Anda di halaman 1dari 8

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

RSD MADANI PALU FAKULTAS KEDOKTERAN


DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
TADULAKO

REFLEKSI KASUS

OLEH :
KADEK AGUS ARSANA
N 111 14 049

PEMBIMBING
dr. Patmawati, M.Kes.,Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSUD UNDATA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
AGUSTUS
2015
REFLEKSI KASUS

Nama : An. H

Umur : 12 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Alamat : desa wani

Pekerjaan : Siswa

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Dokter Pembimbing : dr. Patmawati, M.kes.,Sp.KJ

I. DESKRIPSI KASUS

Pasien anak laki-laki masuk dengan keluhan mengamuk yang dialami 1 hari

SMRS. Pasien mengamuk karena ibu pasien tidak memenuhi janjinya kepada pasien.

Pasien dijanjikan akan dibelikan sepeda oleh ibunya tapi karena alasan ekonomi ibu

pasien tidak bisa memenuhi janjinya. Pasien mengamuk dengan berteriak dan

melemparkan baran-barang disekitarnya. Sejak pasien mengamuk, ia menjadi pendiam

dan tidak mau berbicara.

Pasien memiliki riwayat kejang sejak umur 6 tahun yang ditandai dengan mata

tinggi, tidak sadar dan kaku seluruh badan. Kejang terjadi selama 10 menit. Setelah

kejang pasien tertidur pulas. Pada umur 8 tahun pasien mulai konsultsai ke bagian saraf

RSD MADANI dan diberikan obat anti epilepsi.. Pasien mengalami putus obat anti

epilepsi sejak 3 bulan yang lalu karena pasien tidak mau minum obatnya. Kejang terakhir
kali dialami 1 minggu yang lalu. Sebelum kejang, pasien merasa kepalanya sakit

kemudian tiba-tiba ia terjatuh, mata pasien mendelik ke atas dan kekakuan pada seluruh

badan. Pasien sering mengalami serangan kejang saat sedang bermain bersama temanya

dan saat pulang bermain tapi baru kali ini pasien mengamuk. Pasien juga memiliki

riwayat trauma kepala yang dialami hampir setiap pasien terjatuh akibat kejangnya.

Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan alkoho, obat-obatan maupun rokok.

II. EMOSI YANG TERLIBAT

Kasus ini sangat menarik untuk dibahas karena pasien mengalami serangan

epilepsi sejak umur 6 tahun tapi baru kali ini pasien mengamuk.

III. DIAGNOIS MULTIAKSIAL :

Aksis I : F06.8 Gangguan mental lain YDT akibat kerusakan dan disfungsi

otak dan penyakit lain

Aksis II : tidak ada diagnosis aksis II (Z 03.2)

Aksis III :epilepsi

Aksis IV : tidak ada diagnosa aksis IV

Aksis V : Berdasarkan Global Assessment of Functioning (GAF) Scale pada 50-

41 gejala berat, disabilitas berat.

IV. TINJAUAN PUSTAKA

Perubahan kepribadian berarti bahwa sarana mendasar bagi seseorang untuk

berinteraksi dan berperilaku setelah berubah. Ketika terjadi perubahan keperibadian

sejati pada masa dewasa, klinisi harus segera mencurigai suatu cedera otak. Tidak ada

satupun tipe prilaku tertentu dan perubahan dalam ciri keperibadian yang bersifat

diagnostik. Penyakit yang istimewa menyerang lobus frontlis atau struktur subkortikal
cenderung bermanifesstasi dengan perubahan kepribadian yang menonjol. Trauma

kepala merupakan causa yang lazim.

Pengobatan untuk sindrom kepribadian terutama untuk mengoreksi etiologi

yang mendasari. Litium karbonat, karbamazepim dan asam valproat digunakan untuk

mengendalikan labilitas impultsivitas dan afektif

Kriteria diagnostik SDM IV-TR untuk perubahan kepribadian akibat kondisi

medis umum:

a. Gangguan kepribadian persisten yang mencerminkan perubahan pola kepribadian

karakteristik seseorang sebelumnya

b. Terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa

gangguan tersebut merupakan konsekuensi fisiologis langsung suatu kondisi

medis umum

c. Gangguan tersebut tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan mental lain

d. Gangguan tersebut tidak hanya terjadi selama delirium berlangsung

e. Gangguan tersebut menyababkan penderitaan yang signifikan secara klinis atau

hendaya dalam fungsi sosial, okupasional atau area fungsi lain yang penting

Epilepsi adalah penyakit neurologis kronik yang palung sering pada populasi

umum dan menyerang kurang lebih satu persen populasi di Amerika Serikat. Gejala

epilepsi dibagi kedalam 3 bagian yaitu:

a. Gejala praiktal

Kejadian praiktal pada epilepsi partial kompleks meliputi sensasi otonom (pipi

kembung, pipi memerah, dan perubahan napas), sensasi kognitif (seperti deja vu,

jamais vu, pikiran yang dibuat-buat) dan keadaa afektif seperti takut, panik,
depresi dan elasi seta keadaan klasik (sensasi menampar bibir, menggosok-gosok

dan mengunyah.

b. Gejala iktal

Perilaku singkat, kacau dan tak terinhibisi.

c. Gejala interiktal

1. Gangguan kepribadian

Gangguan ini cenderung terjadi pada pasien dengan epilepsi yang berasal dari

lobus temporalis. Gambaran tersering adalah tampak sangat religius,

pengalaman emosi yang meninggi dan perubahan perilaku seksual

2. Gejala psikotik

Awitan gejala psikotik pada epilepsi bervariasi. Sangat klasik, gejala psikotik

tampak pada pasien yang mengalami epilepsi pada waktu yang lama dan

awitan gejala psikotik diawali dengan timbulnya perubahan kepribadian yang

berhubungan dengan aktivitas epileptik otak

3. Kekerasan

Kekerasan episodik menjadi masalah pada sebagian pasien epilepsi terutama

epilepsi yang berasal dari lobus frontal dan temporal. Sebagian besar bukti

menunjukan bahwa sangat jarang terjadi fenomrna iktal

4. Gejala gangguan mood

Kejadian ini lebih sering pada gejala lir-epilepsi . gangguan mood pada

epilepsi bersifat episodik dan sering muncul pada fokus epilepsi menyerang

lobus temporalis hemisfere non dominan.


GANGGUAN KEPRIBADIAN DAN PRILAKU AKIBAT PENYAKIT,

KERUSAKAN DAN DIFUNGSI OTAK

Riwayat yang jelas atau hasil pemeriksaan yang mantap menunjukan adanya

penyakit, kerusakan dan disfungsi otak

Disertai dua atau lebih gambaran berikut:

1. Penutunan yang konsisten dalam kemampuan untuk mempertahankan aktivitas

yang bertujuan, terutama yang memakan waktu lebih lama dan penundaan

kepuasan

2. Perubahan perilaku emosional daitandai dengan labilitas emosi, kegembiraan

yang dangkal dan tak beralasan

3. Pengungkapan kebutuhan dan keinginan tanpa mempertimbangkan

konsekuensi atau kelaziman sosial

4. Gangguan proses pikir dalam bentuk curiga atau pikiran paranoid dan/atau

preokupasi berlebihan pada satu tema yang biasanya abstrak

5. Kecepatan adan arus pikir berubah dengan nyata dengan gambaran seperti

berputar-putar, banyak bicara dan hipergrafia

6. Perilaku seksual yang berubah

PENATALAKSANAAN

Dengan memahami gangguan mental organik, kita dapat mengetahui bahwa


faktor fisik damn mental/psikis tidak dapat dipisahkan. Adanya penyakit atau gangguan
pada fisik manusia ternyata dapat menimbulkan efek psikologis, mulai dari yang ringan
sampai yang berat.

Treatment yang baikadalah yang sesuai dengan kebutuhan penyembuhan atau


untuk emngurangi simptom-simptom yang terjadi. Disamping terapi fisik yang biasanya
dengan obat-obatan, terapi psikologis sangat penting untuk mendukung kesembuhan atau
mengurangi efek mental pada penderita. Biasanya, penderita akan mengalami depresi
mental setelah menyadari adanya kekurangan atau gangguan yang terjadi pada dirinya,
yang justru akan memperburuk keadaannya. Disamping psikoterapi, penerimaan
lingkungan sosial terhadap keadaan penderita, dapat mendukung keberhasilan
psikoterapi tersebut.

NON PSIKOFARMAKA

Ventilasi: memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan isi hati dan
keluhannya sehingga pasien merasa lega.
Konseling: memberikan nasehat dan pengertian kepada pasien tentang
penyakitnya dan memberikan saran-saran yang dapat membantu dalam
menyelesaikan masalah
Sosioterapi: memberikan penjelasan kepada keluarga pasien tentang keadaan
pasien dan masalah yang dihadapinya sehingga dapat menciptakan lingkungan
yang kondusif untuk menyembuhkan pasien.

PSIKOFARMAKA

Pada kasus ini ganggua mental disebabkan oleh epilepsi maka harus diberikanobat
anti epilepsi untuk mencegah kejang berulang dan kerusakan otak lebih parah. Obar
anti epilepsi untuk lini pertama grand mall seizure adalah asam valproat 2 x 120 mg

Pasien masuk dengan keluhan mengamuk yang menandakan adanya gangguan


pengendalian impuls maka perlu diberikan obat antipsikotik yaitu: resperidon 2x0.25
mg.

V. KESIMPULAN
1. Pasien mengalami kejang sejak umur 6 tahun dan diidagnosis sebagai grand mall
seizure sehingga diberikan obat anti epilepsi namun sempat mengalami putus obat
dan terjadi kejang lagi dan akhirnya masuk ke bagian jiwa RSD MADANI dengan
keluhan mengamuk dan tidak mau berbicara
2. Untuk kasus ganggun mental organik harus deterapi penyakit yang mendasari
gangguan mental.
DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira SD, Hadisukanto G, 2010, Buku Ajar Psikiatri, Badan Penerbit FK UI, Jakarta.
2. Maslim R, 2001, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.
3. Kaplan & Shadock, Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2, EGC, Jakarta.
4. Tim Skill Lab FK UGM, 2012, Skill Laboratory Manual: Manual Block 8, FK UGM,
Yogyakarta.
5. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan klinis obat psikotropik. Bagian ilmu kedokteran
jiwa fakultas Unika atmajaya; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai