam keadaan yang tidak menguntungkan bakteri dapat mempertahankan
diri dengan cara membentuk spora (endospora). Berbeda dengan spora pada jamur,
endospora bakteri tidak berfungsi sebagai alat perkembangbiakan, tetapi hanya
semata-mata berupa bentuk vegetative dari bakteri. Bila keadaan lingkungan
menguntungkan kehidupannya, maka endospore akan tumbuh menjadi bentuk bakteri.
2. Mengapa diperlukan pemanasan dalam proses pewarnaan spora?
Jawab: Dalam proses pewarnaan spora bakteri diperlukan proses pemanasan, dimana
spora dipanaskan bersamaan dengan zat warna (larutan hijau malakit & larutan
safranin) untuk memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding
pelindung spora bakteri sehingga spora bakteri dapat diamati dengan jelas.
J. Kesimpulan
1. Pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus
dinding tebal spora. Contoh dari pewarnaan yang dimaksudkan adalah dengan
penggunaan larutan hijau malakit 5% untuk mewarnai spora dan juga larutan safranin
0,5% sehingga sel vegetatif ini berwarna merah. Dalam proses pewarnaan spora
bakteri diperlukan proses pemanasan, dimana spora dipanaskan bersamaan dengan zat
warna (larutan hijau malakit & larutan safranin) untuk memudahkan zat warna
tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri sehingga spora
bakteri dapat diamati dengan jelas.
2. Berdasarkan hasil pengamatan yang terdapat spora adalah koloni bakteri 1 yang
ditandai dengan sel vegetatif yang berwarna merah sedangkan sporanya berwarna
hijau. Sedangkan koloni bakteri 2 tidak terdapat spora karena hanya menunjukkan sel
vegetatif yang berwarna merah tanpa adanya spora.

Daftar Rujukan

Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta. Djambatan

Pelczar, Michael, dkk. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia.


Hlm: 2-3, 140-142

Wheeler dan Volk. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga. Hlm 30-31

Anda mungkin juga menyukai