PENDAHULUAN
1
dilakukan dengan cara konseling. Terapi ini cukup efektif diberikan pada ibu
postpartum karena tidak menimbulkan efek samping pada ibu maupun bayinya.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa definisi postpartum depression ?
1.2.2. Bagaimana epidemiologi dari postpartum depression ?
1.2.3. Bagaimana tanda dan gejala dari postpartum depression ?
1.2.4. Bagaimana etiologi dari postpartum depression ?
1.2.5. Apa faktor yang berhubungan dengan tingkat depresi pada pasien postpartum ?
1.2.6. Bagaimana penatalaksanaan postpartum depression ?
1.2.7. Bagaimana cara pencegahan postpartum depression ?
1.2.8. Bagaimana pengaruh pengobatan Cognitive Behavior Therapy (CBT) terhadap
postpartum depression ?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk menambah wawasan mahasiswa dan para ibu hamil pada khususnya
mengenai depresi pasca melahirkan (postpartum depression).
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengetahui konsep dasar mengenai postpartum depression yang meliputi
(definisi, epidemiologi, tanda dan gejala, faktor yang berhubungan dengn
depresi, dampak postpartum depression dan pangaruh cognitive )
1.3.2.2. Mengetahui apakah Cognitive Behavior Therapy (CBT) berpengaruh
terhadap ibu yang mengalami postpartum depression.
1.4. Manfaat
1.4.1. Dapat mengetahui terapi yang mampu mengurangi depresi postpartum.
1.4.2. Ibu yang mengalami depresi postpartum dapat memilih terapi ini sebagai salah
satu jalan untuk mengurangi depresi postpartum yang dialami.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
meningkatkan level kortisol, dan akhirnya akan menurunkan serotonin dengan
menurunkan prekursornya, yaitu trypthopan. Walaupun penyebab depresi cenderung
pada tingkat penurunan hormon, beberapa faktor lain mungkin menjadi penyebab
terjadinya depresi post partum. Kejadian stress dalam hidup, riwayat depresi
sebelumnya, dan riwayat keluarga yang mengalami gangguan mood, semua dikenal
sebagai prediktor depresi mayor pada wanita.
2.4. Tanda dan Gejala Postpartum Depression
Tanda dan gejala postpartum depression menurut Erikania (1999) dalam Soep
(2009) yaitu : gejala mimpi buruk, tidak dapat tidur, cemas, meningkatnya sensitivitas,
dan perubahan mood seperti sedih, kurang nafsu makan, mudah marah, kelelahan, sulit
berkonsentrasi, perasaan tidak berharga, menyalahkan diri, dan tidak mempunyai
harapan untuk masa depan.
2.5. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Postpartum Depression
2.5.1. Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian depresi postpartum
Dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang turut berperan terhadap
kejadian depresi postpartum. Dukungan memberi pengaruh dalam mengurangi
depresi yang dihadapi wanita pada masa postpartum. Menurut Samiaji (2012),
sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa faktor yang paling menentukan kadar
depresi seorang ibu pasca melahirkan adalah hubungannya dengan pasangan.
Pasangan atau suami yang tidak mendukung sangat terkait dengan kondisi
depresi pada ibu, sedangkan suami yang mendukung akan membuat ibu lebih
bisa menghadapi semua tekanan yang ada. Jika ibu tidak mendapatkan
dukungan dari pasangan maka ia harus menghadapi sendiri segala tekanan dan
perubahan yang terjadi selama kehamilannya. Hal ini akan mempengaruhi
pikiran dan suasana hatinya yang memicu stres tingkat tinggi atau depresi.
2.5.2. Hubungan paritas dengan kejadian depresi postpartum depression
Wanita yang baru pertama kali melahirkan lebih umum menderita depresi
karena setelah melahirkan wanita tersebut berada dalam proses adaptasi, kalau
dulu hanya memikirkan diri sendiri, begitu bayi lahir jika ibu tidak paham peran
barunya, dia akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.
Sedangkan ibu yang sudah pernah beberapa kali melahirkan secara psikologis
lebih siap menghadapi kelahiran bayinya dibandingkan dengan ibu yang baru
pertama kali. Sesudah melahirkan biasanya wanita mengalami keadaan lemah
fisik dan mental. Bersamaan dengan keadaan tersebut terjadi perubahan-
4
perubahan yang dramatis mengenai masalah fisiologis, psikologis dan
perubahan lingkungannya, yang dapat merupakan faktor penyebab untuk
terjadinya gangguan depresi postpartum.
2.5.3. Hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian postpartum depression
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang turut berperan terhadap
kejadian depresi postpartum. Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi
tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang
memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya di luar rumah,
dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak-anak
mereka (Kartono, 1992).
2.5.4. Hubungan jenis persalinan dengan kejadian postpartum depression
Depresi postpartum lebih sering terjadi pada ibu yang melahirkan secara caesar.
Ibu yang melahirkan secara normal jauh lebih mudah menyesuaikan diri
terhadap tangis bayi dibandingkan ibu yang melahirkan secara caesar. Sectio
cesaria dapat menimbulkan trauma fisik pada ibu karena adanya perlukaan pada
dinding perut dan dinding rahim ibu. Hal ini dapat membatasi aktivitas ibu
dalam merawat bayinya karena luka operasi membutuhkan penyembuhan yang
lebih lama. Ibu yang melahirkan dengan bedah caesar sering merasakan kembali
dan mengingat kelahiran yang dijalaninya. Keadaan ini dimulai dengan perasaan
syok dan tidak percaya terhadap apa yang telah terjadi (Sudarsono, 2008).
2.5.5. Hubungan status sosial ekonomi dengan kejadian postpartum depression
Keadaan ekonomi yang kurang mendukung dapat menimbulkan stress di
keluarga yang mempengaruhi depresi ibu setelah melahirkan. Selain itu bisa
berasal dari keadaan emosional, seperti konflik dalam keluarga. Bahkan kegiatan
yang seharusnya mendatangkan kebahagiaan seperti kelahiran bayi bisa
menimbulkan tekanan karena mereka menimbulkan perubahan baru dalam hidup
seorang wanita. Pitriani dalam (Burn A. A, 2009).
2.6. Penatalaksanaan Postpartum Depression
2.6.1. Psikoterapi
Psikoterapi interpersonal, suatu terapi jangka pendek, merupakan terapi dengan
sasaran masalah interpersonal seperti perubahan peran dalam rumah tangga,
memperbaiki hubungan dalam pernikahan, dukungan sosial dan stress kehidupan.
Bentuk dari psikoterapi ini berupa konseling baik kelompok maupun individu yang
dipimpin oleh profesional dibidang kesehatan jiwa. Bagi wanita yang menyusui
5
dapat memilih terapi ini dibandingkan terapi medikamentosa dalam penanganan
depresi pasca persalinan yang ringan. Hambatan dari terapi ini ialah kesan
mendapatkan cap negative akibat melakukan konseling, kurangnya terapis yang
terlatih untuk memberikan psikoterapi, mengatur waktu terapi, dan biaya.
2.6.2 Antidepresi
Depresi pasca persalinan yang berat merupakan indikasi untuk pemberian
antidepresi. SSRI merupakan regimen obat pilihan yang dapat mulai diberikan.
Dalam pemberian obat antidepresi, pemantauan dilakukan bersama ahli psikiatri.
Jika gejala depresi mulai membaik selama 6 minggu pemberian, pengobatan
sebaiknya diteruskan paling sedikit selama 6 bulan untuk mencegah relaps,
dilakukan tapering off dan penghentian obat dalam jangka waktu 2-4 minggu
setelah pemberian full course. Harus dipertimbangkan keuntungan dan kerugian
dalam pemberian obat antidepresi karena obat anti depressi dalam hal ini SRSI,
diekskresi sebagian kecil melalui ASI, dan dapat mememberikan efek samping
pada bayi.
2.7. Pencegahan Postpartum Depression
Pencegahan terjadinya depresi postpartum dapat dilakukan dengan melakukan
kursus untuk perawat maternitas dan profesi kesehatan lain. Hal ini disebabkan pada
umumnya bantuan yang diberikan pertama kali adalah dari tenaga kesehatan. Ibu
biasanya gagal keluar dari kondisi yang sulit karena perasaan yang kurang nyaman,
sehingga sangat penting memberikan pelatihan atau kursus pada tenaga kesehatan
professional agar mampu menolong ibu secara professional. Menyelenggarakan kelas
antenatal bagi ibu hamil dan keluarga. Keluarga mendapatkan pengetahuan tentang
persalinan dan perawatan bayi, pengetahuan dan perhatian pada aspek emosional serta
bagaimana penyelesaian masalah emosional. Kenyataan menunjukkan bahwa
pemberian informasi tentang depresi postpartum dapat mengurangi kejadian depresi
postpartum. Konseling perkawinan bagi pasangan yang akan menikah ataupun sudah
menikah. Konseling perkawinan bertujuan untuk membangun dan membina keluarga
yang harmonis. Seorang konselor menjelaskan tentang tujuan perkawinan,
mempersiapkan perkawinan, membina perkawinan, membina hubungan seksual dalam
perkawinan, dan mengasuh serta membimbing anak dalam keluarga. Konselor juga
membantu untuk mengatasi masalah dalam kehidupan keluarga (Nurbaeti, 2002).
Selain itu, hal utama yang dapat mencegah terjadinya depresi postpartum adalah
6
mengontrol mekanisme koping, dapat dilakukan dengan cara selalu berpikir postif dan
melakukan meditasi.
2.8. Cognitive Behaviour Therapy
CBT mengajarkan kepada anda tentang cara untuk mengenal suatu keadaan
sebagaimana keadaan yang sesungguhnya dengan mengubah cara anda berpikir
sehingga anda bisa melihat sesuatu secara lebih seimbang dan terhindar dari dampak
negatif dari pemikiran negatif. Berikut prosedur pelaksanaan Cognitive Behavior
Therapy. Pertama, latihan relaksasi, berupa relaksasi otot progresif (Soewondo, 2003)
untuk belajar menegangkan dan mengendurkan bermacam-macam kelompok otot
serta belajar memperhatikan perbedaan antara rasa tegang dan rileks. Kedua,
restrukturisasi kognitif, prosedur terapi untuk mengurangi tingkat kecemasan subyek
yang disebabkan oleh pemikiran-pemikiran negatif dan menggantikannya dengan
pemikiran-pemikiran yang lebih positif.
7
BAB III
PEMBAHASAN JURNAL
9
mengetahui penerapan skrining Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS)
dan pengaruh intervensi CBT mengatasi depresi postpartum.
C : Comparison
Pembanding dalam jurnal Cognitive Behaviour Therapy for Postpartum
Depression yaitu peneliti membandingkan intervensi cognitive behavior therapy
(CBT) dilakukan pada ibu yang mengalami postpartum depression dengan ibu
yang tidak mengalami postpartum depression.
O : Out come
Hasil penelitian dari jurnal Cognitive Behaviour Therapy for Postpartum
Depression didapatkan bahwa Sekitar 86,6% ibu postpartum yang dilakukan
intervensi terapi CBT tidak mengalami depresi dibandingkan ibu yang depresi
hanya 13,3%, sedangkan yang tidak dilakukan intervensi terapi CBT 80%
termasuk depresi dan yang tidak depresi sebesar 20%. Secara umum, jumlah ibu
yang mengalami depresi dapat dikategorikan. Ibu postpartum yang depresi
setelah intervensi CBT dengan booklet mengalami penurunan frekuensi ibu
postpartum yang depresi sebanyak 14 orang (46,6%) dan yang tidak mengalami
depresi postpartum sebanyak 16 ibu (53,3%). Perbedaan proporsi depresi
postpartum pada ibu postpartum yang dintervensi yang tidak diintervensi terapi
CBT dengan uji t berpasangan secara statistik bermakna (nilai p = 0,003). Jadi
dapat disimpulkan bahwa intervensi cognitive behavior therapy yang diberikan
pada ibu yang telah mengalami postpartum depression dapat menurunkan depresi
pada ibu tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian, jumlah ibu
penderita depresi postpartum berkurang dari yang awalnya berjumlah 15 menjadi
14 orang.
T : Time
Pada jurnal Cognitive Behavior Therapy for Postpartum Depression tidak
dipaparkan berapa lama waktu yang diperlukan dalam melaksanakan intervensi
CBT tersebut.
10
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Postpartum depression adalah suatu kondisi lanjutan dari postpartum blues yang
tidak teratasi dengan baik, dalam keadaan ini seorang ibu akan mengalami gangguan
perasaan setelah melahirkan ditandai dengan perubahaan perasaan seperti sedih,
perasaan tidak berharga dan menyalahkan diri. Gangguan perasaan tersebut terjadi
karena adanya faktor yang berhubungan pada kejadian postpartum depression salah
satunya adalah dukungan sosial khususnya dukungan suami dan tingkat pendidikan
seorang ibu. Salah satu cara penanganan yang dapat diberikan pada ibu dengan
postpartum depression adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT). Terapi ini dilakukan
dengan modifikasi pikiran dan perilaku kognitif. Berdasarkan penelitian dalam jurnal
Cognitive Behavior Therapy for Postpartum Depression didapatkan hasil bahwa
terapi ini memberikan pengaruh dalam mengurangi depresi pada ibu postpartum.
4.2. Saran
4.2.1. Pembaca diharapkan mampu menyampaikan informasi mengenai depresi
postpartum pada masyarakat dan khususnya pada ibu postpartum.
4.2.2. Pembaca pada khususnya ibu postpartum mampu menerapkan Cognitive
Behavior Therapy (CBT) sebagai salah satu pengobatan non medis.
11