GAS
OLEH:
Puji dan syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
kasih dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah GAS mata
kuliah Kimia Fisik, yang diberikan oleh dosen Meiry Frid Dwi Yansi, ST,. MT. untuk
dapat diselesaikan dengan sebaik mungkin.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada teman-teman serta dosen
pengampu mata kuliah Kimia Fisik yang dengan telah mendampingi dan memberi
arahan kepada penyusun dalam menyusun makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca sangat diharapkan untuk penyusunan makalah selanjutnya agar lebih baik
lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
5. Volume sejumlah gas sama dengan volume wadahnya. Bila gas tidak
diwadahi, volume gas akan menjadi tak terhingga besarnya, dan
tekanannya akan menjadi tak terhingga kecilnya.
6. Bila dua atau lebih gas bercampur, gas-gas itu akan terdistribusi
merata.
7. Gas dapat ditekan dengan tekanan luar. Bila tekanan luar dikurangi,
gas akan mengembang. Alat yang digunakan untuk mengukur
tekanan gas adalah manometer.
8. Bila dipanaskan gas akan mengembang, dan akan mengkerut jika
didinginkan.
a. Hukum Boyle
Hukum Boyle, yaitu hukum fisika yang menjelaskan bagaimana
kaitan antara tekanan dan volume suatu gas. Penemu Hukum Boyle
adalah Robert Boyle (1627-1691), dia melakukan penelitian untuk
mengetahui hubungan antara tekanan dan volume gas pada suhu
yang konstan. Dari hasil penelitiannya, Robet Boyle menemukan
bahwa hasil kali tekanan dan volume gas dalam ruangan tertutup
adalah tetap/konstan. Pernyataan Robert Boyle dikenal dengan
Hukum Boyle, yang berbunyi:
Dari hukum Boyle tersebut berarti hasil kali tekanan dan volume
gas dalam ruang tertutup adalah konstan (tetap) asalkan suhu gas
tetap. Pernyataan tersebut bila ditulis dalam bentuk rumus:
Bila tekanan diubah maka volume gas juga berubah maka rumus
diatas dapat ditulis sebagai berikut:
. = .
Keterangan:
P1 = tekanan gas mula-mula (atm, cm Hg, N/m2, Pa)
P2 = tekanan gas akhir (atm, cm Hg, N/m2, Pa)
V1 = volume gas mula-mula (m3, cm3)
V2 = volume gas akhir (m3, cm3)
b. Hukum Charles
Sama halnya dengan yang dilakukan oleh Robert Boyle, Jacques
Charles (1747-1823) menggerakkan piston namun parameter yang
dibuat konstan adalah tekanan gas. Dari hasil percobaannya,
Charles memperoleh kesimpulan bahwa:
Bila volume diubah maka suhu gas juga berubah maka rumus diatas
dapat ditulis sebagai berikut:
Keterangan:
k = konstanta Boltzmann = 1,38110-23 J/K
=
Bila tekanan diubah maka suhu gas juga berubah maka rumus diatas
dapat ditulis sebagai berikut:
Keterangan:
k = konstanta Boltzmann = 1,38110-23 J/K
Keterangan:
k = konstanta Boltzmann = 1,38110-23 J/K
P1 = tekanan gas mula-mula (atm, cm Hg, N/m2, Pa)
P2 = tekanan gas akhir (atm, cm Hg, N/m2, Pa)
V1 = volume gas mula-mula (m3)
V2 = volume gas akhir (m3)
T1 = suhu gas mula-mula (K)
T2 = suhu gas akhir (K)
=
Keterangan:
P = tekanan gas (N/m)
V = volume gas (m)
N = banyak partikel
k = konstanta Boltzmann = 1,38110-23 J/K
T = suhu mutlak (K)
e. Hukum Avogadro
Hukum Avogadro adalah hukum gas yang diberi nama sesuai
dengan ilmuwan Italia Amedeo Avogadro, yang pada 1811
mengajukan hipotesis bahwa:
Artinya, jumlah molekul atau atom dalam suatu volume gas tidak
tergantung kepada ukuran atau massa dari molekul gas. Sebagai
contoh, 1 liter gas hidrogen dan nitrogen akan mengandung jumlah
molekul yang sama, selama suhu dan tekanannya sama. Aspek ini
dapat dinyatakan secara matematis:
Dengan:
Artinya, konstanta memiliki nilai yang sama untuk semua gas, tidak
tergantung pada ukuran atau massa molekul gas. Hipotesis
Avogadro dibuktikan melalui teori kinetika gas. Satu mol gas ideal
memiliki volume 22.4 liter pada kondisi standar (STP), dan angka
ini sering disebut volume molar gas ideal. Gas-gas nyata (non-ideal)
memiliki nilai yang berbeda.
= dan =
sehingga
=
dengan:
Ek = energi kinetik partikel gas (J)
Dengan mensubstitusikan persamaan umum gas ideal pada persamaan
tersebut, maka akan diperoleh hubungan energi kinetik dengan suhu gas
sebagai berikut.
=
= = ( )
=
Gas terdiri atas partikel-partikel gas, setiap partikel memiliki energi
kinetik. Kumpulan dari energi kinetik dari partikel-partikel gas
merupakan energi dalam gas. Besar energi dalam gas dirumuskan:
= .
dengan:
U = energy dalam gas (J)
N = jumlah partikel
= ( )
Karena
=
Jika suatu gas mengalami tekanan yang jauh lebih rendah dari tekanan
kritisnya dan suhu yang jauh lebih tinggi dari suhu kritisnya maka gas
tersebut dapat diperlakukan sebagai gas ideal
Jika suatu gas diperlakukan sebagai gas ideal, maka rumusan berikut
berlaku pada gas tersebut:
PV = nRT
Suatu aliran dari udara kering yang bersih dilewatkan cairan yang
diukur tekanan uapnya. Ketelitian dari pengukuran ini tergantung pada
kejenuhan udara tersebut. Untuk menjamin kejenuhan ini maka udara
dilewatkan cairan tersebut secara seri. Bila V adalah volume dari w gram
cairan tersebut dalam keadaan uap, M berat mol cairan dan tekanan uap
dari cairan tersebut pada temperatur T maka tekanan uap dapat dihitung
dengan hukum gas ideal.
Hukum gabungan gas untuk suatu sampel gas menyetakan bahwa
perbandingan PV/T adalah konstan. Sebetulnya untuk gas-gas real (nyata)
seperti metana (CH3) dan oksigen dilakukan pengukuran secara cermat,
ternyata hal ini tidak benar betul. Gas hipotesis yang dianggap akan
mengikuti hukum gabungan gas pada berbagai suhu dan tekanan hukum
gabungan gas pada berbagai suhu dan tekanan disebut gas ideal. Gas
nyata akan menyimpang dari sifat gas ideal.. Pada tekanan yang relatif
rendah termasuk pada tekanan atmosfer serta suhu yang tinggi, semua gas
akan menempati keadaan ideal sehingga hukum gas gabungan dapat
dipakai untuk segala macam gas yang digunakan (Brady, 1999).
Persamaan gas ideal bersama-sama dengan massa jenis gas dapat
digunakan untuk menentukan berat molekul senyawa volatil. Dalam hal
ini menyarankan konsep gas ideal, yakni gas yang akan mempunyai sifat
sederhana yang sama dibawah kondisi yang sama (Haliday, 1978).
Kapasitas panas gas ideal pada tekanan konstan selalu lebih besar dari
pada kapasitas panas gas ideal pada volume konstan, dan selisihnya
sebesar konstanta gas umum (universil) yaitu: R = 8,317 J/mol 0K.
Cp Cv = R
Cp = kapasitas panas jenis (kalor jenis) gas ideal pada tekanan konstan.
Cv = kapasitas panas jenis (kalor jenis) gas ideal pada volume konstan.
Panas jenis dari suatu gas dapa dihitung dengan menggunakan rumus:
keterangan:
C= Kapasitas Kalor
Q = Qalor
T = Kenaikan Suhu
Kapasitas kalor gas adalah kalor yang diberikan kepada gas untuk
menaikan suhunya dapat dilakukan pada tekanan tetap (proses isobarik)
atau volum tetap (proses isokhorik). Karena itu, ada dua jenis kapasitas
gas kalor yaitu:
Cp Cv = 5/2nR 3/2nR
Cp Cv = nR
CpT CvT = pV
(C p Cv ) = pV
Cp Cv= pV / T
Akhirnya kita mendapatkan rumus lengkap usaha yang dilakukan
oleh gas seperti dibawah ini:
W = pV = p (V2- V1)
W = Qp - Qv = (Cp Cv)T
2.1.8 Viskositas Gas
Viskositas adalah ukuran tahanan yang diberikan oleh suatu fluida
terhadap gaya geser terapan. (Robert A. Alberty, 1984: 144) Semakin
tinggi interaksi dan ikatan antarmolekul fluida, semakin tinggi tahanan
yang diberikan oleh suatu fluida ke tekanan geser yang diterapkan pada
fluida tersebut. Karenanya, viskositas fluida akan semakin tinggi.
Tekanan geser adalah gaya geser dibagi dengan luas. Tekanan geser
berbanding lurus dengan dengan laju regangan geser (atau gradien
velocity).
Dalam definisi sederhana viskositas alias kekentalan sebenarnya
merupakan gaya gesekan antara molekul-molekul yang menyusun suatu
fluida. Atau kita sebut juga sebagai gesekan internal fluida. Jadi molekul-
molekul yang membentuk suatu fluida saling gesek-menggesek ketika
fluida tersebut mengalir. Pada zat cair, viskositas disebabkan karena
adanya gaya kohesi (gaya tarik menarik antara molekul sejenis).
Sedangkan dalam zat gas, viskositas disebabkan oleh tumbukan antara
molekul. Viskositas berhubungan langsung dengan temperatur, dimana
pada viskositas liquid, semakin tinggi temperatur semakin rendah
viskositas. Sedangkan pada viskositas gas, semakin tinggi temperatur
semakin tinggi viskositas, dapat diartikan bahwa pada liquid (zat cair)
semakin tinggi temperatur, interaksi dan ikatan antar molekul fluida pada
zat cair akan berkurang (gaya kohesi melemah), sehingga tahanan fluida
akan semakin rendah, viskositas semakin rendah. Pada fluida gas
semakin tinggi temperatur, interaksi dan ikatan antarmolekul fluida pada
gas akan semakin tinggi (molekul-molekul bertumbukan), sehingga
tahanan fluida akan semakin tinggi, viskositas gas semakin tinggi. Dua
poin ini dapat dijelaskan dengan teori kinetik. Tumbukan antara partikel
yang berbentuk bola atau dekat dengan bentuk bola adalah tumbukan
elastik atau hampir elastic, seperti pada fluida gas. Namun, tumbukan
antara partikel yang bentuknya tidak beraturan cenderung tidak elastic,
seperti pada fluida cair. Dalam tumbukan tidak elastik, sebagian energi
translasi diubah menjadi energy vibrasi, dan akibatnya partikel menjadi
lebih sukar bergerak dan cenderung berkoagulasi. Viskositas secara
umum dibagi dua:
1. Dynamic viscosity atau absolute viscosity
2. Kinetic viscosity, adalah dynamic viscosity dibagi dengan densitas
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah:
a. Sifat-sifat gas:
Gas terdapat di segala tempat
Gas menekan ke segala arah dan terdistribusi merata dalam ruang
Gas mengisi seluruh ruangan yang ditempatinya
Gas memiliki bentuk dan volume yang berubah-ubah
Volume sejumlah gas sama dengan volume wadahnya.
Bila dipanaskan gas akan mengembang, dan akan mengkerut jika
didinginkan.
Gas dapat ditekan dengan tekanan luar.
b. Hukum-hukum gas
Hukum Boyle
Hukum Gay Lussac
Hukum Charles
Hukum Boyle-Gay Lussac
Hukum Avogadro
c. Teori kinetik gas
Teori ini menyatakan bahwa tekanan tidaklah disebabkan oleh denyut-
denyut statis diantara molekul-molekul, seperti yang diduga Isaac Newton,
melainkan disebabkan oleh tumbukan antarmolekul yang bergerak pada
kecepatan yang berbeda-beda.
d. Persamaan keadaan (Equation of State) adalah persamaan yang
menghubungkan antara tekanan, suhu dan volum jenis (spesific volume)
dari suatu zat.
e. Densitas dari gas dipergunakan untuk menghitung berat molekul suatu gas,
ialah dengan cara membendungkan suatu volume gas yang akan dihitung
berat molekulnya dengan berat gas yang telah diketahui berat molekulnya
(sebagai standar) pada temperatur atau suhu dan tekanan yang sama.
f. Kapasitas kalor suatu zat menyatakan "banyaknya kalor Q yang diperlukan
untuk menaikkan suhu zat sebesar 1 kelvin".
g. Viskositas adalah ukuran tahanan yang diberikan oleh suatu fluida terhadap
gaya geser terapan. Semakin tinggi interaksi dan ikatan antarmolekul
fluida, semakin tinggi tahanan yang diberikan oleh suatu fluida ke tekanan
geser yang diterapkan pada fluida tersebut.