Anda di halaman 1dari 3

3/3/24, 1:57 PM Jayapangus - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Jayapangus
Jayapangus atau Jaya Pangus (memerintah tahun 1178–1181
M) adalah Raja Bali dari dinasti Warmadewa. Dia dikenal
melalui prasasti-prasastinya, beberapa di antaranya berkaitan
dengan pajak.[1] Dia adalah keturunan penguasa terkenal
Airlangga.[2]

Raja Jayapangus yang memerintah cukup lama merupakan


raja besar yang sangat menonjol di antara raja-raja pada masa
Bali Kuno. Ia mengeluarkan 43 prasasti dalam waktu tiga
tahun. Prasasti tertua adalah prasasti Mantring A yang
berangka tahun 1099 Saka (1178M) selebihnya berangka tahun
1103 Saka (1181 M).[3] Prasasti pelat tembaga raja
Jayapangus, mengenai perbatasan
Jayapangus dikenal sebagai penyelamat negara karena desa di Kintamani, Bangli. Prasasti
mengajak rakyatnya kembali melakukan upacara agama ini merupakan naskah Bali Kuno
sehingga mendapat wahyu (dikenal sebagai Hari Galungan). abad ke-12 yang tersimpan di
Saat masa pemerintahannya keamanan Bali terjamin dan Museum Bali
ajaran agama Hindu berkembang dengan pesat. Raja
Jayapangus bertahta hingga tahun Çaka 1103 (1181 Masehi).
Jayapangus mungkin merupakan ayah dari Ratu Arjjaya Dengjaya Ketana. Dia adalah
pendahulunya.

Sejarah
Raja Jayapangus yang bergelar Pāduka Śri Māhāraja Aji Jayapangus Arkaja
Cihna/Lañcana adalah seorang raja penguasa Bali Kuno yang menjadi simbol keharmonisan
etnik dan asimilasi kebudayaan seperti halnya Bali dan Tionghoa pada saat itu sehingga aman dan
tentramlah Bali pada zamannya.[4]

Dalam pengaruh kebudayaan Tionghoa pada Bali Kuno, cerita-cerita yang menarik dari rakyat
Tionghoa-pun menyebar di Bali, misalnya kisah Sampik – Ing Tay. Ilmu silat dari Tiongkok juga
berkembang di Bali Kuno dalam bentuk pencak, dan dalam bentuk tarian masal misalnya seperti
baris dapdap, baris demung, baris presi, baris tumbak, baris tamiang, dan lain-lain.[5]

Menyadari akan tugas seorang raja sangat berat, untuk mengontrol jalannya pemerintahan, maka
Raja Jayapangus menggunakan beberapa kitab hukum Hindu sebagai pedoman pelaksanaan
pemerintahan, yang dipatuhi oleh segenap pelaksana atau pejabat pemerintahan. Kitab hukum
yang sering disebut-sebut dalam prasasti antara lain kitab hukum Manawakamandaka,
Manawakamandaka Dharmasastra, dan Manawaśasanadharma.

Di samping itu diterapkan pula ajaran-ajaran tentang Dasaśila, sepuluh jenis tingkah laku yang
baik dan harus dilaksanakan oleh pejabat Negara dan Pancaśiksa, keterampilan untuk melengkapi
diri dalam melaksanakan tugasnya.

Barong Landung

Semenjak menjadi penguasa Bali pada saat itu, Beliau berkeraton di Puri Balingkang Kintamani
pada tahun 1133 - 1173 yang dalam kisah Barong Landung diceritakan:
https://id.wikipedia.org/wiki/Jayapangus 1/3
3/3/24, 1:57 PM Jayapangus - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Raja Jaya Pangus disebutkan punya dua


permaisuri, Paduka Bhatari Sri Parameswari
Indujaketana dan Paduka Sri Mahadewi
Cacangkaja Cihna (Cina)

Cerita rakyat yang berkembang menyebutkan bahwa istrinya


tersebut bernama Kang Cing We, putri Tuan Subandar
pedagang dari Tiongkok. Diceritakan Raja Jayapangus jatuh
hati pada Kang Cing We, sehingga mereka memadu kasih di
Bali. Tetapi setelah menjalani pernikahan, mereka tidak
dikaruniai anak. Raja Jayapangus pun berinisiatif untuk
bersemedi di Gunung Batur agar mendapatkan anugerah anak. Puncak Gunung Batur yang menjadi
tempat pertapaan Jayapangus
Setelah Raja Jayapangus bersemedi di Alas Batur bertemulah
ia dengan Dewi Danu. Terjadilah padu kasih di antara mereka,
hingga akhirnya menikah. Karena lama di Alas Batur, akhirnya disusullah Raja Jayapangus oleh
Kang Cing We ke Gunung Batur. Ketika menyusul suaminya yang tidak kunjung pulang, Cing We
merasa terpukul mengetahui Jayapangus menikahi Dewi Danu. Cing We dan Dewi Danu pun
bertengkar. Batari Batur, ibu Dewi Danu yang melihat pertengkaran itu akhirnya memusnahkan
Jayapangus dan Kang Cing We.

Masyarakat Bali pun sedih kehilangan raja mereka dan memohon kepada Batari Batur untuk
membuat pratima (patung sakral) untuk mengenang Jayapangus dan istrinya. Jayapangus pun
diubah menjadi Barong Landung sedangkan Kang Cing We diubah menjadi Patung Bekung.[6]

Akhir masa pemerintahan

Pada hari Kamis Wage Wara Pujut sekitar bulan


Februari 1116, pada saat itulah Cri Maharaja Aji
Jaya Pangus wafat, arwahnya menuju alam baka.
Abu puspasariranya dicandikan di pertapaan
Dharmaanyar dan disana pura yang bernama panti-
panti yang diurus oleh Dang Acarya Jiwaya

— Tulisan pada prasasti di Pura Pengukur-


Barong Landung
Ukuran di Desa Pejeng, Tampaksiring, Gianyar,
Bali.

Raja Jayapangus setelah wafat dimakamkan di Dharma Anyar. Beliau memiliki dua orang putra
yaitu Sri Hikajaya dan Sri Danadiraja.

Salah satu dari peninggalan di zaman Jayapangus tersebut adalah Goa Garba. Goa Garba terletak
di bawah Pura Pengukur-Ukuran. Goa Garba merupakan sebuah ceruk pertapaan yang dipahat
pada dinding tepi jurang sungai Pakerisan yang legendaris. Untuk mencapai situs purbakala ini
harus terlebih dahulu melewati sebuah gapura yang tangganya berupa susunan batu-batu kali. Di

https://id.wikipedia.org/wiki/Jayapangus 2/3
3/3/24, 1:57 PM Jayapangus - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

atas ceruk pertapaan ini terdapat beberapa kolam dan pancuran. Di samping salah satu kolam
tersebut terdapat sebuah lubang masuk menuju sebuah terowongan atau ruangan. Di lokasi Goa
Garba ini pun terdapat sebuah tulisan yang dipahat, berbunyi “Sra”.

Lihat pula
Sejarah Bali
Hinduisme di Indonesia
Hubungan Tiongkok–Indonesia

Referensi
1. A short history of Bali Robert Pringle p.53 (https://books.google.com/books?id=5TOBKsLvjjkC&
pg=RA1-PA49-IA4)
2. Barski 2007, hlm. 34.
3. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (19 Juni 2015). "Raja Jayapangus
dari Bali Mengeluarkan 40 an Prasasti dalam Satu Tahun". Kemdikbud.go.id. Diarsipkan dari
versi asli tanggal 2017-08-22. Diakses tanggal 3 Juli 2016.
4. Dewanto, Herpin (29 Desember 2011). "Warisan Semangat Pluralisme Jaya Pangus".
Kompas.com. Diakses tanggal 3 Juli 2016.
5. I Putu Budiana; I Wayan Mudana; Ketut Sedana Arta. "Pemanfaatan Kebudayaan Cina pada
Masa Pemerintahan Sri Haji Jayapangus di Pura Dalem Balingkang, di Desa Pinggan,
Kintamani, Bangli dan Potensinya sebagai Sumber Belajar Sejarah Lokal di SMA". Jurnal
Widya Winayata. 2 (1). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-27. Diakses tanggal
2017-08-21.
6. Putu Wahyura, A.A. Gde (29 Juni 2016). "Ketika Raja Jaya Pangus Memadu Kasih di Bali Dan
Dikutuk Menjadi Barong Landung". Tribunnews.com. Diakses tanggal 3 Juli 2016.

Bacaan lebih lanjut


Barski, Andy (2007), Bali and Lombok, London: Dorling Kindersley, ISBN 978-0-7566-2878-9
C.C. Berg (1927). De middeljavaansche historische traditie. Santpoort.
A.J. Bernet Kempers (1991). Monumental Bali; Introduction to Balinese Archaeology & Guide to
the Monuments. Berkeley & Singapore. ISBN 0-945971-16-8.
Creese, Helen (1991). "Balinese babad as historical sources; A reinterpretation of the fall of
Gelgel". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. 147.
Nordholt, Henk Schulte (1980). "Macht, mensen en middelen; Patronen en dynamiek in de
Balische politiek ca. 1700-1840". Doctoraalscriptie. Amsterdam.
Nordholt, Henk Schulte (1996). The Spell of Power; A History of Balinese Politics. Leiden.
ISBN 90-6718-090-4.
Wiener, Margaret J. (1995). Visible and Invisible Realms; Power, Magic, and Colonial Conquest
in Bali. Chicago & London. ISBN 0-226-88580-1.

Didahului oleh: Raja Bali Diteruskan oleh:


Ragajaya 1178–1181 Arjjaya Dengjaya Ketana

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Jayapangus&oldid=23831076"

https://id.wikipedia.org/wiki/Jayapangus 3/3

Anda mungkin juga menyukai