Anda di halaman 1dari 5

REFLEKSI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I (20 tahun)
Jenis kelamin : Pria
Status pernikahan : Belum menikah
Warga Negara : Indonesia
Suku Bangsa : Bugis
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : -
Alamat : Desa Bahoea Reko-reko
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 10 September 2015

I. DESKRIPSI KASUS
Tn. I datang ke RSD Madani diantar oleh keluarganya dengan keluhan
tidak berbicara sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga tidak mau makan, sulit
diajak berkomunikasi, dan susah tidur.
Pasien juga sering melakukan ekspresi yang aneh pada wajahnya, tangan
tampak kaku, dan posisi berjalan yang kaku. Pasien juga senang menyendiri
dan tampak tatapan kosong. Saat dilakukan anamnesis, terkadang pasien
mengulangi kembali pertanyaan yang diberikan, menjawab sekedarnya, dan
saat diperintahkan untuk meluruskan tangan ke depan, tampak jari-jari pasien
yang kaku, kemudian tangan pasien kembali ke posisi semula.
Biasanya pasien melihat bayangan warna putih-merah. Pasien tidak pernah
mendengar adanya bisikan, atau merasakan sesuatu yang menyentuh pasien.

II. EMOSI YANG TERLIBAT


Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien merasakan keluhannya
sejak 1 tahun. Pasien juga sering melakukan ekspresi yang aneh pada

1
wajahnya, tangan tampak kaku, dan posisi berjalan yang kaku. Pasien juga
senang menyendiri dan tampak tatapan kosong.

III. ANALISIS
Diagnosis
Tn. I datang ke RSD Madani diantar oleh keluarganya dengan keluhan
tidak berbicara sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga sering melakukan ekspresi
yang aneh pada wajahnya, tangan tampak kaku, dan posisi berjalan yang
kaku. Pasien juga senang menyendiri dan tampak tatapan kosong. Saat
dilakukan anamnesis, terkadang pasien mengulangi kembali pertanyaan yang
diberikan, menjawab sekedarnya, dan saat diperintahkan untuk meluruskan
tangan ke depan, tampak jari-jari pasien yang kaku, kemudian tangan pasien
kembali ke posisi semula. Biasanya pasien melihat bayangan warna putih-
merah.

Diagnosis Multiaksial
Aksis I : F 20.1 Skizofrenia Hebefrenik
Aksis II : Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III : tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV : masalah dengan primary support group (keluarga)
Aksis V : 60 51 gejala sedang (moderate), disabilitas sedang

IV. TINJAUAN PUSTAKA


Skrizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu
bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropiate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear

2
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. 1
Ada beberapa cara untuk menegakkan diagnosis. Dalam DSM-IV
terdapat kriteria objektif dan spesifik untuk mendefiniskan skizofrenia.
Sedangkan pada PPDGJ-III pedoman diagnostiknya yaitu : 1,2,3
Harus ada sedikitnya 1 gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya 2
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a) thought echo
thought insertion or withdrawal,
thought broadcasting
b) delusion of control
delusion of influence
delusion of passivity
delusional perception
c) Halusinasi auditorik
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus
terhadap perilaku pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di antara
berbagai suara yang berbicara), atau
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya
Atau paling sedkitit 2 gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara
jelas :
a) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja
b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation)
c) Perilaku katatonik
d) Gejala-gejala negatif

3
Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna.

Skizofrenia tipe hebefrenik (biasanya disebut tipe disoranized),


ditandai dengan regresi nyata perilaku primitif, tak terinhibisi, dan kacau serta
dengan tidak adanya gejala yang memenuhi kriteria tipe katatinik. Awitan
subtipe ini biasanya dini, sebelum usia 25 tahun. Berikut pedoman diagnostik
menurut PPDGJ-III : 1,2,3

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.


Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya muali 15 25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang
sendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis.
Diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk
memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar
bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan,
serta mannerisme, ada kecenderungan untuk selalu menyendiri
(solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa
perasaan.
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inapropiate) sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-
satisfied), senyum sendiri (self absorbed smiling), atau oleh sikap,
tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases).

4
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.
Gangguan afetif dan dorongan kehendak serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol.
Berdasarkan terapi biologik atau farmakologi, skizofrenia diobati
dengan antipsikotik yang terbagi atas dua kelompok berdasarkan mekanisme
kerjanya. Yaitu dopamin receptor antagonist (DRA) atau antipsikotik
generasi pertama (APG-1), dan serotonin-dopamine antagonist (SDA) atau
antipsikotik generasi kedua (APG-II). Pemeliharaan dosis rendah antipsikotik
diperlukan setelah kekambuhan pertama. Dosis pemeliharaan sebaiknya
diteruskan untuk beberapa tahun. Obat APG-1 berguna untuk mengontrol
gejala-gejala positif sedangkan gejala negatif hampir tidak bermanfaat. 1

V. KESIMPULAN
Skrizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab
dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung
pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
Skizofrenia tipe hebefrenik, ditandai dengan regresi nyata perilaku
primitif, tak terinhibisi, dan kacau serta dengan tidak adanya gejala yang
memenuhi kriteria tipe katatinik. Awitan sebelum usia 25 tahun.
Skizofrenia diobati dengan antipsikotik generasi pertama (APG-1), dan
antipsikotik generasi kedua (APG-II).

VI. REFERENSI
1. Malim, Rudi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan
Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-
Unika Atmajaya, Jakarta.
2. Staf Departemen Psikiatri FKUI/RSCM. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Edisi
kedua. Badan Penerbit FKUI, Jakarta.
3. Sadock, Benjamin J. Kaplan & Sadock : Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi
2. EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai