Anda di halaman 1dari 5

MPU SIDHIMANTRA

Para leluhur MPU Sidhimantra Sebagai pendahuluan ceritera, tersebutlah di


kawasan Jawa, ada pendeta mahasakti bernama Danghyang Bajrasatwa. Ada putranya
Iaki seorang bernama Danghyang Tanuhun atau Mpu Lampita, beliau memang pendeta
Budha, memiliki kepandaian Iuar biasa serta bijaksana dan mahasakti seperti ayahnya
Danghyang Bajrasatwa. Ida Danghyang Tanuhun berputra Iima orang, dikenal dengan
sebutan Panca Tirtha. Beliau Sang Panca Tirtha sangat terkenal keutamaan beliau
semuanya.

Beliau yang sulung bernama Mpu Gnijaya. Beliau membuat pasraman di


Gunung Lempuyang Madya, Bali Timur, datang di Bali pada tahun Isaka 97I atau tahun
Masehi I049. Beliaulah yang menurunkan Sang Sapta Resi – tujuh pendeta yang
kemudian menurunkan keluarga besar Pasek di Bali. Adik beliau bernama Mpu
Semeru, membangun pasraman di Besakih, turun ke Bali tahun Isaka 92I , tahun
Masehi 999. Beliau mengangkat putra yakni Mpu Kamareka atau Mpu Dryakah yang
kemudian menurunkan keluarga Pasek Kayuselem. Yang nomor tiga bernama Mpu
Ghana, membangun pasraman di Dasar Gelgel, Klungkung datang di Bali pada tahun
Isaka 922 atau tahun Masehi I000. Yang nomor empat, bernama Ida Empu Kuturan
atau Mpu Rajakretha, datang di Bali tahun Isaka 923 atau tahun Masehi I00I ,
mem-bangun pasraman di Silayukti, Teluk Padang atau Padangbai, Karangasem.
Nomor Iima bernama Ida Mpu Bharadah atau Mpu Pradah, menjadi pendeta kerajaan
Prabu Airlangga di Kediri, Daha, Jawa Timur, berdiam di Lemah Tulis, Pajarakan,
sekitar tahun Masehi I000.
Beliau Mpu Kuturan demikian tersohornya di kawasan Bali, dikenal sebagai
pendeta pendamping Maharaja Sri Dharma Udayana Warmadewa, serta dikenal
sebagai perancang pertemuan tiga sekte agama Hindu di Bali, yang disatukan di
Samuan Tiga , Gianyar. Beliau pula yang merancang keberadaan desa pakraman serta
Kahyangan Tiga -tiga pura desa di Bali, yang sampai kini diwa-risi masyarakat.
Demikian banyaknya pura sebagai sthana Bhatara dibangun di Bali semasa beliau
menjabat pendeta negara, termasuk Sad Kahyangan serta Kahyan-gan Jagat dan Dhang
Kahyangan di kawasan Bali ini.
Menurut uraian seuah kitab bernama “Usana Bali” , bahwa putusnya pulau
Jawa dengan pulau Bali, adalah disebabkan kesaktian seorang Pendita bernama Mpu
Sidhimantra. Pendita itu bertempat tinggal; di Jawa Timur, kersahabat karib dengan
seekor ular besar yang bernama “NAGA BASUKIH “ Naga itu berliang didesa
Besakih yang terletak dikaki Gunung Agung, merupakan sebuah goa besar yang
dianggap suci. Karena persahabatan itu Mpu Sidhimantra tiap-tiap bulan purnama
raya, selalu datang ke Besakihmendapatkan Naga Basukih dengan membawa madu,
susu dan mentega, untuk sahabatnya itu.
Mpu Sidhimantra mempunyai seorang anak laki-laki bernama Ida Manik
Angkeran. Anaknya itu gemar berhudi, tiada menghiraukan nasehat ayahnya Oleh
karena dalam perjudian itu sering kalah, sehingga menimbulkan ingatannya yang jahat.
Pada suatu ketika menjelang bulan purnama raya, Mpu Sidhimantra kebetulan sakit,
tiada sanggup mendapatkan sahabatnya pergi ke Bali. Kesempatan itu dipergunakan
oleh Ida Manik Angkeran untuk memuaskan nafsunya mencari modal untuk berjudi.
Sebuah “ bajra” kepunyaan ayahnya lalu diambilnya dengan diam-diam, tanpa ijin
orang tuanya ia lalu pergi ke Bali mendapatkan Naga Basukih sahabat ayahnya itu.
Sampai disana ia lalu duduk bersila sambil membunyikan “bajra” yang dibawanya itu
sehingga Naga Basukih keluar dari liangnya.
Atas pertanyaan ular besar itu, Ida Manik Angkeran lalu menerangkan, bahwa
ayahnya masih sakit, oleh karena itu ia menjadi wakilnya membawa pasuguh berupa
madu, susu dan mentega, yang biasa dihidangkan oleh ayahnya tiap-tiap bulan.
Pemberian Ida Manik Angkeran itu diterima oleh Naga Basukih dengan senang hati,
kemudian ditanyakan kepadanya, apa yang dikehendakinya untuk bekalnya pulang
kembali ke Jawa. Ida Manik Angkeran menjawab, bahwa ia tiada minta apa-apa, seraya
dipersilakannya Naga Basukih supaya masuk kegoanya, sebelum ia mohon diri.
Naga Basukih lalu masuk kegoanya, sedang ekornya yang begitu
panjang sebagian masih berada diluar. Ida Manik Angkeran kagum melihat sebuah
batu permata besar yang melekat pada ujung ekor Naga Basukih itu, sehingga
menimbulkan hasratnya hendak mengambil batu permata yang tiada ternilai harganya
itu. Terpikir olehnya, bahwa batu permata itu cukup nanti dipakainya berjudi seumur
hidup. Sejenak berpikir demikian, ekor Naga Basukih itu lalu dipenggalnya batu
permata itu lalu dibawanya lari.
Akan tetapi baru ia sampai dihutan “Camara Geseng” tiba-tiba ia mati hangus
terbakar, karena bekas jejak kakinya dapat dijilat oleh Naga Basukih yang sedang
marah itu. Sekarang tersebutlah Mpu Sidhimantra , cemas
mengenangkan nasib anaknya sudah lama tiada pulang-pulang,
sedang “bajra” pusakanya telah hilang.Ia lalu pergi mendapatkan sahabatnya itu,
seraya menanyakan keadaan anaknya yang sudah lama tidak pernah pulang.
Naga Basukih lalu menerangkan kepada sahabatnya itu, bahwa Ida Manik
Angkeran sudah mati, lantaran keberaniannya memenggal ekornya yang berisi batu
permata. Mpu Sidhimantra menyesali perbuatan anaknya itu, seraya bermohon kepada
sahabatnya itu supaya dosa anaknya itu suka diampuninya. Ia berjanji kepada
sahabatnya itu, apabila anaknya itu dapat dihidupkan kembali, biarlah Ida Manik
Angkeran selama hidupnya tinggal di Bali untuk menjadi abdipura Besakih
sebagai “Pemangku” (penyelenggara upacara di pura). Permintaan Mpu Sidhimantra
diluluskan, maka Ida Manik Angkeran lalu hidup kembali berkat kesaktian Naga
Basukih itu.
Maka semenjak itulah Ida Manik Angkeran disuruh oleh ayahnya supaya
bertempat tinggal di Bali, tiada dibolehkan lagi pulang ke Jawa. Mpu Sidhimantra
pulang kembali ke Jawa, setelah anaknya hidup lagi sebagai sediakala. Maka untuk
mencegah kemungkinan anaknya itu akan menyusul perjalanannya , lalu
digoreskanlah tongkatnya, sehingga daratan pulau Bali dengan pulau Jawa menjadi
putus karenanya. Demikianlah ceriteranya, asal mulanya ada Selat Bali yang
disebut “SEGARA RUPEK”
Ceritera kitab itu merupakan dongeng dan tachyul, tetapi kenyataannya sukar
dibantah. Keturunan Ida Manik Angkeran itu disebut “Ngurah Sidemen” ternyata
sampai kini berkewajiban menjadi “Pemangku” di Pura Besakih.
Penulis bangsa Eropah bernama Raffles , Hageman dan R. Van Eck, sama-sama
membenarkan, bahwa Bali dan Jawa bekasnya menjadi satu daratan, oleh bencana alam
yang disebabkan meletusnya sebuah gunung berapi, maka terjadilah gempa bumi besar,
sehingga daratan kedua pulau itu menjadi putus.
Mereka menerangkan, bahwa peristiwa itu terjadi di alam abad ke XIII *). Akan
tetapi sayang keterangan mereka itu kurang jelas, gunung mana yang dikirakan meletus
oleh mereka itu. Hasil penyelidikan menyatakan, bahwa sepanjang pantai Selat Bali
itu, sekarang banyak terdapat mata air panas berbau belerang. Kemungkinan disana
dahulu terdapat sebuah gunung berapi yang sudah meletus.Diantara mata air panas itu
sebuah disebut : Banyu Wedang, artinya air panas.
Sementara itu terdapat sebuah kitab bernama : Nagara-Kertagama karangan
Prapanca, menerangkan bahwa putusnya pulau Jawa dengan pulau Madura terjadi
dalam tahun Úaka 124. Bilangan tahun Úaka itu mempergunakan
perhitungan “candra-sangkala” yaitu dengn perkataan yang berbunyi “ samudra
nanggung bumi “ Keterangan kitab itu sesuai dengan pernyataan sebuah kitab
bernama : “Wawatekan” yang menerangkan bahwa “segara rupek” itu , ialah “segara
nanggung bumi”. Baik “samudra” maupun “sagara” sama artinya dengan lautan atau
selat. Kedua perkataan itu sama dengan angka 4, menurut perhitungan tahun Candra-
sangkala. Perkataan “nanggung” sama dengan angka 2. Sedang perkataan “bumi”
sama dengan angka 1. Oleh karena caranya menghitung angka-angka itu harus
berbalik, maka terjadilah bilangan tahun Úaka 124, atau tahun Masehi 202.
Meskipun kitab-kitab itu sudah menerangkan demikian, namun pernyataan itu
tiada dapat dipakai pegangan yang kuat, untuk mnentukan putusnya Pulau Bali dengan
Pulau Jawa memang terjadi semasa itu. Mustahil Prapanca tiada menyebutkan dalam
kitab karangannya itu, bahwa putusnya Pulau Bali dengan Pulau Jawa bersamaan
waktunya, apabila memang benar demikian halnya.

Anda mungkin juga menyukai