Anda di halaman 1dari 13

PUJANGGA SAKTI SANG PENGUASA KEDIRI

PRABU SRI AJI JAYABAYA

Oleh
Amalia Fika Rusdiana

Abstrak
Penelitian ini dilatar belakangi hasil pengamatan dan pengalaman peneliti, bahwa
dalam silsilah raja-raja tanah Jawa, Jayabaya (salah satu keturunan Batara Wisnu)
adalah seorang yang kemudian melahirkan raja-raja Jawa berikutnya. Dalam
tradisi Jawa, nama besar Jayabaya tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa.
Sehingga namanya muncul dalam kesusastraan Jawa zaman Mataram Islam atau
sesudahnya sebagai Prabu Jayabaya. Contoh naskah yang menyinggung tentang
Jayabaya adalah Babat Tanah Jawi dan Serat Aji Pamasa, Petilasan Petilasan
adalah istilah yang diambil dari bahasa Jawa (kata dasar tilas atau bekas)yang
menunjuk pada suatu tempat yang pernah disinggahi atau didiami oleh seseorang
(yang penting). Tempat yang layak disebut petilasan biasanya adalah tempat
tinggal, tempat beristirahat (dalam pengembaraan) yang relatif lama, tempat
pertapaan, tempat terjadinya peristiwa penting, atau ketika terkait dengan legenda
tempat moksa.Fokus penelitian ini adalah mengenai sejarah dan wujud fisik
bangunan petilasan Sri Aji Jayabaya serta ritual yang di adakan di petilasan Sri
Aji Jayabaya, Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui mengenai
sejarah dan wujud fisik bangunan petilasan Sri Aji Jayabaya serta ritual yang di
adakan di petilasan Sri Aji Jayabaya, sebagai salah satu warisan leluhur.

Kata Kunci : Petilasan, Raja, Kediri.

A. PENDAHULUAN
Dalam silsilah raja-raja tanah Jawa, Jayabaya (salah satu keturunan
Batara Wisnu) adalah seorang yang kemudian melahirkan raja-raja Jawa
berikutnya.1 Dalam tradisi Jawa, nama besar Jayabaya tercatat dalam ingatan
masyarakat Jawa. Sehingga namanya muncul dalam kesusastraan Jawa zaman
Mataram Islam atau sesudahnya sebagai Prabu Jayabaya. Contoh naskah yang
menyinggung tentang Jayabaya adalah Babat Tanah Jawi dan Serat Aji
Pamasa. Pada abad XII kerajaan Kediri pernah dipimpin oleh seorang raja
yang bergelar prabu Sri Aji Jayabaya. Dalam sejarah kerajaan Kediri,

1
Wasis Wibowo, Silsilah Raja Jayabaya dan Keluarga, Menurunkan Para Penguasa di
tanah Jawa, 2022, https://sains.sindonews.com/read/834671/768/silsilah-raja-jayabaya-dan-
keluarga-menurunkan-para-penguasa-di-tanah-jawa-1658556453 (diakses pada tanggal 29
November 2022)
Jayabaya adalah raja yang dikenal sakti dan mampu meramalkan kejadian
yang akan datang. Ramalan itu dikenal dengan “Jongko Joyoboyo”. Bahkan
beberapa masyarakat percaya ramalan tersebut masih berlaku hingga
sekarang.2

Gambar 1.1 Silsilah daftar raja Kerajaan Kediri

Menurut para sesepuh desa Menang, Jayabaya adalah titisan dari dewa
Wisnu. Yaitu dewa yang menjaga keselamatan dan kesejahteraan di muka
bumi. Cerita rakyat yang berkembang di masyarakat pada akhir hidupnya
Jayabaya tidaklah meninggal. Melainkan muksa atau raib jiwa beserta
jasadnya. Tempat muksa Jayabaya terletak di desa Menang, kecamatan Pagu.
Tepatnya sekitar 8 km dari kota Kediri. Pada saat ini setiap awal tahun baru
Hijriyah atau 1 Muharam diadakan upacara adat oleh Yayasan Hondodento-
Yogyakarta bersama dengan pemerintah kabupaten Kediri. Dimana dalam
pelaksanaannya digelar berbagai prosesi ritual napak tilas. Acara ini diadakan
untuk menghormati Jayabaya dan sekaligus dijadikan agenda wisata budaya
rutin tiap tahun. Rangkaian prosesi tersebut diawali dengan doa bersama yang
digelar di balai desa Menang. Setelah itu dilanjutkan dengan Kirab Tombak
Kiai Bimo dan diakhiri di Sendang Tirto Kamandanu. Sebuah sendang yang
terletak sekitar 1 km dari petilsan tempat muksa Jayabaya.3
Disini peneliti akan melakukan penelitian tentang petilasan Jayabaya
yang sampai sekarang masih di anggap sebagai tempat yang keramat dan

2
Lena Aditya, Studi Tentang Petilasan Jayabaya di Desa Pamenang Kecamatan Pagu
Kabupaten Kediri, Artikel Skripsi, Universitas Nusantara PGRI Kediri, 2014, h. 6.
3
Lena Aditya, Studi Tentang Petilasan Jayabaya di Desa Pamenang Kecamatan Pagu
Kabupaten Kediri, h. 7
banyak warga sekitar yang memanfaatkan tempat tersebut sebagai tempat
ritual dan pemujaan. Maka, berdasarkan latar belakang di atas penulis sangat
tertarik untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang Petilasan Aji Jayabaya di
Desa Menang Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri.

B. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan
kualitatif dengan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Dimana data-data yang
dikumpulkan bukan berupa angkaangka,melainkan data tersebut berasal dari
naskah wawancara, catatan lapangan, dokumentasi pribadi,dan dokumentasi
resmi lainya.Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif adalah
menggambarkan realita empirik dalam fenomena secara mendalam,rinci dan
tuntas.4
Didalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus
pengumpul data. Instrumen lain yang peneliti gunakan adalah alat
dokumentasi yang peneliti gunakan untuk mendokumentasikan pada saat
observasi di petilasan Sri Aji Jayabaya. Dalam tahapan penelitian, paling
tidak ada enam tahap yang harus ditempuh dalam penelitian sejarah,
yaitu:Memilih suatu topik yang sesuai yaitu :Disini saya mengambil topik
mengenai petilasan Sri Aji jayabaya didesa menang kecamatan pagu
kabupaten kediri.

C. PEMBAHASAN
1. Riwayat Hidup Sri Aji Jayabaya
Sri Aji Joyoboyo adalah salah satu raja di Kerajaan Kediri. Lahir
dari seorang keturunan ningrat yakni Raden Panji dari Kerajaan Jenggala
dan Putri Sekartaji dari Dhaha. Tak hanya dalam ilmu pengetahuan,
sastra dan seni mengalami perkembangan yang pesat bterutama bidang
sastra dan seni. Pada masa kepemimpinannya dunia sastra Jawa Kuno
mengalami masa keemasan. Dia meminta Empu Panuluh dan Empu

4
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), h. 11.
Sedah menyadur cerita Mahabarata Sansekerta ke dalam kakawin Jawa
kuno Bharatayudha.5
Sri Aji Jayabaya juga menulis ramalan akan masa depan yang
kemudian diyakini banyak yang telah terjadi. Ramalannya ditulis dalam
bentuk kakawin atau tembang Jawa. Kakawin ini berupa 21 pupuh
berirama Asmaradana, 29 pupuh berirama Sinom dan 8 pupuh berirama
Dhandanggulo, yang kemudian dikenal dengan Kitab Musarar.
Masyarakat kemudian mencari makna dari tembang tersebut dan
dihubungkan dengan masa depan. Adapun salah satu ramalan Jayabaya
sebagai berikut :6
1. Besuk nek wis anak kereta mlaku tanpa jaran
2. Tanah Jawa kalungan wesi
3. Prahu mlaku ing awang-awang
4. Kali ilang kedunge
5. Pasar ilang kumandhange
6. Iku tanda yen zaman Jayabaya wis cedak

Gambar 1.2 Prabu Aji Jayabaya dengan Ramalannya


Maharaja Sri Aji Jayabaya adalah raja dari Kerajaan Kadiri yang
memerintah sekitar tahun 1135-1157. Nama gelar lengkapnya adalah Sri
Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana
Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa. Pemerintahan
Jayabaya dianggap sebagai masa kejayaan Kediri. Hal ini dibuktikan
dalam peninggalan sejarahnya berupa prasasti Hantang (1135), prasasti

5
Lihat. Erwin Dariyanto, Mengenal Joyoboyo yang terkenal Ramalan Saktinya, 2015,
https://news.detik.com/berita/d-3107330/mengenal-joyoboyo-yang-terkenal-dengan-ramalan-
saktinya#:~:text=Sri%20Aji%20Joyoboyo%20adalah%20salah,dalam%20kakawin%20Jawa
%20kuno%20Bharatayudha. (diakses pada tanggal 29 November 2022)
6
Erwin Dariyanto, Mengenal Joyoboyo yang terkenal dengan Ramalan Saktinya...
Talan (1136), dan prasasti Jepun (1144), serta Kakawin Bharatayuddha
(1157).7
Pada prasasti Hantang, atau biasa juga disebut prasasti Ngantang,
terdapat semboyan Panjalu Jayati, yang artinya Kediri menang. Prasasti
ini dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk
desa Ngantang yang setia pada Kediri selama perang melawan Jenggala.
Dari prasasti tersebut dapat diketahui kalau Jayabaya adalah raja yang
berhasil mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan
Kediri.8
Kemenangan Jayabaya atas Jenggala disimbolkan sebagai
kemenangan Pandawa atas Korawa dalam kakawin Bharatayuddha yang
digubah oleh empu Sedah dan empu Panuluh tahun 1157. Selain itu
terdapat kisah bahwa Prabu Sri Aji Jayabaya merupakan titisan dari
Wisnu. Negaranya bernama Widarba yang beribu kota di Mamenang.
Ayahnya bernama Gendrayana, putra Yudayana, putra Parikesit, putra
Abimanyu, putra Arjuna dari keluarga Pandawa. Permaisuri Jayabaya
bernama Dewi Sara. Lahir darinya Jayaamijaya, Dewi Pramesti, Dewi
Pramuni, dan Dewi Sasanti. Jayaamijaya menurunkan raja-raja tanah
Jawa, bahkan sampai Majapahit dan Mataram Islam. Sedangkan Pramesti
menikah dengan Astradarma raja Yawastina, melahirkan Anglingdarma
raja Malawapati.
Kelahiran Anglingdarma di tandai dengan suasana alam yang
benar-benar menakutkan. Kilat saling bersambungan, saat itu hari gelap
gulita, gocangan dahsyat terjadi seolah-olah bumi akan hancur. Melihat
keadaan tersebut, Raja Joyoboyo memanggil seluruh perwira dan kerabat
keraton, Beliau mengumumkan tentang kelahiran Anglingdarma. Dari
tubuh Anglingdarma tampak sinar (cahaya) terang memancar, Tapi
7
Lihat. Lathif Ghufron Aula, Sosok Jayabaya, Keturunan Arjuna Sang Penguasa Kediri,
2021, https://www.solopos.com/sosok-jayabaya-keturunan-arjuna-sang-penguasa-kediri-1220452
(diakses pada 29 November 2022)
8
rasasti Hantang pertama kali diulas oleh Brandes dalam Oud-Javaansche Oorkonden
(OJO LXVIII) pada 1913. Pada 1971 sebuah disertasi Doktoral D.S Setyawardhani mengulas
kembali namun dengan transkrisi yang lebih jelas daripada yang ditulis oleh Brandes. Saat ini
Prasasti Hantang tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Lihat.
http://www.malangtimes.com/baca/18994/20170620/151931/dari-prasasti-hantang-menuju-
ngantang/ (diakses pada 29 November 2022)
bersamaan dengan itu pula para perwira dan kerabat kaget Raja Joyoboyo
muksa, kembali ke alam kelanggengan.9
Sri Aji Jayabaya turun tahta pada usia yang sangat sepuh. Ia
disebutkan moksa di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri.
Sebelum memasuki Petilasan Sri Aji Joyoboyo, terdapat 3 pintu yang
dipercayai masyarakat Jawa jika manusia pasti mengalami tiga alam
kehidupan, yaitu alam kandungan, alam nyata, dan alam sukma atau alam
akhirat. Sesuai dengan asal katanya, pamuksan dapat diartikan sebagai
tempat muksa dari Prabu Joyoboyo. Menurut legenda yang ada,
Joyoboyo tidak dikatakan meninggal tetapi Ia muksa yaitu menghilang
bersama jasadnya. Lokasi yang diyakini sebagai tempat moksa Prabu
Jayabaya kini dijadikan sebagai petilasan. Hingga kini, tempat itu
dikeramatkan penduduk setempat dan ramai dikunjungi peziarah.10

7. Petilasan Pamuksaan Sri Aji Jayabaya


Petilasan, kata ini merujuk pada “tilas” atau yang berarti bekas.
Petilasan adalah suatu tempat yang pernah didatangi atau ditinggali oleh
seseorang yang merupakan orang penting, dan karena itu di tanah Jawa
tercatat cukup banyak petilasan yang pernah ditinggali atau didatangi.
Karena petilasan tersebut pernah ditinggali dan didatangi oleh orang
penting, maka dalam perkembangannya orang memandang bahwa lokasi
tersebut wajib untuk dihormati dan dijaga. Petilasan dapat dipahami
sebagai tempat bersejarah yang patut untu dijaga dan dilestarikan.11
Sekitar ±10 km, ± 5 menit dari Kota Kediri atau ±120 km (2,5 jam)
dari Bandara Juanda Surabaya. Situs ini dipercayai sebagai petilasan atau
tempat moksa Prabu Sri Aji Joyoboyo yang terkenal sebagai Raja Kediri
abad XII dan juga ramalan Jongko Joyoboyonya. Petilasan Jayabaya
merupakan tempat muksa Raja Kediri yaitu Sri Aji Jayabaya, yang

9
Wasis Wibowo, Silsilah Raja Jayabaya dan Keluarga, Menurunkan Para Penguasa di
tanah Jawa.
10
Lena Aditya, Studi Tentang Petilasan Jayabaya di Desa Pamenang Kecamatan Pagu
Kabupaten Kediri, h. 9
11
Ahmad Sauqi, Miftah Farid Hamka, Motif Ziarah Petilasan Prabu Jayabaya (Menel Isik
Makna Dan Tujuan Masyarakat Berziarah Petilasan Sri Aji Jayabaya), Jurnal: Kontemplasi, Vol.
06 No. 2, 2018, h. 228
bertempat di Desa Menang Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri. 12
Menurut juru kunci yang bernama mbah Sunardi atau dikenal dengan
mbah Gabing menuturkan bahwa :
“Beliau Sri Aji Jayabaya tidak meninggal melainkan Muksa.
Muksa atau Moksa berarti beliau melakukan pertapaan hingga
mencapai tingkatan tertingi sehingga bisa bebas dari duniawi dan
bersatu dengan Sang Hyang Widhi”.
Petilasan ini dulunya hanya undukan tanah yang bernisan kemudian
setelah dilakukan pemugaran tempat ini menjadi megahdan berubah
menjadi sebuah monumen spiritual. Bangunan yang ada didalam
petilasan ini antara lain, Loka Muksa (tempat muksanya Jayabaya), Loka
Busana (tempat penanggalan busana Jayabaya sebelum muksa), Loka
Mahkota (tempat mahkota Jayabaya) dan Sendang Tirta Kamandanu
(taman kaputren/tempat mandi para putri).

Gambar 1.3 Gapura Masuk Gambar 1.4 Sendang Tirto Kamandhanu

Dengan demikian Petilasan Jayabaya merupakan peninggalan


leluhur yang berbudaya sangat tinggi yang perlu di jaga dan dilestarikan.
Dalam menjaga dan melestarikan tempat ini perlu adanya peran seluruh
lapisan masyarakat, baik masyarakat dari kalangan bawah maupun
kalangan atas. Petilasan Jayabaya, semula hanya seongkok tanah
bernisan, bersemak belukar dan batubatu berserakan, dibawah naungan
sebuah pahon kemuning yang rindang.Kini petilasan telah berubah

12
Petilasan Sri Aji Jayabaya, https://kedirikab.go.id/religi_petilasan_sri_aji_jayabaya
(diakses pada tanggal 29 Novemmber 2022)
menjadi sebuah monumen spiritual yang megah, bersamasama
masyarakat luas, keluarga besar Yayasan Hondodento berhasil
memugarnya secara gotong-royong. Proses pemugarannya memakan
waktu kurang lebih 1 tahun yaitu sejak peletakan batu pertama tanggal 22
februari 1975 sabtu pahing sampai tanggal 17 april 1976 sabtu pahing
saat diresmikannya dan diserahkan kepada pemerintah daerah kabupaten
kediri atau secara keseluruhan 420 hari, dengan total biaya 24 juta
rupiah.13
Bangunan Loka muksa yaitu tempat moksanya prabu Sri Aji
Jayabaya, bangunannya berupa bentuk menyatunya lingga dan yoni serta
diberi batu manik (batu bulat berlubang ditengahnya seperti mata),
bangunan ini dikelilingi pagar beton bertulang yang tembus pandang dan
dilengkapi 3 buah pintu yang menggambarkan tingkatan kehidupan
manusia yaitu Alam Kandungan, Alam Dunia, dan Alam Akhirat.
Bangunan loka busana, yaitu tempat penangalan busana kebesaran prabu
Sri Aji Jayabaya, bangunannnya terletak disebelah timur loka muksa
membujur kerah utara dan selatan dan dikelilingi dengan pagar besi.14
Bangunan loka mahkota yaitu tempat peletakan mahkota prabu Sri
Aji Jayabaya,bangunan ini terletak disebelah utara tau diluar pagar
petilasan sebagai lambang bahwa zaman kerajaan sudah
berakhir.Sendang tirta Kamandanu pemugaran sumber didesa menang
yang berkaitan dengan mengenang keluhuran dan kejayaan nenek
moyang bangsa Indonesia.

Gambar 1.5 Loka Muksa


13
Lena Aditya, Studi Tentang Petilasan Jayabaya di Desa Pamenang Kecamatan Pagu
Kabupaten Kediri, h. 9.
14
Lena Aditya, Studi Tentang Petilasan Jayabaya di Desa Pamenang Kecamatan Pagu
Kabupaten Kediri, h. 9.
Gambar 1.6 Loka Makota Gambar 1.7 Loka Busana

Peletakan batu pertama pemugaran dilakukan oleh bapak sekwilda


kabupaten kediri pada tanggal 26 april 1980, hari sabtu pahing. Ritual
yang rutin dilakukan di Petilasan Jayabaya antara lain : Ritual Malam
Jum’at Legi (acara yang rutin diadakan pada hari malam jum’at legi),
Ritual 1 suro(acara yang rutin diadakan pada malam 1 suro), Ritual
Pensucian benda Pusaka(acara ini diadakan pada tanggal 1 suro), Ritual
Labuan Parang Kusumo(acara ini diadakan pada tanggal 5 suro
bertempat di pantai laut Ratu Kidul Yogyakarta)

8. Berziarah Bagikan Menghadap Raja


Para pengunjung yang datang ke Pamuksan biasanya melakukan
serangkaian ritual yang berpusat di Loka Moksa, sebelum memasuki
Loka Moksa para pengunjung harus melewati beberapa anak tangga
hingga akhirnya sampai di depan tiga pintu. Meski tiga pintu tersebut
memiliki rupanya sama, namun setiap pintu memiliki makna yang
berbeda. Masyarakat Jawa percaya bahwa manusia mengalami tiga alam
kehidupan. Karenanya para pengunjung yang berziarah disarankan
masuk melalui pintu paling kiri, berdoa di pintu tengah, kemudian keluar
melalui pintu paling kanan. Sebelum memasuki Loka Moksa, para
pengunjung harus menjaga tata krama saat menghadap sang prabu, yakni
dengan berlaku seperti menghadap seorang raja.15
Menurut Penjaga tempat ini atau biasa disebut juru kunci petilasan
ini sudah memasuki generasi ke-4, berawal dari kakek buyut dari Mbah
15
Marilyn, Sejarah dan Misteri Petilasan Pamuksaan Prabu Aji Jayabaya, 2020,
https://www.kaskus.co.id/show_post/5feb6ad28d9b175d746e19c4/7/- (diakses pada tanggal 29
November 2022)
Gabing atau Pak Sunardi, lalu dilanjutkan oleh ayahnya yaitu Mbah Misri
yang menjadi juru kunci mulai tahun 1976 hingga 2016. Mbah Mukri
sebagai juru kunci yang ketiga, beliau adalah paman dari Mbah Gabing
dengan periode tahun 2016-2018. Mbah Gabing sebagai juru kunci yang
sedang menjabat yaitu 2018 hingga sekarang.
Selain itu terdapat pantangan dalam memasuk wilayah petilasan,
yakni bagi wanita yang sedang Haid dilarang memasuki wilayah
petilasan. Karena tempat petilasan tersebut di anggap sebagai tempat suci
terutama pada Loka Moksa yang sebgaai tempat ritual. Namun terdapat
stau tempat sebelum memasuki wilaya loka Moksa, yakni Pendopo.
Dalam pendopo tersebut bagi perempuan yang sedang haid hanya bisa
menunggu di pendopo tersebut. Sebagi tempat istirahat peziarah,
pendopo juga berfungsi sebagai penerima tamu.16

Gambar 1.8 Pendopo petilasan Aji Jayabaya

9. Pujangga Sakti Sang Peramal Masa Depan Negeri


Selain menjadi raja Joyoboyo mampu meramal segala peristiwa di
masa yang akan datang, tak hanya perihal pulau Jawa, namun juga
perihal ramalan skala nasional. Kesaktian beliau memercik daya magis
yang menyelimuti kawasan Pamuksan, tak jarang muncul kejadian yang
menjadi pertanda bahwa sesuatu akan terjadi.
Dikisahkan dalam Serat Jayabaya Musarar, pada suatu hari
Jayabaya berguru pada seorang ulama bernama Maolana Ngali Samsujen.
Dari ulama tersebut, Jayabaya mendapat gambaran tentang keadaan

16
Hasil Wawancara dengan Mbah Gabing yang telah dikelola peneliti, pada tanggal 25
November 2022.
Pulau Jawa sejak zaman diisi oleh Aji Saka sampai datangnya hari
Kiamat. Namun, Tidak diketahui dengan pasti siapa penulis ramalan-
ramalan Jayabaya. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat saat itu untuk
mematuhi ucapan tokoh besar. Maka, si penulis naskah pun mengatakan
kalau ramalannya adalah ucapan langsung Prabu Jayabaya, seorang raja
besar dari Kadiri.17
Ramalan Jayabaya atau sering disebut Jangka Jayabaya adalah
ramalan dalam tradisi Jawa yang salah satunya dipercaya ditulis oleh
Jayabaya, raja kerajaan Kadiri. Ramalan ini dikenal pada khususnya di
kalangan masyarakat Jawa yang dilestarikan secara turun temurun oleh
para pujangga. Asal-usul utama serat jangka Jayabaya dapat dilihat pada
kitab Musasar yang digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak
keraguan keaslianya tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar
yang menuliskan bahwasanya Jayabayalah yang membuat ramalan-
ramalan tersebut.
Dari berbagai sumber dan keterangan yang ada mengenai Ramalan
Jayabaya, maka pada umumnya para sarjana sepakat bahwa sumber
ramalan ini sebenarnya hanya satu, yakni Kitab Asrar (Musarar)
karangan Sunan Giri Prapen (Sunan Giri ke-3) yang dikumpulkannya
pada tahun Saka 1540/1028 H/1618 M, hanya selisih 5 tahun dengan
selesainya kitab Pararaton tentang sejarah Majapahit dan Singosari yang
ditulis di pulau Bali 1535 Saka atau 1613 M. 18 Jadi penulisan sumber ini
sudah sejak zamannya Sultan Agung dari Mataram bertahta (1613-1645
M). Selain itu, Kitab Jangka Jayabaya pertama dan dipandang asli, adalah
dari buah karya Pangeran Wijil I dari Kadilangu yang dikarangnya pada
tahun 1666-1668 Jawa atau 1741-1743 M.

D. KESIMPULAN

17
Avirista Midada, Mengenal Sosok guru Raja Jayabaya yang Buatnya Mampu Meramal
Pulau Jawa, 2022. https://nasional.okezone.com/read/2022/02/07/337/2543292/mengenal-sosok-
guru-raja-jayabaya-yang-buatnya-mampu-meramal-pulau-jawa (diakses pada tanggal 29
November 2022)
18
Chelin Indra Sushmita, Asal-Usul Ramalan Jayabaya, 2021.
https://www.solopos.com/asal-usul-ramalan-jayabaya-1212134 (diakses pada tanggal 29
November 2022)
Kabupaten Kediri merupakan tempat paling bersejarah, didalamnya
terdapat petilasan Prabu Sri Aji Jayabaya. Belaiau adalah seorang Raja
Kerajaan Kediri pada tahun 1135-1157 Masehi. Beliau di sisa akhir hidupnya
melakukan moksa di sutu tempat yang sekarang menjadi Desa Menang,
Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri yang dikenal sebagai tempat petilasan Sri
Aji Jayabaya. Dalam petilasan sri Aji Jayabaya memiliki 3 tempat yang
berbeda yakni, Loka Moksa, Loka Mahkota dan Loka Busana. Sebelum
memasuki loka muksa terdapat pendopo bermotif naga dan api yang
difungsikan sebagai tempat tirakat atau tempat istirahat. Selain diarea untuk
ritual, juga terdapat sendang yang dulunya digunakan oleh Prabu Joyoboyo
untuk mandi dan membersihkan diri sebelum moksa yang bernama sendang
Tirto Kamandhanu. Selain dianggap sebagai tokoh yang sakti, Joyoboyo
merupakan leluhur dari masyarakat Kediri. Oleh karena itu kepercayaan
masyarakat terhadap petilasan pun masih sangat tinggi. Selain sebagai salah
satu bentuk sastra lisan, legenda petilasan ini juga sebagai warisan budaya
yang dimiliki oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Aditya Lena, 2014, Studi Tentang Petilasan Jayabaya di Desa Pamenang Kecamatan Pagu
Kabupaten Kediri, Artikel Skripsi, Universitas Nusantara PGRI Kediri.

Aula Lathif Ghufron, 2021, Sosok Jayabaya, Keturunan Arjuna Sang Penguasa Kediri,
https://www.solopos.com/sosok-jayabaya-keturunan-arjuna-sang-penguasa-kediri-
1220452 (diakses pada 29 November 2022)

Dariyanto Erwin, 2015, Mengenal Joyoboyo yang terkenal Ramalan Saktinya,


https://news.detik.com/berita/d-3107330/mengenal-joyoboyo-yang-terkenal-dengan-
ramalansaktinya#:~:text=Sri%20Aji%20Joyoboyo%20adalah%20salah,dalam
%20kakawin%20Jawa%20kuno%20Bharatayudha. (diakses pada tanggal 29
November 2022)

Marilyn, 2020, Sejarah dan Misteri Petilasan Pamuksaan Prabu Aji Jayabaya,
https://www.kaskus.co.id/show_post/5feb6ad28d9b175d746e19c4/7/- (diakses pada
tanggal 29 November 2022)

Midada Avirista, 2022, Mengenal Sosok guru Raja Jayabaya yang Buatnya Mampu Meramal
Pulau Jawa, https://nasional.okezone.com/read/2022/02/07/337/2543292/mengenal-
sosok-guru-raja-jayabaya-yang-buatnya-mampu-meramal-pulau-jawa (diakses pada
tanggal 29 November 2022)

Moleong Lexy J, 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Petilasan Sri Aji Jayabaya, https://kedirikab.go.id/religi_petilasan_sri_aji_jayabaya (diakses pada


tanggal 29 Novemmber 2022)
Sauqi Ahmad, Miftah Farid Hamka, 2018, Motif Ziarah Petilasan Prabu Jayabaya (Menel Isik
Makna Dan Tujuan Masyarakat Berziarah Petilasan Sri Aji Jayabaya), Jurnal:
Kontemplasi, Vol. 06 No. 2.

Sauqi Ahmad, Miftah Farid Hamka, 2018, Motif Ziarah Petilasan Prabu Jayabaya (Menel Isik
Makna Dan Tujuan Masyarakat Berziarah Petilasan Sri Aji Jayabaya), Jurnal:
Kontemplasi, Vol. 06 No. 2.

Wibowo Wasis, 2022, Silsilah Raja Jayabaya dan Keluarga, Menurunkan Para Penguasa di
tanah Jawa, https://sains.sindonews.com/read/834671/768/silsilah-raja-jayabaya-
dan-keluarga-menurunkan-para-penguasa-di-tanah-jawa-1658556453 (diakses pada
tanggal 29 November 2022)

Anda mungkin juga menyukai