Anda di halaman 1dari 2

SEJARAH DESA CAU BELAYU

Desa Cau Belayu pada mulanya, berasal dari daerah Belayu, Kecamatan Marga yang
awal mula penduduknya berasal dariwilayah Banjar Ca dari Desa Rangkan Wewidanan
Sukawati. Pada abad 16 Masehi masyarakatCau hidup rukun dan damai, lalu desa ini kedatangan
sesorang pendeta yang bernama Ida Pedanda Sakti Watulumbang keturunan dari Dang Hyang
Niratha,(Paranda Sakti Wawurauh). Kedatangan Beliau disambut baik oleh penduduk Banjar
Cau.
Disaat-saat tenangnya kehidupan warga bersama gurunya (Ida Pedanda Sakti
Watulumbung), tiba-tiba mendadak Banjar ini terjangkit wabah penyakit ngutah bayar yang kini
kita kena dengan nama Muntaber, hingga menelan banyak korban. Setelah diteluduri lebih lanjut
ternyata wabah ini berasal dari perbuatan aneluh Nerengjana, anesti yang disinyalir oleh Dane Ki
Balian Batur . Hal ini sangat mencemaskan warga Banjar Cau, sehingga dengan tekad bulat
maka mereka meninggalkan kampong halamannya dengan membawa semua harta benda dan
kepemilikannya, seperti : Pura-pura, Sanggah dan Merajan (Bungkah Ikang Rat) menuju sebuah
Kerajaan Mengewi yang berjarak sekitar 12 Km.
Sesampai disana ternyata disambut baik oleh Raja Mengwi. Akhirnya mereka hidup
aman dan tentram hingga ratusan tahun, dengan memberi nama tempat tinggalnya Desa Cau
Wewidangan Mengwi(daerah Belayu sekarang),namun secara tiba-tiba mereka mendengar
bahwa Kerajaan Mengewi terkalahkan. Karena takut dan resah maka warga Desa Cau ini
mengungsi kembali di ujung utara KecamatanMargamenuju Desa Tuwadan membentuk Banjar
Cau. Tak lama kemudian Warga Cau menengok kembali kampong halamannya ternyata telah di
tempatioleh penduduk baru yang berasal dari Carangsari, Abiansemal, Blakiuh, ,Kwanji,
Sampidi, Abianbase dan Kapal Serta tetap dalam naungan kerajaan Mengwi.
Sekitar abad 19 masehi warga Belayu dengan dipimpin oleh I Gusti Gede Oka dari Puri
Belayu, sekitar 40 kepala keluarga menuju alas padang jerak dan bermaksud bermukim disana,
karena dekat dengan Pura Titi Gantung. Setidaknya ditengah-tengah alas Padang Jerak
rombongan I Gusti Gede Oka menemukan banyak tulang buron (Satwa), bahkan sampai
mencapai ribuan. Dengan ditemukannya tulang-tulang satwa tersebut, maka secara sepontan.
Beliau beserta rombongan menamakan tempat tersebut Banjar Seribupati.
Disekitar Banjar Dinas Seribupati masih ada semak belukar merupakan bagian Alas
Padang Jerak dan berselang beberapa puluh tahun, datang pengungsi baru yang berasal dari
Banjar Babakan, Desa Buduk, Kecamatan Mengwi. Sesuai dengan nama asalnya maka daerah
yang baru dibuka tersebut diberi nama Banjar Babakan. Mereka mengungsi karena mengikuti Ida
Peranda Giri Pemayun. Setelah berdiam di Banjar Babakan ini, maka Ida Peranda beranjangsana
ketengah-tengah alas Padang Jerak diiringi beberapa muridnya. Disana beliau menemukan batu
bersinar, selanjutnya Beliau bersemedi semalam suntuk dan akhirnya batu bersinar itu di beri
nama batu Api. Mulai saat itu berangsur-angsur dimana ditemukan batu api tersebut dibangun
sebuah Pura yang disebut Pura Yang Api, kini menjadi Pura Luhur Pucak Gni.
Disebelah utara Banjar Babakan masih merupakan alas Padang Jerak, namun
kepemilikannya sebagian lagi dimiliki oleh Puri Perean. Beberapa tahun kemudian secara
berturut-turut datang warga dari Banjar Berteh wilayah Perean Kangin untuk menetap disana.
Karena jumlahnya banyak lalu pemungkiman tersebut menjadi satu Banjar lagi, dengan nama
Banjar Padangaling, yang artinya kurang lebih pada eling. Karena lokasi itu sama-sama
ngelingang (Mengingat).
Berdasarkan Pra Sejarah Pura Titi Gantung, untuk memudahkan para penyusung pura
yang letaknya ada diwilayah Banjar Cau Belayu Wewidangan Mengwi, maka atas prakarsa Puri
Belayu, Pura besar Cau Belayu diminta oleh Mengwi untuk dijadikan wilayah Belayu. Dengan
demikian saat diijinkan Banjar Cau wilayah Mengwi itu sah menjadi Banjar Cau wilayah Belayu.

Berdasarkan sejarah tersebut, maka Banjar Seribupati, Babakan padangaling serta Cau
resmi menjadi Desa Cau Belayu dibawah pimpinan I Gusti Gede Oka yang berasal dari Puri
Belayu

Anda mungkin juga menyukai