Anda di halaman 1dari 10

Khasiat Eritromisin Oral Untuk Meningkatkan Toleransi Makan pada

Bayi Prematur
Made Sukmawati, Rinawati Rohsiswatmo, Rulina Suradi, Pramita Gayatri

Abstrak
Latar belakang Feeding intoleransi adalah kondisi umum yang mempengaruhi bayi prematur.
Eritromisin adalah agen prokinetik yang digunakan untuk mengobati memberi makan
intoleransi, namun khasiatnya tetap tidak meyakinkan.

Tujuan Untuk mengevaluasi efektivitas eritromisin oral untuk meningkatkan toleransi makan
pada bayi prematur.

Metode prospektif ini, merupakan percobaan random yang terkontrol pada bayi prematur dan
dilakukan di RS Sanglah, Denpasar, Bali, dari Jakarta Juni 2015 sampai Januari 2016. Bayi
yang memenuhi syarat diacak dan diberikan eritromisin oral 12,5 mg / kg / dosis atau plasebo,
setiap 8 jam. Hasil utamanya adalah waktu untuk makan secara enteral sampai penuh. Hasil
sekunder adalah berat badan yang diukur saat makan penuh secara enteral dan lama tinggal di
rumah sakit.

Hasil dari 62 subjek awal, 3 bayi keluar dari penelitian. tiga puluh bayi diberikan eritromisin
dan 29 bayi diberikan plasebo. Karakteristik dasar dari kedua kelompok serupa, dengan rata-
rata usia gestasi 31,4 (SD 1,7) minggu di kelompok eritromycin dan 32,4 (SD 2,2) minggu
pada kelompok plasebo. Waktu rata-rata untuk mencapai pemberian makanan secara enteral
penuh tidak berbeda secara signifikan antara kedua kelompok, dengan 10 (SD 5,3) hari di
eritromisin kelompok dengan 8 (SD 6,5) hari pada kelompok plasebo (P = 0,345). Dan juga,
bobot badan rata-rata pada pemberian makanan enteral penuh dan panjang rumah sakit tinggal
tidak berbeda secara signifikan antara kedua kelompok.

Kesimpulan Eritromisin dari 12,5 mg / kg / dosis setiap 8 jam sebagai pengobatan profilaksis
tidak secara signifikan meningkatkan toleransi makan pada bayi prematur. Berat badan rata-
rata saat pemberian makan enteral penuh dan lama tinggal di rumah sakit tidak berbeda secara
signifikan antara kelompok eritromisin dan plasebo. [Pae-diatr Indones. 2017; 57: 154-9 doi:
http://dx.doi.org/10.14238/pi57.3.2017.154-9].
Kata kunci: eritromisin;Feeding intolerance;Bayi prematur.
Feeding intolerance adalah masalah umum dalam mengelola bayi prematur. Feeding
intolerance berupa sebagai residu gastric, regurgitasi, muntah berulang, atau distensi abdomen,
dalam beberapa kasus yang parah. Feeding intolerance menyebabkan sedikitnya penambahan
berat badan, lama tinggal di rumah sakit, dan potensi infeksi yang didapat dirumah sakit, karena
dimasukkan kateter sentral ( kateter umbilical, kateter vena sentral, perkutaneus yang
dimasukan kateter sentral ), dan jangka waktu yang lama dalam pemberian nutrisi secara
parenteral. Penyebab tersering Feeding intolerance adalah motilitas usus yang rendah karena
prematuritas.
Prokinetic biasa digunakan untuk mengobati Feeding intolerance pada bayi prematur.
Prokinetic yang paling banyak digunakan adalah metocloperamid, cisapride, dan domperidone.
Adapun beberapa efek samping yang berbahaya yang berkaitan dengan prokinetic ini, seperti
reaksi extrapiramidal dan penurunan kesadaran akibat metokloperamid dan pelebaran interval
QT akibat cisapride. Sebagai tambahan, penggunaan obat domperidon pada bayi prematur
masih ada kontroversial.
Eritromisin adalah antibiotik yang sering digunakan untuk mengobati Feeding intolerance pada
bayi prematur. Makrolida ini memiliki efek seperti motilin dan merangsang gerak peristaltik.
Eritromisin bekerja sebagai agen motiline, dengan berikatan dengan reseptor motil di antrum
dan bagian atas duodenum dan menyebabkan peningkatan kontraksi di antrum. Hormon
motiline merangsang pengosongan lambung dan menginduksi fase III dari kompleks motor
migrasi ( MMC ) di bagian proksimal dari usus halus, menurunkan transisi waktu di dalam
usus halus. Proses ini tidak tercapai bila masa usia gestasi tidak sampai 32 minggu. Beberapa
penelitian pada bayi dengan dismotilitas usus menunjukkan manfaat dari eritromisin sementara
yang lain memberikan hasil yang tidak konsisten. Kami bertujuan untuk menilai khasiat dari
dosis tinggi eritromisin ( 12,5 mg/ kg ) guna sebagai management profilaksis untuk
meningkatkan toleransi makan pada bayi prematur, dibandingkan dengan plasebo.
METODE
Uji coba acak secara terkontrol ini dilakukan pada bayi prematur pada usia kehamilan 28
sampai <37 minggu dan di rawat dibangsal neonatologi, rumah sakit Sanglah, Denpasar, Bali,
dari Juni 2015 sampai Januari 2016. Subjek diacak menjadi 2 kelompok : 1 kelompok diberi
erythromycin dosis tinggi ( 12,5 mg/Kg Tid ) dan kelompok lainnya diberi plasebo. Ukuran
sampel dihitung menjadi 25 perkelompok, untuk tingkat signifikansi 5 % () dan daya 80 %
(), berdasarkan OR dari penelitian sebelumnya. Dengan menggunakan 10 % dari perkiraan
yang hilang untuk ditindaklanjuti, jumlah subjek minimun yang dibutuhkan ukuran sampel
dihitung menjadi 60 subjek. Subjek studi direkrut dengan sampling secara berurutan sampai
ukuran sampel minimun tercapai. Kriteria eksklusinya yaitu anak-anak dengan perdarahan
usus, necrotizing enterocolitis, kelainan major kongenital, mempunyai riwayat operasi
abdoment sebelumnya atau ditempat lain. Pengacakan blok dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak komputer ( SPSS 20,0 untuk Mac ), terkunci dan disimpan di di divisi farmasi
sampai studi berakhir. Kelompok pengobatan erythromicin (12.5 mg/kg) yang diberikan secara
oral dengan dosis tinggi tiap 8 jam ketika kelompok placebo. Sirup erithromycin dan sirup
plasebo disiapkan oleh divisi apotek rumah sakit Sanglah. Kedua persiapannya serupa warna
dan label. Para peneliti, perawat dan orang tua tidak mengetahui isi obatnya selama penelitian.
Intervensi dimulai dari awal menyusui dan dilanjutkan sampai full enteral feeding telah
tercapai. Komplikasi seperti sepsis dan enterocolitis necrotizing, serta hasil sekunder berat
badan saat pemberian full enteral feeding dicapai, dan lama tinggal di catat. Efek lainnya yang
merugikan seperti diare, aritmia, dan stenosis hipertrofi pilorus dicatat pada semua subjek. Bayi
dengan efek samping yang serius dikeluarkan dari penelitian, dan diobati dengan sesuai.
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etika Rumah Sakit Sanglah, Denpasar. Orang tua subyek
disediakan inform consent secara tertulis.
Karakteristik subjek, efek samping, dan data pada full enteral feeding di kumpulkan dan
ditampilkan di tabel. Asosiasi waktu yang dibutuhkan untuk full enteral feeding, berat badan
ketika full enteral feeding tercapai, dan lama waktu tinggal di rumah sakit, dan intervensi
dianalisis dengan menggunakan uji Mann-Whitney U, karena distribusi data abnormal.
Analisis dilakukan dengan SPSS 16.0 perangkat lunak.
HASIL
Sebanyak 62 subjek yang terdaftar dalam studi. Tiga subjek penelitian dikeluarkan; 2 bayi
dalam pengobatan dikarenakan kondisinya yang semakin memburuk atau data yang kurang
lengkap selama analisa, dan 1 subjek di dalam kelompok placebo dikarenakan keadaannya
yang semakin memburuk. Sisa subjek yang berjumlah 59 di analisa, 30 subjek dalam perlakuan
dan 29 subjek pada kelompok kontrol, seperti yang terlihat dalam bagan di gambar 1.
Karakteristik subjek terlihat serupa antar kelompok (Tabel 1). Terdapat lebih banyak laki-laki
pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok plasebo. Cara pemberian sama pada kedua
kelompok. Usia kehamilan masih muda pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok
plasebo [31,4 (SD 1,7) vs 32,4 (SD 2,2) minggu, masing-masing]. Rata-rata berat badan lahir
sama di kedua kelompok ( sekitar 1.550 grams ). Kelompok plasebo memiliki 3 bayi usia untuk
kehamilan dan kelompok perlakuan tidak ada. Asfiksia berat lebih tinggi pada kelompok
perlakuan (9/30) dibandingkan dengan kelompok plasebo (2/29). Dukungan ventilator lebih
tinggi pada kelompok perlakuan (10 %) dibandingkan dengan kelompok plasebo (6,9%).
Dukungan continous positive airway pressure ( CPAP ) juga lebih tinggi pada kelompok
perlakuan ( 76,7 % ) dibandingkan dengan kelompok plasebo ( 65,5 % ).
Karakteristik serupa sepsis, waktu awal trophic feeding, intolerance feeding, diare, hipertrofi
stenosis pilorus, dan aritmia ditemukan pada kedua kelompok, seperti yang ditunjukan pada
Tabel 2.
Median full enteral feeding dicapai lebih cepat pada kelompok plasebo dibandingkan dengan
kelompok perlakuan, tetapi berat badan yang di capai pada kelompok perlakuan di dapatkan
lebih tinggi.

Lama tinggal dirumah sakit lebih lama pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan
kelompok plasebo. Namun, tidak ada perbedaan-perbedaan secara statistik yang signifikan,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Subjek yang diberikan susu formula lebih cepat dalam mencapai full enteral feeding
dibandingkan dengan subjek yang diberikan ASI Eksklusif atau kombinasi dari ASI dan susu
formula di kedua kelompok perlakuan dan plasebo. Subjek dengan usia kehamilan > 32 minggu
juga mencapai full enteral feeding lebih cepat tercapai dibandingkan dengan subjek dengan
usia kehamilan lebih rendah, di kedua kelompok. Subjek dengan asfiksia berat membutuhkan
waktu lebih lama untuk mencapai full enteral feeding dibandingkan subjek tanpa asfiksia berat,
pada kedua kelompok, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.
DISKUSI

Studi terdahulu telah mengevaluasi khasiat erythromicin sebagai prokinetic pada bayi
prematur, baik itu terapi atau profilaksis. Dalam studi ini, erythromicin dosis tinggi diberikan
sebagai profilaksis untuk Feeding intolerance terhadap bayi prematur dengan usia kehamilan
kurang dari 37 minggu. Tidak ada dibuat analisis sub-kelompok untuk usia kehamilan karena
ukuran sampel yang besar dan jangka waktu yang studi yang panjang yang diperlukan untuk
analisis tersebut.
Karakteristik dasar dari subjek adalah serupa antar kelompok. Analisis sub-kelompok untuk
makan enteral mengungkapkan bahwa subjek yang diberikan susu formula lebih cepat
mencapai full enteral feeding dibandingkan dengan subjek yang diberikan ASI. Hasil ini
mungkin dikarenakan kurangnya tersedianya ASI dalam dibeberapa hari pertama setelah
masuk, karena rumah sakit kami tidak memiliki BANK ASI. Dengan demikian, waktu awal
untuk trophic feeding pada subjek yang meminum ASI mungkin tertunda.
Full enteral feeding dicapai lebih cepat pada kelompok plasebo dibandingkan dengan
kelompok yang diberi perlakuan ( 8 vs 10 hari, masing-masing ), namun hasil ini tidak
signifikan. Sebuah studi dengan dosis rendah erytromisin sebagai sebuah prokinetic telah
memiliki hasil yang tidak konsisten. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa erytromisin
dosis rendah tidak memberikan manfaat profilaksis pada bayi yang lahir < 32 minggu dengan
feeding intolerance. Sebaliknya, Oei et al. Menemukan bahwa low dose eritromisin ( 2,5
mg/kg 4 kali sehari ) adalah bermanfaat sebagai pencegahan sebagai Feeding Intolerance,
dengan waktu yang lebih pendek untuk mencapai full enteral feeding pada kelompok perlakuan
dibandingkan kelompok plasebo [6.0 (SD 2.3) vs 7.9 ( SD 3.5 ) hari, masing-masing].
Perbedaan ini mungkin karena untuk ukuran sampel yang berbeda dan metode antar studi.
hasil yang tidak konsisten ditemukan di beberapa studi tentang penggunaan eritromisin sebagai
protokol penyelamatan di Feeding intolerance pada bayi prematur. Kebanyakan penelitian
telah menunjukkan manfaat dengan eritromisin dosis tinggi (> 10 mg / kg tid), tetapi tidak ada
manfaat yang signifikan dengan eritromisin dosis rendah, dalam pengelolaan Feeding
intolerance. Satu studi menemukan manfaat yang signifikan dengan eritromisin dosis tinggi
(12,5 mg / kg empat kali sehari) dibandingkan dengan plasebo untuk mengobati Feeding
intolerance pada bayi prematur dengan berat lahir <1.500 gram [13.5 (8-22) vs. 25 (16-33) hari,
masing-masing]. Juga, Madani et al. melaporkan bahwa manfaat yang signifikan ditemukan
pada bayi prematur > 32 minggu yang mengambil highdose eritromisin (12,5 mg / kg empat
kali sehari) dibandingkan dengan plasebo. Demikian pula, Aly et al. menemukan manfaat yang
signifikan pada bayi prematur > 32 minggu [10.5 (4.1) vs. 16,3 (5,7) hari, masing-masing,
dengan eritromisin dosis rendah (1 mg / kg tid) dibandingkan dengan plasebo. Selain itu,
sebuah studi Jakarta tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam penggunaan
eritromisin dosis rendah (3 mg / kg empat kali sehari) pada bayi prematur dibandingkan dengan
plasebo.

Dalam studi ini, kami tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam penggunaan
eritromisin dosis tinggi sebagai profilaksis untuk Feeding intolerance pada bayi prematur <37
minggu, dibandingkan dengan plasebo. Dua jenis reseptor motilin (saraf dan otot polos) yang
telah ditemukan dan khasiat eritromisin tergantung pada dosis dan usia kehamilan. eritromisin
dosis rendah (1-3 mg / kg) dapat merangsang motilin reseptor saraf (saraf kolinergik dari usus
baik di tingkat preganglionik dan postganglionik) dan menginduksi fase III MMC. Tapi
reseptor motilin di otot polos hanya dapat dirangsang oleh eritromisin dosis tinggi. MMC yang
belum dewasa sebelum 32 minggu kehamilan. eritromisin dosis yang lebih tinggi diperlukan
pada bayi prematur <32 minggu usia kehamilan untuk merangsang kontraksi antrum dan
koordinasi antro-duodenal. Kami tidak menemukan manfaat dari eritromisin dosis tinggi untuk
mencegah Feeding intolerance pada bayi prematur. Temuan kami mungkin telah menyebabkan
dismotilitas usus terhadap subjek untuk menunjukkan efek dari eritromisin. analisis sub-
kelompok menunjukkan bahwa bayi prematur > 32 minggu dalam mencapai Full enteral
feeding lebih cepat dibandingkan dengan usia kehamilan < 32 minggu, baik pengobatan dan
kelompok plasebo. Kami juga menemukan bahwa bayi prematur pada kelompok perlakuan
memiliki berat badan lebih tinggi pada makanan enteral penuh dibandingkan dengan kelompok
plasebo [1.600 (SD 249) vs. 1.540 (SD 269) gram, masing-masing], tetapi kelompok perlakuan
juga memiliki lama tinggal yang lebih panjang [25,5 (SD 24,0) vs. 24 (SD 20,0) hari, masing-
masing). Perbedaan ini mungkin telah disebabkan oleh usia kehamilan muda dari subjek pada
kelompok perlakuan.
Komplikasi nutrisi parenteral adalah sepsis dan kolestasis. Dalam penelitian kami, sepsis dan
kolestasis lebih tinggi pada kelompok plasebo. Namun demikian, kelompok plasebo
mengambil waktu yang lebih singkat untuk mencapai Full enteral feeding, ini menunjukkan
bahwa sepsis dan kolestasis tidak terkait dengan makan parenteral. Berkaitan dengan keamanan
eritromisin, kami tidak menemukan diare, aritmia, atau stenosis pilorus hipertrofik pada
kelompok perlakuan, mirip dengan penelitian lain. Eritromisin jangka panjang dapat mengubah
flora usus normal, dengan dosis tinggi atau dosis terapi yang mengarah ke diare dan sepsis.
Namun, Ng tidak menemukan perubahan mikroorganisme usus setelah penggunaan eritromisin
selama 10 hari dan 4 minggu. Dia juga tidak menemukan infeksi atau wabah enterocolitis
necrotizing selama studi 69 bulan. Kami tidak memeriksa mikroorganisme usus pelajaran kami
sebelum atau setelah eritromisin.
Kesimpulannya, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam waktu untuk mencapai Full enteral
feeding, berat badan ketika Full enteral feeding dicapai, atau lama tinggal diamati dalam
penggunaan eritromisin dosis tinggi sebagai profilaksis untuk makan intoleransi pada bayi
prematur dibandingkan dengan plasebo. Penelitian lebih lanjut dengan sub-kelompok dari
berbagai usia kehamilan dapat memberikan kita pemahaman yang lebih baik dari khasiat
eritromisin sebagai profilaksis untuk makan intoleransi pada bayi prematur. Sebuah studi pada
perubahan flora normal usus setelah digunakan eritromisin juga diperlukan.
Konflik of interest
Tidak ada dinyatakan.
Referensi
1. Aly H, Abdel-Hady H, Khashaba M, El-Badry N. Eritromisin dan makan intoleransi pada
bayi prematur: uji coba secara acak. J Perinatol. 2007; 27: 39-43.
2. Madani A, Pishva N, Pourarian SH, Zarkesh M. Kemanjuran eritromisin oral pada
peningkatan toleransi susu pada bayi prematur: uji coba klinis secara acak. Iran J Med Sci.
2004; 29: 1-4.
3. Nguyen NQ, Chapman MJ, Fraser R, Bryant LK, Holloway RH. Eritromisin lebih efektif
daripada metocloperamide dalam pengobatan intoleransi pakan di penyakit kritis. Crit
Perawatan Med. 2007; 35: 483-9.
4. Harahap LI, Aminullah A, Pardede SO, Hegar B. Peran eritromisin Terhadap Toleransi air
minum bayi Kurang bulan. Sari Pediatri. 2013; 15: 167-73.
5. Ng PC, Jadi KW, Fung KS, Lee CH, Fok TF, Wong W, etAl. Studi acak terkontrol
eritromisin oral untuk pengobatan dismotilitas gastrointestinal pada bayi prematur. Arch Dis
Child janin Neonatal Ed.2001; 84: F177-82.
6. Jadi KW, Ng PC. Eritromisin dan dismotilitas gastrointestinal pada bayi prematur. Timur J
Med. 2010; 15: 146-50.
7. Ng SC, Gomez JM, Rajadurai VS, Saw SM, Quak SH. Membangun makanan enteral pada
bayi prematur dengan intoleransi makanan: studi terkontrol secara acak dari eritromisin dosis
rendah. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2003; 37: 554-8.
8. Costalos C, Gounaris A, Varhalama E, Kokori F, Alexiou N, Kolovou E. Eritromisin sebagai
agen prokinetik pada bayi prematur. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2002; 34: 23-5.
9. Stenson BJ, Middlemist L, Lyon AJ. Pengaruh eritromisin pada pembentukan makan pada
bayi prematur: pengamatan dari uji coba terkontrol secara acak. Arch Dis Child janin Neonatal
Ed. 1998; 79: F212-14.
10. Neu J, Li N. neonatal saluran pencernaan: perkembangan anatomi, fisiologi, dan implikasi
klinis. NeoReviews. 2003; 4e7-12.
11. Patole S, Rao S, Doherty D. Eritromisin sebagai agen prokinetik pada neonatus prematur:
review sistematis. Arch Dis Child janin Neonatal Ed. 2005; 90: F301-6.
12. Lam HS, Ng PC. Gunakan dari prokinetics pada bayi prematur. Curr Opin Pediatr.
2011; 23: 156-60.
13. Mohammadizadeh M, Ghazinour M, Iranpour R. Khasiat eritromisin lisan profilaksis untuk
meningkatkan toleransi makanan enteral pada bayi prematur: studi terkontrol secara acak.
Singapore Med J. 2010; 51: 952-6.
14. Oei J, Lui K. Sebuah uji coba terkontrol plasebo eritromisin dosis rendah untuk
mempromosikan toleransi pakan pada bayi prematur. Acta Paediatr. 2001; 90: 904-8.
15. Ng PC. Gunakan eritromisin oral untuk pengobatan dismotilitas gastrointestinal pada bayi
prematur. Neonatologi. 2009; 95: 97-104.
16. Mansi Y, Abdelaziz N, Ezzeldin Z, Ibrahim R. Acak terkontrol dari dosis tinggi eritromisin
oral untuk pengobatan makan intoleransi pada bayi prematur. Neonatologi. 2011; 100: 290-4.
17. Elhenway AA, Sparks JW, Armentrout D, Huseby V, Berseth CL. Eritromisin gagal untuk
meningkatkan hasil pada bayi prematur feedingintolerant. J Pediatr Gastroentrol Nutr. 2003;
37: 281-6.
18. Ng YY, Su PH, Chen JY, Quek YW, Hu JM, Lee IC, et al.Khasiat menengah dosis
eritromisin oral sangat rendah bayi berat lahir dengan intoleransi makan. Pediatr Neonatol.
2012; 53: 34-40.
19. Ng PC, Lee CH, Wong SP, Lam HS, Liu TA, Jadi KW, et al. Dosis tinggi eritromisin lisan
menurunkan kejadian kolestasis nutrisi terkait parenteral pada bayi prematur. Gastroenterologi.
2007; 132: 1726-1739.
20. Nguyen NQ, Mei SL. isu terkini tentang keselamatan prokinetics pada pasien kritis dengan
intoleransi pakan. Ther Adv Obat Saf. 2011; 2: 197-204.
21. Buck ML. Eritromisin sebagai agen prokinetik pencernaan pada bayi. Pediatr
Pharmacother. 2010; 16: 1-4.
22. Lakritz J, Wilson DW. Eritromisin: farmakokinetik, bioavailabilitas, aktivitas antimikroba,
dan mekanisme yang mungkin terkait dengan efek samping. Prosiding Konvensi Tahunan
AAEP. 1997; 43: 83-6.

Anda mungkin juga menyukai