Anda di halaman 1dari 12

PENEGASAN ATAS PETILASAN RADEN

WIJAYA DI BEJIJONG, TROWULAN

disusun untuk memenuhi makalah kelompok KKL mata kuliah Sejarah Indonesia
sampai Abad XV dengan dosen pengampu Dr. Endah Sri Hartatik, M. Hum.

Ignatius Antiokhia Rendi W. 13030118120026

Diah Sukma Sari 13030118120027

Fauzziyyah Ulfah 13030118120028

Ardian Eka Dwilaksa 13030118120029

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Raden Wijaya, jika kita mengingat dan menyebut nama Raden
Wijaya otomatis persepsi kita akan tertuju pada Kerajaan Majapahit. Raden
Wijaya adalah pendiri dan pemimpin pertama dari Majapahit yang
menguasai hampir seluruh wilayah Kepulauan Nusantara saat ini. Sisa-sisa
peninggalan dari kerajaan yang besar itu dapat disaksikan secara jelas di
berbagai desa yang tersebar di wilayah Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Salah satu peninggalan dari Raden Wijaya adalah Siti Inggil, sebuah
tanah tinggi yang merupakan petilasan Raden Wijaya. Petilasan yang
sebelumnya populer dengan istilah Lemah Geneng itu berada di dusun
Kedungwulan, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Ada kontradiksi antara tempat tersebut sebagai makam dari Raden
Wijaya dan antara sebagai tempat tilas (bekas) dari pertapaan Raden Wijaya.
Jika mendengar dari juru kunci petilasan tersebut, ia menyebutkan bahwa
tempat itu makam dari Raden Wijaya, Gayatri, Dara Pethak dan Dara Jingga.
Akan tetapi kami mendapati juga informasi dari warga setempat bahwa
tempat itu sebenarnya bukan makam, melainkan cuma petilasan saja.
Jika melihat sekilas pada Petilasan Raden Wijaya memang
berbentuk makam dengan nisan yang menandakan bahwa makam adalah
corak keagamaan Islam. Tetapi pada kenyatannya Raden Wijaya adalah
seorang penganut Hindu dibuktikan dengan adanya Candi Simping. Candi
Simping merupakan candi yang dibangun pada masa
Kerajaan Majapahit yang memiliki dua fungsi utama. Pertama sebagai
tempat pemujaan dan yang kedua sebagai candi makam.

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk makam di Petilasan Raden Wijaya?
2. Kapan Petilasan Raden Wijaya dibuat?
3. Apakah ada bukti tertulis bahwa Raden Wijaya dimakamkan di Candi
Simping?

C. Tujuan Penulisan
1. Membuktikan bahwa Petilasan Raden Wijaya bukan makam.
2. Menganalisis mengapa petilasan itu bisa disebut makam.
3. Memperkirakan dimana lokasi dharma dari Raden Wijaya.

3
BAB II

METODE DAN PEMBAHASAN

A. Metode
Tulisan ini menggunakan metode penelitian sejarah dalam upaya
untu mendapatkan data dan fakta. Langkah pertama pada metode sejarah
adalah heuristik. Sumber yang kami gunakan adalah Negarakertagama
karena di buku itu terdapat pupuh yang menyatakan dharma dari Raden
Wijaya. Selanjutnya, kami menggunakan jurnal-jurnal ilmiah untuk
menganalisis bentuk makam dan coraknya pada petilasan, dan untuk
menganalisis ritual adat yang berpengaruh pada petilasan tersebut. Dan juga
kami menggunakan sumber lisan berupa wawancara dengan penduduk asli
Bejijong tentang perkembangan Petilasan Raden Wijaya dan mengapa dapat
dikenal orang luas petilasan ini, sumber ini termasuk oral history dan sedikit
menyangkut mistika di dalamnya. Tahap kedua adalah melakukan kritik sumber,
yaitu memilih dan menentukan sumber yang relevan dengan tema kami. Pada tahap
ini dilakukan juga penerjemahan sumber tertulis dengan sumber lisan untuk
mengetahui relevansi antar data. Selanjutnya dilakukan interpretasi untuk
menggabungkan dan menyimpulkan segala fakta asali terkait petilasan Raden
Wijaya. Langkah terakhir adalah historiografi, yaitu proses penulisan segala fakta
yang ada menjadi tulisan sejarah.

B. Isi
Majapahit merupakan kerajaan bercorak Hindu dengan wilayah
kekuasaan hampir seluruh wilayah nusantara dibawah satu komando
kerajaan. Sudah tentu karena letaknya yang strategis dengan jalur
perhubungan, Majapahit mempunyai berbagai macam budaya baik suku,
agama, ras. Banyak peninggalan-peninggalan yang diwariskan oleh
Majapahit dari yang bisa dilihat inderawi maupun dalam pemikiran. Raden

4
Wijaya sebagai pendiri Majapahit memiliki banyak kekhasan sebagai
pemimpin wilayah yang luas. Salah satu peninggalan Raden Wijaya secara
langsung yang masih dikenal adalah tempat bekas pertapaannya (petilasan)
di Bejijong, Trowulan, dekat dengan ibukota Majapahit sendiri. Petilasan
ini banyak dikunjungi peziarah yang sejak dahulu dipercayai sudah banyak
yang mengunjungi.
Petilasan Raden Wijaya ini bisa terkenal karena menurut kami
Raden Wijaya sebagai pemimpin pertama dari Majapahit yang menguasai
keberagaman atau kepulauan di Nusantara. Selain itu di petilasan ini sering
diadakan perayaan 1 Syuro yang mengiklankan bahwa tempat ini makam
dari Raden Wijaya. Dalam perayaan 1 Syuro di Trowulan, terdapat tiga
acara inti, salah satunya ialah ziarah makam leluhur yang dilaksanakan di
Siti Inggil atau Petilasan Raden Wijaya. Diawali di Sitinggil yang diyakini
beberapa kalangan sebagai bangunan candi yang menjadi cikal bakal
Kerajaan Majapahit di Trowulan, ziarah makam leluhur dimaksudkan untuk
mengingatkan kembali bahwa generasi saat ini adalah generasi penerus
Majapahit. Petilasan Raja Majapahit, Raden Wijaya, ini didirikan di atas
sebuah bangunan candi. Orang-orang penting yang pernah datang untuk
berziarah di petilasan Raden Wijaya antara lain adalah presiden kedua
Republik Indonesia yaitu Soeharto, lalu Gusdur, Megawati, SBY. Biasanya
ritual-ritual yang diadakan di petilasan Raden Wijaya dilakukan atau
dilaksanakan pada hari-hari tertentu, seperti malam Selasa Kliwon, malam
Jum’at Kliwon dan malam Jum’at Legi
Menurut Nyoto, salah seorang warga asli Bejijong yang kami
wawancarai, petilasan ini awalnya berupa alas sunyi yang kemudian pada
tahun 1973 masa Presiden Suharto, petilasan ini direnovasi sedemikian rupa
hingga bentuknya yang sekarang ini. Pada awal ditemukannya pada 1970
oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB), ditemukan kaki candi yang
merupakan situs Candi Antapura. Candi Antapura merupakan salah satu
tempat pendharmaan dari Raden Wijaya, yang berada di dekat Trowulan,
yang kejelasan nya dapat dilihat didalam kitab Pararaton. Sedangkan yang

5
lain dharma Raden Wijaya berada di Candi Simping, Sumberjati, Blitar.
Selain candi Antapura juga ditemukan ada dua tengkorak yang sepertinya
dikubur atau terkubur tanpa nisan yang disebut sebagai Sapu Jagat dan Sapu
Angin.
Perlu diketahui bahwa tempat tersebut bukanlah makam Raden
Wijaya, karena Raden Wijaya adalah seorang Siwa-Wisnu yang saat
kematiannya ia didharmakan, jenazahnya diperabukan dan abunya
disemayamkan di candi makam diatas, Hal ini bisa dilihat dalam
Negarakertagama pupuh 27. Di petilasan ini makam yang bisa dilihat indera
melainkan hanya makam kosong dengan arsitektur Islam. Ciri-ciri yang bisa
dilihat dari makam tersebut yaitu makam dibentuk dengan nisan, dan
dinaungi payung emas seakan menunjukkan kemuliaan yang dimakamkan.
Beberapa makam yang ada ditata berderet-berurutan, dan terlindungi
dinding putih yang mengelilinginya, pintu utama berbentuk kupu tarung
yang terbagi empat dua di atas dan bawah hanya terbuka satu bagian pintu
saja, itupun hanya di pintu sisi kanan bawah1.
Menurut informasi yang kami peroleh dari warga sekitar, Nyoto,
bangunan petilasan Raden Wijaya ini dirilis oleh bapak Soeharto. Sebelum
bangunan yang lebih baru dibuat, yaitu bangunan makam yang terletak di
atas bata kaki candi, Candi ini dipercaya sebagai situs Candi Antapura yang
telah rusak karena proses alam dan menyisakan kaki candinya saja. Setelah
dilakukan pemugaran oleh Presiden Suharto, diatas kaki candi ini didirikan
bangunan petilasan yang berisi makam dengan corak Islam. Berdasarkan
cerita warga narasumber, Raden Wijaya membangun candi dan petilasan ini
untuk mengenang dirinya yang pernah bersemedi di daerah ini. Akan tetapi
keberadaan Candi Antapura ini belum bisa terbukti kebenarannya karena
belum ada penelitian terbaru mengenai keberadaan candi tersebut.

1
Rukmi, Wara Indira,dkk. Situs Majapahit Trowulan: Menuju Tersambungnya Ruang Absolut.
Jurnal Studi Sosial. Th. 6 No. 1 Mei 2014. Universitas Gajah Mada. Halaman 59-69. Diunduh pada
26 April 2019).

6
Selain Candi Antapura, juga disebutkan dalam Negarakertagama
bahwa dharma Raden Wijaya diletakan di Candi Simping yang berada di
Blitar. Candi Simping sebagai tempat pemujaan dewa, dan juga sebagai
candi makam. Sebagai pemujaan ditujukan kepada Dewa Siwa dan Dewa
Wisnu karena berdasarkan arca- arcanya adalah candi Hindu yaitu Arca
Harihara sebagai arca perwujudan Dewa Siwa dan Dewa Wisnu 2 .
Pembuatan Candi Simping tidak lepas dari segi keagamaan yaitu agama
Hindu, corak candi yang beragama Hindu dapat di buktikan dengan
ditemukannya lingga yang erat kaitannya dengan Dewa Siwa yang
merupakan dewa dari agama Hindu. Candi Simping merupakan candi
sebagai tempat dharma Raden Wijaya sebagai titisan dari Dewa Siwa dan
Wisnu dengan bukti diketemukannya Arca Harihara yang ditemukan disini
ini merupakan perlambang dari Raden Wijaya. Candi Simping ini yang
diduga kuat menjadi tempat dharma dari Raden Wijaya, pemimpin pertama
Kerajaan Majapahit.

2
Utomo, M Cahyo Wiso. Studi tentang Candi Simping di Desa Sumberjati, Kecamatan Kademangan,
Kabupaten Blitar. Jurnal Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri. 2017.
https://nanopdf.com/download/jurnal-studi-tentang-candi-simping-di-desa_pdf. Diunduh pada
26 April 2019.

7
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Petilasan Raden Wijaya yang terletak di Bejijong benar-benar sebuah tempat


bekas pertapaan atau semedi Raden Wijaya. Menurut informasi yang ada di
masyarakat, Raden Wijaua membuat Candi Antapura untuk mengenang
petilasannya. Pada tahun 1970, Candi Antapura ini ditemukan kaki candinya saja
oleh BPCB dan direnovasi pada 1973 dengan ditambahkan bagian atas yang baru,
yang sekarang berbentuk makam-makam. Raden Wijaya meninggal dan dia
diperabukan dan dharmanya tersebut diletakkan di Candi Simping, Blitar dan Candi
Antapura, kedua-duanya sekarang tinggal kaki candinya saja. Keberadaan sumber
tertulis mengenai Candi Antapura terletak di petilasan ini belum diketahui, hal ini
cuma berada di kalangan masyarakat saja.

Petilasan ini bisa dikenal sebagai makam karena dharma dari Raden Wijaya
diletakkan di Candi Antapura, yang dipercaya berada di lokasi ini. Pada saat
ditemukan oleh BPCB, candi ini tinggal kaki candinya saja. Presiden Suharto yang
kebetulan menjabat saat itu melakukan renovasi atas candi dengan menambahkan
makam diatasnya, sebagai bukti fisik bahwa dharma Raden Wijaya diletakkan
disana. Yang perlu diketahui lebih lanjut ialah makam yang berada di petilasan
hanyalah penanda dharma Raden Wijaya yang merupakan seorang Hindu. Untuk
dharma yang lain terletak di Candi Simping, bukti dan sumber tertulis lebih
menguatkan bahwa Candi Simping merupakan tempat abu (makam dalam artian)
Raden Wijaya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Rukmi, Wara Indira,dkk. Situs Majapahit Trowulan: Menuju Tersambungnya


Ruang Absolut. Jurnal Studi Sosial. Th. 6 No. 1 Mei 2014. Universitas Gajah Mada.
Halaman 59-69. Diunduh pada 26 April 2019).
Utomo, M Cahyo Wiso. Studi tentang Candi Simping di Desa Sumberjati,
Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar. Jurnal Skripsi Universitas Nusantara
PGRI Kediri. 2017. https://nanopdf.com/download/jurnal-studi-tentang-candi-
simping-di-desa_pdf. Diunduh pada 26 April 2019.

9
LAMPIRAN

1.1 pintu masuk petilasan Raden Wijaya

1.2 Tampak dalam petilasan Raden Wijaya

10
1.3 Makam dari Raden Wijaya yang dibuat di petilasan

1.4 Candi Simping yang tinggal kaki candinya saja

11
1.5 Foto Kelompok KKL Mojokerto

12

Anda mungkin juga menyukai