Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

A. Profil Desa Adat Manukaya

1. Sejarah Singkat Gianyar

Kabupaten Gianyar adalah satu dari sembilan Kabupaten kota di Bali yang

paling banyak terdapat peninggalan purbakala baik dari jaman prasejarah

sampai dengan jaman sejarah kerajaan di Bali. Peninggalan itu banyak

terdapat disepanjang Sungai Pakerisan dan Sungai Petanu yang terletak

diantara Kecamatan Blahbatuh dan Kecamatan Tampaksiring. Kekaguman

atas kekunaan Bali pertama – tama dilontarkan oleh seorang naturalis

bernama G.E. Rumphius pada tahun 1705 yang dimuat dalam bukunya “

Amboinche Reteitkamer “ dan juga catatan perjalanan tentang

kepurbakalaan oleh seorang pelukis yang bernama W.O.J Niurenkamp

pada tahun 1905, inilah awal selanjutnya diadakan penelitian dan

penggalian situs – situs kepurbakalaan.?Pada masa pra – sejarah terdapat

peninggalan berupa goa, alat – alat dari batu, Sarcopagus dan sebagainya.

Peninggalan itu saat ini masih tersimpan di Museum Purbakala di Desa

Bedulu.

Sejarah Kota Gianyar ditetapkan dengan Peraturan Daerah

Kabupaten Gianyar No.9 tahun 2004 tanggal 2 April 2004 tentang Hari

jadi Kota Gianyar.

4
5

Sejarah dua seperempat abad lebih, tempatnya 236 tahun yang lalu, 19

April 1771, ketika Gianyar dipilih menjadi nama sebuah keraton, Puri

Agung yaitu Istana Raja (Anak Agung) oleh Ida Dewa Manggis Sakti

maka sebuah kerajaan yang berdaulat dan otonom telah lahir serta ikut

pentas dalam percaturan kekuasaan kerajaan-kerajaan di Bali.

Sesungguhnya berfungsinya sebuah keraton, yaitu Puri Agung Gianyar

yang telah ditentukan oleh syarat sekala niskala yang jatuh pada tanggal 19

April 1771 adalah tonggak sejarah yang telah dibangun oleh raja (Ida

Anak Agung) Gianyar I, Ida Dewata Manggis Sakti memberikan syarat

kepada kita bahwa proses menjadi dan ada itu bisa ditarik ke belakang

(masa sebelumnya) atau ditarik ke depan (masa sesudahnya).

2. Sejarah Singkat Kota Tampak Siring

Desa Tampaksiring merupakan Desa yang cukup tua di Bali,

namun catatan sejarah berupa angka tahun atau tahun candra sangkala

mengenai kapan daerah ini bernama Tampaksiring belum ada secara pasti.

Untuk itu dalam menyusun profil Desa ini disusun berdasarkan

berdasarkan cerita rakyat tentang Maya Danawa, Babad Danawantaka,

dan Usana Bali. Dari sumber itulah asal usul Desa Tampaksiring dapat

dijelaskan.

Bertahtalah seorang Raja besar bernama Sri Mayadanawa di

Kerajaan Bedahulu, Bali. Beliau adalah seorang Raja yang sangat sakti,

namun kesaktiaannya digunakan untuk melakukan perbuatan Adharma.


6

Pada masa pemerintahannya rakyat tidak diperbolehkan melakukan

persembahayangan ke Pura Besakih melainkan harus menyembah Raja

sendiri (Maya Danawa). Keadaan demikian membuat rakyat Bali sangat

menderita, tidak tentram, dan kacau balau, untuk mengatasi hal tersebut

maka para Dewa Nawa Sanga mengadakan samuan agung di Besakih.

Hasil dari pesamuan tersebut disampaikan kepada Sang Hyang Pasupati,

maka diutuslah Sang Hyang Indra untuk memerangi Mayadanawa yang

telah banyak melakukan kekacauan serta menentang ajaran-ajaran Dharma

(Agama). Terjadilah peperangan antara pasukan Sang Hyang Indra dengan

prajurit Mayadanawa.

Perang pertama terjadi disebelah utara kerajaan Bedahulu, korban

banyak berjatuhan, mayat bertumpukan seperti gunung, maka tempat ini

namai Dusun Sawa Gunung. Perang terus berlangsung pasukan

Mayadanawa dihadang, maka tempat ini sekarang dinamai Cagahan

(berasal dari kata cegah), Mayadanawa kemudian lari dan bersembunyi

dihutan dapdap sehingga tempat ini dinamai Dusun Dapdap. Dari hutan

dapdap Mayadanawa lari kehutan kelapa yang letaknya disebelah utara

disana ia menyamar menjadi daun kelapa muda (busung) tempat ini

sekarang dikenal dengan nama Dusun Blusung. Mayadanawa dengan

kesaktiannya yang luar biasa biasa hilang secara tiba-tiba dan muncul tiba-

tiba (maya-maya) namun Sang Hyang Indra selalu dapat melihatnya,

sekarang tempat ini dinamai Dusun Laplapan. Kemudian Mayadanawa

menyamar menjadi Ayam Brumbun dan tempat ini bernama Dusun


7

Mancawarna. Pengepungan yang dilakukan Sang Hyang Indra tidak henti-

hentinya dilakukan, pada suatu tempat Sang Hyang Indra kehilangan jejak,

hanya bekas jejak kaki yang miring dilihat oleh Beliau. Sang Hyang Indra

curiga dengan hal ini, maka Beliau bersama pasukannya terus melacak

jejak-jejak kaki yeng terlihat miring tersebut dan ternyata memang benar

dugaan Sang Hyang Indra bahwa itu merupakan bekas jejak kaki

Mayadanawa yang dimiringkan dengan tujuan untuk mengelabui Sang

Hyang Indra, maka tempat ini sekarang dikenal dengan sebutan

Tampaksiring. Kata ini berasal dari kata “Tampak” yang artinya bekas

pijakan kaki di tanah, dan “Miring” yang berarti kelihatan sebagian,

mengikuti. Jejak inilah yang terus diikuti oleh Sang Hyang Indra, oleh

karena hari sudah larut malam pengepungan dihentikan untuk istirahat

(anguling), maka tempat ini sekarang dikenal dengan nama Pura Gulingan.

Pada saat pasukan sang Hyang Indra tidur pasukan Mayadanawa

mengatur siasat dengan cara menciptakan air mala (air beracun), setelah

bangun dari tidur karena merasa lelah dan haus pasukan Sang Hyang Indra

mencari air, kemudian mereka menemukan air yang sangat jernih dan

meminumnya beramai-ramai, namun malang bagi mereka setelah

meminum air tersebut mereka keracunan. Sang Hyang Indra merasa sedih

melihat keadaan tersebut, kemudian Beliau berpindah tempat untuk

menenangkan pikiran, tibalah Beliau disuatu tempat yang dipenuhi dengan

pohon cemara, maka tempat ini dekenal dengan Pura Cemara, disinilah

Beliau melakukan semadi dan mendapatkan pawisik untuk menciptakan


8

air penawar racun, kini air ini dikenal dengan nama Tirta Empul. Tirta

Empul berasal dari kata “tirta” yang artinya air suci, dan “empul” yang

berarti keluar, mengepul, ciptaan dengan kekuatan bathin. Sehingga

tempat ini juga dinamai dengan Pura Tirta Empul. Dengan bantuan air

tersebut maka pasukan Sang Hyang Indra diselamatkan.

Setelah semua kembali seperti semula, maka Sang Hyang Indra

melakukan perundingan dengan bala tentaranya kemudian menemukan

tempat yang kini dikenal dengan nama Pura Semut di Desa Maniktawang.

Dalam perundingan tersebut disepakati untuk membagi-bagi diri dalam

kelompok dalam bergerak, maka tempat ini dikenal dengan nama Pura

Belahan. Daerah tersebut telah dikepung dari segala arah sehingga ruang

gerak Mayadanawa dibatasi oleh pasukan Sang Hyang Indra, maka tempat

ini bernama Dusun Bantas (batas, membatasi), sambil mengurung

Mayadanawa panglima-panglima Sang Hyang Inra melakukan rembuk

guna mengakhiri peperangan tersebut (tempat ini sekarang bernama Pura

Gumang) akan tetapi tiba-tiba saja Mayadanawa menghilang dan hanya

buah labu besar yang terlihat disana, maka timbul kecurigaan bahwa labu

tersebut menjadi tempat persembunyian Mayadanawa dan patihnya yang

bernama Kalawong, tempat ini sekarang bernama Teluk Tabu.

Perang terus berlanjut tetapi tiba-tiba Mayadanawa kembali

menghilang dan berubah menjadi ayam besar, tempat ini sekarang

bernama Manukaya. Manukaya berasala dari kata “manuk” berarti ayam,

dan “raya” berarti besar. Perang semakin panas, Pasukan Sang Hyang
9

Indra terus mengejar dimana saja gerak Mayadanawa, dan daerah ini

dikenal dengan nama Tegal Pengejaran. Mayadanawa terus berlari dan

akhirnya berlindung dibalik sebuah batu namun Sang Hyang Indra tidak

ingin Mayadanawa meloloskan diri, maka batu tersebut dipanah oleh Sang

Hyang Indra sehingga kaki Mayadanawa terpeleset, tempat ini dikenal

dengan nama Sebatu, berasal dari kata “sauh” berarti terpeleset, dann

“batu” berarti batu Kekalahan demi kekalahan dialami pasukan

Mayadanawa bersama patih Kalawong, pada suatu tempat kembali

Mayadanawa menyamar menjadi seorang bidadari cantik namun tetap

diketahuai oleh Sang Hyang Indra, tempat ini dinamai Dusun Kendran.

Walaupun dalam keadaan terkurung namun Mayadanawa dapat

melumpuhkan kekuatan patih Sang Hyang Indra dengan mematahkan

tangannya sehingga keahlian didalam memanah tiada lagi. Daerah ini

dikenal dengan nama Dusun Saraseda, “sara” berarti panah, dan “seda”

berarti lumpuh,mati.

Keadaann yang demikian tidak mempengaruhi pasukan

Mayadanawa dann Beliau pun dapat membunuh Patih Kalawong.

Kemudian Mayadanawa berlari hingga pada suatu tebing ia tidak dapat

melarikan diri lagi, hal tersebut digunakan sebaik-baiknya oleh Sang

Hyang Indra dengan Panah Badjra terbunuhlah Mayadanawa. Daerah ini

dikenal dengan nama Tanah Pegat. Darah dari Mayadanawa mengalir ke

sebuah sungai yang mengakibatkan sungai tersebut berwarna merah

(mala), kemudian air sungai tersebut oleh Sang Hyang Indra tidak boleh
10

digunakan oleh manusia selama 1700 tahun, baik digunakan untuk

keperluan sehari-hari maupun untuk sarana yadnya. Sekarang sungai ini

dikenal dengan nama Sungai Petanu, berasal dari kata “peta” yang berarti

suara, dan “nu” berarti daerah. Sedangkan tempat dimana Mayadanawa

dikubur dinamai Dusun Taulan.

3. Sejarah Singkat Desa Manukaya

Desa Manukaya merupakan sebuah desa tua dengan ditemukannya


bukti-bukti peninggalan kuno atau kepurbakalaan, berupa batu tertulis
yang sampai kini tersimpan di Pura Sakenan di Banjar/Dusun Manukaya
Let. Pada batu tersebut disebutkan bahwa pendirian Pura Tirta Empul pada
jaman pemerintahan Raja Kesari Warmadewa. Adapun isi perasasti
Sakenan Manukaya disebutkan sebagai berikut : Candra-Bhaya-Singa-
Warmadewa. Baginda inilah yang membangun telaga (tempat mandi). Di
Desa Manuk Raya yang sekarang disebut Manukaya. Telaga itu hingga
kini masih ada dengan dinamai Tirtha Empul, yakni diatas Desa
Tampaksiring. Adapun batas-batas desa Manukaya adalah sebagai berikut
: sebelah utara Dusun Susut (Kab. Bangli), di sebelah timur Desa Tiga
(Kab. Bangli), di sebelah selatan Desa Tampaksiring (Kab. Gianyar) dan
di sebelah barat Dusun Pupuan Tegalalang (Kab. Gianyar). Dalam legenda
Mayadanawa yang masih dihayati oleh masyarakat di sana terjadinya Desa
Manukaya.
Pura Tirta Empul terletak di sebuah lembah sebelah timur Desa
Tampaksiring di kelilingi perbukitan dan persawahan yang bertingkat-
tingkat. Tirtha Empul (sumber air) terdapat bagian dalam pura di
wewidangan madya mandala pura. Dari sumber air itulah mengalir air
yang keluar dari pancoran-pancoran yang memiliki mana dan fungsi dalam
berbagai upacara di daerah itu. Di sebelah barat sumber air itu berdiri
Istana Presiden Tampaksiring yang sangat asri.
11

Secara etimologi, Tirta Empul berasal dari dua kata, yaitu Tirtha
yang berarti “Air Suci” dan Empul yang berarti “Mata Air” (kelebutan)
atau “Muncrat” (menyembur). Berdasarkan legenda, air ini muncrat
karena panah Bhatara Indra saat berperang melawan Raja Mayadanawa.
Mayadanawa dikatakan sebagai raja yang sangat sakti yang menganggap
dirinya sebagai Dewa. Ia memerintah seluruh rakyat di wilayah
kekuasaannya untuk bersembahyang menyembah kepadanya. Atas
kelakuannya itu Bhatara Indra sangat marah. Beliau selanjutnya mengirim
pasukannya utuk membunuh Raja Mayadanawa.
Pada zaman itu, ada seorang pendeta bernama Mpu Sangkul Putih
yang memiliki kekuatan magis sangat sedih melihat keadaan ini.
Kemudian Sang Empu bersemadi di Pura Besakih untuk memohon
kehadapan Tuhan agar mampu mengatasi kekacauan dalam kehidupan
masyarakat Bali, yang diakibatkan oleh keangkuhan/kesombongan
rajanya. Empu Sangkul Putih kemudian mendapat tuntunan dari Hyang
Mahadewa untuk pergi ke Jambu Dwipa (India) untuk minta bantuan
kepada Dewa Pasupati.
Diceritakan bahwa Dewa Indralah yang memimpin pasukan dari
surga, dengan persenjataan yang lengkap datang ke Bali. Dalam
penyerangan itu, Citrasena dan Citragada memimpin pasukan pada sayap
kanan, dan Sang Jayantaka memimpin sayap kiri sedangkan Gandarwa
memimpin pasukan utama. Bhagawan Narada dikirim untuk memata-
matai istana Mayadanawa. Mayadenawa mengetahui krajaannya akan
diserang oleh pasukan Bhatara Indra melalui beberapa mata-mata yang
disebarnya, maka Mayadenawa mempersiapkan pasukannya untuk
menghadapi serangan pasukan dari surga. Perang yang mengerikan tidak
terelakkan yang menyebabkan beberapa korban berjatuhan dari kedua
belah pihak. Namun, karena pasukan Bhatara Indra lebih kuat, akhirnya
pasukan Mayadanawa melarikan diri dan meninggalkan rajanya dan
pembantunya yang bernama Sri Kala Wong. Karena menjelang petang
perangpun dihentikan.
12

Pada malam hari, saat pasukan dari surga tertidur lelap,


Mayadanawa membuat air beracun dekat tempat tidur tentara Dewa Indra.
Ia meninggalkan tempat itu, dengan berjalan dengan sisi kaki miring untuk
menghilangkan jejak. Tempat itu akhirnya disebut dengan Tampaksiring,
yang berasal dari kata bahasa Bali yaitu Tampak yang berarti “Jejak” dan
siring yang berarti “Miring/condong”.
Pada keesokan harinya, pasukan dari surga bangun dari tidurnya dan
minum air yang dibuat oleh Mayadanawa. Akibatnya semua pasukan
Dewa Indra itu mati. Melihat semua pasukannya meninggal, Dewa Indra
segera mencipta air dengan menancapkan tombak ke tanah. Selanjutnya
keluarlah air yang amat besar. Para apsara minum dan mandi dengan
senangnya. Bhatara Indra menggunakan air ciptaannya itu untuk
memerciki pasukannya yang telah meninggal. Merekapun hidup kembali
untuk melanjutkan peperangan dengan Mayadanawa. Bhatara Indra dan
pasukannya terus memburu Mayadanawa yang telah melarikan diri dengan
pembantunya. Dalam pelariannya itu ia mengubah dirinya menjadi
“Manuk Raya” (burung besar). Tempat itu sekarang dikenal dengan Desa
Manukaya.
Mayadanawa tidak dapat mengatasi kesaktian Bhatara Indra. Ia
mengubah dirinya berkali-kali seperti menjadi buah timbul (sejenis
sukun), busung (janur), susuh, bidadari dan akhirnya menjadi batu.
Tempat-tempat Mayadanawa mengubah dirinya menjadi buah timbul
sekarang disebut Desa Timbul. Tempat ia mengubah dirinya menjadi
busung (janur) disebut Desa Blusung. Desa tempat ia merubah diri
manjadi bidadari (mahluk kahyangan) disebut Desa Kendran. Akhirnya
Bhatara Indra dapat membunuh Mayadanawa darahnya mengaliri sungai
Petanu. Sungai itu dikutuknya jika airnya dipakai mengaliri sawah,
padinya akan tumbuh cepat tetapi saat dipanen, bulir-bulir padi itu
mengeluarkan darah yang berbau busuk. Kutukan itu akan berakhir dalam
jangka waktu seribu tahun. Air sungai Petanu tidak diperbolehkan untuk
13

diminum, mandi dan irigasi, karena tercemar oleh darah Mayadanawa


(Subaga, 1968 : 98).
Kematian Raja Mayadanawa merupakan kemenangan kebaikan
(dharma) melawan kejahatan (adharma). Hari kemenangan itu dirayakan
setiap enam bulan (210 hari) sekali sebagai Hari Raya Galungan. Dengan
kesaktian yang dimiliki oleh Mayadanawa yang dapat mengubah dirinya
menjadi berbagai benda, masyarakat tidak gampang percaya bahwa Raja
Mayadanawa itu benar-benar mati. Untuk mengatasi rasa takut
masyarakat, pernyataan resmi dibuat sepuluh hari kemudian yakni pada
Hari Raya Kunungan. Istilah Kuningan kemungkinan etimologinya dari
kata Nguningang yang berarti mengumumkan suatu agar diketahui oleh
masyarakat luar.
Versi lain dari Galungan adalah penghormatan kepada roh leluhur
yang turun dari kahyangan ke mercapada (dunia ini). Kuningan adalah
upacara penghormatan untuk Mewali (Kembali ke Kahyangan).
Masyarakat di Tampaksiring percaya bahwa Tirtha Empul merupakan
kemurahan khusus atau Paica yang diberikan oleh Dewa Indra. Airnya
dipercaya memiliki khasyat dapat menyembuhkan beberapa penyakit baik
medis (terutama penyakit kulit), yang digunakan dalam berbagai upacara
karena itu banyak masyarakat dari luar daerah itu memohon keselamatan.
Air Empul mengaliri Sungai Pakerisan. Sepajang aliran sungai itu, banyak
ditemukan peninggalan arkeologi (Purbakala).

4. Struktur Organisasi Desa Adat Manukaya 2015


Struktur Kepengurusan Desa Adat Manukaya
- Bendesa Adat Tirta Empul : Made Mawi Arnatha
- Penyarikan Desa Adat Tirta Empul : Made Kuntung
- Penyarikan Tempekan Manukaya : Ketut Sandra
- Penyarikan Tempekan Tatag : Ketut Beratha
- Penyarikan Tempekan Bantas : Wayan Winada
14

Dibantu oleh masing-masing Dusun antara lain : Manukaya : Made


Kuntung, Tatag : Made Yatna dan Dusun Bantas oleh Made Sarna.
Perangkat kepengurusan Tambahan antara lain : Pemangku 3 orang,
sekeha gong 60 orang, sekeha baris (baris bedil, baris tombak) 120 orang,
sekeha Rejang 50 orang dan pecalang 50 orang berasal dari Desa
Manukaya Let dan Bantas.

B. Kegiatan Baksos di desa Adat Manukaya

Baksos di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten

Gianyar diikuti oleh Fakultas Pendidikan Olah Raga dan Kesehatan

(FPOK), Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(FPMIPA), Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS), Fakultas

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) dan Fakultas Ilmu Pendidikan

(FIP)

Pembukaan Baksos di Pura Tampak Siring, dibuka pada tanggal 25 Juni

2015 dan ditutup pada tanggal 27 Juni 2015.

Pada hari pertama tanggal 25 Juni 2015 jam 9.30 Wita di Pura

Tampak siring melakukan persembahyangan bersamaan jam 12.00 Wita

dilanjutkan upacara pembukaan Baksos di Pura Tampak Siring. Di kegiatan

pembukaan juga ada ceramah dan pengarahan mengenai tempat-tempat atau

pos-pos masing-masing fakultas dalam melakukan baksos. Jam 14.00 Wita

Istirahat makan siang di masing-masing pos. Di hari pertama juga

dilaksanakan bersih-bersih di lingkungan sekitar rumah dekat SD Negeri 1

Manukaya pada jam 13.15 Wita. Pada malam harinya sekitar jam 19.00
15

Wita istirahat makan siang dan istirahat/ tidur.

Pada hari kedua tanggal 26 Juni 2013 jam 07.00 Wita melakukan

sarapan pagi dan kerja bakti dilanjutkan pada sekitar jam 08.30 Wita dengan

kegiatan pembersihan di area sekolah atau pos masing-masing. Setelah

kegiatan kerja bakti selesai dilanjutkan dengan acara bebas bagi Mahasiswa.

Jam 12.00 Wita istirahat makan siang dan jam 16.00 mengadakan

pertandingan persahabatan antara Mahasiswa IKIP PGRI BALI dengan

pemuda banjar Tatag dalam cabang olahraga bola voly kemudian istirahat

makan malam jam 19.00 Wita. Pada hari ketiga tanggal 27 Juni 2015 sekitar

jam 05.30 kerja bakti membersihkan ditempat tidur masing-masing

(POSKO) yaitu di SD Negeri 1 Manukaya. Selanjutnya kegiatan Baksos di

Desa Manukaya, Kecamatan Tampak siring, Kabupaten Gianyar ditutup di

SD Negeri 1 Manukaya.

C. Kendala-Kendala yang Dihadapi

Adapun kendala-kendala yang dihadapi pada saat melakukan baksos

diantaranya seperti kurang efisennya pada saat melakukan pembagian

kendaraan, keterlambatan dalam melakukan kegiatan yang telah terjadwal,

kordinasi masalah kegiatan yang harus dilakukan, dan banyaknya mahasiwa

yang kurang disiplin.


16

D. Manfaat Diadakannya Baksos

Manfaat yang didapat dalam kegiatan baksos yaitu memiliki banyak manfaat

baik untuk mahasiswa, masyarakat, pemerintah maupun perguruan tinggi.

Karena disini mahasiswa dapat mentransfer dan mengembangkan ilmu yang

telah diberikan dikampus yang dikirim oleh perguruan tinggi untuk

mengembangkan ilmunya secara tidak langsung dapat membantu

pemerintah maupum masyarakat dilokasi mahasiswa ditempatkan. Dapat

mempererat persaudaraan antar mahasiswa sendiri melalui kebersamaan, dan

dapat juga melatih diri untuk terjun langsung ke masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai