Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Periode kehamilan dan melahirkan merupakan periode kehidupan yang penuh
dengan potensi stress. Seorang wanita dalam periode kehamilan dan periode
melahirkan cenderung mengalami stres yang cukup besar karena keterbatasan kondisi
fisik yang membuatnya harus membatasi aktivitas. Disamping ia harus juga waspada
dalam menjaga janinnya. Adanya berbagai potensi stress dalam rentang waktu
kehamilan hingga proses melahirkan memungkinkan munculnya masalah psikologis
pada diri seorang wanita pada periode tersebut. Sebagai contoh kelahiran bayi dapat
menimbulkan depresi. Dan salah satu bentuk depresi tersebut adalah depresi
postpartum. Postpartum adalah masa yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil) dan
berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Sebagian perempuan menganggap bahwa
masamasa setelah melahirkan adalah masamasa sulit yang menyebabkan mereka
mengalami tekanan secara emosional. Gangguan psikologis yang muncul akan
mengurangi kebahagiaan dan sedikit banyak mempengaruhi hubungan anak dan ibu
dikemudian hari. Hal ini muncul dalam durasi yang sangat singkat atau berupa
serangan yang sangat berat selama berbulan-bulan atau bertahun tahun lamanya.
Banyak faktor yang berhubungan dengan keadaan postpartum depression ini salah
satunya tingkat pendidikan, dukungan sosial maupun status sosioekonomi. Berdasarkan
tanda yang berhubungan dan dampak dari depresi postpartum serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya, maka perlu dilakukan suatu upaya penanganan terhadap ibu
postpartum guna mengantisipasi kejadian depresi postpartum. Banyak penanganan
yang dapat diberikan seperti pengobatan farmakologis dengan memberikan obat
antidepresan. Namun pemberian obat psikofarmaka pada ibu postpartum dapat
menimbulkan kerugian karena obat anti depresi diekskresikan sebagian kecil melalui
ASI sehingga dapat memberikan efek samping pada bayi. Maka dari itu, dilakukan
penelitian oleh para ahli untuk mencari alternatif lain. Alternatif yang ditemukan
adalah dengan cara nonfarmakologis. Salah satu pengobatan nonfarmakologis itu
adalah Cognitive Behaviour Therapy (CBT). Terapi ini merupakan salah satu terapi
yang dapat mencegah kekambuhan pada gangguan depresi dan cemas, dengan
menurunkan gejala yang ditimbulkan melalui modifikasi pikiran dan perilaku kognitif

1
dilakukan dengan cara konseling. Terapi ini cukup efektif diberikan pada ibu
postpartum karena tidak menimbulkan efek samping pada ibu maupun bayinya.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa definisi postpartum depression ?
1.2.2. Bagaimana epidemiologi dari postpartum depression ?
1.2.3. Bagaimana tanda dan gejala dari postpartum depression ?
1.2.4. Bagaimana etiologi dari postpartum depression ?
1.2.5. Apa faktor yang berhubungan dengan tingkat depresi pada pasien postpartum ?
1.2.6. Bagaimana penatalaksanaan postpartum depression ?
1.2.7. Bagaimana cara pencegahan postpartum depression ?
1.2.8. Bagaimana pengaruh pengobatan Cognitive Behavior Therapy (CBT) terhadap
postpartum depression ?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk menambah wawasan mahasiswa dan para ibu hamil pada khususnya
mengenai depresi pasca melahirkan (postpartum depression).
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengetahui konsep dasar mengenai postpartum depression yang meliputi
(definisi, epidemiologi, tanda dan gejala, faktor yang berhubungan dengn
depresi, dampak postpartum depression dan pangaruh cognitive )
1.3.2.2. Mengetahui apakah Cognitive Behavior Therapy (CBT) berpengaruh
terhadap ibu yang mengalami postpartum depression.
1.4. Manfaat
1.4.1. Dapat mengetahui terapi yang mampu mengurangi depresi postpartum.
1.4.2. Ibu yang mengalami depresi postpartum dapat memilih terapi ini sebagai salah
satu jalan untuk mengurangi depresi postpartum yang dialami.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Postpartum Depression


Depresi postpartum adalah keadaan emosi yang ditandai oleh episode menangis
ringan sesaat dan perasaan sedih selama sepuluh hari pertama setelah melahirkan.
Menurut Beck (2001) dalam Records, Rice, Beck (2007), depresi postpartum adalah
episode depresi mayor yang bisa terjadi selama 12 bulan pertama setelah melahirkan.
Jadi postpartum depression merupakan suatu kondisi lanjutan dari postpartum blues
yang tidak teratasi dengan baik, dalam keadaan ini seorang ibu akan mengalami
gangguan perasaan setelah melahirkan. Depresi ini dapat berlangsung lama apabila
tidak teratasi dengan cepat dan tepat.
2.2. Epidemiologi Postpartum Depression
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 1999, wanita yang
mengalami depresi postpartum ringan, sedang, dan berat berkisar 10, 30, dan 200 per
1.000 kelahiran hidup.5 Rumah Sakit Bhayangkara Palembang adalah salah satu rumah
sakit di Indonesia yang menangani masalah psikologis ibu postpartum yang menerima
persalinan 1.198 setiap tahun. Rerata ada 100 ibu bersalin setiap bulan, dengan lama
hari rawat berkisar3-5 hari. Berdasarkan hasil dari Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) prevalensi depresi postpartum berkisar antara 11.7% sampai 20.4%
pada tahun 2004-2005. Jika kondisi ini tidak ditangani dengan baik, maka dapat
berkembang menjadi psikosis postpartum dengan prevalensi 0.1-0.2% (Barclay, 2008).
Pada suatu penelitian yang dilakukan di Osaka, Jepang, pada tahun 2010 dengan
jumlah responden sebanyak 771 orang yang menghubungkan pekerjaan, penghasilan,
dan pendidikan dengan kejadian depresi postpartum mendapat hasil prevalensi
postpartum sebanyak 13.8% (Miyake, 2010).
2.3. Etiologi Postpartum Depression
Penurunan cepat tingkat reproduksi hormon yang terjadi setelah melahirkan
dikatakan dapat berkembang menjadi depresi pada wanita dengan depresi postpartum.
Penurunan hormon progesteron signifikan berhubungan dengan perubahan suasana hati
dengan sebuah pengaruh tambahan pada pola makan (Klier, dkk, 2007). Pada studi
lainnya, didapatkan peningkatan serum Cu yang sejalan dengan terjadinya inflamasi
atau disregulasi auto-imun (John dan William, 2007) . Ketika tingkat inflamasi tinggi,
penderita akan mengalami gejala depresi seperti lemas, dan lesu. Kedua, inflamasi akan

3
meningkatkan level kortisol, dan akhirnya akan menurunkan serotonin dengan
menurunkan prekursornya, yaitu trypthopan. Walaupun penyebab depresi cenderung
pada tingkat penurunan hormon, beberapa faktor lain mungkin menjadi penyebab
terjadinya depresi post partum. Kejadian stress dalam hidup, riwayat depresi
sebelumnya, dan riwayat keluarga yang mengalami gangguan mood, semua dikenal
sebagai prediktor depresi mayor pada wanita.
2.4. Tanda dan Gejala Postpartum Depression
Tanda dan gejala postpartum depression menurut Erikania (1999) dalam Soep
(2009) yaitu : gejala mimpi buruk, tidak dapat tidur, cemas, meningkatnya sensitivitas,
dan perubahan mood seperti sedih, kurang nafsu makan, mudah marah, kelelahan, sulit
berkonsentrasi, perasaan tidak berharga, menyalahkan diri, dan tidak mempunyai
harapan untuk masa depan.
2.5. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Postpartum Depression
2.5.1. Hubungan dukungan sosial suami dengan kejadian depresi postpartum
Dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang turut berperan terhadap
kejadian depresi postpartum. Dukungan memberi pengaruh dalam mengurangi
depresi yang dihadapi wanita pada masa postpartum. Menurut Samiaji (2012),
sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa faktor yang paling menentukan kadar
depresi seorang ibu pasca melahirkan adalah hubungannya dengan pasangan.
Pasangan atau suami yang tidak mendukung sangat terkait dengan kondisi
depresi pada ibu, sedangkan suami yang mendukung akan membuat ibu lebih
bisa menghadapi semua tekanan yang ada. Jika ibu tidak mendapatkan
dukungan dari pasangan maka ia harus menghadapi sendiri segala tekanan dan
perubahan yang terjadi selama kehamilannya. Hal ini akan mempengaruhi
pikiran dan suasana hatinya yang memicu stres tingkat tinggi atau depresi.
2.5.2. Hubungan paritas dengan kejadian depresi postpartum depression
Wanita yang baru pertama kali melahirkan lebih umum menderita depresi
karena setelah melahirkan wanita tersebut berada dalam proses adaptasi, kalau
dulu hanya memikirkan diri sendiri, begitu bayi lahir jika ibu tidak paham peran
barunya, dia akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.
Sedangkan ibu yang sudah pernah beberapa kali melahirkan secara psikologis
lebih siap menghadapi kelahiran bayinya dibandingkan dengan ibu yang baru
pertama kali. Sesudah melahirkan biasanya wanita mengalami keadaan lemah
fisik dan mental. Bersamaan dengan keadaan tersebut terjadi perubahan-

4
perubahan yang dramatis mengenai masalah fisiologis, psikologis dan
perubahan lingkungannya, yang dapat merupakan faktor penyebab untuk
terjadinya gangguan depresi postpartum.
2.5.3. Hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian postpartum depression
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang turut berperan terhadap
kejadian depresi postpartum. Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi
tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang
memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya di luar rumah,
dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak-anak
mereka (Kartono, 1992).
2.5.4. Hubungan jenis persalinan dengan kejadian postpartum depression
Depresi postpartum lebih sering terjadi pada ibu yang melahirkan secara caesar.
Ibu yang melahirkan secara normal jauh lebih mudah menyesuaikan diri
terhadap tangis bayi dibandingkan ibu yang melahirkan secara caesar. Sectio
cesaria dapat menimbulkan trauma fisik pada ibu karena adanya perlukaan pada
dinding perut dan dinding rahim ibu. Hal ini dapat membatasi aktivitas ibu
dalam merawat bayinya karena luka operasi membutuhkan penyembuhan yang
lebih lama. Ibu yang melahirkan dengan bedah caesar sering merasakan kembali
dan mengingat kelahiran yang dijalaninya. Keadaan ini dimulai dengan perasaan
syok dan tidak percaya terhadap apa yang telah terjadi (Sudarsono, 2008).
2.5.5. Hubungan status sosial ekonomi dengan kejadian postpartum depression
Keadaan ekonomi yang kurang mendukung dapat menimbulkan stress di
keluarga yang mempengaruhi depresi ibu setelah melahirkan. Selain itu bisa
berasal dari keadaan emosional, seperti konflik dalam keluarga. Bahkan kegiatan
yang seharusnya mendatangkan kebahagiaan seperti kelahiran bayi bisa
menimbulkan tekanan karena mereka menimbulkan perubahan baru dalam hidup
seorang wanita. Pitriani dalam (Burn A. A, 2009).
2.6. Penatalaksanaan Postpartum Depression
2.6.1. Psikoterapi
Psikoterapi interpersonal, suatu terapi jangka pendek, merupakan terapi dengan
sasaran masalah interpersonal seperti perubahan peran dalam rumah tangga,
memperbaiki hubungan dalam pernikahan, dukungan sosial dan stress kehidupan.
Bentuk dari psikoterapi ini berupa konseling baik kelompok maupun individu yang
dipimpin oleh profesional dibidang kesehatan jiwa. Bagi wanita yang menyusui

5
dapat memilih terapi ini dibandingkan terapi medikamentosa dalam penanganan
depresi pasca persalinan yang ringan. Hambatan dari terapi ini ialah kesan
mendapatkan cap negative akibat melakukan konseling, kurangnya terapis yang
terlatih untuk memberikan psikoterapi, mengatur waktu terapi, dan biaya.
2.6.2 Antidepresi
Depresi pasca persalinan yang berat merupakan indikasi untuk pemberian
antidepresi. SSRI merupakan regimen obat pilihan yang dapat mulai diberikan.
Dalam pemberian obat antidepresi, pemantauan dilakukan bersama ahli psikiatri.
Jika gejala depresi mulai membaik selama 6 minggu pemberian, pengobatan
sebaiknya diteruskan paling sedikit selama 6 bulan untuk mencegah relaps,
dilakukan tapering off dan penghentian obat dalam jangka waktu 2-4 minggu
setelah pemberian full course. Harus dipertimbangkan keuntungan dan kerugian
dalam pemberian obat antidepresi karena obat anti depressi dalam hal ini SRSI,
diekskresi sebagian kecil melalui ASI, dan dapat mememberikan efek samping
pada bayi.
2.7. Pencegahan Postpartum Depression
Pencegahan terjadinya depresi postpartum dapat dilakukan dengan melakukan
kursus untuk perawat maternitas dan profesi kesehatan lain. Hal ini disebabkan pada
umumnya bantuan yang diberikan pertama kali adalah dari tenaga kesehatan. Ibu
biasanya gagal keluar dari kondisi yang sulit karena perasaan yang kurang nyaman,
sehingga sangat penting memberikan pelatihan atau kursus pada tenaga kesehatan
professional agar mampu menolong ibu secara professional. Menyelenggarakan kelas
antenatal bagi ibu hamil dan keluarga. Keluarga mendapatkan pengetahuan tentang
persalinan dan perawatan bayi, pengetahuan dan perhatian pada aspek emosional serta
bagaimana penyelesaian masalah emosional. Kenyataan menunjukkan bahwa
pemberian informasi tentang depresi postpartum dapat mengurangi kejadian depresi
postpartum. Konseling perkawinan bagi pasangan yang akan menikah ataupun sudah
menikah. Konseling perkawinan bertujuan untuk membangun dan membina keluarga
yang harmonis. Seorang konselor menjelaskan tentang tujuan perkawinan,
mempersiapkan perkawinan, membina perkawinan, membina hubungan seksual dalam
perkawinan, dan mengasuh serta membimbing anak dalam keluarga. Konselor juga
membantu untuk mengatasi masalah dalam kehidupan keluarga (Nurbaeti, 2002).
Selain itu, hal utama yang dapat mencegah terjadinya depresi postpartum adalah

6
mengontrol mekanisme koping, dapat dilakukan dengan cara selalu berpikir postif dan
melakukan meditasi.
2.8. Cognitive Behaviour Therapy
CBT mengajarkan kepada anda tentang cara untuk mengenal suatu keadaan
sebagaimana keadaan yang sesungguhnya dengan mengubah cara anda berpikir
sehingga anda bisa melihat sesuatu secara lebih seimbang dan terhindar dari dampak
negatif dari pemikiran negatif. Berikut prosedur pelaksanaan Cognitive Behavior
Therapy. Pertama, latihan relaksasi, berupa relaksasi otot progresif (Soewondo, 2003)
untuk belajar menegangkan dan mengendurkan bermacam-macam kelompok otot
serta belajar memperhatikan perbedaan antara rasa tegang dan rileks. Kedua,
restrukturisasi kognitif, prosedur terapi untuk mengurangi tingkat kecemasan subyek
yang disebabkan oleh pemikiran-pemikiran negatif dan menggantikannya dengan
pemikiran-pemikiran yang lebih positif.

7
BAB III
PEMBAHASAN JURNAL

3.1. Ringkasan Jurnal


3.1.1. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian dalam jurnal Cognitive Behaviour Therapy for Postpartum
Depression yaitu untuk menilai pengaruh penerapan pengobatan perilaku kognitif
(cognitive behaviour therapy) untuk mengatasi depresi postpartum di ruang
kebidanan Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.
3.1.2. Metode penelitian jurnal
Metode penelitian jurnal Cognitive Behaviour Therapy for Postpartum
Depression adalah menggunakan desain studi kuasi eksperimen dengan non
equivalent control group untuk mengetahui penerapan skrining Edinburgh
Postnatal Depression Scale (EPDS) dan pengaruh intervensi CBT mengatasi
depresi postpartum. Data hasil penelitian dianalisis secara bivariat dengan
menggunakan Uji T berpasangan pada taraf kepercayaan 95% ( = 0,05). Sampel
meliputi kelompok interaksi sampel interaksi ibu postpartum yang mengalami
depresi dan kelompok kontrol ibu postpartum yang tidak mengalami depresi.
Kriteria kelompok sampel interaksi adalah ibu yang mengalami depresi postpartum
dengan kriteria inklusi ibu melahirkan normal, mengalami depresi postpartum yang
terdeteksi melalui skrining EPDS. Kelompok sampel kontrol adalah ibu postpartum
dengan kriteria tidak melahirkan secara sesar dan tindakan ginekologik, dan yang
tidak sampel diambil diambil dengan cara purposive sampling terhadap ibu yang
mengalami depresi postpartum melalui skrining EPDS.
3.1.3. Hasil penelitian jurnal
Mayoritas ibu berstatus ibu rumah tangga yang tidak bekerja (18,60%),
kejadian depresi postpartum dapat dilihat dari jumlah skor yang diperoleh
responden, sebelum dan sesudah dilakukan intervensi CBT. Distribusi berdasarkan
karakteristik ibu postpartum meliputi umur muda (66,6%), pendidikan sedang
(33,3%), paritas primipada (56,6), dan tidak pekerjaan (60%). Berdasarkan labilitas
perasaan, mayoritas ibu yang termasuk kadang-kadang yaitu sebanyak 10 ibu
(33,3%) diikuti ibu yang kadang-kadang sebanyak 7 ibu (23,3%). Berdasarkan
kecemasan, yang termasuk ya, kadang-kadang sebanyak 13 ibu (33,3%) diikuti
ibu yang sering sebanyak 6 orang (20%). Berdasarkan rasa bersalah, mayoritas
8
ibu termasuk tidak pernah sebanyak 11 orang (36,6%) diikuti ibu yang tidak
begitu sering sebanyak 8 orang (36,6%) dan berdasarkan keinginan bunuh diri
mayoritas ibu tidak pernah sebanyak 13 orang (43,3%). Sekitar 86,6% ibu
postpartum yang dilakukan intervensi terapi CBT tidak mengalami depresi
dibandingkan ibu yang depresi hanya 13,3%, sedangkan yang tidak dilakukan
intervensi terapi CBT 80% termasuk depresi dan yang tidak depresi sebesar 20%.
Secara umum, jumlah ibu yang mengalami depresi dapat dikategorikan. Ibu
postpartum yang depresi setelah intervensi CBT dengan booklet mengalami
penurunan frekuensi ibu postpartum yang depresi sebanyak 14 orang (46,6%) dan
yang tidak mengalami depresi postpartum sebanyak 16 ibu (53,3%). Perbedaan
proporsi depresi postpartum pada ibu postpartum yang dintervensi yang tidak
diintervensi terapi CBT dengan uji t berpasangan secara statistik bermakna (nilai p
= 0,003).
3.1.4. Simpulan jurnal
Hasil skrining Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) sebelum
dilakukan intervensi CBT didapatkan 30 ibu postpartum mengalami depresi
postpartum. Analisis bivariat yang dilakukan peneliti mendapatkan hasil bahwa
terdapat perbedaan depresi postpartum pada ibu yang dilakukan intervensi terapi
CBT dengan ibu yang tidak dilakukan intervensi terapi CBT dengan nilai p =
0,003.
3.2. Analisis Jurnal
Pemaparan mengenai analisis jurnal dengan judul Cognitive Behaviour Therapy
for Postpartum Depression dengan menggunakan metode PICOT sebagai berikut :
P : Population
Berdasarkan jurnal Cognitive Behaviour Therapy for Postpartum Depression
didapatkan bahwa populasi dari penelitian jurnal ini adalah seluruh ibu yang
sudah melahirkan tiga hari secara normal tanpa tindakan khusus. Jumlah sampel
yang diambil sebanyak 30 ibu postpartum yang terdiri dari 15 orang kelompok
perlakuan (sampel interaksi) dan 15 orang kelompok terkontrol.
I : Intervention
Penelitian ini menghubungkan pengaruh cognitive behavior therapy (CBT)
terhadap ibu yang telah melahirkan tiga hari secara normal di ruang kebidanan
Rumah Sakit Bhayangkara, Palembang. Dengan menggunakan metode penelitian
desain studi kuasi eksperimen dengan non equivalent control group untuk

9
mengetahui penerapan skrining Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS)
dan pengaruh intervensi CBT mengatasi depresi postpartum.
C : Comparison
Pembanding dalam jurnal Cognitive Behaviour Therapy for Postpartum
Depression yaitu peneliti membandingkan intervensi cognitive behavior therapy
(CBT) dilakukan pada ibu yang mengalami postpartum depression dengan ibu
yang tidak mengalami postpartum depression.
O : Out come
Hasil penelitian dari jurnal Cognitive Behaviour Therapy for Postpartum
Depression didapatkan bahwa Sekitar 86,6% ibu postpartum yang dilakukan
intervensi terapi CBT tidak mengalami depresi dibandingkan ibu yang depresi
hanya 13,3%, sedangkan yang tidak dilakukan intervensi terapi CBT 80%
termasuk depresi dan yang tidak depresi sebesar 20%. Secara umum, jumlah ibu
yang mengalami depresi dapat dikategorikan. Ibu postpartum yang depresi
setelah intervensi CBT dengan booklet mengalami penurunan frekuensi ibu
postpartum yang depresi sebanyak 14 orang (46,6%) dan yang tidak mengalami
depresi postpartum sebanyak 16 ibu (53,3%). Perbedaan proporsi depresi
postpartum pada ibu postpartum yang dintervensi yang tidak diintervensi terapi
CBT dengan uji t berpasangan secara statistik bermakna (nilai p = 0,003). Jadi
dapat disimpulkan bahwa intervensi cognitive behavior therapy yang diberikan
pada ibu yang telah mengalami postpartum depression dapat menurunkan depresi
pada ibu tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian, jumlah ibu
penderita depresi postpartum berkurang dari yang awalnya berjumlah 15 menjadi
14 orang.
T : Time
Pada jurnal Cognitive Behavior Therapy for Postpartum Depression tidak
dipaparkan berapa lama waktu yang diperlukan dalam melaksanakan intervensi
CBT tersebut.

10
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Postpartum depression adalah suatu kondisi lanjutan dari postpartum blues yang
tidak teratasi dengan baik, dalam keadaan ini seorang ibu akan mengalami gangguan
perasaan setelah melahirkan ditandai dengan perubahaan perasaan seperti sedih,
perasaan tidak berharga dan menyalahkan diri. Gangguan perasaan tersebut terjadi
karena adanya faktor yang berhubungan pada kejadian postpartum depression salah
satunya adalah dukungan sosial khususnya dukungan suami dan tingkat pendidikan
seorang ibu. Salah satu cara penanganan yang dapat diberikan pada ibu dengan
postpartum depression adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT). Terapi ini dilakukan
dengan modifikasi pikiran dan perilaku kognitif. Berdasarkan penelitian dalam jurnal
Cognitive Behavior Therapy for Postpartum Depression didapatkan hasil bahwa
terapi ini memberikan pengaruh dalam mengurangi depresi pada ibu postpartum.
4.2. Saran
4.2.1. Pembaca diharapkan mampu menyampaikan informasi mengenai depresi
postpartum pada masyarakat dan khususnya pada ibu postpartum.
4.2.2. Pembaca pada khususnya ibu postpartum mampu menerapkan Cognitive
Behavior Therapy (CBT) sebagai salah satu pengobatan non medis.

11

Anda mungkin juga menyukai