Anda di halaman 1dari 275

lr.

ABDULLAH ANGOEDI

SEJARAH
IRIGASI
DI INDONESIA
1

_- ; - . ; · , t. ~: :.J .~ A , l !..; ,, , ...;, ..


~
-
..
, l'" ' ·
I • ~ ,
.
J .
-> j •

~ - I~ r' •_)
. ~ -- --I --
3 A ;' ~
--
\ -.J

N . I. : 1..;. I
/ .
1-J. K.: 6:t.

KOMITE NASIONAL INDONESIA


INTERNATIONAL COMMISSION ON IRRIGATION AND DRAINAGE
(I C I D)
REPUBLIK INDONESIA
MENTER! PEKERJAAN UMUM

SAMBUTAN
Dari sejarah dunia kita dapat mempelajari bahwa banyak
negara-negara di Benua Asia dan Afrika yang sekarang berupa padang
pasir, pada zaman dahulu kala merupakan negara yang subur dengan
"SUDgai-sungai yang mengalir jernih dan hutan-hutannya yang lebat,
akan tetapi dewasa ini keadaannya banyak yang berobah dan lahan
telah menjadi tandus. Hal itu terjadi karena bangsa yang bersangkutan
pada zamannya telab mengabaikan menjaga kelestarian sumber-sumber
air dan kurang pandai mengelola air dengan baik.

Sejak Pelita I Pemerintah Orde Baru melaksanakan pembangun·


an di segala bidang, termasuk bidang Pengairan dengan Pengembangan
Sum~ Air dan Pemanfaatan Air untuk berbagai keperluan demi
kepentingan masyarakat banyak. Terutama Pengembangan lrigasi
untuk menunjang peningkatan produksi pangan dan kenaikan peng-
hasilan para petani, telah menjadi Program Pemerintah yang penting
dan ditangani secara intensif.

Dengan kemajuan-kemajuan yang telah kita capai kita wajib mengkaji


pengalaman masa lampau serta menanamkan nilai-nilai sejarah,
pentingnya bidang Pengairan bagi generasi.generasi yang akan datang.
Dalam hubungan ini, kami berpendapat bahwa penulisan buku ini
sangatfah berfaedah.
Oleh karena itu, perkenankanlah Saya mengucapkan seblmat
atas terbitnya buku Sejarah Irigasi di Indonesia; tak lupa Saya ucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada Saudara Ir. Abdullah Angoedi
dan semua pihak yang telah membantu sampai terbitnya buku ini.

)
KATA
PENGANTAR

Pada tanggal 26 Juni 1982 kami mendapat surat undangan


dengan nomor UM. 02.07.(X) dari Direktorat Bina Program
Pengairan Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerja-
an Umum, untuk menghadiri rapat kerja di kantor Sub Direk-
torat Perencanaan Teknis Direktorat Irigasi di Bandung pada
tanggal 6 Juli 1982, yang maksudnya untuk membentuk sebuah
Panitya, yang akan diberi tugas menyusun naskah Sejarah
Irigasi di Indonesia, yang diperlukan oleh Komite Nasional
Indonesia dalam memenuhi kewajibannya kepada "Inter-
national Commission on Irrigation and Drainage (ICID) guna
dikumpulkan dari masing-masing negara anggotanya.

Dalam rap at tersebut hadir banyak tenaga senior, yang


telah berpengalaman luas dalam bidang Pengairan, dari
merekalah diharapkan dapat disusun Sejarah Irigasi yang
dimaksudkan. Tenaga-tenaga berpengalaman yang berdomesili
di Bandung di harapkan masih dapat berperan-serta dengan
memberikan informasi-informasi melalui wawancara.
Personalia untuk Panitya segera telah terdaftar dari
sejumlah besar tenaga-tenaga senior tersebut, dalam Panitya
mana kami mendapat kehormatan ditunjuk sebagai ketuanya.
Dalam pada itu waktu berlalu, tetapi Panitya belum dapat
bergerak, karena belum ada surat keputusan tentang susunan
keanggotaannya, lagi pula belum ada kepastian dari mana proyek
ini akan dibiayai.
Dalam pada itu kami telah dibebaskan dari Direksi Persero
PT. Indah Karya, sehingga bagi kami tersedia waktu untuk
mengerjakan naskah Sejarah Irigasi di Indonesia, suatu tugas
yang menarik bagi kami pribadi.

Demikianlah tanpa menghiraukan peresmian Panitya


Penyusunan Naskah Sejarah, juga belum jelas sumber dana
pembiayaannya, tetapi dengan dukungan, persetujuan dan
sepengetahuan Direktur Bina Program Peng airan selaku Ketua
Komite Nasional Indonesia (ICID), kami mulai saja dengan
penulisan naskah sementara dengan data yang dapat
dikumpulkan sendiri.

Secara berangsur beberapa kolega yang berminat den2an


senang hati bersedia menyediakan data kepunyaannya untuk
dipakai dalam penyusunan naskah.
Terutama dari Ir. Soekadarjanto kami menerima banyak
foto copy dari tulisan-tulisan zaman T(olonial (Belanda), yang
merupakan data amat berharga dalam menyusun sejarah yang
agak berkesinambungan. Dari Ir. Soenarno MSc kami menerima
banyak bantuan dalam segi penyediaan dananya, sehingga
kemacetan dapat. dihindarkan.

Tentu saja kami pun menerima pinjaman buku-buku dari


Direktorat Bina Program Pengairan melalui Ir. Sarbini
Ronodibroto beserta staf.
Dari Direktorat Penyelidikan Masalah Air di Bandung kami
menerima data mengenai waduk-waduk di Indonesia.

Kami berkesempatan berwawancara dengan kolega-kolega


di Proyek-proyek Irigasi Jratunseluna, Serayu, Kedu Selatan,
Proyek-proyek Pengembangan Wilayah Sungai Bengawan Solo,
Citanduy dan Brantas.

Dalam bulan April 1984 kami telah menyelesaikan Konsep


Pertama Sejarah Irigasi di Indonesia setelah 354 halaman telah
di foto copy (buku hijau).

ii
Konsep Kedua, yang mengandung beberapa perbaikan dan
pelengkapan konsep pertama, dapat diselesaikan dalam bulan
Mei 1984 (buku kuning) dan akhirnya pada tanggal 18 September
1984 telah diadakan pembahasan atas isi konsep sejarah
irigasi di Indonesia.
Pada ke)empatan ini Penulis menyampaikan terima kasih atas
saran-saran yang telah diberikan pada rapat pembahasan
terse but.

Berhubung dengan tebalnya buku andaikata tidak dipecah


menjadi 2 jilid dan sesuai dengan saran Bapak Menteri Pekerjaan
Umum melalui Direktorat Bina Program Pengairan, maka buku
Jilid 1 ini memuat Bab 1 s/ d Bab 9. Jilid 2 akan memuat
Bab 10 sampai selesai (terakhir). Kedua jilid merupakan satu
kesatuan, yang tak terpisahkan.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa hasil penulisan
sejarah irigasi pasti mengandung hal-hal yang kurang
memuaskan terutama bagi mereka yang secara kebetulan
lang~ung menangani masalahnya.

Selanjutnya sejarah tidaklah berhenti pada saat buku ini


diterbitkan. Masih banyak fikiran dan keringat dicurahkan.
Teknisi kita terus menerus dalam era pembangunan yang tidak
diketahui kapan akan berakhir, bahkan mungkin tidak akan
pernah berakhir.

Penulis akan bersenang hati, andaikata diberi kesempatan


untuk mengurus penyesuaian keadaan pada buk-buku, cetakan-
cetakan ulang dikemudian hari.
Dalam kegiatan sehari-hari, kami dibantu oleh Drs. R.M.
Soenarjo tenaga dari Direktorat Irigasi yang diperbantukan
pada Persero PT. Indah Karya.

Pada halaman belakang diberikan Daftar Nara Sumber,


yaitu mereka yang dalam pengumpulan data telah memberikan
keterangan-keterangan melalui wawancara-wawancara dan tentu
saja ada Daftar Pustaka.

iii
Perkenankanlah kami menyampaikan terima kasih sebesar-
besarnya atas bantuan dari semua pihak, juga kepada mereka
yang tak sempat disebut namanya.

Tanpa bantuan itu mustahil buku Sejarah Irigasi di Indonesia


ini dapat diselesaikan.

Bandung, 31 Desember 1984

Ir. ABDULLAH ANGOEDI

iv
DAFTAR-
ISI
Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Bab : PADI DAN IRIGASI 1

1.1. Zaman Pra.sejarah


1.2. Legenda Asalnya Paeli
1.3. Daerah Asal Tanaman Paeli
1.4. Padi Tanah Kering
1.5. Padi Sawah
1.6. lrigasi Sederhana
1.7. Sawah Tadah Hujan
1.8. lrigasi dan Tanah Sawah
1.9. Gogo Rancah
1.1 0. Padi Rawa

Bab 2 : KEDATANGAN KEBUDAYAAN INDIA ................ 21

2.1. Bangunan lrigasi Yang Pertama eli Jawa Timur


2.2. Bangunan lrigasi tertua di Jawa
2.3. K. Brantas dan Gunung Kelut
2.4. Lahimya Hayam Wuruk
2.5. Rehabilitasi Bangunan Irigasi Pertarna
2:6. Keadaan eli Jawa Barat dan Jawa Tengah
2.7. Teknisi Pembuat bangunan
2.8. Organisasi Subak eli Bali

Bab 3 : KEDATANGAN ISLAM DAN ORANG-ORANG BARAT . . . . . . 39

3.1. Tumbuhnya Kerajaan Islam


3.2. Kedatangan Orang-Orang Portugis
3.3. Kedatangan Orang-Orang Belanda
3.4. Penyerangan Sultan Agung Terhadap V.O.C.
3.5. Pertentangan V.O.C. Dengan Raja Gowa
3.6. Perjuangan Untung Suropati
3.7. Keadaan Diluar Pulau Jawa dan Bubamya V.O.C.
3.8. Perang Diponegoro
3.9. Tidak Ada Kemajuan Dalam Bidang Irigasi

v
Bah 4 : AWAL KOLONIALISME BELANDA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 51

4.1. Gubemur Jenderal Daendels


4.2. Letnan Gubemur Jenderal Raffles
4.3. Sistem Tanam Paksa
4.4. Praktek-Praktek Dalam Sistem Tanam Paksa
4.5. Pembuatan Bendung Pertama
4.6. Perusahaan-Perusahaan Gula Yang Mengolah Tebu Setoran
4.7. Puncak Perkembangan Tanam Paksa
4.8. Pembangunan Bendung Glapan di K. Tuntang
4.9. Pertumbuhan Pertama pada Zaman Kolonial
4.10. Masalah Dataran Semarang Timur dan Demak
4.10.1 Kerajaan Islam Demak
4.10.2 Keadaan Memburuk Setelah Kedatangan Belanda
4.10.3 Membuat Waduk-Waduk
4.10.4 Pandangan Pihak Pertanian

Bah 5 : SEKITAR PENDIRIAN DEPARTEMEN B.O.W. 77

5.1. Penggalian Saluran-Saluran disekitar Batavia dan lrigasi Untuk


Tanaman Ekspor
5.2. Angin Baru Yang Ditiup oleh Revolusi Perancis
5.3. Pendirian Departemen B.O.W.
5.4. Pembagian Dalam Golongan
5.5. Pembentukan l.rrigatie Afdelingen
5 .6. Daerah lrigasi Pemali
5.6.1 Pembagian Air Didaerah Pemali
5.6.2 Peningkatan Debit Musim Kemarau
5.7. Pembagian dan Pemberian Air
5. 7.1 Aparatur Dinas lrigasi
5.7.2 Pemeliharaan Saluran-Saluran Induk dan Sekunder
S. 7.3 Pemeliharaan Saluran-Saluran Tersier
5.7.4 Pemeliharaan Saluran Desa
5.7.5 Bangunan-Bangunan dan Saluran Tersier/Desa
5.7.6 Pemberian Air
5.7.7 Peraturan Ulu-Ulu Pembagian
5.7.8 Kebutuhan Air Tanaman padi
5.8. Proyek lrigasi Bengawan Solo Yang Gagal
5.9. Perkembangan lrigasi Lebih Dulu Dari Pada Pertanian
5.10. Usaha Teknisi Belanda Menguasai Teknik Itigasi
5.11. Perkembangan Pembuatan Pintu Pemasuk
5.12. Masalah Ruang Olakan (Woelbak)
5.13. Politik Etis Pemerintah Hindia Belanda (1900)

vi
Bab 6 : INDUSTRI GULA DI PULAU JAWA 117

6.1. Legenda asal Tanaman Tebu


6.2. Penyewaan Tanah Rakyat
6.3. Pemberian Air Kepada Tanaman Tebu
6.4. Pemberian Air Bersama
6.5. Pemberian Air Dengan Cara Jam-jaman
6.6. Pemberian Air Siang dan Malam
6.7. Air Suplesi Untuk Tanaman Tebu
6.8. Air Injeksi
6.9. Malaise Mulai Tahun 1929
6.10. Kesimpulan-Kesimpulan Industri Gula
6.11. Harga Sewa Tanah dan Upah Kepada Rakyat
6.12. Satire Untuk Orang-orang Belanda

Bab 7 : SETELAH PERANG DUNIA I (1918) . . • . . • • . . . . • . . . . . 139

7 .1. Proyek-Proyek lrigasi Yang Dilaksanakan


7.1.1 Biaya Pelaksanaan Bangunan lrigasi
7.1.2 Sumbangan dari lndustri Gula
7.1.3 Dana Kemakmuran (Welvaartfonds)
7.2. lrigasi dari K. Gung dan K. Kumisik
7.2.1 Bendung Danawarih
7.2.2 Waduk-waduk Lapangan di Daerah Gung
7.3. Penggunaan Alat-Alat Ukur debit
7.3.1 D rip (Drijfvak)
7 .3.2 Sekat Ukur Cipoletti
7.3.3 Alat Ukur Venturi
7.3.4 Alat Ukur Crump de Gruyter
7.3.5 Pintu Romyn
7.3.6 Sekat Thomson
7.3.7 Ambang Lebar Tetap
7.4. Era Baru Dengan Konstruksi Waduk-Waduk Besar
7.5. Waduk-Waduk yang Diselesaikan ·
7.6. Disen tralisasi
7 .6.1 Disentralisasi Disingkat Kabupaten
7. 7. Peraturan-Peraturan Pengairan
7. 7.1 Peraturan-Peraturan Pengairan Setempat
7.7.2 AWR dan PWR
7.7.3 Undang-Undang Tentang Pengairan (UU. no. 11/1974)
7.7.4 Pranoto Mongso (Pengaturan Musim-Musim)
7.7.5 Waterschap Dengkeng dan Opak-Progo
7 .8. Pompa Air Gambarsari dan Pesanggrahan
7.9. Masa Pendudukan Tentara Jepang

vii
Bab 8 : BA:\GUN.-\."1-BAr-.!GUNAN SETELAH PERANG DUNIA II (1945) 10 l

8.J. Pendudukan Yogyakarta


8.2. Republik Indonesia Yang Belum Stabil
8.3. Waduk Cacaban
8.4. Waduk Darma
8.5. Waduk Jatibhur dan Bangunan-Bangunan Utama Untuk lrigasi
8.5.1 Bendung Pembagi L'tama Curug
8.5.2 Asal Mulanya Pemompaan Air di Curug
8.5.3 Waduk Tenaga Atau Waduk lrigasi
8.5.4 Jasa-Jasa seorang Jenius
8.5.5 Beberapa Catatan Teknik
8.6. Waduk Karangkates
8.7. Waduk Lahor
8.8. Waduk Selorejo
8.9. Waduk Wlingi
8.10. Waduk Sempor
8.10.1 Bendungan Pengelak (Cofferdam)
8.10.2 Peristiwa Pelimpasan (Overtopping)
8.10.3 Hikmah Yang Dapat Diambil
8.10.4 Pembangunan Kembali Bendungan Waduk Sempor
8.11. Waduk Klampis
8.12. Waduk Wonogiri (Gajahmungkur)
8.13. Waduk Widas
8.14. Waduk Sampean Baru

Bab 9 : PEMANFAATAN TANAH RAWA... . . . . . . . . . . . . . . . . . . 229

9.1. Keadaan Produksi Beras Sewaktu Proklamasi Kemerdekaan


9.2. Usaha Besar-Besaran peningkatan Produksi Beras
9 .2.1 Revolusi Dalam Bidang Pertanian
9.3. Meneliti Jenis Lahan Lain
9.4. Sifat-Sifat Tanah Rawa
9.5. Proyek Kanalisasi
9.6. Penggiatan Kembali Proyek Pasang Surut
9.7. Jenis-Jenis Tanah Rawa
9.8. Kenaikan Jumlah Penduduk Versus Peningkatan Produksi Pangan.
9.9. Kemungkinan Pemanfaatan Tanah Rawa
9.10. Hasil Padi Daerah Pasang Surut

Daftar Nara Sumber . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 249


Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • . . . . . . . . . 251

viii
RALAT

Hallman TERTULIS SEHARUSNYA

ii berdomesili berdomisili
setelah setebal
iii buk-buku buku-buku

v banpnan Banpnan
vi padi Padi
vii Disingkat DitinJkat

3. barat Barat
4. berual berhasil
6. kepala kelapa
8. ben gala Bengala
13. mellimpah melimpah
14. irrigate irigasi
15. salura-saluran saluran -saluran
15. pematan-pematang pematang-pematang
denp denpn
16. menjadi ...••...•. menjadi prasarat
20. bertumbuhan pertumbuhan

25. Prasati Prasasti


26. Masium Musium
31. majapahit Majapahit
33. pekerjaannya pekerjanya
34. beabad-abad berabad-abad
37. rapat Rap at

39. - Keadaan •..•...•. - Perang .•....•..


- Perang •.••....•. - Keadaan ..••.•..
42. dan teras pantai Barat
Sumatera kemudian masuk tidak ada.
Selat Sunda
46. makasar Makasar
untuk Untuk
47. Kemudian kemudian
48. pillotion piUotine
49. mangkubumi Mangkubumi
kesunanan Kesunanan
mataram Mataram

54. pekerjaan pekelja


pembuang pembuangan
ss. Hanyalah hanyalah
65. nama, Nama : nama:
67. sebalilmya Sebaliknya
68. pada Pada
70. waktunya. sudah waktunya.
71. brantas Brantas
74. an dan
75. menaikan menaikkan
76. jadi padi

77. Tersier Desa Tersier.


81. saluran·saluran saluran-saluran
stelsel Stelsel
perancis Perancis
84. kalau Kalau
86. membawa pembawa

89. kekrangka kerangka


91. kembali Kembali
91. pembersih pembersihan
93. ..•.••. sewaktu Bendung Notog sewaktu
97. memeliharaan memelihara
94. Api api
98. Menjelang menjelang
99. penjalasan penjelasan
101. ursan urusan
IOl. bersarnaa bersama
lOS. bengawan Bengawan
106. pnyelidikan penyelidikan
107. cultures Cultures
108. dalam negeri Dalam Negeri
109. Badan pangan Badan Pangan
Ill. makalah majalah
Ill. dari 60 tahun dari + 60 tahun
penyedapannya penyadapannya
113. Demikian Demiltianlah
114. sebesar l m sebesar I m
berdasrkan berdasarkan
117. Bersama Bersarnaan
119. Trishnkoe Trishankoe
llO. Macro Polo Marco Polo
the Comelis de houtman the Cornelia de Houtman
(+ 1830 - 1880) (+ 1833- 1880)
Ill. melebihi 3/4 dari melebihi ~ dari
kita Kita
kanjeng Kanjeng
ll4. den an dengan
untuk Untuk
116. S040/l3S S04/l3S
130. akhimya AJthimya
bibit debit
132. itemasional in ternasional
133. 1932 1931
de nan dengan
136. Penyewa Penyewaan

142. Bandoyudo Bondoyudo


144. Badadung Bedadung
145. belanda Belanda
158. pelampung kumbul pelampung/kumbul
161. venturi Venturi
165. (27184 mm) (27541 mm)
Bendung Penjalin Waduk Penjalin
167. kersang genang
173. jawatan Djawatan
jawatan Djawatan
189. tase true
200. saluuuh seluruh
203. bergerak geralc
Ben dung Bendungan
206. pen iran Perairan
207. tanggal 11 Mei 1960 •••••• tangal 11 Mei 1960 dari Direktorat
Perairan sudah membuktikan,
jatiluhur Jatiluhur
209. tenga tenap
tenisi teknisi
217. den an dengan
220. Rp. 10 kg Rp. 10,-/kg.
tenang,tanang tenang-tenang
224. 7.750.00 m3. 7.750.000 m3.

231. untuk Untuk


233. usaha Usaha
236. segara segera
241. direktorat Direktorat
frustasi frustrasi
245. export expor
mengexport mengexpor
246. 5.250.00 ha. 5.250.000 ha.

Demikianlah kesalahan-kesalahan telah diperbaiki.


BAB I :
PADI DAN IRIGASI

1.1. Zaman Prasejarah


1.2. Legenda Asalnya Padi
1.3. Daerah Asal Tanaman Padi
1.4. Padi Tanah Kering
1.5. Padi Sawah
1. 6. Irigasi Sederhana
1. 7. Sawah Tadah Hujan
1.8. Irigasi Dan Tanah Sawah
1. 9. Gogo Rancah
1.10. Padi Rawa
I. PADI DAN IRIGASI

1.1. Zaman Prasejarah.

Bila orang bicara tentang sejarah irigasi. dengan sendirinya


ia harus menelusuri asal mulanya orang bercocok tanam
padi-sawah, karena tanaman inilah biasanya menjadi tujuan
utama dalam upaya irigasi.
Tiada catatan langsung tentang penanaman padi-sawah di
Indonesia. Hanya dari prasasti-prasasti yang diketemukan
kemudian, dapatlah disimpulkan, bahwa padi-sawah di Indonesia
telah berumur sangat tua.
Hanya saja belum diketahui dengan pasti asal padi-sawah itu.
yaitu Yunnan di Negeri Tiongkok ataukah Thailand bagian barat
Laut.
Juga tidak dapat diketahui kapan padi-sawah pertama kali
ditanam dipulau-pulau Asia Tenggara ataukah berkembang
sendiri-sendiri setempat seperti di Luzon Utara (Philipina),
Sumatera Barat, Pulau Jawa, Sulawesi Selatan dan juga di Sri
Langka dan Pulau Malagasi (Madagaskar).
Sudah diketahui, bahwa pada zaman purba di Asia
Tenggara sudah ada tata-kehidupan yang mungkin tak kalah
tinggi dengan kebudayaan India.
Ada teori lain yang mengatakan, bahwa pendatang, yang
mempunyai kebudayaan Don-Sun dari Asia Daratan dalam

3
abad-abad sebelum tarikh Masehi memasuki lembah K. Brantas
kira-kira sampai kota Kediri sekarang.
Mereka menetap disana dan mengerjakan apa yang mereka
ketahui dari tanah asalnya, bercocok tanam padi kering.
Tanaman padi-kering mereka berasal berkat tanah volkanik
subur yang mereka temui didaerah ini.

Walaupun demikian tahun demi tahun tanaman padi mereka


sering menderita karena banjir K. Brantas, yang pula membawa
endapan pasir dari Gunung Kelut.
Penduduk pendatang itu menyesuaikan diri dengan
keadaan yang penuh risiko itu, belajar membuat tanggul-tanggul,
bendungan dan sebagainya, bahkan selama bertahun-tahun
kemudian memperoleh pengalaman, bahwa padi-sawah yang
tergenang air ternyata memberi hasil panen lebih baik. Kita
mempunyai pengalaman juga, bahwa tanaman padi dapat
menyesuaikan diri dari keadaan kering kepada keadaan basah,
yang kita kenal dengan gogo-rancah.
Karena ternyata tanah volkanik itu subur, maka mereka bertekad
untuk menetap didaerah itu.

Demikianlah kira-kira orang dahulu kala mendapat pelajaran


keras dari alam sendiri dan mempertahankan hidupnya dan
demikian pula riwayat padi-sawah dimulai dari lembah K.
Brantas di Jawa Timur.
Dalam kitab Ramayana dari Kebudayaan India yang
berasal dari zaman sebelum tarikh Masehi terdapat nama
Jawadwipa (Jawa = jewawut dan dwipa = pulau), yang dapat
diterangkan sebagai berikut.
Pada waktu peradaban Brahmin pertamakali datang di
Indonesia, mereka terkesan sekali oleh banyaknya padi yang
terdapat di Jawa, yang dikiranya jewawut, sejenis padi juga.
Tertarik oleh keadaan itu mereka kemudian datang lagi dan
mulai menetap.
Semua itu membuktikan, bahwa tanaman padi sudah ada
di Indonesia sebelum peradaban Brahmin mendatangi kepulauan
ini.

4
Bukti lain adalah fakta, bahwa tiada satupun kata yang
menyangkut padi-sawah berasal dari bahasa Sansekerta.
Ada lagi suatu teori, bahwa padi-sawah tidak berasal dari
padi-kering, tetapi ditanam orang pertama-tama ditanah-tanah
rawa dan kemudian pada tanah-tanah sawah.
Teori mana yang benar, tidak dapat dianalisa secara tajam,
karena memang bukti-bukti tidak ada.
Memang zaman Prasejarah bagi kita sukar diungkapkan,
semuanya serba gelap.
Sebelum kita melanjutkan uraian sejarah irigasi, marilah
kita membicarakan lebih dulu beberapa ayat mengenai padi,
tanaman yang merupakan tujuan utama dalam usaha irigasi,
supaya penanamannya dapat dilestarikan.

1.2. I.egenda asalnya padi.

Legenda Hindu-Jawa menceritakan, bahwa tanaman padi


berasal dari Khayangan.
Batara Guru, Raja dari Dewa-dewa menciptakan seorang putri
yang kecantikannya luar biasa sampai Penciptanya sendiri jatuh
cinta padanya. Putri tersebut menerima lamaran Batara Guru
asalkan dapat dipenuhi 3 buah permintaannya :

1. Makanan yang tidak pernah membosankan


2. Pakaian yang tak pernah aus
3. Gamelan yang dapat main sendiri.

Batara Guru mengirim utusan Kala Gumbara kedunia


untuk mencari 3 hal tersebut.
Akan tetapi belum memenuhi tugasnya dia jatuh cinta kepada
Dewi Sri, isteri Batara Wisnu, yang kemudian merubah ujud Kala
Gumbara menjadi babi hutan, supaya tidak mampu lagi
mengutarakan rasa cintanya.

s
Dalam pada itu Batara Guru tak dapat menahan dirinya.
turon kedunia dan menemui putri cantik ciptaannya. Tetapi putri
cantik tak· kuat menerima cinta Batara Guru dan meninggal
dalam pelukannya. Namanya diruhah menjadi Tisna Wati dan
jenasahnya dikuhur didunia. 40 hari kemudian terlihatlah cahaya
sekeliling makamnya dan heherapa tanaman aneh muncul disitu.
Pohon kepala muncul ditempat kepala Tisna Wati terkuhur, padi
dan pohon aren ditempat hadan, sedang pohon huah-huahan
tumhuh ditempat tangan dan uhi-uhian tumhuh ditempat kaki.

Meskipun Kala Gumhara herujud hahi hutan, ia masih


tetap herusaha mengganggu Dewi Sri sampai saking kesalnya
Dewi Sri minta kepada Dewa-dewa supaya ia sendiri dilenyapkan
dari muka humi. Permintaan ini dikahulkan dan ditempat
dimana Dewi Sri menghilang, segera tumhuh tanaman-tanaman
sama yang muncul dimakam Tisna Wati.
Padi yang herasal dari makam Tisna W ati diperuntukkan
ditanam pada tanah kering, sedang yang dari Dewi Sri untuk
ditanam pada tanah sawah.
Batara Wisnu menjadi murka dan memhunuh hahi hutan
yang mengganggu isterinya dan Kala Gumhara kini heruhah
menjadi macam-macam hama dan penyakit tanaman padi.
Karena herasal dari Khayangan, maka tanaman padi selalu
diperlakukan dengan kehormatan. Pada waktu orang akan
menanam selalu didahului oleh selamatan dan hila mau panen,
demikian pula.
Dewi Sri dan hatara Wisnu menginkarnasi menjadi
sepasang Ratu-Raja, yang memheri petunjuk kepada manusia
dalam menanam dan memelihara tanaman padi dan pula
hagaimana menyelenggarakan selamatan dan sedekah supaya
memperoleh restu Dewa-dewa dalam hercocok tanam.
Sesuai dengan permintaan Tisna Wati, memang tanaman
padi yang telah diolah menjadi nasi, merupakan makanan yang
tidak pernah menjemukan linemhosankan yang menyantapnya.
Bandingkan misalnya dengan kentang atau roti, yang nyatanya
memang menimhulkan rasa hosan, hila kita terus-menerus

6
menyantapnya sebagai pengganti nasi.
Sayang sekali bahwa legencta tidak menceritakan lanjutan dari
kedua permintaan yang lain dari Dewi Tisna W ati. sehingga
legenda ini berakhir disini.

Lokasi Patung /)ewi Sri di De.'ill Simbatan Kecamatan Takaan Kebupaten Jlagetan

1.3. Daerah asal tanaman padi

Marilah kita tinggalkan alam Legenda kealam yang nyata.


Tanaman padi di Asia mendapat penghargaan dan penghormatan
tinggi. karena secara lengendaris berasal ctari Khayangan. Tetapi
setelah diselidiki memang beras mempunyai sifat-sifat dan
kandungan gizi yang mengungguli bahan makanan karbohidrat
lain-lainnya, seperti kentang, singkong. ketela, umbi-umbian dan
sagu. Bangsa Hindu memberikan nama "dhanya" kepada padi.
yang artinya "pemelihara umat man usia". begitu tinggi
penilaiannya kepada padi itu.

7
Karena mempunyai sifat-sifat yang baik itu maka tidak
mengherankan, bahwa lebih dari separuh penduduk dunia
menganggap beras sebagai makarian pokoknya.
Di benua-benua, Afrika dan Asia sendiri terdapat
macam-macam jenis padi liar. Tidak selalu mungkin untuk
membuktikan apakah padi itu menjadiliar ataukah memang
jenis-jenis asli di benua-benua itu. Oleh sebab itu untuk waktu
yang lama tidak diketahui dengan pasti tanah asal tanaman padi.
Baru kemudian, setelah para ahli biologi mengadakan studi
lebih mendalam mengenai kromosom jaringan inti padi,
terungkaplah, bahwa di Bagian Utara Benggala di India terdapat
paling banyak jenis padi asli. Atas dasar penelitian itu maka
diambil kesimpulan, bahwa tanah asal padi adalah Bagian Utara
Benggala, India.

Tanaman padi yang kita kenai sekarang adalah hasil dari


banyak sekali persilangan-persilangan jenis padi, yang aslinya
terdapat di benggala itu. Apalagi setelah Perang Dunia II
International Rice Research Institute di Filipina giat sekali
mencari bibit-bibit unggul demi peningkatan produksi beras.
Tanaman padi biasanya ditanam melalui pembibitan
(pawinihan) lebih dulu.
Hal ini dilakukan orang untuk menjaga jangan sampai tanaman
muda tercampur dengan jenis-jenis liar, yang sering mempunyai
daya tumbuh lebih kuat dari pada jenis padi yang kita inginkan.
Dengan memindahkan bibit yang sudah berumur 6 minggu oari
pembibitan kesawah, maka tanaman padi yang kita inginkan
dapat mengatasi jenis-jenis yang liar.

1. 4. Padi tanah kering.


Dialam Indonesia terdapat jenis padi yang tumbuh ditanah
kering, tetapi pula terdapat jenis padi-sawah. Ada pula jenis padi
yang tumbuh ditanah rawa, yang hila tumbuh pada rawa yang
dalam, berbatang panjang sehingga tanaman tidak terbenam
dalam air.

8
Sejak dahulu kala hingga saat ini kedua jenis padi yang
pertama ditanam dibumi Indonesia, tetapi luas penanaman yang
jauh lebih besar adalah padi-sawah.
Padi rawa terdapat di Kalimantan dan satu jenis padi rawa
ditanam pula pada tanah-tanah pasang-surut di Kalimantan dan
Sumatera.
Didaerah-daerah terpencil dan jauh dari masyarakat yang
sudah maju, digunung-gunung hingga kini masih ada penanaman
padi tanah kering, yang ditanam pada tanah bekas hutan, yang
baru dibuka. Tanah yang akan ditanami tidak diolah lebih dulu.
Sisa-sisa hutan di bakar sampai habis dan padi ditanam pada
tanah dengan memasukkan butir-butir gabah pada lubang tanah,
yang dibuat dengan mempergunakan sebatang kayu yang
diperuncing ujungnya. Tanah asli tentu saja tidak rata karena
memang tidak diolah lebih dulu.

Pengerjaan tanah sedemikian memerlukan syarat-syarat


khusus untuk berhasilnya tanaman, yaitu :

1. Tanah kaya akan zat makanan, yang mudah diserap olel-t


tanaman padi.
2. Bakteri-bakteri yang membantu penyediaan zat makanan
makanan tersedia cukup.
3. Struktur tanah sudah baik, sehingga tidak memerlukan
pengolahan.
4. Kadar air dan kadar udara amat baik dan tanah berdaya
serap air baik.
S. Tidak mengandung benih-benih tumbuhan pengganggu
tan am an.

6. Hama tanaman dan parasit tidak ada.

Syarat-syarat tersebut biasanya dipenuhi oleh tanah bekas


hutan, karena :

9
1. Daun-daun tumbuhan hutan .yang gugur dan bertumpuk
diatas tanah sudah cukup lama berkesempatan melapuk dan
membentuk lapisan humus yang subur.
2. Sinar terik matahari tak pemah sempat membakar tanah,
sehingga kesuburan terpelihara.
3. Tetesan air hujan tak pemah langsung menghantam tanah,
sehingga tanah tidak menjadi padat.
4. Dalam tanah sempat tumbuh bakteri-bakteri yang baik bagi
pertumbuhan tanaman.

Setelah padi dipanen, maka sisa-sisa jerami dibiarkan


berserakan diatas tanah, sehingga kemudian menjadi pupuk
organis, namun jumlahnya tidak cukup untuk mengembalikan
kesuburan tanah sebelum ditanami. Sinar matahari menyengat
lapis'an atas tanah dan karenanya tanah berubah struktumya dari
gembur menjadi berbutir. Hujan lebat menghantam lapisan tanah
dan pada tanah yang miringnya cukup, sempat mencuci tanah,
justru lapisan tersubur dihanyutkan ketempat-tempat lebih
rendah.
Penanaman untuk kedua kalinya sudah memberikan hasil
yang jauh menurun dan pada penanaman untuk ketig~ kalinya
sudah tidak memberikan hasillagi. Terpaksalah tanah ditinggal-
kan dan orang mencari sebidang tanah lagi untuk dikerjakan
seperti yang pertama.

Masih untung bila tanah yang ditinggalkan kemudian tidak


ditumbuhi alang-alang. Bila ini terjadi, maka orang tidak dapat
kembali lagi ditempat semula.
Pemerintah berusaha untuk meniadakan cara bercocok
tanam berpindah seperti diatas, karena jelas bertentangan dengan
usaha pelestarian sumber daya alam.
Jelas kiranya, bahwa penanaman padi secara berpindah
hanyalah mungkin didaerah terpencil, jauh dari keramaian
masyarakat modem dan jumlah penduduk masih amat terbatas.

10
Dalam masyarakat dimana penduduknya sudah menetap
dan terikat oleh pemilikan hak atas tanah berjangka panjang,
kadang-kadang padi tanah kering masih diusahakan orang
dengan luas terbatas dan dinamakan padi gogo.
Supaya panen berhasil diperlukan pemupukan cukup banyak
dengan pupuk kandang dan pupuk buatan.

1. 5. Padi sawah.

Selama bertahun-tahun petani mendapat pengalaman,


bahwa penanaman padi-sawah memberikan jaminan lebih besar
terhadap kemungkinan berhasilnya panen.
Karena bumi Indonesia dikurniai Tuhan dengan curah
hujan melimpah, maka petani memanfaatkan curah hujan untuk
keperluan menggenangi sawah-sawah guna ditanami padi-sawah.
Lahirlah sawah tadah hujan.
Sebenarnya jumlah curah hujan di Indonesia sudah cukup
untuk mengairi tanaman padi. Tetapi distribusi sepanjang tahun
tidaklah mengikuti keperluan pertumbuhan tanaman.
Dimu5~im hujan pun tidak jarang terjadi, bahwa hujan tak
kunjung datang untuk waki.u seminggu atau lebih.
Sering timbul saat-saat dimana sawah tadah hujan menjadi kering
dan hal ini tentu saja mengganggu pertumbuhan padi. Kalau hal
seperti ini terjadi berkali-kali selama masa tumbuhnya, maka
mau tak mau hasil padinya kurang memuaskan atau puso sama
sekali.
Hasil padi pada sawah tadah hujan rata-rata hanya sepertiga dari
hasil padi sawah dengan irigasi.
Sawah tadah hujan, yang tanahnya kekurangan air sehingga
tidak ada penggenangan akan menderita karena tumbuhnya
tumbuhan pengganggu.

Tanaman padi dalam persaingan hidup akan terdesak oleh


tumbuhan pengganggu itu. Penyiangan tumbuhan ini makan
banyak tenaga, jadi juga biaya.

11
Bila kekurangan air lebih parah lagi sampai lapisan tanah
mengering, maka pada tanah liat akan timbul pecah-pecah
pada lapisan ini, sehingga akar tanaman padi dirobek-robek dan
tanaman tak dapat ditolong.
Untuk mengatasi itu sernua, timbul usaha untuk memberi
air kepada tanah sawah secara buatan dan lahirlah apa yang
kemudian dinamakan irigasi.
Oleh karena padi sawah ditanam dalam musim hujan,
maka sebenamya irigasi hanya perlu untuk menjembatani
masa-masa tanpa curah huj1.n.
Masalah padi gadu, yaitu padi yang ditanam dimusim
kemarau belum dibicarakan pada taraf ini, karena masalahnya
baru timbul setelah penduduk makin bertambah.

1.6. Irigasi sederhana.

Irigasi sederhana, yang dapat dianggap sebagai asal


mulanya irigasi sebenarnya hingga kini masih terdapat ditanah
pegunungan, yang tanahnya tidak terlalu curam. Didaerah ini
sungai-sungai masih kecil dan karenanya mudah untuk
dimanfaatkan bagi irigasi.
Orang mencari tempat, dimana tebing sungai tidak terlalu
tinggi dan mulai menggali saluran untuk mengalirkan air sungai.
Orang menggalli saluran kurang lebih mengikuti garis tinggi
(tranche, contour) sambil memeriksa apakah air dapat mengalir
kesaluran. Kalau pada suatu tempat penggalian saluran menjadi
terlalu sulit misalnya kalau menghadapi tebing yang curam dan
tinggi,. maka penggalian saluran dihentikan dan tanah yang
terapit oleh saluran ini dan sungai adalah tanah sawah yang dapat
diberi air.

Kemudian orang mulai menggali lagi pada suatu titik' lebih


rendah dalam sungai dan mengulangi lagi apa yang telah
dihasilkannya.

12
Tanah antara saluran dan sungai, yang jelas akan dapat diberi
air, dibagi-bagi dalam bidang-bidang yang datar, diatas tanah
mana air dapat digenangkan.
Demikianlah terbentuk sawah, yang merupakan wahana untuk
ditanami padi.
Untuk mengusahakan supaya air sungai lebih mantap
mengalir kesaluran, dibuatlah bendung dari tumpukan batu-batu
kali, yang dibuat agak rapat dengan mempergunakan jerami atau
apa saja yang terdapat setempat.
Jelas, bahwa konstruksi bendung sederhana ini akan
rusak, bila sungai membanjir agak besar. Tak mengapalah.
Secara gotong-royong dibuatlah tumpukan batu kali baru oleh
petani yang berkepentingan.
Kalau bendung sederhana semacam ini sering rusak, maka
petani terlalu banyak waktunya terbuang untuk memperbaiki
ben dung.
Padahal sebenarnya tenaganya diperlukan untuk memelihara
tanaman. Oleh karena itu sejak dahulu kala orang berusaha
untuk membuat bendung yang lebih tahan terhadap banjir
sunga1.

1. 7. Sawah tadah hujan.

Petani yang berusaha menanam padi-sawah pertama-tama


tentu menggantungkan keperluan akan air bagi tanamannya
kepada air hujan, yang pada musimnya memang turun secara
berlimpah.
Untuk itu tanah yang sudah dipersiapkan untuk dijadikan sawah,
dibagi-bagi dalam bidang-bidang datar, yang dikelilingi pe-
matang (galengan) untuk menahan air terkurung dalam bidang-
bidang itu.
Kalau hujannya lebat, kemungkinan penggenangan bidang sawah
mellimpah kebidang sawah lain yang berdampingan tetapi lebih
rendah letaknya. Ditempat lain, air kelebihan mengalir kesaluran
pembuang dan seterusnya kesungai.

13
Meskipun padi ditanam dimusim hujan, tidaklah jarang
terjadi, bahwa hujan tak kunjung datang lagi, sehingga padi
menderita kekurangan air. Bila hal ini terlalu sering terjadi, maka
hal ini mau tak mau mengganggu pertumbuhan tanaman padi.

Untuk menghindarkan kekeringan lkurang air itu, timbul


gagasan orang untuk memberi air kepada tanah sawah secara
buatan dan lahirlah apa yang dinamakan irigasi.

Hasil pa~en sawah tadah hujan menurut tulisan kami :


"Peranan irigasi dalam usaha peningkatan produksi pangan"
adalah 0, 9 ton lha padi kering, sedang hasil panen padi sawah
(tanpa pemupukan) adalah 2,8 ton padi kering per ha.

1.8. higasi dan tanah sawah

Kata irigasi merupakan serapan dari kata irrigate dalam


bahasa Belanda yang pula berarti irrigation dalam bahasa
lnggris.

Dalam laporan-laporan Pemerintah Hindia Belanda irigasi


didefinisikan sebagai berikut :

"Secara teknis menyalurkan air melalui salura-saluran pembawa


ketauah pertanian dan setelah air tersebut di ambil manfaat
sebesar-besamya menyalurkannya kesaluran-saluran pembuang
an terus ke sungai".

Pada titik yang memenuhi keperluan, air dialirkan masuk


ke sawah dan pada titik yang lain air keluar ke petak sawah yang
lebih rendah letaknya atau ke saluran pembuang.

Padi dapat ditanam pada tanah kering tetapi pengalaman


menunjukkan hasil yang lebih baik pada tanah sawah.

Para Ahli Pertanian tidak dapat memastikan mana yang


kbih dulu diusahakan orang menanam padi pada tanah kering

14
ataukah menanamnya pada sawah. Yang jelas kedua cara
penanaman sejak zaman purba hingga kini masih dikerjakan
orang.

Orang pun tahu, bal-twa penanaman padi di sawah


memberikan 1-tasil yang lebih baik. Oleh sebab itu sejak zaman
purba hingga kini, orang selalu mengusahakan membuat
sawah-sawah, yang berarti bahwa untuk pertanian diperlukan
irigasi.
Air untuk irigasi dapat diperoleh dari sumber air seperti sungai,
mata air, telaga dan sebagainya.
Ditempat-tempat yang mendapat kurnia Tuhan dengan
banyak hujan, orang dapat menanam padi pada sawah tadah
lmjan, yaitu sawah yang untuk pembasahan tanahnya semata-
semata tergantung dari curah hujan. Dalam hal demikian,
pematan-pematang sawah dibuat lebih tinggi supaya air hujan
dapat ditampung lebih banyak dan dimanfaatkan oleh tanaman
lebih lama.
Akan tetapi sawah tadah hujan tidak dapat menjamin, bahwa
setiap saat tersedia air untuk tumbuhnya tanaman padi.
Tersedianya air terpaksa terputus-putus seperti halnya jatuhnya
hujan yang tak dapat diatur secara kontinu.

Nah, kalau hujan berminggu-minggu tidak datang, maka


tanaman padi pasti menderita dan karenanya hasilnya kurang
memuaskan.
Kalau pacta sawah tadah hujan tanahnya dapat dipertahankan
basah tetapi tidak sampai tergenang, maka tumbuhan liar akan
berlomba-lomba tumbuh dan tanaman padi pasti kalah bersaing
dengan tumbuhan liar tadi. Tumbuhan liar ini harus di siangi,
tetapi hal ini memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak, yang
berarti biaya meningkat.
Pacta tanah sawah tergenang air, tumbuhan pengganggu tak
seberapa banyaknya dan bila toh masih ada, mudah untuk
dibersihkan, apa lagi bila padi ditanam berjajar rapih.
Tumbuhan dapat dibersihkan, apa lagi bila padi ditanam berjajar
rapih. Tumbuhan dapat dibersihkan denga alat-alat yang khusus
dibuat untuk itu.

15
Pada tanah liat yang pecah-pecah diwaktu kering kekurang-
an air tanliman padi menderita karena susunan akarnya dapat
rusa.k karena tanah seperti dirobek-robek.
Setelah selesai Perang Dunia ke II terjadilah didunia
revolusi dalam pertanian, the green revolution, yang disebabkan
diketemukannya di dunia Barat bibit unggul, obat-obat kimia
penyubur tanaman disamping obat-obat anti hama.
Demikianlah di Indonesia pun ada kesempatan untuk meningkat-
kan produksi beras, hal mana memang amat diperlukan
berhubung daerah-daerah pertanian sebelum perang beserta
peraturan-peraturan selama revolusi fisik untuk kepentingan
pertanian banyak diabaikan orang, sehingga hasil pertanian amat
merosot dan bahaya kelaparan dapat mengancam.

W aktu itu Pemerintah mengusahakan, supaya setiap


jengkal sawah ditingkatkan hasilnya dengan ditanami bibit
unggul menyediakan pupuk buatan dan pemberantasan hama
dengan obat-obatan.

Memang secara besar-besaran usaha ini di!aksanakan oleh


Pemerintah Daerah-daerah sampai kepelosok-pelosok. Setiap
sawah diharuskan diikut sertakan dalam usaha swa sembada
pangan, termasuk sawah-sawah tadah hujan.
Segera orang mendapat pengalaman pahit, bahwa penggunaan
pupuk buatan pada sawah-sawah tadah hujan, tepatnya pada
sawah-sawah yang irigasinya kurang teratur, sama sekali tidaklah
meningkatkan hasilnya, sebaliknya tanaman padi banyak yang
mati.

Sejak itulah orang merencanakan yang kemudian dikenal dengan


Panca-usaha, yang salah satu unsur diadalamnya memuat
penyempurnaan irigasi, yang nyatanya memang menjadi untuk
berhasilnya usahanya peningkatan produksi beras.

Panca-usaha memuat unsur-unsur sebagai berikut :

1. mempergunakan cara bercocok tanam yang baik


2. memperbaiki dan memelihara irigasi yang baik

16
3. mempergunakan pupuk kandang dan pupuk buatan
4. memberantas hama dan penyakit dengan obat-obat anti
ham a
5. menanam bibit unggul.

1. 9. Gogo - rancah

Gogo - rancah adalah jenis padi, yang tumbuh pada tanah


kering, tetapi ditanam pada tanah sawah tanpa irigasi.
kalau jenis padi ini setelah 6 a 10 pekan dibiarkan tumbuh dan
menjadi dewasa pada tanah sawah itu tetap dalam keadaan tanpa
irigasi, maka jadilah tanaman padi gogo, yang pada umumnya,
kalau dipenuhi syarat pertumbuhan yang baik, memberikan hasil
panen yang tidak mengecewakan.
Sebaliknya, bila setelah berumur 6 a 10 pekan itu iklimnya
sedemikian hingga tanaman dapat diberi air cukup dan kontinyu
sampai padi berbunga, maka padi tanah kering ini menyesuaikan

Sambi/ menunggu Hujan turun Para Petani menyiopkan lohannya untuk ditanami
Gogo Rancah.

17
susunan akarnya menjadi cocok untuk padi sawah biasa. Hasilnya
lebih baik dari pada padi gogo.
Inilah yang dinamakan gogo rancah.

Bila tanaman sudah di "switch" kealam basah (berarti


susunan akar sudah berubah), kemudian pemberian air irigasi
karena sesuatu hal terhenti sebelum padi berbunga, maka
gogo-rancah tidak dapat dipaksa untuk menyesuaikan diri sekali
lagi dan menemui kegagalan.

Andaikata tidak dirubah kealam basah, tetapi tetap dalam


keadaan kering, hasilnya lebih baik.

Jadi pada penanaman gogo-rancah pada suatu ketika petani


akan dihadapkan pada masalah pilihan antara basah atau kering.

Bila diharapkan, bahwa pemberian air dapat dijamin sampai paci


berbuah dan masak, yang paling men guntungkan adalah
berubah kesawah basah.

Hasil Padi Tanah leering

18
Bila penyediaan air meragukan, lebih baik dianggap sebagai gogo
saja.

Pada gogo-rancah ini dibuktikan kemampuan tanaman


padi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Dapatlah diambil kesimpulan, bahwa gogo-rancah cocok


untuk ditanam didaerah-daerah, yang datangnya musim hujan
sering terlambat. Dalam prakteknya petani Jawa Timur sudah
banyak pengalamannya untuk melaksanakan tanaman gogo-
rancah.

1.1 0. Padi rawa

Jenis padi, yang tumbuh dirawa merupakan kurnia Tuhan


kepada bangsa Indonesia, tetapi kita seolah-olah cenderung
melupakannya.
Dalam Legendanya Dewi Sri pun tidak menganggap padi rawa
termasuk dalam asuhannya.

Persawalum Padi didaerah Rawa pasang surut.

19
Kegiatan pembuaran jarillgan Pengairan Psallg-Surnr.

Padi rawa tumbuh antara lain dipersawahan pasang-surut dan


tidak dikenal orang, sampai pada suatu hari dalam tahun 1957
seorang Menteri Pekerjaan umum berasal dari daerah rawa-rawa
itu sendiri, Ir. Pangeran Mohamad Noor mengemukakan
kemungkinannya, bahwa persawahan pasang-surut tentu dapat
dikembangkan, supaya dapat ikut serta dalam usaha menanggu-
langi ancaman kekalahan dalam pacuan antara produksi pangan
dan bertumbuhan penduduk Indonesia.

Tidak perduli tempat tumbuhnya padi rawa, padi dari


persawahan pasang-surut adalah padi, yang setelah dijadikan
beras juga mempunyai nilai gizi yang kita perlukan bersama.

Irigasi yang berlangsung dipersawahan pasang-surut pun


amat berbeda dengan yang kita kenai ataupun didefinisikan
dalam kata irigasi. Rumah tangga air didaerah pasang-!,urut
sebenamya bersifat membersihkan air asam dan tidak semata-
mata memberi media bagi tanaman padi untuk pertumbuhannya.

20
BAB 2
KEDATANGAN KEBUDAYAAN
INDIA

2.1. Bangunan Irigasi Yang Pertama di Jawa Timur


2.2. Bangunan Irigasi tertua di Jawa
2.3. Kali Brantas dan Gunung Kelut
2.4. Lahirnya Hayam Wuruk
2.5. Rehabilitasi Bangunan Irigasi Pertama
2.6. Keadaan di Jawa dan Jawa Tengah
2.7. Teknisi Pembuat Bangunan
2.8. Organisasi Subak di Bali

21
2. KEDATANGAN KEBUDAYAAN INDIA

Kalau teori kita anggap benar, bahwa penanaman


padi-sawah tumbuh dan berkembang sendiri tanpa pengaruh luar
di Indonesia, maka kita berasal mula nenek moyang yang hidup
dari pertanian dan perburuan.
Mereka menanam padi-kering pada tanah hutan yang baru
dibuka.
Cara pertanian ini memaksa orang untuk hidup berpindah-
pindah, karena tanah bekas hutan hanya mungkin ditanami
satu-dua kali saja, kemudian tidak lagi memberi hasil.
Cara hidup berpindah-pindah ini hanya mungkin manakala
jumlah penduduk masih sedikit, sedang tanah hutan masih luas.
Setelah penduduk makin bertambah, maka terpaksa
diusahakan hidup menetap dan mulailah dibuat tempat-tempat
pemukiman.
Tempat-tempat ini tentulah dipilih sedemikian, yang memberi
kemungkinan menghasilkan pertanian yang cukup untuk
mempertahankan hidup.
Kalau semula ditanam padi-kering untuk menghasilkan makanan
pokok, lama-kelamaan orang mendapat pelajaran dari pengalam-
an, bahwa padi yang ditanam disawah memberi kemungkman
lebih besar untuk dipakai sebagai pegangan untuk menghasilkan
bahan pangan yang lestari.

23
Tempat-tempat pemukiman ini makin berkembang dan
disekeliling pemukiman-pemukiman ini berkembang pula areal-
areal pertanian, yang diusahakan bersama semula kecil-kecilan
tetapi lama-kelamaan menjadi makin luas.
Kira-kira beberapa abad sesudah tarikh Masehi bangsa
India pertama kali menginjakkan kaki di Bumi Indonesia.
Mereka membawa dua buah agama, yaitu agama Hindu dan
agama Budha.
Suatu fakta adalah, bahwa kedatangan bangsa India menyebab-
kan terjadinya perubahan pada peri-kehidupan bangsa Indonesia,
teruama sekali di Pulau Jawa.
Di Pulau Jawa bangsa Indonesia belajar mengatur
Pemerintahan menurut cara-cara India. Demikianlah susunan
organisasi Pemerintahan Desa mengikuti cara-cara di India.
Kemudian bahkan Pemerintah Kerajaan-kerajaan mulai tumbuh.
Kerajaan tertua di Indonesia adalah Kerajaan Kutai di
Kalimantan Timur, yang didirikan tahun 400. Kemudian
Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, yang diperintah oleh Raja
Purnawarman yang dikenal sebagai Raja yang baik.
Sejak zaman ini berita-berita mulai dibuat orang,
sehingga kita tidak lagi terlalu gelap gulita dalam mengungkap-
kan masa lampau.
Ada berita Cina bertahun 664, yang mengatakan bahwa
utusan dari Kerajaan Mo-lo-you ( = Melayu ) telah datang
memperkenalkan hasil buminya untuk perdagangan.
Menurut berita itu I-Tsing seorang pendeta Cina berangkat
dari Kanton tahun 671 mau ke India, tetapi singgah dahulu di
Sriwijaya selama 6 bulan untuk belajar bahasa Sansekerta.
Ini suatu bukti bahwa Kerajaan di Sumatera itu berada dibawah
pengaruh kebudayaan India.
Tahun 692 1-Tsing datang lagi ke Sriwijaya, tetapi setelah
itu tidak ada berita lagi tentang kerajaan ini sampai tahun 1275.
Juga tidak ada petunjuk, bahwa dalam bidang irigasi terjadi
sesuatu yang penting.

24
2.1. Bangunan Irigasi yang pertama di Jawa-Timur

Pnisati Harinjing terletak di daerah Kepung Wilayah


DPUD seksi Pengairan "Brantas" Pare, Prasasti tersebut terdiri
atas 3 bagian :
Prasasti A berangka tahun 726 = 804 Masehi
Prasasti B berangka tahun 843 Saka = 921 Masehi
Prasasti C berangka tahun 849 Saka = 927 Masehi

Ketiga Prasasti tersebut menyebutkan, bahwa tokoh


Bhogawanta Bori dari desa Culunggi, yang berjasa membuat
tanggul Kali Harinjing oleh Raja Rakai W arok Dyah Manara
diberi hadiah berupa pembebasan dari segala macan pajak.

Prasasati Harinjing sekarang disimpan di Musium Jakarta,


sedang Kali Harinjing sekarang disebut Kali Serinjing. Kali
Harinjing merupakan pertemuan tiga buah Kali : Kali Konto,
Kali Besowo dan Kali Nambang. Karena ketiga kali itu sering
membajir dan membawa bahan erupsi Gunung Kelut, maka
tanggul Harinjing telah putus dan sekarang tinggal dua batu
besar yang tertinggal di K. Serinjing. Disebelah batu tersebut
telah dibangun jembatan inspeksi oleh salah satu Proyek irigasi di
Jawa Timur.

Peninggalan yang lain adalah dua buah Prasasti Batu Gurit,


yang bertuliskan Bahasa Jawa Sandibojo (Sansekerta), yang
masih ada.

Tahun 823 di Kerajaan Mataram (kuno) bertahta Raja


Pikatan dan Wilayahnya meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur,
Dari sebuah prasasti di Kedu tahun 907 diketahui silsilah
Raja-Raja Mataram (kuno) berpangkal kepada Raja Sanjaya.

Raja Mataram (kuno) Tulodong (924 - 929) memindahkan


Pusat Pemerintahan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Kedua
daerah ini rupa-rupanya sejak dulu kala bemaung dibawah satu
kerajaan.

25
Mungkin itulah sebabnya mengapa hingga sekarang bahasa Jawa
dipakai oleh jumlah orang paling banyak sebagai bahasa daerah.

Merupakan fakta Sejarah; bahwa Kerajaan Majapahit


berpengaruh besar dalam sejarah irigasi di Indonesia, sehingga
pantas memperoleh pembicaraan dalam tulisan ini.
Lain-lain kerajaan tentu mempunyai saham-sahamnya masing-
masing dalam membentuk bangsa sampai sekarang ini, tetapi
dalam hal irigasi ternyata kurang berperan.

Prasasti Harinjing didekot kota Jombang (Pare) c!i deSD Simon Krajan
PraSDsti yang asli disimpan di Mesium Nasional No. D. I 73.

26
Bekas banguMn 1/arinjing / Dawuan Srinjing.

2.2. Bangunan lrigasi tcrtua di Jawa

Data prasasti tertua di Indonesia menyatakan, bahwa


pembuatan bangunan air atau tepatnya Saluran air tertua telah
dibuat didesa Tugu dekat Cilincing dalam abad ke V Masehi.
Prasasti Tugu ini ditemukan di desa Tugu dekat Cilincing
Wilayah Jakarta Utara-Prasasti batu ini sekarang disimpan di
Musium Nasional Jakarta dengan nomor D.124.

Menurut terjemahan Prof.DR. R. Ng. Purbatjaraka


disebutkan, bahwa Raja Pumawarman yang memerintahkan
penggalian Sungai Candrabhaga untuk dialirkan kelaut, setelah
sungai itu sampai di istana Raja sungai Candra bhaga disini
ditafsirkan sebagai Sungai Bekasi, sedang penelaahan lebih lanjut
secara geomorfologis Candra bhaga adalah sungai Cakung.

Prasasti ini memberi tahu, bahwa pada abad V sudah ada


upaya penyaluran air ke laut atau masalah drainase.

27
Masalah Harinjing (Kanton, Jawa Timur) yang duluan
disebut sebagai bangunan tertua dengan ini harus menyerahkan
kedudukan terhormatnya kepada K. Cakung, sebab Harinjing
baru dibuat dalam tahun 804.

Prasasti Tugu disimpan dimusium Nasionol dengan No. D 124.

28
2.3. Kali Brantas dan Gunung Kelut.

K. Brantas dalam sejarah pengairan merupakan sungai


amat penting di Jawa Timur.
K. Brantas merupakan jalan pelayaran yang ramai semasa zaman
Hindu-Jawa dan dinamakan Bengawan ( = Raja Sungai ).
Sungai ini sejak zaman prasejarah sudah memberi air kepada
daerah-daerah pertanian sepanjang lembahnya beserta dataran-
nya sekitar Surabaya.

Perluasan sawah kemudian melebar keudik sehingga


anak-anak sungai pun memegang peranan dalam sejarah panjang
mengenai padi-sawah di Jawa Timur (dan seluruh Indonesia).

Selama generasi demi generasi K. Brantas memberikan


k.ekayaan kepada petani penanam padi. Ini berkat aimya yang
memang cocok untuk bercocok tanam padi, sedang tanah
volkanik didaerah ini amat membantu kesuburannya.

Kadang-kadang memang terjadi malapetaka, bila sungai


terbendung endapan Gunung Kelut dan pindah alumya.
Sepanjang sejarah K. Brantas memang merupakan sungai yang
perlu diperhatikan hingga sekarang. Dalam zaman Hindu-Jawa
alur sungai sempat berpindah beberapa kali dengan segala
malapetaka yang ditimb'..llkannya.

Berabad-abad lamanya pasir Gunung Kelut telah terbawa


arus sungai dan dimana arus itu tak cukup kuat membawa serta
pasir itu, pasir tersebut berakumulasi dan membendung arus, hal
mana biasanya terjadi pada belokan tajam.
Pembendungan ini memaksa arus sungai mencari jalan baru.
Bila menemukan titik lemah, maka arus air akan mendobrak
jalan baru dan kemudian menggerus alur dan dasar sungai baru.
Tentu saja tanah pertanian atau pemukiman menjadi korban.

Titik-titik terlemah terdapat di Karangrejo dan Kertosono


didaerah Kediri dan lebih kehilir di desa Serbo daerah Surabaya.

29
Dibelokan-belokan sungai ditempat-tempat itu terkumpul
baban erupsi banyak sekali terutama dalam tabun-tabun pertama
sesudab terjadi erupsi Gunung Kelut. Sebenarnya keadaan seperti
itu bingga kini masib tetap ada. Akan tetapi dizaman modern
sekarang ini segala sesuatu lebib mudah untuk diobservasi dan
diawasi, sebingga babaya dapat ditekan dengan baik.

Di Kemiri terdapat pencabangan K. Brantas yang pertama


mengarab ke Utara.
Kemudian di Gedek terjadi lagi pembelokan ke Utara, tetapi
kemudian lagi sungai dipaksa kembali mengalir menyusur kaki
perbukitan ke Serbo.
Disini alur sungai membelok tajam kearab Selatan.
Dalam tahun 1037 terjadi putusan alur sungai disini, yang
menimbulkan banyak keru~akan tanah pertanian beserta
gangguan ekonomi.
Malapetaka ini disebabkan karena terjadi akumulasi endapan
pasir Gunung Kelut di Serbo.
Putusnya sungai mungkin sekali terjadi dimana Kali Mas
sekarang membelok dijembatan Wringinanom.
Sungai kemudian berpindab arab ke Barat, searab dengan arab
rata-rata K. Porong sekarang.
Setelab kerusakan dibetulkan atas perintab Raja Airlangga,
yang membuat bendung-bendung di Waringin Sapta dan
Kelagan, sungai kembali mengalir kearab Utara.

Dalam tabun 1294 K. Brantas berpindab alur lagi. Kali ini


penyebabnya adalab karena baban volkanik G. Welirang telab
terbawa masuk K. Brantas oleb K. Pikatan dan anak-anak
sungainya.
Peristiwa ini telah memindab titik percabangan K. Brantas dari
Serbo kembali ke Mojokerto (seperti balnya sekarang ini).

30
2.4. Lahimya Hayam Wuruk

K. Brantas dan Gunung Kelut telah berabad-abad lamanya


baik memberikan kemakmuran kepada rakyat Jawa Timur
maupun malapetaka disekitar Gunung Kelut ataupun disepan-
jang lembah K. Brantas.
Selain putusnya tanggul sungai, kegiatan Gunung Kelut
sendiri, yang sering memuntahkan lahar karena adanya danau
kawah merupakan sumber malapetaka.
Menurut kitab Pararaton, dalam kurun waktu 170 tahun
(dari 1310 sampai 1481) telah terjadi 9 kali erupsi Gunung Kelut.
Salah satu erupsi yang mempunyai arti sejarah terjadi dalam
tahun 1334. Pada saat erupsi itu terjadi, terjadi pula gempa bumi.
Bumi bergetar dan bersuara gemuruh, sedang hujan abu
membuat suasana menjadi gelap, guruh berbunyi dan kilat
menyambar-nyambar diudara.
Muntahan lahar telah menyapu beberapa desa dan merenggut
jiwa banyak penduduk, menurut ceritanya banyak penduduk
penjahat. Saat yang mencekam itu berbarengan dengan kelahiran
Pangeran Hayam Wuruk dari Kerajaan majapahit. Berhubung
dengan itu Hayam Wuruk dianggap oleh rakyatnya sebagai orang
keramat, yang dititahkan untuk memerintah kerajaan dengan
adil dan bijaksana.
Menurut sejarah Hayam Wuruk memerintah Majapahit
antara tahun 1350 - 1389.

Pada zamannya, Hayam Wuruk dibantu setia oleh patih Gajah


Mada, dan mampu mengangkat lagi Majapahit kezaman yang
gemilang. Gajah Mada wafat tahun 1364 dan Hayam Wuruk
tahun 1389.

31
2.5. Rehabilitasi bangunan irigasi pertama

Telah diketemukan sebuah prasasti ditempat bangunan


yang mengatakan, bahwa hendung Harinjing, yang dibuat pada
tahun 804 (lihat 2.1.) telah direhabilitasi pada tahun 1350, yang
kala itu dibuat sedemikian kuatnya, sehingga akan bertahan
selama-lamanya.

Tetapi menurut kenyataannya bangunan tidak dapat berfungsi


selama-lamanya.
Bendung tersebut ternyata beberapa kali telah hanyut.
Para nenek-moyang kita tidak perlu malu melihat
kenyataan itu, sebab hingga zaman modern sekarang ini Teknisi
kita pun selalu diliputi ketidak-tentuan bila mengahadapi
bangunan didaerah yang selalu dilanda bahan volkanik.
Sebaliknya para nenek-moyang, yang sanggup membuat
bendung yang dapat bertahan ratusan tahun pantas mendapat
pujian atas prestasinya.

2.6. Keadaan di Jawa Barat dan Jawa Tengah

Secara umum dapat dikatakan, bahwa petani di Pulau Jawa


pada abad-abad pertama tarikh Masehi, bahkan mungkin
sebelumnya, sudah mengenal pengetahuan dasar tentang irigasi,
yang kemudian pengetahuan ini dikembangkan dlam zaman
Hindu-Jawa sampai ketingkat yang cukup tinggi dan bekerja
cukup efisien.

Dalam abad ke V Raja Purnawarman telah memerintahkan


penggalian sebuah saluran untuk membelokkan arus K. Ca-
kung dekat Jakarta dari arah aslinya ke Utara. Ini rupa-rupanya
merupakan proyek pengendalian banjir. Di Jawa Tengah dan
Jawa Timur diketemukan bekas-bekas bendung lama dan
bekas-bekas terowongan beserta bekas jaringan saluran-saluran

32
lama, yang sejak lama tak berfungsi lagi.
Kesemuanya menunjukkan, bahwa dahulu telah ada irigasi yang
terorganisasi didaerah-daerah itu.

Sepanjang dapat diteliti dari data yang ada cara-cara yang


dulu dikerjakan orang dalam menyelenggarakan irigasi untuk
pertanian bervariasi dari bangunan amat sederhana berupa
bendung-bendung dan tanggul-tanggul melintang sungai-sungai
kecil dibuat oleh petani dengan dengan memakai bambu, batu
dan batang-batang kayu, sedang bendung-bendung batu besar,
jembatan dan pintu-pintu air dibangun oleh penguasa, _yang
mempunyai barisan pekerjaannya.

Bangunan-bangunan kecil, yang dibuat oleh petani sendiri


dikelola ditingkat desa, biasanya lebih mudah rusak atau hanyut
oleh banjir-banjir dan memerlukan pembetulan berulang atau
pembangunan kembali. Penguasa mempunyai barisan pekerja
yang cukup besar disertai sarana lain untuk memungkinkannya
membuat bangunan-bangunan lebih besar dan lebih kuat.
Kedua macam bangunan itu ada secara berdampingan selama
zaman Hindu-Jawa. Bahkan sampai sekarangpun demikian.

2. 7. Teknisi pembuat bangunan

Bangunan-bangunan, yang dilaksanakan atas perintah


Raja ;j>enguasa, disebut dawuhan (dari kata dasar dawuh =
perintah).
Dawuhan ini dalam pelaksanaannya diawasi oleh wakil-wakil
Raja, yang ditunjuk olehnya.
Namun demikian, inskripsi-inskripsi mengungkapkan, bahwa
mereka yang langsung menangani pelaksanaan, kemudian
memelihara dan akhirnya juga bertanggung-jawab atas pembagi-
an air dari bendung-bendung itu adalah teknisi dari desa, bukan
dari kraton.

33
Sayang sekali bahwa data yang ada tidak menyebut dimensi
bangunan-bangunan.
Hanya salah seorang Ahli Sejarah menyebut, bahwa sebuah
waduk didaerah Pikatan berukuran cukup besar, yaitu 175 meter
kali 350 meter dan air yang dapat ditampungnya sebanyak
350.000 m3.
Bendungan juga dipakai untuk keperluan pertahanan pada
zaman Majapahit.
Lokasi bendungan ada diluar kota, bendungan dapat dibuka dan
mengalirkan air untuk menggenangi jalan masuk kekota, jadi
menahan /memperlambat musuh yang datang.
Demikianlah terdapat bukti-bukti, bahwa ibu kota Majapahit
mempunyai sistem pertahanan untuk menahan pendatang diluar
kota.

2.8. Organisasi Subak di Bali

Sekaha Subak sebagai Badan Pengelola irigasi di Bali telah


ada beabad-abad lamanya. Di Malagasi dan Lozon Utara
(Philipina) terdapat pula organisasi yang mirip dengan subak.
Yang ada di Philipina pun sudah berumur tua dan berkembang
sendiri didaerah itu tanpa pengaruh bangsa lain (Spanyol).
Sebenamya banyak penyelidik merasa heran, mengapa di
Jawa tidak ada tanda-tanda bahwa subak pemah ada.
Ada yang berkeyakinan bahwa Badan semacam subak
pemah ada di Pulau Jawa.
Sebagaimana diketahui peraturan pelaksanaan dalam operasi
subak berdasarkan demokrasi, yang menuntut kewajiban yang
sama dari seluruh anggotanya, tetapi juga memberi fasilitas yang
sam a.
Kalau ketentuan ini tidak dapat dipenuhi, maka subak tidak
akan dapat dipertahankan lebih lama lagi.
Dengan kedatangan orang-orang Belanda di Pulau Jawa,
yang kemudian ikut bercocok tanam tebu, tanaman mana mutlak
memerlukan air dimusim kemarau, maka terdapat 2 jenis

34
pemakai air, yang kondisinya jauh berbeda satu dengan lainnya.
1). Rakyat petani penanam padi dan palawija, hanya
menguasai tanah amat terbatas, sedang untuk bercocok tanam itu
ia tidak punya modal, hanya pas-pasan saja, asal dapat bertani
saja.
Keuntungan yang diuperolehnya tidaklah seberapa dan dalam
mengolah tanah dan menanam tanaman ia amat tradisional,
terikat secara naluri kepada usaha nenek moyangnya, selalu padi
dan palawija, tidak pemah menanam tanaman yang dapat
dipasarkan dipasaran dunia.
2). Pengusaha pabrik gula berstatus penjajah, dapat
menyewa tanah untuk ditanami tebu cukup luas, dapat
memproses pembuatan gula secara efisien dan dijual
dipasaran dunia dengan harga yang amat meng-
untungkan. Dengan demikian pabrik-pabrik gula
dapat memupuk modal dan menjadikannya menguasai
modal besar dengan segala kemungkinan yang dapat
diraihnya.

TanaTTUJn Tebu

35
Kalau kedua jenis pemakai air tersebut dipersatukan dalam
suatu subak dengan konsekwensi tunduk pada peraturan-
peraturan yang demokratis itu, maka subak itu tidak akan dapat
berjalan.

Jadi : Kalau di Pulau Jawa pernah ada subak, maka subak itu
telah mundur fungsinya sejak pihak Belanda berusaha menanam
tebu di Pulau Jawa.
Ada bukti-bukti bahwa subak di Bali sudah ada sedikitnya 3
abad sebelum zaman Majapahit di Jawa.
Subak di Bali meliputi kumpulan sawah-sawah, yang
dimiliki oleh banyak orang, yang semuanya mendapat air irigasi
dari satu sistem irigasi.
Subak merupakan Badan otonomi dan tidak ada hubungan
sesuatu apa dengan Pemerintah desa.

Penduduk desa mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap


Desanya, tetapi semua hal yang menyangkut sawahnya seperti
penanaman, panenan, pemberian air, pemeliharaan dan perbaik-
kan bangunan irigasi, keuangan dan kewajiban agama pendeknya
semua masalah pertanian berada dibawah Sekaha Subak.
Keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh anggotanya
didalam subak itu tidak hanya bersifat materiil, tetapi juga
bersifat sosial dan agama.
Keanggotaan subak biasanya tidak lebih dari 100 orang dan
memperkuat tali sosial diantara petani, yang tidak hanya
bekerja-sama, tetapi juga secara berkala bertemu dalam
rapat-rapat subak.
Subak di Bali itu selalu berhubungan erat dengan hukum tanah
dan pemakaian air, yang telah berjalan sejak dahulu kala.

Subak adalah asli Bali berkembang dan dipertahankan dengan


baik oleh anggota -anggotanya.
Peraturan-peraturan didalamnya dipegang teguh dan kesemua-
nya itu ditentukan oleh pemuka subak setelah konsultasi dengan
semua anggotanya.

36
rapat Subak di Bali

Anggota subak diwajibkan hidup rukun dan harmonis satu


dengan lainnya dan dengan anggota subak tetangga, yang
sama-sama mempergunakan air dari sumber yang sama.
Diwajibkan pula untuk bekerja dengan rajin dan memilih klian
subak ( Kepala Subak ) dengan sebaik-baiknya.
Klian ini sendiri berkewajiban untuk memelihara hubungan baik
dengan Pamong Desa. Semua pertanyaan dan keberatan-keberat-
an yang diajukan oleh anggota harus dipertimbangkan adil tanpa
pandang bulu, sedang sesajian-sesajian harus dijalankan menurut
peraturannya dengan setia dan tidak terpengaruh oleh baik-buruk
nya panenan yang baru dipungut.
Dalam peraturan tercantum pula cara pembagian air, retribusi,
denda dan diadakannya pesta-pesta agama dan penyabungan
ayam setiap tahun.
Subak di Bali tidak mempunyai otorita keluar subak.
Kekuasaanya hanya berlaku bagi anggota-anggota subak saja.

37
Sa wah beningkat yang sedang dan te/ah siap dikerjakan

38
__ _ _ _ _ BAB 3
KEDATANGAN ISLAM DAN
ORANG-ORANG BARAT

3.1. Tumbuhnya Kerajaan Islam


3. 2. Kedatangan Orang-Orang Portugis
3.3. Kedatangan Orang-Orang Belanda
3.4. Penyerangan Sultan Agung Terhadap V.O.C.
3.5. Pertentangan V.O.C. Dengan Raja Gowa
3.6. Perjuangan Untung Surapati
3. 7. Keadaan Diluar Pulau Jawa Dan Bubarnya VOC
3.8. Perang Diponegoro
3. 9. Tidak ada Kemajuan Dalam Bidang Irigasi

39
3. KEDATANGAN ISLAM DAN ORANG-ORANG BARAT.

Sejak tahun 1429 kerajaan Majapahit mundur, karena


terjadi banyak perang saudara, yang melemahkan Kerajaan
dari dalam. Raja-raja di negara-negara taklukannya satu demi
satu memisahkan diri dari Mahapahit, yang memang tak
mampu lagi memelihara kekuasaannya atas negara-negara
taldukan tersebut.

3.1. Tumbuhnya ker.Uaan-ker~aan islam

Pada tahun 1400 mulai tumbuh kerajaan Islam di Malaka (


sekarang Malaysia).
Malaka secara geografis mempunyai kelebihan di Selat Malaka.
Tempatnya terletak dipersilangan jalur pelayaran antara Arab,
Gujarat, India disebelah Barat dcngan Cina, Majapahit, Sriwijaya
dan Negeri-negeri Asia Tenggara disebelah Timur !Utara.
Pelayaran pada zaman itu benar-benar merupakan pelayar-
an dengan memanfaatkan tenaga angin. Kebetulan arab angin di
Malaka menguntungkan pelayaran sepanjang tahun. Tidak
mengherankan, bahwa Malaka menjadi tempat persinggahan
kapal-kapal dari berbagai negara dan menjadikan Malaka suatu
kota perdagangan yang ramai.
Kegiatan itu tentu membawa kemakmuran Malaka.
Pedagang-pedagang dari Negeri Arab juga berkesempatan
menyiarkan ajar an Islam dan mendapat tanah yang subur. Islam
berkembang dengan baik.

41
Justru pada saat Majapahit menjadi lemah itu ajaran Islam
masuk di Indonesia. di pantai utara Pulau Jawa, yang sering
didatangi pedagang-pedagang dari Arab tumbuh pula negara
Islam seperti Banten, Cirebon, Demak ( melalui Jepara ).
Kerajaan Demak dibawah pimpinan Raden Patah · dapat
maju dan pada tahun 1478 suriah cukup kuat untuk mengambil
alih kekuasaan kerajaan Majapahit yang sudah lemah itu.
Selama berkuasanya kerajaan Islam, tidak diperoleh data
tentang perkembangan irigasi di Negeri ini.

3.2. Kedatangan orang-orang Portugis

Orang Barat yang datang pertama di Nusantara ini adalah


orang Portugis. Mereka datang bertujuan membeli rempah-rem-
pah untuk dijual di Eropa dan mengharapkan keuntungan besar.
Meskipun datang dengan maksud berdagang, kapal-kapal yang
mereka tumpangi rupa-rupanya diperlengkapi dengan meriam-
meriam dan oleh karena itu sanggup berperang juga.
Dengan maksud untuk memperoleh keuntungan lebih
besar, mereka dalam tahun 1511 menduduki Malaka dan dengan
peristiwa ini tamatlah riwayat kemakmuran Malaka. Ini
disebabkan karena kemudian pedagang-pedagang kebanyakan
menghindari Malaka dan lebih suka singgah dibandar-bandar
diluar Malaka.
Pedagang Portugis ternyata berusaha memperoleh monopoli atas
perdagangan rempah-rempah, sebaliknya pedagang-pedagang
dari negara-negara lain menginginkan perdagangan bebas.
Penghindaran Malaka ini membuka pelayaran dan bandar-
bandar baru.
Rute pelayaran dari Barat berubah menjadi menyusur pantai
Barat Sumatera kemudian masuk Selat Sunda dan terus pantai
Barat Sumatera kemudian masuk Selat Sunda dan terus ke laut
Jawa. Bandar-bandar baru tumbuh seperti Pariaman di Sumatera
Barat, Hanten, Cirebon, Jepara, Tuban di pantai Utara Jawa.

42
3.3. Kedatangan orang-orang Belanda

Mengikuti rote bangsa Portugis kemudian datang di


perairan kita pada tahun 1596 orang Belanda yang pertama,
Comelis de Houtman.
Seperti orang Portugis, Belanda pun datang disini untuk mencari
rempah-rempah untuk dijual. Sampai sekarang ada pepatah
Belanda : peperduur atau mahal seperti lada ( pepper). Entah
bagaimana nyonya rumah di Eropa rupanya keranjingan terhadap
rempah-rempah ini, sehingga sanggup membayar harga yang
amat tinggi untuk mendapat penyedap makanan ini.
Penghasil rempah-rempah utama adalah Kepulauan Maluku.
Tidak disangka-sangka kesemuanya itu menurut fakta sejarah
telah berpengaruh kepada sejarah Bangsa Indonesia dan Belanda
sendjri.
Tahun 1600 Belanda membuka pos di Banda untuk
mengurus perdagangan rempah-rempahnya.
Tahun 1602 Belanda membentuk Verenigde Oost Indische
Compagnie ( VOC) - Perserikatan Dagang India Timur, untuk
menghilangkan persaingan diantara mereka sendiri dan menjadi
lebih kuat menghadapi persaingan dengan bangsa-bangsa lain
yang sudah berkeliaran diperairan- Indonesia dengan tujuan yang
sam a.
Tahun 1618 Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubemur
Jenderal VOC dan membangun Batavia ( Jakarta sekarang )
sebagai ibu-kota VOC pada tahun 1619.
VOC bermaksud mematikan perdagangan international Banten
dan mendirikan perdagangan monopoli Belanda atas rempah-
rempah dengan mengadakan blokade terhadap Banten.
Pertentangan antara Banten dan VOC tidak dapat dihindarkan.
Usaha Sultan Ageng Banten untuk memajukan kerajaannya
tetap dijalankan antara lain dengan mengadakan hubungan
dagang Inggris dan Perancis, yang membuka perwakilannya di
Banten.
Sayang sekali, bahwa kemudian timbul perpecahan antara
Sultan Ageng dengan putranya sendiri, Sultan Haji.

43
Untuk mengambil alih kekuasaan di Banten, Sultan Haji secara
diam-diam minta bantuan Kompeni ( V.O.C. ).
Pada tahun 1680 memang benar kekuasaan Banten berpindah
tangan dari ayahnya kepadanya.
Tetapi untuk bantuan itu Sultan Haji harus membayar mahal.
VOC menuntut sebagai imbalan fasilitas-fasilitas lebih besar dan
pada tahun 1684 VOC telah menguasai sepenuhnya kerajaan
Banten.

3.4. Penyerangan Sultan Agung terhadap VOC

Adanya VOC dibumi Pulau Jawa tentu saja menusuk


perasaan Raja Mataram yang sedang berkuasa, yaitu Sultan
Agung Hanyokrokusumo.
Seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah wilayah kekuasaan
Mataram. Hanya Jawa Barat masih berada diluamya.
Tahun 1628 armada Mataram sekonyong-konyong muncul
diperairan Batavia.
Pasukan Mataram tidak berhasil menduduki benteng VOC
karena temyata Kompeni mencurigai gerak-gerik armada
Mataram, sehingga selalu siap siaga.
Sultan Agung tidak berhasil menduduki benteng VOC, malah
terpaksa mengundurkan diri.
Pada tahun berikutnya, 1629 diadakan lagi suatu penyerang
an terhadap Batavia.
Kali ini perlengkapan pasukan lebih lengkap, namun pasukan ini
sebelumnya telah melakukan perjalanan 3 bulan lamanya
sebelum sampai di Batavia, sehingga sebenarnya tidak segar lagi.
Selanjutnya pembuatan lumbung-lumbung persediaan makanan
di Tegal dan Cirebon untuk mendukung pasukan yang sedang
bertempur di Batavia, telah ketahuan oleh musuh dan ditembaki
dari kapal-kapal Belanda dan timbul kebakaran sampai habis.
Pasukan Mataram sejak semula terpaksa menderita
kekurangan makan tetapi, tetap saja melakukan penyerbuan

44
terhadap benteng-benteng VOC di Batavia. Benteng Hollandia
dapat dihancurkan, tetapi benteng Bommel tetap bertahan.
Dalam pengepungan yang diadakan, J.P. Coen meninggal karena
penyakit kholera. Penyerangan pasukan Mataram ini terpaksa
juga gagal, dan mengundurkan diri karena kepayahan dan
kelaparan.
Sultan Agung mendapat pengalaman berharga dan
menyadari bahwa masalah perbekalan harus dipecahkan dengan
baik lebih dulu.
Untuk itu ia kemudian mengirim prajurit-prajurit Mataram
untuk bermuk\m di Krawang dan Sumedang untuk membuka
persawahaan sebagai calon tempat persediaan beras untuk
penyerangan ke Batavia yang akan diadakan lagi kemudian.
Sayang sekali bahwa rencana jangka panjang tidak dapat
dilaksanakan, karena Sultan Agung keburu wafat tahun 1645.
Pengganti Sultan Agung tidak berkepribadian cukup kuat untuk
melanjutkan usaha ayahnya.

3.5. Pertentangan VOC dengan Raja Gowa

Usaha VOC untuk menegakkan perdagangan rempah-rem-


pah dengan hak monopoli tentu saja mendapat tantangan dari
pihak-pihak yang berkepentingan. Bandar Sombaopu (Makasar)
di kerajaan Gowa Sulawesi Selatan merupakan Bandar penting
dalam perdagangan rempah-rempah dan beras.
Kedatangan VOC semula diterima dengan baik di Gowa, tetapi
setelah diketahui maksud VOC yang sebenarnya, keadaan
menjadi lain.
Mulai tahun 1616 sering terjadi insiden antara orang-orang
Gowa dengan VOC dan pada tahun 1634 Kompeni merasa sudah
mampu untuk mengadakan konfrontasi dengan Gowa demi
kepentingan monopolinya dan mengirim armada khusus untuk
mengepung bandar Gowa.
Semua kapal yang keluar-masuk bandar Makasar akan ditahan
tidak pandang dari mana asalnya, padahal waktu itu cukup

45
banyak kapal-kapal Portugis, India dan Cina yang berlabuh di
Sombaopu.
Tetapi Pembesar-pembesar Gowa mendengar rencana Kompeni
itu dari pelaut-pelaut Jepara, sehingga pada waktu armada
Kompeni datang di Makasar tidak ada kapal makasar ataupun
Asing, semuanya sudah berangkat ketujuan masing-masing.
Karena Kompeni tidak mampu untuk mengejar-ngejar
armada Gowa yang lincah, maka Kompeni mengajak berdamai.
Tetapi sekitar tahun 1638 permusuhan meletus lagi. Akhirnya
diadakan perjanjian antara VOC dan Raja Gowa, yang mengakui
hak-hak Kompeni.
Meskipun demikian karena laut yang cukup luas itu, per-
dagangan rempah-rempah gelap antara pedagang-pedagang
Gowa dengan Portugis, Inggris, Prancis dan Denmark masih
dapat diadakan juga. Dengan demikian suasana damai diselingi
oleh insiden-insiden bersenjata.
Setelah terjadi perang terbuka pada tahun-tahun 1655 dan
1667 maka akhirnya dicapai persetujuan damai dengan
pengakuan hak monopoli pihak VOC. Dalam perang terakhir
pihak Belanda dibantu oleh Aru Palaka, Raja Bone.

3.6. Perjuangan Untung Surapati

Semasa kekuasaan Amangkurat II di Mataram , yang


terkenal masa pemerintahan yang lemah, terjadi pemberontakan
oleh Trunojoyo yang berasal dari Madura, yang tak puas dengan
keadaan waktu itu.
Trunojoyo berhasil menduduki kraton Mataram di Kartasura
dan menguasai benda-benda kerajaan.
untuk menumpas pemberontakan itu Amangkurat II minta
bantuan tentara VOC, yang memang benar dapat memadamkan
pemberontakan tersebut.
Seperti biasanya VOC menuntut imbalan atas jasanya dan
kali ini yang menjadi incaran, daerah kekuasaan baru adalah
seluruh Jawa Barat sampai pantai Selatan.

46
Untung Surapati adalah seorang putra Bali, yang masuk
Tentara Kompeni.
Karena kepribadiannya yang kuat, ia berhasil naik pangkat
menjadi Letnan.
Pada suatu ketika ia mengalami penghinaan atas kebijaksa-
naannya oleh seorang bawahannya berbangsa Belanda. Peristiwa
itu membuat ia menyatakan keluar dari dinas Belanda dan
mengadakan perlawanan terhadap Kompeni. dari daerah Priang-
an Kemudian ia mundur ke Kartasura. Kapten Tack yang dikirim
ke Kartasura berserta pasukannya untuk menangkap Surapati,
terbunuh beserta pasukannya. Kemudian Surapati berpindah ke
Jawa Timur dan bertindak sebagai Raja Kecil.
Amangkurat II wafat tahun 1703 dan diganti oleh putranya,
Amangkurat III atau Sunan Mas. Akan tetapi Sunan Mas digeser
dari kedudukannya dengan ancaman bayonet Kompeni dan
Pakubuwono I naik tahta. untuk jasa ini Kompeni memperoleh
sisa wilayah jajahan Mataram di Jawa Barat.
Sunan Mas merasa diperlakukan tidak adil dan meng-
gabungkan diri dengan Surapati di Jawa Timur.
Tahun 1706 Belanda mengirim tentara yang kuat ke Jawa
Timur dan berhasil mematahkan perlawanan Surapati. Surapati
gugur dalam mempertahankan benteng Bangil.
Pada tahun 1752 bulatlah sudah penguasaan Pulau Jawa
dan Lampung oleh Kompeni.

3. 7. Keadaan diluar Pulau Jawa dan bubarnya VOC.

Di Sumatera kesultanan Aceh masih tegak berdiri, sedang


daerah-daerah lain sudah dikuasasi oleh Kompeni. Hanya saja,
penguasaan itu terbatas pada bagian pantai. Daerah pedalaman
pada umumnya masih bebas. Di Kalimantan pada tahun 1750
Belanda masih mendapat hak baru dari Kerajaan Banjarmasin
untuk penguasaan perdagangan didaerah kerajaan tersebut.

47
Didaerah Maluku, Ternate dan Tidore, Raja-raja sudah
tidak mempunyai hak apa-apa lagi. Mereka tidak boleh
berdagang bahkan dilarang menanam rempah-rempah. Untuk itu
mereka diberi gaji tahunan dari Kompeni. Penanaman rempah-
rempah di batasi pada kepulauan Banda dan Ambon, dimana
rakyat di paksa bekerja dengan upah rendah sampai mendekati
perlakuan seperti budak.
Dalam tahun 1795 terjadi pula pergolakan di Negeri
Belanda, yaitu didudukinya Hegara itu oleh pasukan-pasukan
revolusioner Perancis, yang telah bergolak menumbangkan
Feodalisme di negaranya.
Raja Perancis terakhir Louis ke XVI telah mati dibawah
guillotion. Struktur kenegaraan Belanda dirubah menjadi
Republik Batavia dibawah perlindungan Perancis.
Raja Belanda Willem V mengungsi ke Inggris.
Dari Inggris ia memerintahkan penguasa-penguasa VOC untuk
"menitipkan" milik-milik Kompeni kepada Inggris untuk
mencegah direbutnya milik-milik itu oleh Perancis. Inggris akan
mengembalikannya kelak hila bahaya dari Perancis tak ada lagi.
Daerah-daerah Kompeni yang diambil alih oleh Inggris adalah
Sumatera Barat, Ambon dan Banda.
Gubernur Jenderal VOC di Batavia tidak mau tunduk
kepada perintah Willem V dan mengadakan persiapan untuk
melawan pendaratan Inggris hila datang di Batavia. Tetapi
Inggris tak pernah datang. Perubahan Pemerintahan di Negeri
Belanda telah merubah pula kebijaksanaan mengenai VOC. Pada
tahun 1798 diputuskan untuk membubarkan VOC. Hutang-piu-
tang dan segala miliknya diambil alih oleh Negara terhitung mulai
31 Desember 1799.

3. 8. Perang Diponegoro

Dipor egoro adalah seorang Pangeran, yang tidak senang


melihat meluasnya kekuasaan Belanda dan masuknya adat-istia-
dat istiadat Barat yang tak cocok dengan Ketimuran. Ia taat
menjalankan perintah Agama Islam dan berpegang teguh adat

48
istiadat. Karena tidak tahan melihat makin merosotnya keadaan
di Keraton, ia menyingkir keluar kota sebelah Barat Yogyakarta.
Pada tahun 1825 terjadi pertentangan dengan pihak
Belanda · karena tanpa sepengetahuan Pangeran, orang-orang
suruhan Belanda telah memasangi patok-patok didaerah Tegal-
rejo sebagai persiapan untuk membuat jalan· Rencana jalan itu
melewati tanah pemakaman leluhur Diponegoro. Sang Pangeran
menyuruh mencabut patok patok itu dan untuk ini ia harus
mempertanggung jawabkannya kepada Residen Smissaert.
Smissaert sebelumnya telah minta kepada paman Diponegoro,
pangeran Mangkubumi untuk membawa Diponegoro ke Keresi-
denan. Tetapi Diponegoro menolak panggilan, bahkan Pangeran
mangkubumi menggabungkan diri dengan Diponegoro.
Tanggal 20 Juli 1825 pasukan Belanda datang dan menembakkan
meriamnya kerumah Diponegoro di Tegalrejo.
dimulailah perang Diponegoro. Belanda dibantu oleh kesunanan
Surakarta, Mangkunegaran dan Kesultanan Yogyakarta.
Sebaliknya banyak bangsawan, ulama dan petani mengga-
bungkan diri dengan pasukan Diponegoro. Kyai Mojo, seorang
ulama besar dari d!eraJl Surakarta ikut Pangeran Diponegoro,
demikian pula Sentot Ali Basah Prawirodirdjo seorang bangsawan
muda yang diangkat menjadi Panglima perang.
Perang Diponegoro tidak terbatas kepada daerah
Yogyakarta saja, tetapi meluas di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Banyak Bupati. dan ulama memihak Diponegoro. Dengan pasukan
kudanya Diponegoro dapat bergerak cepat dan memperoleh
banyak kemenangan. Pasukan Diponegoro merebut daerah
Pacitan, Purwodadi, sedang di Banyumas, Pekalongan, Se-
marang, Rembang, Madiun dan Kertosono terjadi pertempur-
an-pertempuran.

Dalam pertempuran di Lengkong seorang opsir Belanda dan dua


orang Pangeran Kesultanan tewas, sedang Delanggu jatuh
ketangan Diponegoro. Itu semuanya terjadi dalam tahun 1825
dan 1826.

49
Tetapi sejak 1827 Belanda mulai unggul, berkat kedatang-
an banyak pasukan bantuan dari Sumatera Barat dan Sulawesi
Selatan.
Panglima Jenderal De Kock melaksanakan apa yang disebut
sistem benteng Belanda mendirikan benteng-benteng di daerah
yang dikuasainya sedang diantara benteng-benteng dibuat jalan
perhubungan darat. Dengan sistem ini maka pergerakan pasukan
Diponegoro menjadi sulit dan tiap kesatuan terpaku pada daerah
terbatas.
Pada tahun 1828 Kyai Mojo ditangkap secara licik dan
dibuang ke Minahasa, dimana ia wafat pada tahun 1849,
dimakamkan di Tondano.
Pangeran Mangkubumi menyerah pada tahun 1829. Putra
Diponegoro, yaitu Pangeran Dipokusumo masih tetap bertahan.
Belanda menjanjikan hadiah uang sebesar 20.000 ringgit bagi
siapa yang dapat menangkap Diponegoro hidup atau mati.

Tak ada seorang pun dari rakyat yang mau mengkhianatinya,


karena Diponegoro memang dicintainya.
Tetapi akhirnya Diponegoro pun tertangkap di Karesidenan
Magelang, juga secara tidak kesatria.

3. 9. Tidak ada kem~uan dalam bidang irigasi

Semasa kedatangan orang-orang Asing, termasuk Belanda,


dalam bidang irigasi tidak tercatat kemajuan-kemajuan ataupun
hal-hal penting.
Mereka sibuk dengan perdagangannya, yang tidak segan-segan
didukungnya dengan kekuatan senjata untuk memperoleh
monopoli. Peperangan-peperangan tidak dapat di hindarkan.
Kerajaan-kerajaan di Indonesia dan kerajaan mataram di Pulau
Jawa yang semua menentang usaha monopoli itu juga dibuat
sibuk dalam peperangan-peperangan, sehingga tidak ada
kesempatan untuk memikirkan hal-hal diluar perjuangan fisik.
Kenyataan menunjukan, bahwa kekuasaan Beland a setapak demi
setapak menjadi semakin besar.

50
- ------ _ _ _ _ BAB 4

AWAL KOLONIALISME
BELANDA

4.1. Gubernur Jendral Daendels


4.2. Letnan Gubernur Jendral Raffles
4.3. Sistem Tanam Paksa
4.4. Praktek-Praktek Dalam Sistem Tanam Paksa
4.5. Pembuatan Bendung Pertama
4.6. Perusahaan-Perusahaan Gula Yang Mengolal-t Tebu
Setoran
4.7. Puncak Perkembangan Tanam Paksa
4.8. Pembangunan Bendung Glapan di K. Tuntang
4.9. Pertumbuhan Pertama Pada Zaman Kolonial
4.10. Masalah Dataran Semarang Timur dan Demak
4.10.1. Kerajaan Islam Demak
4.10.2. Keadaan Memburuk Setelah Kedatangan Belanda
4.10.3. Membuat Waduk-Waduk
4.10.4. Pandangan Pihak Pertanian

51
4. A WAL KOLONIALISME BELANDA

Setelah Verenigde Oost- In disc he Compagnie ( VOC)


dibubarkan dan kekuasaannya berakhir pada tanggal 31
Desember 1799, maka pada tanggal 1 Januari 1800 Pemerintah
Hindia- Belanda mulai berkuasa di Indonesia dengan warisan
hutang sebesar F 120 juta.
Perang Napoleon memberi beban kepada Pemerintah Belanda
begitu pula perang Diponegoro menguras habis kekayaan
Pemerintah.
Pemerintah Belanda mengalami krisis keuangan dan mencari
dengan mati-matian jalan keluar untuk mengatasinya. Komisaris
Jenderal Johannes Van den Bosch muncul dengan gagasan
''Tan am Paksa' '.
Pada sistem ini Pemerintah secara langsung mengurus pertanian
dan perdagangan atas beban rakyat Pulau Jawa. Jadi tujuan
Tanam Paksa adalah menghisap rakyat Pulau Jawa demi
menyehatkan keuangan Pemerintah Belanda.

4.1. Gubemur Jenderal Daendels

Pada tahun 1809-1811 Gubernur Jenderal Daendels


memaksa rakyat Hanten bekerja rodi (bekerja tanpa bayaran)
membangun pangkalan laut di Anyer dan Ujungkulon, Jawa
Barat. Karena dalam proyek itu penyediaan fasilitas kesehatan
dan bahan makan amat kurang, maka banyak pekerja yang
rnenei11Ui ajalnya karena penyakit atau kekurangan makan.
Karena itu Sultan Banten dan patihnya memprotes Daendels,
tetapi Sultan Banten beserta patihnya malah ditangkap dan di
huang ke Ambon, bahkan patih dijatuhi hukuman mati.
Itulah salah satu segi dari Kolonialisme : kejam.
Kemudian Daendels memerintahkan pembuatan jalan dari
Barat ke Timur Pulau Jawa, yaitu dari Anyer melalui
Serang-Tangerang-Batavia-Bogor-Bandung-S umedang-Cirebon
di Jawa Barat, terus melalui Brebes-Tegal-Pekalongan-Semarang-
Demak-Kudus-Pati-Rembang di Jawa Tengah, kemudian
Surabaya-Penarukan di Jawa Timur.
Jalan tersebut hingga saat ini masih berfungsi, meskipun
mungkin disana-sini telah mengalami perubahan trase. Pun pada
proyek raksasa ini terjadi banyak korban meninggalnya pekerja,
karena perawatan kesehatan dan penyediaan makanan amat
kurang.
Tentu tidak dapat disangkal bahwa pembuatan jalan
poros Pulau Jawa besar artinya bagi kemajuan, meskipun
korban rakyat pekerjaan tidak dapat dihapuskan dari sejarah.
Ada segi lain yang dipandang merugikan hidrologi dengan
kehadiran jalan raya tersebut, yaitu didaerah antara Semarang-
Demak dan Kudus jalan tersebut melintang ditanah yang amat
datar dan seolah-olah merupakan tanggul panjang yang
menghalangi kelancaran pengaliran air secara alamiah dataran
terse but.
Akibatnya dataran tersebut menjadi daerah genangan rutin
dimusim hujan hingga sekarang. Padahal, sebelumnya daerah
Timur Semarang dan Demak merupakan daerah penghasil
beras. Keadaan pembuang air menjadi semakin jelek sehingga
daerah tersebut mundur fungsinya sebagai penghasil beras.
Lihat ayat 7.9.

4.2. Letnan Gubemur Jenderal Raffles (1811-1816)

Raffles mewakili Pemerintah Inggris. Ia menginginkan


pengakhiran atas pemerasan yang selama ini dilakukan oleh VOC

54
dan kemudian oleb pemerintab Hindia-Belanda.Raffles ini sudab
terpengarub oleb faham baru yang didengungkan dalam revolusi
Perancis : kebebasan, persamaan dan persaudaraan bagi semua
warga Negara.
Sebenarnya fabam baru ini sudab didengungkan pada akbir
abad 18 oleb seorang idealis Belanda sendiri benama Dirk van
Hogendorp, yang berpendapat petani Jawa bidup penub derita
sebagai akibat cara Pemerintaban VOC yang penub paksaan dan
pengbisapan.

Raffles menginginkan, supaya petani memilib tanaman


sendiri dan kemudian menjual sendiri basil tanabnya kepada
siapa saja yang dikebendaki.
Petani Hanyalab berkewajiban membayar Pajak Sewa tanab
(land rent) kepada Pemerintab. Ternyata maksud baik Raffles
tidak dapat dilaksanakan. Sebab-sebabnya adalab :

1. Jumlab pajak yang barus ditentukan amat sulit ditentukan,


karena ukuran tanab yang cukup teliti tidak ada, pun pula
tingkat kesuburan tanab tidak diketabui.
2. Untuk mencapai basil maximum dari tanabnya dengan
menanam tanaman yang laku dipasaran internasional, rakyat
belum mampu, karena masib terikat oleb tradisi menanam
padi dan palawija.
3. Kalaupun berbasil menanam tanaman bebarga, rakyat belum
mampu menjual basil buminya kepasaran luar Negeri, karena
belum mengetabui cara-caranya.

Akbirnya basil tanabnya diserahkan lagi kepada kepala


desa dan Bupati, seperti balnya zaman Kompeni, sebingga
langkab kearab kemajuan telab mundur kembali.

4. 3. Sistem Tanam • Paksa

Pada tahun 1830 terjadi perubahan dalam menarik Pajak

55
dari rakyat. Sistem baru ini pada dasamya kembali kepada
zaman VOC, dimana unsur paksaan amat menonjol.

Tanam Paksa adalah gagasan Komisaris jenderal Van


den Bosch, yang oleh orang-orang Belanda dianggap sebagai
pahlawan bangsa, tetapi sebaliknya bagi rakyat Indonesia
merupakan pemeras tak ada duanya. Pemerintah Belanda
hanya memikirkan kepentingannya, nasib petani Pulau Jawa
masabodoh.
Kalau ada orang yang mengatakan Belanda datang dengan
mission sacre (tug as suci) itu adalah omong kosong bel aka.

Bunyi pasal-pasal dalam sistem tersebut tidaklah ganas


bahkan simpatik, sebagaimana terlihat dibawah ini.
1. Pemerintah mengadakan persetujuan dengan penduduk yang
diminta untuk menyediakan sebagian dari tanahnya untuk
ditanami tanaman yang laku dipasaran dunia.
2. Luas tanah yang akan ditanami tanaman wajib tidak boleh
lebih dari 20% dari luas tanah rakyat.
Ini untuk melindungi tanaman rakyat sendiri.
3. Pekerjaa&t yang diperlukan untuk bercocok tanam tanaman
wajib tidak boleh lebih berat dibanding dengan pekerjaan
untuk menanam padi.
4. Bagian tanah, yang disediakan untuk tanaman wajib,
dibebaskan dari Pajak tanah.
5. Jika harga basil bumi yang diserahkan rakyat kepada
Pemerintah temyata lebih besar darijumlah Pajak yang harus
dibayar oleh rakyat, maka selisih lebih akan dikembalikan
kepada rakyat.
6. Pemerintah akan menanggung kerugian, yang ditimbulkan
oleh panen yang gagal sebagai akibat iklim yang tidak
menguntungkan, kecuali bila kegagalan tersebut disebabkan
oleh kesalahan petani sendiri.

56
4.4. Praktek-praktek dalam sistem Tanam Paksa.

Peraturan Tanam Paksa tentu saja ada aturan permainan-


nya. Bunyi aturan itu terlihat dalam 4. 3 simpatik sekali, tetapi
dalam prakteknya terjadi banyak penyimpangan-penyimpangan,
yang semuanya merugikan Petani. marilah kita tinjau pasal-pasal
dalam peraturan itu.

1. Pemerintah melakukan persetujuan dengan penduduk, yang


diminta untuk menyediakan sebagian tanahnya untuk
ditanami tanaman yang laku dipasaran dunia.
Seolah-olah segala sesuatu terjadi ·secara sukarela tanpa
paksaan. Prakteknya adalah sebagai berikut. Melalui
perantaraan Bupati dan Kepala Desa, rakyat dipaksa
menyerahkan sebagian tanahnya dan Pegawai Pemerintah
Belanda langsung mengawasi dan ikut mengatur.
Tiap pegawai mendapat upah menurut prestasi pengumpul-
an sebagai insentif, kalau berhasil menyerahkan hasil bumi
kepada Pemerintah.
Makin banyak setorannya, makin banyak pula insentifnya.
Ini berakibat, bahwa pegawai-pegawai tadi berlomba-lomba
mengejar tambahan pendapatan dan didalam usaha ini sering
terjadi pelanggaran ketentuan-ketentuan, bahkan menjurus
kepenyelewengan -penyelewengan yang disengaj a.

2. Tanah pertanian ditanami tanaman wajib tidak boleh


melebihi 20 % dari luas tanah rakyat. Dalam prakteknya
ketentuan ini sukar dijalankan, karena luas tanah rakyat
masing-masing adalah kecil dan terletak terpencar-pencar,
sehingga penanaman tanaman wajib hams dilaksanakan
pada petak-petak kecil dan tersebar.
Hal ini tidak dapat dikerjakan, karena tanaman tebu, nila,
tembakau dan teh misalnya memerlukan bidang tanah luas
supaya lebih efisien pengurusannya.
Untuk itu Pemerintah mengambil cara yang mudah dengan
mempersatukan tanah-tanah milik petani dan mengambil
sebagiannya, biasanya diambil yang paling subur dan cocok
untuk tanaman export itu.

57
Sisanya untuk tanaman rakyat.
Terdorong oleh bayangan memperoleh insentif besar,
pegawai-pegawai Pemerintah mengambil lebih dari 20%
dari tanah penduduk, kadang-kadang sampai separohnya.
3. Pekerjaan yang diperlukan untuk bercocok tanam tanaman
wajib tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk
menanam padi.
Pasal inipun baik sekali supaya sebagian besar waktu dan
tenaga Petani ditujukan kepada penanamannya sendiri untuk
pasaran lokal.
Dalam prakteknya para petani dipaksa mencurahkan lebih
banyak perhatian kepada tanaman wajib, sehingga tanaman-
nya sendiri terlantar.
4. Bagian tanah, yang disediakan untuk Tanam Paksa,
dibebaskan dari Pajak Tanah.
Pasal ini pun masuk akal sehat.
Tetapi dalam prakteknya ketentuan ini tidak dihiraukan.
Buktinya Pajak Tanah selama ada Tanam Paksa tidak turun,
sebaliknya meningkat.
5. Jika harga hasil bumi yang diserahkan kepada Pemerintah
ternyata lebih besar dari pada Pajak Tanah yang harus
dibayar oleh petani, maka selisihnya dikembalikan kepada
pet ani.
Ketentuan yang baik inipun dalam prakteknya tidak di
pegang teguh. Para petani waktu itu banyak, kalau tidak
dikatakan semua buta huruf dan tidak mengetahui haknya
masing-masing, sehingga mereka menyerahkan segala sesua-
tunya kepada Kepala Desa dan Bupati.
Dalam keadaan tanpa kontrol itu dapat difahami, bahwa
banyak oknum yang sampai hati mengelabui para petani.
Demikianlah dalam hal ini petani lagi-lagi harus merugi.
6. Pemerintah akan menanggung kerugian yang diderita, bila
panen gagal sebagai akibat iklim alam yang tidak membantu
(kekeringan dsb.), kecuali bila kegagalan itu terjadi akibat
sikap petani yang tidak rajin dan sebagainya. Dalam hal ini
pegawai Pemerintah Hindia-Belanda dengan mudah saja

58
melimpahkan kesalahan yang terjadi kepada rakyat, bila
kegagalan terjadi.
Demikianlah tahun demi tahun, rakyat diperas habis-habis-
an sampai batas daya tahannya. Kalau kemudian iklim kering
menimpa rakyat sampai dua kali berturut-turut, maka daya tahan
sudah dilampaui. Berbondong-bondong rakyat melepaskan diri
dari penderitaan dan meninggalkan dunia ini sampai jumlahnya
ratusan ribu orang.
Peristiwa ini terjadi didaerah Demak, Jawa Tengah pada tahun
1848-1849.

4.5. Pembuatan Bendung Pertama

Sebagai tindak lanjut atas berlakunya Tanam Paksa ciptaan


Johnnes Van den Bosch (1830-1833), maka Pemerintah Hindia-
Belanda yang kini langsung mengurus pertanian, pengumpulan

Bendung Sampean lama sekarang /etaknya disebe/ah hulu Sampean Baru.

59
basil dan perdagangan basil bumi rakyat Pulau Jawa, adalah
usaba untuk memperbaiki irigasi terutama untuk mendukung
berbasilnya tanaman wajib tebu dan nila, yang barus ditanam
pada tanab rakyat, yang memperoleh irigasi dengan teratur.

PraSilsti Bendung yang terdapat di Bangunan lama.

Pemerintab mengincar delta Sampean di Jawa Timur untuk


dijadikan laban pertanian ;JJerkebunan. Untuk itu Pemerintah
mengirim Ir. Van Thiel ke Situbondo. Ia membuat bendung di
K.Sampean dalam tabun 1832 terbuat dari kerangka kayu jati
diisi dengan batu kali.
Panjang bendung adalab 45 m dan tinggi 8 m.
Dalam tabun 1850 bendung Sampean tidak dipergunakan lagi,
karen a kayu jati yang diperlukan untuk pemelibaraan tak tersedia
lagi.
Kemudian dalam tahun 1847 dibuat bendung dengan pasangan
batu tetapi bendung ini ternyata tidak tahan lama.

60
Sampai tahun 1876 telah dibuat bendung-bendung darurat dan
kemudian pada tahun itu diselesaikan lagi sebuah bendung dari
pasangan batu yang juga tidak tahan lama.

Irigasi dari K. Brantas seluas 34.000 ha di delta Sidoarjo


telah diselesaikan dari tahun 1852 sampai 1857. Bendung
hergerak yang terkenal adalah Bendung Lengkong dekat
Mojokerto. yang setelah direhabilitasi dalam tahun 197211973
hingga kini masih berfungsi.

f)A .lf Le11Kko11g l.ama dihadik.<m dalam 11/IHiwn l.apangan deka1 D Ul /.eng kong
/Jaru .

td
DAM Lengkong Lama

Bendung lengkong Baru setelah direhabilitasi tahun /972/1973.


4. 6. Perusahaan-perusahaan gula yang mengolah tebu setoran

Ada perbedaan besar antara basil tanaman kopi, teh dan


kapas disatu pihak dengan basil tebu dilain pihak. Yang tersebut
pertama hanya memerlukan proses sederhana setelah panen dan
penyetoran kegudang-gudang Pemerintah, sebaliknya tebu
memerlukan proses cukup rumit sebelum menjadi komoditi
expor.
Untuk mengolah tebu menjadi gula, Pemerintah Hindia-
Belanda mempekerjakan pengusaha-pengusaha swasta yang
bekerja berdasarkan kontrak, dimana Pemerintah menjamin
tersedianya tebu sebagai bahan baku.
Mula-mula Perusahaan-perusahaan itu memperoleh uang
muka kerja, yang pengembaliannya dihitung dengan harga
jumlah gula yang disetorkan.
Pengusaha-pengusaha yang bersedia mengikat kontrak adalah
orang-orang Cina.
Akan tetapi setelah ternyata, bahwa membuat gula memberi
keuntungan besar, maka orang-orang Cina disingkirkan oleh
orang-orang Belanda.
Perhatian pihak swasta untuk mengolah gula kemudian
menjadi semakin besar, sampai dalam tahun 1837 dianggap perlu
untuk membatasi jumlah peminat dengan menciptakan suatu
peraturan pemberian prioritas. Dalam teorinya diadakan
pelelangan umum, yang kenyataannya menyimpang dari sifat-
sifat umum tersebut.
Dibeberapa daerah, pengawasan pembuatan gula diserah-
kan kepada Pejabat-pejabat Pemerintahan, tetapi hal ini
dimana-mana tidak memberikan basil sehingga masalahnya
untuk jangka waktu lama dianggap percobaan saja.

Fakta, bahwa perusahaan-perusahaan gula swasta mem-


peroleh keuntungan yang baik, maka hal ini jadi pendorong
utama untuk mulai dengan industri gula di Pulau Jawa, yang
dengan teknologi yang memadai pasti memerlukan investasiyang
besar, tetapi keuntungannya pun besar.

63
Dengan demikian dapatlah disimpulkan, bahwa Tanam
Paksa telah mendorong didirikannya pabrik-pabrik gula.
Pabnk-pabrik gula ini sempat pula berkembang dalam masa
berlakunya Tanam Paksa.
Angka-angka export gula dari Pulau Jawa adalah :
Tahun Ton Gula
1831 7.300
1835 27.000
1840 63.400
1868 161.800

4. 7. Puncak perkembangan Tanam Paksa.

Perkembangan Tanam Paksa mencapai puncaknya pada


tahun 1830-1840. Tanam Paksa ini temyata telah mencapai
tujuannya, yaitu memperbaiki posisi keuangan Negeri Belanda,
karena selama itu Pemerintah Hindia Belanda dianggap sebagai
Perusahaan Negara, yang diperas untuk kepentingan yang
mempunyainya, yaitu Pemerintah Belanda.
Segi i£igasipun sebenamya pada zaman Tanam Paksa
memperoleh kemajuan juga, yaitu daerah-daerah irigasi yang ada
penanaman tebu dan nilanya. Pihak Belanda menyadari, bahwa
tanaman yang terpenting tadi hanya akan memberikan basil yang
memuaskan, bila ditanam pada tanah sawah, yang mendapat
irigasi yang teratur.
Demikianlah Tanam Paksa telah mendorong perkembangan
irigasi di Negeri ini.
Di Pulau Jawajuga mulai dibangun kereta api yang pertama
an tara Semarang-Yogyakarta melalui Surakarta dengan ukuran
1432.
Di Negeri Belanda antara tahun 1850-1860 sering terjadi
perdebatan antara golongan pro dan kontra Tanam Paksa.

64
Bahwa reaksi itu baru muncul setelah tenggang waktu lama,
adalah karena waktu itu perhubungan Indonesia-Eropah masih
sulit dan belum ada radio.
Pendukung Tanam Paksa terdiri atas pegawai Pemerintah
dan orang-orang pemegang saham Nederlandsche Handel
Maatschappy (NHM), yang mendapat monopoli atas pengangku-
tan basil bumi dari Indonesia ke Eropah, jadi mendapat
keuntungan besar.
Penentang Tanam Paksa terdiri atas mereka yang iba
mendengar tentang penderitaan rakyat Indonesia akibat Tanam
Paksa.
Berdasarkan Peri Kemanusiaan mereka minta supaya Tanam
Paksa dihapuskan. Kebanyakan mereka diilhami oleh ajaran
agama.
Penentang Tanam Paksa adalah juga kaum swasta, yang
tidak dapat menerima bahwa Pemerintah sendiri menjalankan
praktek dagang.
Mereka ingin juga diberi kesempatan berusaha dalam bidang
ekonomi dan menanam modalnya di Indonesia.
Pemerintah sebaiknya hanya menjalankan kegiatan membangun
prasarana yang diperlukan.
Pada tahun 1860 Douwes Dekker dengan nama samaran
Multatuli telah menulis buku Max Havelaar yang mengungkap-
kan praktek-praktek perilaku pegawai Belanda terhadap orang-
orang kecil, yang menggambarkan pelaku-pelakunya dengan
nama- Nama : Saijah dan Adinda.
Multatuli sudah kita akui sebagai pahlawan, tetapi terima kasih
kami sebenarnya juga tertuju kepada Mereka yang dalam
keadaan serba kecukupan, masih ingat kepada petani Indonesia,
yang masih hidup serba kekurangan.
Buku kedua adalah dari tangan Frans van den Putte
berjudul Suiker Contracten (Kontrak-kontrak gula).
Akhirnya Belanda merasa malu dan Tanam Paksa
berangsur dihapuskah, mulai tahun 1860 lada dibebaskan, 1865
nila dan teh, 1870 han\pir semua tanam paksa sudah hapus dan
terakhir 1917 terhadap tanaman kopi didaerah Priangan.

65
4.8. Pembangunan Bendung Glapan di K. Tuntang

Kabupaten Demak sejak dulu kala dikenal sebagai daerah yang


amat datar dan karenanya pembuangan air muka bumi secara
alamiah tidak lancar. Keadaan yang dari sananya memang
kurang baik itu ditambah jelek keadaanya dengan dibuatnya
jalan Daendels (1809-1811), yang ternyata menambah sulitnya
pengaliran kelaut. Sejajar dengan jalan raya Daendels didaerah
ini kemudian digali pula saluran pelayaran (prauw vaart kanaal)
seperti halnya banyak terdapat dinegeri leluhur orang-orang
Belanda. Bedanya hanyalah, bahwa di Negeri Belanda tak ada
hujan tropis, yang dalam waktu singkat dapat menurunkan
masa air kemuka bumi, sedang didaerah Demak hal tersebut
pada musimnya memang sering terjadi. Saluran pelayaran, yang
tentunya untuk menjadi sarana lalu-lintas air menurut kenyata-
annya tidak berkembang sebagaimana diharapkan.

Saluran Pelayaran Prauwvaart canal keadollnnya sekorang.

66
sebaliknya saluran itu berubah fungsi menjadi penampungan air
banjir, yang datang dari arah Selatan.
Akan tetapi karena kemiringan saluran pelayaran terbatas sekali,
maka daya tampungnya pun amat terbatas pula.
Karena keadaan pembuangan air yang jelek itu, sejak tahun 1836
telah dibuat tanggul-tanggul sepanjang K. Tuntang sekedar
untuk mengurangi penggenangan-penggenangan.
Kalau menurut kenyataan Jalan Daendels merupakan
penghalang pengaliran air secara alamiah, keadaan menjadi lebih
parah lagi karena didaerah ini Pemerintah telah menjual
tanah-tanah kepada pihak swasta, yang melindungi tanah
miliknya dengan tanggul-tanggul menjadi polder, yang menam-
bah sulitnya pengaliran air ke laut.
Kalau dimusim huja!l terdapat kelebihan air muka bumi,
sebaliknya dimusim kemarau sering orang tidak bicara lagi
ten tang irigasi. Yang menjadi perhatian adalah : Bagaimana
memperoleh setetes air untuk melepas dahaga.
Disini ada pomeo terkenal "Nek rendeng wong Demak ora biso
ndodok, Nek ketiga ora bisa Cewok".

Pada tahun 1848 dan 1849 terjadi berturut-turut musim


kemarau yang amat panjang dan menyebabkan kegagalan panen
tanaman rakyat.
Kegagalan panen itu begitu parahnya, sampai timbul Bala
kelaparan(Hongersnood, famine), yang sempat menyebabkan
kematian lebih dari 200.000 orang (lihat 4.6.), belum terhitung
kematian temak, yang tak sempat diungsikan dari daerah
kering itu. Peristiwa ini merupakan lembaran hitam dalam
sejarah penjajahan Belanda dan Belanda ingin secepatnya
menghilangkan citra buruk terhadap Pemerintah Kolonial.

Banyak orang mengatakan, bahwa malapetaka itu tidak


semata-mata terjadi karena iklim yang kering, tetapi terutama
sebagai akibat dari paksaan Pemerintah terhadap rakyat dengan
Tanam Paksanya, yang menyebabkan perhatian rakyat terlalu
banyak tertuju kepada tanaman expor yang dikejar-kejar
pengurusannya.

67
Nab, apa yang terjadi telah menggerakkan Pemerintah
Hindia- Belanda dengan persetujuan Pemerintah Belanda untuk
mengusahakan pembuatan irigasi didaerah Demak supaya
pertanian rakyat tidak terlalu tergantung kepada iklim.
Bendung Glapan di K. Tuntang mulai dibangun dalam
tahun 1852 dan diselesaikan dalam tahun 1859. Namun
menurut sejarahnya air yang sudah disadap dari K. Tuntang itu
belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk pertanian rakyat.
Jaringan saluran ditepi kanan dan kiri belum juga dikerjakan
Pekerjaan ini baru dapat diselesaikan an tara tahun 1880-1890, jadi
setelah lebih dari 20 tahun bendung diselesaikan. Itupun setelah
dalam tahun 1873 nyaris terjadi lagi Bala Kelaparan !
Kelihatannya Penjajah tidak serius dalam usaha menanggulangi
kelaparan.
Terlepas dari itu semua, Bendung Glapan adalah Bendung
pertama di Indonesia, yang dilaksanakan dibawah Pemerintah
Kolonial, semata-mata untuk tanaman rakyat, karena tebu
didaerah in kurang menarik penanamannya karena ada ancaman
kekeringan atau kebanjiran.
pada Bendung Glapan tidak diperoleh bahan batu cukup. Oleh
sebab itu pelaksanaan dikerjakan dengan mendatangkan batu
bata (Klinkers) dari Negeri Belanda, yang dibawa dengan kapal
dan kemudian dipikul ketempat pekerjaan.
Bendung Glapan dalam bentuk aslinya sudah mengalami
perubahan. Akan tetapi fakta, bahwa Bendung ini telah mampu
bertahan hampir 1 Y2 abad, maka kiranya kita pantas
menganggapnya sebagai monumen irigasi, apalagi bila diingat
latar belakang pembangunan bendung ini, yaitu setelah rakyat
ratusan ribu yang mati kelaparan. Kalau dijadikan monumen,
maka Teks monumen itu kira-kira berbunyi: Bendung ini dibuat
dengan harapan, semoga malapetaka bala kelaparan yang terjadi
pada tahun 184811849 Insya Allah tidak akan terulang lagi.
Sampai pada runtuhnya Pemerintah Hindia Belanda dalam
tahun 1941 keadaan hidrologi daerah Demak belum berubah,
bahkan hingga kini ( 1983) Direktorat-Jenderal Pengairan masih
mengusahakan perbaikan-perbaikan dengan membuat studi
menyeluruh.

68
Pintu-pintu pemasuk Bendung Glapan dalam Bendung
Glapan dalam bentuk asalnya amat menderita karena endapan
lumpur, yang menghalangi debit masuk kesaluran. Ini disebab-
kan letak pintu-pintu pemasuk ada disudut-sudut mati, sedang
Bendung pun tidak dilengkapi dengan pintu pembilas. Maklum-
lah dalam tahun 1852 orang belum mengenal ilmu Hidrolika
sedang pengalaman membuat Bendung pun belum ada.

Pintu Penyadapan Glapan Timur.

Dalam tahun 1878 barulah pekerjaan lanjutan berupa rencana


j a ring an irigasi saluran Timur dari Ben dung Glapan diselesaikan
juga dibangun Bendung di K. Serang dekat Sedadi. Rencananya
juga meliputi pembuatan saluran pelayaran antara Demak dan
Tanggulangin dan irigasi dari saluran tersebut beserta perbaikan
irigasi daerah Wedung, kesemuanya meliputi areal 41.000 Ha.

69
4. 9. Pertumbuhan pertama pada zaman Kolonial

Sebclum berdirinya Departemen BOW (Burgerlyke


Openbare Werken) segala urusan bangunan dikelola langsung
oleh Binnenlandsch Bestuur (B.B.) dibantu oleh para Bupati
sebagai penguasa didaerah-daerah.
Pembuatan Bendung disungai, penggalian saluran untuk irigasi
dan bangunan-bangunan lain dipimpin oleh Bupati, Patih atau
lain pejabat yang mendapat kepercayaan untuk itu, jadi keadaan
seperti sebelum orang Asing datang disini. Bupati mengerahkan
tenaga rakyatnya, tanpa bayaran sebagai kerja rodi. Oleh karena
itu para pejabat B. B sering mengatakan, bahwa pekerjaan
mereka dapat di selesaikan dengan murah.
Sejumlah kecil tenaga insinyur Belanda waktu itu telah
bekerja pada Pemerintah Hindia Belanda. Insinyur berbangsa
Indonesia belum ada. Sekolahnya pun baru didirikan Tahun
1924.
Menghadapi masalah irigasi, biasanya Insinyur Belanda itu
diminta bantuannya, manakala ada suatu bendung penting tidak
dapat dipertahankan lagi karena kerusakan akibat kekuatan air
sudah terlalu jauh merongrong. Tanpa banyak persiapan dan
data bagaimanakah membuat bangunan ditempat yang lama
untuk menggantikan bangunan yang menghadapi kehancuran?
Para Insinyur biasanya tidak mengenal keadaan setempat,
ten tang tingkah laku sungai, biasanya juga tak ada data mengenai
daerah aliran sungai, curah hujan dan apa lagi mengenai banjir
yang dapat timbul.
Tidak mengherankan, hila Insinyur-insinyur Belanda itu
tidak dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Ditambah lagi,
bahwa yang menilai hasil kerjanya justru bukan orang teknik.
Banyak orang dari Binnenlandsch Bestuur itu menganggap,
bahwa pengikut sertaan tenaga Teknisi tidak begitu perlu,
bahkan merupakan kemewahan yang tak berguna.
Dalam suasana yang demikian itu tidaklah mengherankan bahwa
masih diperlukan waktu berpuluh tahun lagi, sebelum pendirian
Departemen BOW benar-benar dianggalJ sudah datang waktunya
sudah

70
Meskipun demikian, waktu itu telah dilaksanakan bangun-
an-bangunan irigasi, yang dapat bertahan lama dan sekaligus
dapat dianggap bangunan-bangunan irigasi tertua, yang dibuat
oleh Pemerintah Kolonial. Bangunan-bangunan semacam itu
terdapat didaerah delta Sidoarjo, yang mendapat airnya dari
K. brantas. Kemakmuran yang sejak dulu telah ada didaerah ini
adalah berkat bangunan-bangunan irigasi yang telah didirikan.
Disini pihak Belanda sendir~ memang berkepentingan, yaitu
penanaman tebu gula.
Dalam tahun 1846 telah dibuat sebuah pintu air disalah
satu cabang dari K. Surabaya, di lengkapi dengan balok-balok
penebat.
Kemudian pada tahun-tahun 1853 dan 1857 dibuat lagi
bangunan-bangunan serupa untuk menyalurkan air dari K.
Surabaya. Pada tahun 1857 dibuat sebuah bendung bergerak
melintang K. Porong di Lengkong, yang hingga kini masih
merupakan Bendung penting, setelah mengalami rehabilitasi
dalam tahun 197211973.
Sebenarnya daerah delta Sidoarjo waktu itu masih belum
merupakan areal irigasi yang teknis, karena didalam areal seluas
34.000 Ha itu masih terdapat bangunan-bangunan sementara
dengan pemasuk pemasuk tanpa pintu.
Rencana jaringan irigasi yang teknis di Indonesia baru
terselenggara 30 tahun kemudian, yaitu irigasi Glapan dari K.
Tuntang di Jawa Tengah (Lihat 4.8.).

4.10. Masalah dataran Semarang Timm dan Demak.

Sudah sejak sekitar 1850 orang memikirkan tentang


perbaikan hidrologi daerah dataran Semarang Timur, yang
terletak antara saluran banjir Timur Kota Semarang dan K.

71
Tuntang. Dataran, yang terletak lebih ke timur lagi sampai K.
Serang termasuk dalam daerah irigasi Demak (dulu disebut
Demaksche Waterwerken). Keadaan hidrologi kedua dataran ini
tidak memuaskan, yaitu sering kebanjiran di musim hujan dan
sebaliknya kekeringan dalam musim kemarau.
Dataran Semarang Timur dilalui oleh sungai-sungai dari
pegunungan disebelah Selatan, yang merupakan lereng-lereng
Gunung-Gunung Ungaran dan Merbabu. Kedua lereng Gunung
itu tanahnya mudah tererosi sehingga sungai-sungai yang
mengalir ke dataran Semarang Timur selalu membawa lumpur
yang tak sedikit.
Sungai-sungai ini bemama dari Barat ke Timur berturut-
turut Penggaron, Dolok dan Jragung.
Sungai-sungai ini sebenamya sungai-sungai kecil, yang oleh
penduduk di dataran masih dapat dibendung-bendung secara
sederhana untuk keperluan irigasi.
Sungai-sungai tadi berpenampang melintang kurang besar,
sehingga musim hujan sering menimbulkan banjir disekitar
sungai. Bendung-bendung semen tara kepunyaan rakyat tentu saja
membuat lebih kecil lagi kemiringan sungai, sehingga frekwensi
timbulnya banjir didataran lebih banyak lagi.
Proses pengendapan selama bertahun-tahun ditepi sungai
membuat prufil sungai menjadi lebih tinggi dari pada ketinggian
tanah asli. Dengan demikian lama kelamaan sungai tidak mampu
lagi menyalurkan air banjir dan air banjir menggenang
tanah-tanah yang rendah letaknya tanpa kemungkinan untuk
mengalir terus ke laut.
Kedua dataran rendah, Semarang-Timur dan Demak saling
mempengaruhi dalam hal irigasinya serta pembuangan aimya,
sehingga kedua dataran itu kami sebut dataran Jratunseluna,
menurut nama sungai-sungai terpenting yang mengalir didalam-
nya, yaitu : Jragung Tuntang, Serang, Lusi, Juana, tanpa
menyebut sungai-sungai kecil.

72
4.10.1. Kerajaan Islam Demak.

Menurut catatan sejarah, Kerajaan Demak didirikan oleh


Raden Patah dalam tahun 1478. Pada waktu itu dataran
disekitar Demak merupakan daerah penghasil padi yang
makmur. Sekalipun irigasi yang sudah ada am at sederhana,
bahkan sebagian masih sawah tadah hujan, tetapi hasilnya
ternyata cukup memuaskan, terbukti dengan adanya expor padi
melalui pelabuhan Japara. Pada waktu Cornelis de Houtman
mendarat di Hanten untuk pertama kali dalam tahun 1596 ia
sudah melihat dipasar setempat, bahwa ada beras dan gula dari
Japara yang diperdagangkan. Kemudian juga dikenal adanya
sejenis tebu, yang disebut Tebu Japara. lni menunjukan, bahwa
Japara waktu itu juga mengenal Tanaman tebu. Mungkin
daerah penanaman tebunya sekeliling G. Muria.
Oleh karena pertanian di daerah ini tergantung kepada
curah hujan, tentu hasilnya mengandung risiko. Meskipun ada
risiko, faktanya adalah bahwa Kerajaan Demak mampu
mengexpor beras dan gula.

4.10.2. Keadaan memburuk setelah kedatangan Belanda

Kedatangan Daendels dengan proyek jalan lintas Pulau


Jawa dalam tahun 1809-1811 telah membelah dua dataran Demak
karena dibuat badan jalan Semarang-Demak-Kudus.
Badan jalan ini seolah-olah merupakan bendungan p~njang dan
memang menghalangi pengaliran alamiah air dari arab Selatan
lebih tinggi dari pada sisi Utara.
Terjadilah semacam polder, yang selalu tergenang setelah hujan
lebat dan /a tau sungai-sungai didalamnya membanjir.
Dalam tahun 1880 Pemerintah Hindia Belanda menjual
tanah kepada Swasta, suatu kebiasaan manakala Pemerintah
menghadapi defisit.
Tumbuhlah tanah-tanah partikelir, yang pada umumnya di
usahakan menjadi tanah pertanian oleh yang punya.

73
T anah partikelir ini melindungi tanahnya terhadap
ancaman banjir dengan membuat tanggul Keliling. Tumbuhlah
polder-polder baru, yang tidak menambah lancarnya pengaliran
air kelaut, sebaliknya memperjelek keadaan.
Tanah partikelir Gemoelak bertindak lebih jauh. Setelah
tanahnya berhasil menjadi bebas banjir, maka ia berusaha
mengairi tanahnya dengan memanfaatkan air yang menggenang
tanah Pemerintah ! Maka dalam tahun 1911 timbul sengketa
Pengadilan antara Tanah Partikelir Gemoelak dan Pemerintah
Setempat. sidang-sidang Pengadilan ini tenyata dimenangkan
oleh pihak. Gemoelak, yang tidak dianggap melakukan pelangga-
ran hukum. Dengan demikian tanggul-tanggul kepunyaan Tanah
partikelir Gemoelak tetap dipertahankan.
Keadaan yang kurang memuaskan ditambah lagi dengan
sering meluapnya K. Tuntang diatas tanggulnya.
Tanggul kiri K. Tuntang mulai dari Bendung Glapan dibuat
rendah dan berfungsi sebagai pelimpah samping sepanjang 2 km
dinamakan Pelimpah Ngroto. Air limpahan ini tentu saja
menggenangi dataran Semarang timur.
Demikianlah dataran Semarang Timur dan Demak masih
tetap menderita kebanjiran dn kekeringan berganti-ganti
menurut musimnya.
Fungsi gudang beras, yang dahulu dipegang oleh daerah ini
semasa zaman Kerajaan Demak sudah lama sekali terlepas dari
tangannya, bahkan lamb at laun · terjadi exodus penduduk.

4.10.3. Membuat waduk:-waduk

Gagasan yang timbul dan masuk akal adalah membuat


waduk-waduk. Yang dipertimbangkan pertama adalah waduk
Penggaron dan Jragung, yang diperkirakan dapat menampung 20
dan 53 juta m 3.
Namun demikian, setelah diadakan
penyelidikan geologis, temyata bahwa kedua kemungkinan
waduk terpaksa ditinggalkan, karena tidak memberi jaminan

74
keamanan yang wajar. Pun pula erosi yang terjadi didaerah
aliran tidak akan memberi umur panjang kepada daya tampung
waduk-waduk itu.
Kegagalan gagasan 2 buah waduk itu mendorong kepada
Ir. Varkevisser dalam tahun 1916 untuk mengusulkan pengganti-
nya, yaitu Rencana Rawa Pening Besar (groot Rawa Pening Plan)
dengan membentuk tembok penutup melintang sungai di
Tuntang dan Penggalian saluran pembuang utama Jragung-
Sayung didataran rendah. D-~ngan menaikan muka air 7 meter
saja di Tuntang, akan dapat tercipta suatu waduk dengan daya
tampung 237 juta M3.
Gubernur Jenderal dalam keputusannya 5 Mei 1918
membentuk sebuah Panitya Rawa Pening untuk mempelajari
masalahnya.
Memang dipandang dari teknik sipil tidaklah seberapa
sukar untuk membuat bendung penutup yang akan menaikkan
muka air Rawa Pening.
Yang menjadi penghalang bukan segi teknisnya, namun
sosial ekonominya.
1) Tanah sawah kurang lebih seluas 4.000 ha harus di
korbankan.
2) Penduduk sebanyak 30.000 orang harus dicarikan tempat
pemukiman baru.
3) Trase jalan kereta api dari Tuntang sampai Ambarawa harus
direlokasi.
Kesemua keberatan ini ternyata terlalu berat untuk
dipecahkan, sehingga Gubernur Jenderal dalam tahun 1923
akhirnya memutuskan untuk meninggalkati rencana Rawa Pening
Besar.

75
4.10.4. Pandangan plhak Pertanlan

Seorang Ahli Pertanian Ir. Metzelaar pada tahun 1922


mengemukakan, bahwa dataran Semarang Timur tidaklah perlu
untuk dibebaskan dari banjir sama sekali.
Yang perlu adalah menjaga, supaya penggenangan banjir itu tidak
berlangsung dalam waktu terlalu lama, sehingga tanaman tadi
masih dapat diselamat kan.
Sebenamya gagasannya kalau dihubungkan dengan keada-
an zaman Kerajaan Demak, amat masuk akal. Pada waktu itu
banjir-banjir tentu sudah ada, tetapi pengaliran air secara
alamiah tidaklah terhalang oleh jalan raya dengan saluran
pelayaran, pula tiada polder buatan tanah Partikelir.
Yang terpenting adalah bahwa kita berusaha mengembalikan
keadaan sebelum menjadi buruk tercapai kembali. Bahwa hal ini
tidaklah mudah, tentu dapat diakui.
Kalau kita membuat banyak sekali bangunan-bangunan
persilangan men~mbus badan jalan raya, supaya perbedaan
tekanan air kedua belah sisi jalan menjadi kecil, tentu akan
menimbulkan masalah biaya.
Pihak Pertanian selanjutnya berpendapat, bahwa pemberi-
an air kepada tanah sawah, yang padat seperti halnya didaerah
Semarang Tlmur ini, tidak perlu sebanyak pemberian air kepada
tanah "biasa". Pihak Pertanian mengusulkan pemberian air
terputus-putus (intermitterendebevloeiing) sehingga jatah pembe-
rian air dapat di kurangi.
Karena pandangan ini mengandung logika dan dikemukakan
oleh seorang ahli, kiranya dapat diadakan percobaan praktis
didaerah tersebut, untuk membuktikan apakah teorinya dapat
dipertahankan. Oleh karena ini menyangkut pemberian air, yang
pula menyangkut ekonomi penggunaan air, dipandang wajar
untuk diadakan percobaan.

Baiklah kita bahas masalah ini dalam Bab 10. Pengembang-


an Wilayah Sungai.

76
_ _ _ _ BAB 5

SEKITAR PENDIRIAN
DEPARTEMEN B.O.W.

5.1. Penggalian Saluran-Saluran Disekitar Batavia Dan Irigasi


Untuk Tanaman Expor
5.2. Angin Baru, yang Ditiup oleh Revolusi Perancis
5.3. Pendirian Departemen B.O.W
5.5. Pembentukan Irrigatie Afdelingen
5.6. Daerah Irigasi Pemali
5.6.1. Pembagian Air Didaerah Pemali
5.6.2. Peningkatan Debit Musim Kemarau
5.7. Pembagian Dan Pemberian Air
5.7.1. Aparatur Dinas Irigasi
5.7.2. Pemeliharaan Saluran-Saluran Induk dan Sekonder
5.7.3. Pemeliharaan Saluran-Saluran Tersier
5.7.4. Pemeliharaan Saluran Desa
5.7.5. Bangunan-bangunan dalam Saluran Tersier Desa
5.7.6. Pemberiaan Air
5.7.7. Peraturan Ulu-Ulu Pembagian
5.7.8. Kebutuhan Air Tanaman Padi
5.8. Proyek Irigasi Bengawan Solo Yang Gagal
5.9. Perkembangan Irigasi Lebih Dulu dari pada Pertanian
5.10. Usaha Teknisi Belanda menguasai Teknik Irigasi
5.11. Perkembangan Pembuatan Pintu Pemasuk
5.12. Masalah Ruang Olakan ( Woelbak)
5.13. Politik Etis Pemerintah Hindia Belanda (1900)

77
5. SEKITAR PENDIRIAN DEPARTEMEN B.O.W

5 .1. Penggalian saluran-saluran disekitar Batavia dan irigasi


untuk tanaman expor

Sejak zaman VOC telah digali saluran-saluran disekitar


kota Jakarta yang dulu disebut Batavia. Yang telah digali adalah
saluran TimurOosterslo!{an dari Ciliwung dan(Westerslokan)dari
Cisadane.

,l)a/uran Timur

79
Asal mulanya saluran-saluran tersebut tidak dimaksudkan
untuk keperluan irigasi. Sesuai dengan keadaan di Negeri
leluhur Bangsa Belanda sendiri saluran Timur dimaksudkan
sebagai saluran pelayaran sedang saluran Barat untuk menam-
bah air suplesi debit Ciliwung untuk pengglontor air kota Batavia.

So/uran Barat

Karena kenyataan menunjukkan bahwa keperluan air


bagi irigasi terasakan amat penting maka segera dibuat
pengambilan-pengambilan air kedua buah saluran itu untuk
keperluan irigasi.

Saluran Timur hingga kini masih terlihat ditepi jalan


lama ilntara Bogor dan Jakarta. Na:mun sebagai saluran
pelayaran kelihatannya tak berfungsi karena kemiringan
gradient saluran, yang mengikuti kemiringan tanah asli t~dalu
besar; sehingga dalam waktu singkat dasar dan tepi saluran
tergerus oleh arus air. Dengan demikian saluran berubah
mcmyerupai sungai liar. Dalam abad ke 18 kedua saluran telah
berubah sifat menjadi saluran irigasi.

80
Saluran dari Cisadane di Tanggerang menuju kota Jakarta masih
lama dapat dipertahankan sebagai saluran pelayaran, karena
kemiringan saluran tidak terlalu besar.
Saluran itu dimanfaatkan untuk mengangkut batang-batang
bambu dari daerah pedalaman, yang diikat menjadi rakit-rakit.
Meskipun saluran-saluran tersebut diatas berganti fungsi
menjadi saluran-salulran ·irigasi, tidaklah berarti bahwa zaman
itu irigasi mulai berkembang. Baik pimpinan Verenigde Oost
lndische Compagnie· maupun Pemerintah interim Inggris
semasa bertahtanya Sir Thomas Stanford Raffles tidak sempat
menghiraukan irigasi bagi pertanian.
Baru setelah Pemerintah Kolonial menghidupkan Peraturan
Tanam Paksa Cultuur stelsel (Lihat 4. 7.) dan memerlukan irigasi ·
bagi tanaman expornya, usaha perkembangan irigasi mulai
mendapat perthatian. Tanaman yang diwajibkan penanamannya
oleh rakyat bagi kepentingan Penjajah adalah antara lain teh,
kopi, nila dan tebu.
Tanaman-tanaman tersebut terakhir baru dapat diharapkan
hasilnya, bila ditanam pada tanah yang mendapat air secara
teratur.
Contoh dari pembuatan bangunan berdasarkan pertim -
bangan diatas adalah.sebuah bendung terbuat dari kerangkalkayu
diisi dengan batu kali, yang dibuat di K. Sampean (Jawa Timur)
dalam tahun 1832. Panjang bendung 45 m, tinggi 8 m, Iebar
dibawah adalah 23 m dan Iebar diatas 9 m.

5.2. Angin baru, yang ditiup oleh Revolusi Perancis

Disamping usaha Pemerintah Kolonial untuk membangun


bangunan-bangunan irigasi guna kepentingan perkebunan tebu -
nya sebagai bahan baku untuk industri gulanya, setelah Revolusi
perancis juga melanda Negeri Belanda dengan didudukinya
Negara itu oleh Pasukan Revolusioner Perancis tahun 1795, maka
terasa ada angin segar meniup dari Revolusi tersebut.

81
Sebagaimana diketahui, kaum Feodal di Perancis menjelang
akhir abad XVIII telah menindas rakyatnya sedemikian, hingga
rakyat berontak dan melawan yang berkuasa.

Semboyan Revolusi Perancis itu adalah : Liberte' , Egalite' ,


Fraternite' (Kemerdekaan, Persamaan dan Persaudaraan). Hal
itupun telah terasa semasa Pemerintahan interim dari Sir Thomas
Stanford Raffles antra tahun 1811-1816.
Alangkah besar bedanya sikap Raffles dengan Daendels, yang
berkuasa sebelumnya (tahun 1809-1811).
Raffles telah berusaha meringankan beban penderitaan rakyat
Indonesia seperti halnya Revolusi Perancis berusaha meringankan
be ban penindasan oleh Kaum Feodal di negerinya sendiri. Bahwa
usaha Raffles ternyata tidak berhasil adalah karena masalah lain.
Sayang sekali, bahwa iklim yang mulai baik itu kemudian
tertimpa oleh perintah Pemerintah Belanda kepada Komisaris
Jenderal Johannes van den Bosch, yang pada pokoknya
menghendaki, bahwa dalam waktu dekat harus dikumpulkan
dana untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran Pemerintah yang
menghadapi kesulitan keuangan disebabkan keadaan politik di
Negeri Bdanda dan perang Diponegoro yang berlarut-larut.
Uang itu tentu saja harus diperoleh dengan pemerasan
rakyat Indonesia melalui sistem Tanam Paksa ( 1830) yang
terkenal itu.
Terlepas dari itu semua, Gubernur Jenderal Rochussen
dengan suratnya tanggal 28 Oktober 1847 kepada menteri Daerah
Jajahan (Minister van Kolonien), yang berbunyi :

"Wij mogen den rijstbouw dus niet Ianger afhankelyk Iaten van
den regen, doch behooren denzelfde tebevestigen op den straks
gem elden zekeren grondslag van kunstmatige bewatering",

yang terjemahannya kurang lebih adalah :

"Kita tidak boleh membiarkan penanaman padi lebih lama lagi


tergantung kepada curah hujan, tetapi seharusnya mengusahakan
jaminan keberhasilan lebih baik dengan mengadakan irigasi".
Angin segar yang baru ini mula-mula ditanggapi dingin,
tetapi lambat laun terlihat pengurusan yang makin terarah.
Untuk menangani pembuatan irigasi baru, tentu diperlukan
pengerahan tenaga insinyur lebih banyak.
Dalam tahun 1844 hanya ada 5 orang Insinyur bekerja
pada Pemerintah Hindia Belanda.
kemudian an tara 1844 dan 1854 jumlahnya meningkat menjadi 10
orang. Pada mulanya para insinyur itu belum banyak mengetahui
ten tang tingkah laku sungai di Jawa besera intensitas curah hujan
tropis.
Berhubung dengan itu mereka tidak jarang membuat kesalahan
dalam membuat rencana bangunan irigasi.
Jumlah mereka pun masih amat terbatas, sehingga harus
mendidik tenaga-tenaga menengah, yang kemudian dapat
membantu mereka.

5.3. Pencllrian Departemen B 0 W

Usul Gubemur Jenderal Rochussen yang dengan suratnya


tangga128 Oktober 1847 kepada Pemerintah Belanda mengemu-
kakan untuk mulai memperhatikan penanaman padi oleh rakyat
temyata membuahkan hasil dalam arti, bahwa dalam tahun 1854
telah didirikan Departement der Burgelyke Openbare Werken (B.
0. W.) atau Departemen Pekerjaan Umum.
Jumlah insinyur yang tadinya hanya 10 orang, ditambah menjadi
21 orang dibantu oleh 14 orang calon-insinyur. Temyata masih
diperlukan waktu sebelum jumlah tersebut benar-benar dipenuhi.
Dalam tahun -tahun pertama di alami kesulitan dalam mengisi
formasi dengan tenaga-tenaga yang kompeten. Terpaksalah
beberapa lowongan diisi dengan tenaga-tenaga tidak berdiploma.
Kesulitan tersebut kemudian dapat diatasi setelah di Negeri
Belanda mulai ada perhatian calon-calon insinyur untuk berperan
serta dalam pembangunan Negeri ini.

83
Dengan terbentuknya Departemen B.O. W. maka berakhir-
lah sudah pengurusan bangunan-bangunan oleh orang-orang
bukan ahli, yaitu para pejabat Binnenlandsch Bestuur.
Meskipun pendirian Departemen B.OW. dapat dianggap
sebagai suatu tindakan penting dalam sejarah irigasi di Indonesia
ini. masih di perlukan waktu lama sebelum Pemerintah
benar-benar menyingsingkan lengan dalam pembangunan
bangunan-bangunan irigasi. Kegiatan yang menggembirakan
baru terlihat setelah dibentuk Bagian lrigasi (Afdeling Irrigatie)
dalam Departemen BOW itu, yaitu dalam tahun 1889.
Sebagaimana diketahui Departemen BOW tidak hanya mengu -
rusi bangunan irigasi, tetapi juga jalan-jalan dan gedung-gedung.
Pada waktu itu urusan gedung-gedung cukup sibuk dalam
membuat gudang-gudang untuk menampung setoran basil bumi
dari rakyat.
Para insinyur Belanda, yang pertama-tama datang bekerja
di Negeri ini belum dapat berbuat banyak karena kurang tenaga
dan pula belum mendapat kepercayaan berkarya nyata.
kalau diberi tugas membuat bangunan irigasi ataupun membetul
kan bangunan yang rusak, maka hasilnya ·bel urn memuaskan I-
sering menemui kegagalan.
Sebenarnya hal tersebut dapat dimengerti, karena mereka belum
mengetahui tentang keadaan didaerah tropik ini dan intensitas
curah hujannya.
Sebagaimana diketahui sebelum para insinyur datang di
Indonesia pelaksanaan bangunan-bangunan irigasi yang perlu
dibuat dipimpin oleh para pejabat-pejabat Pangreh-Praja atau
Binnenlandsch Bestuur (BB), yang mempunyai wewenang dan
kekuasaan besar. Dalam suasana demikian, pejabat-pejabat in.i
menjadi terlalu besar kepercayaan dirinya dan menganggap,
bahwa pembuatan banguna-bangunan tidak harus dipimpin oleh
Tenaga T~knik. I..agi pula mereka beranggapan, bahwa kebiasaan
mereka btkrja dengan mempergunakan tenaga rodi (kerja paksa
tanpa bayaran) amat menurunkan biaya pembangunan, tentu
saja mereka tanpa melihat kualitas dan daya guna bangunan,
yang dibuatnya.
demikianlah anggapan yang hidup pada waktu itu.

84
Akan tetapi lama kelamaan disadari pula, bahwa bila
benar-benar diinginkan tercapainya sesuatu prestasi dalam
bidang teknik irigasi, pelaksanaan bangunan-bangunan haruslah
didahului oleh pekerjaan-pekerjaan pengukuran, penyelidikan
yang luas dan perencanaan yang baik sebelum benar-benar
dimulai dengan pelaksanaannya. Untuk memenuhi keyakinan
ini maka dalam tahun 1885 telah dibentuk Brigade Irigasi
(lrrigatie - Brigade) dibawah pimpinan Ir. Heskes.
Brigade ini terdiri atas sejumlah tenaga insinyur, opzichter, juru
ukur, juru gambar dsb. dan bertugas menyelenggarakan semua
persiapan yang diperlukan untuk melaksanakan proyek irigasi
dengan membuka kantor sementara dekat lokasi bangunannya.
Pembangunan biasanya mengikuti suatu pola, yang ditentukan
oleh Direktur BOW.
Yang menjadi sasaran adalah semua tanah-tanah Pemerintah,
yang sekiranya dapat dijadikan daerah produksi padi.
Meskipun brigade irigasi dalam bentuk terpisah ini tidak
berumur panjang, sebab setelah berumur 5 tahun brigade ini
dilebur dalam Bagian
Irigasi dari Departemen BOW (Afdeling Irrigatie van bet
Departement der BOW), pembentukan brigade ini dalam
perkembangan irigasi dapat dianggap sebagai tonggak sejarah,
karena memberi bukti tentang pandangan-pandangan yang telah
berubah dah.m fikiran-fikiran para kolonialis, yaitu telah berfikir
secara teknis, bahwa pembangunan irigasi harus didahului oleh
persiapan-persiapan yang matang sebelum mulai dengan pelaksa-
naannya.
Disamping itu, mungkin sekali bahwa Belanda sempat mempela-
jari perkembangan penduduk di negeri ini sehingga berkesim -
pulan, bahwa pertanian mutlak harus ditingkatkan, kalau tidak
mau dihadapkan kepada Bala Kelaparan, seperti halnya terjadi
waktu sebelum berdirinya Departemen BOW (1848/ 1849).
Dalam kesempatan yang diberikan kepada para insinyur
tumbuhlah tenaga-tenaga yang menonjol dalam melaksanakan
tugas pembangunan itu.
Tak dapat dilupakan adalah jasa Ir. A.G. Lamminga yang
dengan tekun telah menyelenggarakan pengukuran luas di

85
daratan Utara Jawa Tengah dari Cirebon sampai Pekalongan,
yang dapat diselesaikannya dalam beberapa tahun
Kemudian diadakan penyelidikan-penyelidikan dan akhirnya
tersusunlah suatu pola cara mengairi dataran tersebut dari
berbagai sungai termasuk proyek irigasi dari K. Pemali. Irigasi
Pemali merupakan model jaringan irigasi yang mengikuti teori,
bahwa saluran-saluran membawa terpisah sama sekali dari
saluran-saluran pembuang. Daerah irigasi Pemali-Comal yang
kemudian didirikan didaerah ini tidak dapat dipisahkan dari
karya Ir. A. G. Lamming a. Grafik lengkung Pemali yang terkenal
untuk menentukan kapasitas saluran iriga~i adalah karya Ir. A. G.
Lamminga dan dipakai pertama kali didaerah Pemali dengan
hasil baik. Kemudian grafik tersebut dipakai dibanyak daerah
lain dengan atau tanpa koreksi.
Kini tidak ada insinyur irigasi yang tidak mengenal lengkung
Pemali.
Bahwa dikota Tegal dahulu didepan kantor Walikota ada
taman, yang dinamakan Lamminga-Plein (Taman Lamminga)
adalah untuk menghargai jasa-jasa beliau didaerah ini.

5.4. Pembagian dalam golongan-golongan

Jasa Ir. Lamminga adalah pula dalam gagasannya untuk


menciptakan golongan-golongan dalam daerah irigasi Pemali.
Menghadapi luas daerah irigasi yang cukup besar dan
debit sungai Pemali yang terbatas, dicarinya suatu jalan supaya
pemakaian air ditekan dan dapat mengikuti adanya debit
dalam sungai.
Untuk itu ia membagi daerah irigasi dalam 5 golongan,
yang mulainya pembagian air berbeda fase dengan selisih waktu 2
minggu.
Dengan cara begini puncak keperluan air menjadi turun dan
dapat dipenuhi oleh debit sungai seolah -olah pemakaian air
dicicil, sehingga tidak terlalu berat.
Debit maximum saluran pun menjadi turun, yang berarti pula
penurunan biaya pelaksanaannya.

86
Itulah sebabnya mengapa dikatakan, bahwa Proyek Irigasi
Pemali direncanakan dengan keahlian tinggi, yang pada zaman
itu (1898) masih amat langka. Bahwa kemudian rencana Pemali
dipakai sebagai model untuk merencanakan irigasi di lain-lain
sungai dapatlah dimengerti.

5.5. Pembentukan Irrlgatie • Afdelingen

Setelah Pemerintah Hindia-Belanda mendirikan


Departemen BOW, mulailah orang menghadapi masalah irigasi
secara lebih teknis.
Disadari, bahwa teknik membangun irigasi dan menyelenggara -
kan operasi pembagian air merupakan 2 bidang, yang tak dapat
dicampur - adukkan.
Mulailah dirasakan perlunya ada Badan-badan yang mendalami
masalah pembagian air, sebab kalau tidak, maka bangunan-
banguanan irigasi yang telah dibuat dengan biaya besar tidak
akan mungkin. diambil manfaat sebesar-besarnya.
Untuk keperluan itu dibentuklah kantor-kantor Daerah-
daerah Irigasi, yang disebut : "Irrigatie - Afdeling", yang meliputi
daerah-daerah yang masing-masing dianggap sebagai kesatuan
wilayah pengairan, yang dalam prakteknya merupakan kumpulan
daerah-daerah aliran sungai.
Wilayah-wilayah pengairan ini ternyata tidak sama dengan
wilayah administrasi Pemerintah.
Demikianlah pada tangga11 Januari 1889 dibentuk Daerah
irigasi yang pertama :
"Irrigatie-Afdeling Serayu", yang meliputi Karesidenan
Banyumas dan Bagelen dengan Kantor Pusatnya di Purworejo.
Namanya mengilruti nama sungai terbesar yang mengalir
didaerah itu.
Kemudian disusul dengan pembentukan "Irrigatie -
Afdeling Brantas" dalam tahun 1892, yang meliputi daerah
segitiga Malang - Kediri - Surabaya. Kemudian menyusul
"Irrigatie - Afdeling - Serang", meliputi daerah Semarang-Demak

87
dan Purwodadi dengan kantor Pusat di Demak. Daerahnya
rneliputi daerah-daerah aliran sungai Jragung, Tuntang, Serang,
Lusi dan Juana.
Yang menjadi Kepala Irrigatie - Afdeling adalah seorang
insinyur yang berpengalaman, dulu disebut Hoofd· - ingenieur,
yang dibantu oleh beberapa insinyur lebih muda beserta sejumlah
teknisi menengah (opzichters). Penulis sendiri pemah menjabat
opzichter didaerah irigasi "Serang" di Semarang pada tahun
1941-1942. Dibawah teknisi menengah ini di tetapkan beberapa
Mantri Irigasi atau Mantri Ulu-ulu atau Mantri Waterbeheer,
yang bertugas secara langsung mengatur pemberian air irigasi
kepada pemilik tanaman (rakyat) dan tanaman tebu. Pemelihara-
an bangunan-bangunan irigasi dikerjakan sehari-hari oleh
Mandor-mandor irigasi (Beambte Waterbeheer), yang dibantu
oleh sejumlah regu pekerja (ploegkoelies).
Opzichter dan Mantri-mantri Waterbeheer merupakan
tenaga inti dalam pelaksanaan pembagian air dan pada umumnya
mereka dapat bekerja sendiri dengan baik. Hubungan antara
Mantri W aterbeheer dengan rakyat konsumen air diselenggara -
kan oleh ulu-ulu, yang dalam pengangkatannya dipilih oleh
rakyat sendiri.
Dalam menghadapi Mantri Waterbeheer, ulu-ulu bertindak
sebagai Wakil petani pemakai air.
Personil untuk pembagian air itu sehari-hari sudah cukup sibuk
dalam melayani masyarakat dan oleh sebab itu mereka tidak lagi
dibebani oleh urusan pembagian air saluran-saluran milik desa.
Hal ini biasanya diurus oleh ulu-ulu desa.

Pembentukan Irrigatie-Afdelingen temyata berhasil dengan


memuaskan.
Air irigasi dapat dibagi dengan baik dan dimanfaatkan oleh
petani. Masing-masing irrigatie-afdeling atas kepentingan sendiri
membentuk kursus-kursus dan penataran untuk jabatan Mantri
Waterbeheer, sehingga mutunya dapat terpelihara dengan baik.

Tidaklah mengherankan, bila Pemerintah terns berusaha

88
membentuk Irrigatie-Afdelingen baru seperti "Pekalen-Sampean"
di Jawa Timur dan "Pemali-Comal" di Karesidenan Pekalongan
kemudian juga ,Cimanuk" di lndramayu.
Dalam tahun 1909 dibentuk Seksi Mediun, yang dimaksud-
kan sebagai bagian dari "Irrigatie-Afdeling Solo", yang sejak
lama telah dipertimbangkan pembentukannya. Kenyataannya
daerah Bengawan Solo tidak pernah dibentuk. Yang ada
hanyalah Proyek Bengawan Solo.

Dalam tahun 1910 Pulau Jawa telah terbagi habis oleh


Daerah-daerah irigasi atau daerah-daerah proyek yang sedang
dilaksanakan.
Proyek-proyek yang direncanakan adalah Daerah Karawang
(Citarum), daerah Ban ten dan Batavia, daerah Priangan dan
Lembah Bengawan Solo.

5. 6. Daerah irigasi Pemali

Daerah irigasi Pemali terletak tak jauh dari kota Tegal


dipantai Utara Jawa Tengah. Air.nya diperoleh dari K. Pemali
melalui Bendung tetap Notok tak jauh dari stasion Prupuk pada
jalan kereta api Cirebon-Kroya.

Irigasinya terdapat ditepi kanan-kiri K. Pemali, yang kanan


diairi oleh saluran induk Brebes dan yang kiri oleh saluran induk
Pemali, yang melintasi K. Pemali dengan sebuah talang
konstruksi kekrangka besi dinamai Talang Poncol, disertai
jembatan diatas bejana talangnya. Luas sawah yang mendapat air
adalah 31.200 Ha.
Proyek irigasi Pemali dipimpin oleh Ir. A.G. Lamminga
baik rencana maupun pelaksanaannya. Rencananya dibuat
dengan keahlian tinggi, sehingga dasar-dasarnya dapat dipakai
contoh untuk lain-lain daerah. Siapa yang tidak mengenai
Lengkung kapasitas Pemali ?

89
Tolong Ponco/

Pintu Penyadap Bendung Notok

90
Setelah diadakan penyelidikan-penyelidikan yang cukup la-
ma, proyek ini dimulai tahun 1891 dan diselesaikan tahun 1903.
Rencana sistem irigasinya bagus sekali dengan prinsip dasar
saluran pembawa dan pembuang terpisah.
Didaerah tepi kanan terdapat pabrik gula Jatibarang, sedang
didaerah tepi kiri terdapat pabrik gula Banjaratma.
Biaya pelaksanaan proyek adalah f. 2.200.000.
Kira-kira 10 %diperlukan untuk pembayaran bunga, pemelihara-
an dan penyusutan.
Sejak semula proyek irigasi Pemali terutama ditujukan
kepada penanaman padi rendengan dimusim hujan dan tebu -
palawija dimusim kemarau.
Karena terbatasnya debit musim kemarau luas tanaman
palawija hanya 18.000 Ha (57% dari arealnya) sedang 12.000 Ha
tak ditanami.

Selama zaman penjajahan belum ada usaha yang penting


kearah penambahan debit rrusim kemarau untuk tanaman
rakyat, kecuali pembuatan waduk Penjalin sekitar tahun 1932,
yang dimaksudkan untuk memperluas areal penanaman tebu.
Debit yang dapat dihasilkan waduk Penjalin memang tak
seberapa, yaitu 1 m3 /det selama 3 bulan musim kemarau
terus-menerus. Jumlahnya tak seberapa tetapi ini sudah
menunjukkan betapa besar arti air irigasi dimusim kemarau bagi
daerah ini.

Pengaruh waduk Penjalin bagi hidrologi daerah aliran K.


Pemali adalah minim sekali. Luas daerah aliran adalah- 1200
km2,sedang luas daerah aliran waduk hanya 4 km2c:tan terletak
diawal sungai dekat mata aimya.
Waduk ini didukung pengisiannya oleh ketinggian curah hujan
dari lereng Slamet disebelah Barat.
kembali kepada jaringan irigasi Pemali. Bendung Notok
berfungsi dengan baik, saluran induk digali sebagai saluran garis
tinggi (kontur) ditepi kanan sungai lurus mengarah ke Utara
sejajar dengan jalan kereta api Prupuk-Cirebon.

91
Sallnduk Pemali

Didesa Songgom - 12 km dari Notok dibuat Bangunan


Bagi utama, yang membagi air ke 2 buah saluran induk, yaitu
saluran induk Brebes untuk daerah tepi kanan.
Dibangunan inipun diadakan beberapa pintu pengambilan nntuk
mengairi beberapa petak tersier di Songgom itu.
Di Songgom pulalah terdapat Kantor Seksi beserta rumah
Kepala Seksi, yang bertanggung-jawab atas pembagian air daerah
irigasi seluas 31.200 Ha.
Dalam saluran induk yang belum terbagi antara Notok dan
Songgom, terdapat beberapa bangunan pembersih, yang dapat
melepaskan endapan lumpur yang terlanjur memasuki saluran
induk, kembali ke K. Pemali.
Bangunan-bangunan pembersih ini ternyata kurang baik fungsi-
nya mungkin karena arah arus pembersih direncanakan tegak
lurus pada arah arus saluran induk.
Karena endapan lumpur sudah cukup banyak sampai menggang-
gu pengaliran debit irigasi, maka sekitar tahun 1963 di perlukan
pengoperasian kapal keruk untuk pembersih lumpur itu.

92
Bendung Notok, sewaktu masih baru beroperasi, debit
musim kemaraunya masih cukup untuk mengairi palawija 18.000
ha.
Telah lama diobservasikan, bahwa debit ini makin berkurang
seperti halnya lain-lain sungai di Pulau Jawa.

5. 6.1. Pembagian air di daerah Pemali

Daerah Pemali merupakan daerah datar dan karenanya


Perencana di daerah ini harus hemat dalam mempergunakan
tekanan air. Alat pengukur debit Cipoletti misalnya, tak cocok
bagi bagian-bagian daerah yang tanahnya datar.
Oleh sebab itu bangunan pengambilan air di persatukan
dengan alat ukur tipe Venturi dengan tekanan air terbatas.
Kemudian tenyata, bahwa alat ukur ini kurang memenuhi syarat
karena menurut kenyataan, banyak lubangnya tersumbat
endapan lupur, sehingga tidak lagi dapat mengukur debit deagan
baik. ·Yang menambah kecepatan pengendapan lumpur adalah
fakta kadar lumpur K. Pemali, yang terutama dimusim hujan
cukup tinggi, sehingga airnya terlihat keruh.
Daerah Pemali dilengkapi dengan waduk-waduk lapangan
(veldwaduks) untuk meniadakan aturan pemberian air siang dan
malam. Di daerah ini kebanyakan terdapat waduk-waduk
lapangan sekonder, yang artinya bahwa waduk-waduk ini
melayani satu petak sekonder yang terdiri atas beberapa petak
tersier.
Kita masih ingat, bahwa dalam garis lengkung Pemali
(Lengkung kapasitas Pemali), debit max saluran dikurangi 25 %
karena justru dianggap bahwa I4 dari areal irigasinya ditanami
tebu, yang dimusim hujan tidak diberi air menurut Peraturan
Pemali (cukup dengan air hujan).
Pengalaman dalam exploitasi waduk-waduk sekonder di
daerah Pemali adalah bahwa air tambahan dari waduk datangnya
di sawah agak lam bat, karena harus menempuh perjalanan cukup
jauh. Hal ini di bandingkan dengan waduk tersier, yang aimya

93
secara langsung sudah sampai di sawah-sawah yang harus
dilayani.
Sebagaimana diketahui, setelah melalui banyak perdebatan
dalam volksraad (Dewan Rakyat) dan polemik di majalah "De
waterstaats Ingenieur", pembuatan waduk lapangan tidak
dilanjutkan dalam daerah-daerah yang belum punya waduk-
waduk lapangan, karena keuntungan yang diharapkan dari
exploitasi waduk lapangan temyata kurang meyakinkan. Terpak-
salah aturan Pemberian air Siang dan Malam tetap dipertahan-
kan.

5.6.2. Peningkatan debit musim kemarau

Sistem irigasi Pemali, yang dibangun untuk menjamin


berhasilnya padi rendengan telah berfungsi sejak tahun 1903
hingga kini, jadi lebih dari 80 tahun.
Sebenarnya fungsinya masih dapat ditingkatkan andaikata
kita berhasil menambah debitnya dimusim kemarau.
Pada tahun 1930-1933 telah dibuat waduk Penjalin
dipengujung udik K. Pemali dekat station kereta Api Petuguran,
dimana anak sungai K. Pemali telah dibendung dengan
bendungan tanah.
Waduk Penjalin ini berkapasitas 9,5 juta m3 ber daerah aliran
kecil, hanya 4,4 km2,tetapi pengisian waduk didukung oleh curah
hujan, yang cukup · tinggi. Kemampuan waduk ini adalah
memberi tambahan debit musim kemarau sebesar 1 m3 /det
selama 3 bulan berturut-turut. Sedianya pabrik-pabrik Gula ·yang
berkepentingan memberi iuran dalam biaya pembuatannya,
tetapi .karena industri gula menghadapi krisis (Malaise), maka
iuran batal diberikan dan batal pula izin perluasan tanaman tebu
diberikan. Bahwa orang untuk memperoleh tambahan debit
1m3 /det berani mengeluarkan biaya konstruksi sebuah waduk,
sudah memberi bukti bahwa air musim kemarau didaerah ini
amat dirasakan nilainya.

94
5.7. Pembagian dan Pemberian Air.

Setelah suatu sistem irigasi selesai konstruksinya, maka


exploitasi irigasi mulai dijalankan, Exploitasi irigasi merupakan
pekerjaan rutin dan karena itu harus dikerjakan oleh suatu
organisasi tetap. Ini berbeda dengan organisasi yang melaksana-
kan konstruksinya, yang dibubarkan setelah proyek irigasinya
dianggap selesai.
Pekerjaan exploitasi irigasi termasuk apa yang telah
diformulir dalam definisi irigasi sendiri, yaitu : Mengalirkan air
dari sesuatu sumber kedalam suatu jaringan saluran membagi
air kepetak-petak sawah untuk kepentingan pertanian, kemu-
dian menyalurkan air yang telah diambil manfaatnya itu ke
saluran-saluran pembuang terus ke laut.
Yang pertama kita bicarakan adalah Pembagian air.
Dalam pekerjaan ini temasuk meniasukkan air dari sumbernya
ke saluran induk, dan saluran sekunder masing-masing dengan
debit yang diperhitungkan menurut luas dan keadaan tanaman.
Menurut definisi ini pembagian air berhenti pada bangunan
pengambilan tersier. Mulai dari bangunan pengambilan tersier
dihilir alat ukur debit pekerjaannya dinamakan pemberian air.
Pembagian air adalah tugas kewajiban Pegawai Dinas Irigasi,
sedang Pemberian air tug as ke wajiban konsumen air sendiri,
yaitu Petani.
Supaya Pembagian air dapat dilaksanakan dengan cermat,
maka semua bangunan pembagian dilengkapi dengan alat ukur
debit, termasuk awal saluran terster sebagai titik akhir usaha
pembagian air.
Pembagian dan Pemberian air merupakan bagian teramat
penting bagi suatu daerah pengairan, karena dari ketrampilan
dalam pekerjaan inilah dapat dicapai hasil pertanian yang
optimal.
Pembagian air yang cermat tentu juga membantu dalam
pemakaian air yang hemat.
Pembagian yang boros tidak mendidik kepada Petani untuk biasa
menghemat air.

95
5. 7. 1. Aparatur Dinas lrigasi

Dalam 5.5 telah diuraikan, bahwa untuk pembagian air ini


telah dibentuk Badan-badan, yang selanjutnya mengurus
pembagian air, yang disebut "Waterstaats afdelingen".
Petugas-petugas yang menangani langsung adalah : Mantri
Water beheer dan Beambte waterbeheer, diawasi oleh Sectie
Opzichter. Dalam Pembagian air Sectie Opzichter memberi
perintah langsung kepada B?ambte waterbeheer yang berkewaji-
ban membuka!lnenutup pintu air pada bangunan-bangunan,
dalam hal ini ~ibantu oleh Penjaga Pintu.
Dalam Pemberian air Kepalanya adalah Mantri
waterbeheer, yang dibantu oleh sejumlah ulu-ulu sebagai
wakil-wakil petani konsumen air, yang memang dipilih dari dan
oleh petani sendiri.

5. 7.2. Pemeliharaan Saluran-saluran induk dan sekunder

Pemeliharaan Bangunan dan saluran-saluran induk dan


sekunder adalah tugas kewajiban Pegawai Dinas Irigasi (Dinas
Pekerjaan Umum Propinsi) dibawah pengawasan Kepala Seksi,
yang membawahi Mantri-Mantri Waterbeheer, Beambte-
Beambte Waterbeheer dibantu oleh Kuli Patok !Kuli Anjir a tau
lain nama, yang pada pokoknya regu-regu pekerja, yang
sehari-hari bertugas memelihara saluran.
Bila saluran yang harus dipelihara panjang maka saluran
itu dibagi-bagi dalam bagian-bagian yang berbatas patok-patok
dengan disebut harinya, dimana regu pekerja itu pada suatu hari
tertentu harus bekerja. Karena Beambte W aterbeheer tentu
mengetahui, dimana pekerja-pekerjanya pada hari itu bekerja,
maka ia dengan mudah dapat mengontrolnya dan tak mungkin
terjadi kucing-kucingan antara regu pekerja dan pengawasnya.
Kalau terjadi kerusakan pada saluran, sehingga pekerjaannya
diperkirakan tidak dapat diselesaikan dalam satu hari oleh regu

96
pekerja, maka Mandor Waterbeheer diberi wewenang menambah
orangnya, asal dia segera lapor ke atasan dan mendapat
persetujuan.
Pemeliharaan Bangunan beserta tempat disekelilingnya
dikerjakan oleh Penjaga Pintu, yang rumahnya juga dilokasi
bangunan. Rumah Penjaga Pintu biasanya dilengkapi dengan
pesawat teleponnya, supaya instruksi-instruksi dapat cepat
sampai, misalnya untuk membuka pintu air dsb. Pesawat
teleponnya biasanya merupakan jaringan sendiri, tidak tersam-
bung dengan jaringan Perum Telkom.

5. 7. 3. Pemeliharaan Saluran-Saluran Tersier

Pada waktu Pemerintah menyelenggarakan proyek irigasi,


para petani di desa diberitahu oleh orang-orang irigasi, di
tempat-tempat mana akan dibangun pengambilan air menuju
petak-petak tersier.
Dari titik-titik itu orang proyek membantu mematoki dan
waterpas saluran tersier, yang akan digali oleh rakyat sendiri.
Ya, petani sendirilah yang harus menggali saluran tersier,
supaya dia mempunyai rasa memiliki salurannya. Dengan
demikian dia akan merasa tidak lebih dari suatu kewajiban untuk
memeliharanya selanjutnya.
Tanah untuk dibuat saluran tersier tidak perlu diberi
penggantian uang sebab petani membuat saluran diatas tanah
sendiri ! Petani pun tidak diberi upah, tetapi mengerjakannya
secara gotong-royong. Tentu saja yang sawahnya luas mendapat
kewajiban lebih besar. Itulah tata cara kerja, yang berjalan sejak
dulu.
Kalau kemudian oleh siapapun dan dengan alasan apapun
diputuskan bahwa penggalian saluran tersier dikerjakan oleh
proyek, sebenarnya ini merupakan penyimpangan dan tidak
membantu otoaktivitas rakyat, seharusnya proyek hanya memberi
petunjuk teknis tentang ukuran dan ketinggian saluran.

97
Hal ini berupa pemasangan profil-profil dan pengukuran
waterpas yang begitu penting bagi saluran irigasi.
Menurut peraturan, saluran tersier harus di "overhaul" -
(pemeliharaan berat) 2 X dalam setahun yaitu :
1) Menjelang awal musim tanam rendengan, dan
2) menjelang awal musim tanam tanaman kemarau.
Pemeliharaan saluran tersier dikerjakan oleh petani sendiri,
dalam hal ini ulu-ulu pembagian bertindak sebagai foreman yang
memimpin langsung. Hasil pekerjaan dinilai oleh Mantri
Waterbeheer, yang berwenang untuk _menerima atau menolak
hasil pekerjaan itu. Untuk diketahui kehilangan air dalam
saluran yang kurang terpelihara adalah besar sekali, sehingga
pemeliharaan yang cermat menjadi teramat penting bagi
pemakaian air yang tertib.
Bagian saluran tersier sampai SO m dihilir alat ukur debit
biasanya dipelihara baik oleh petugas-petugas irigasi (profil
beserta kebersihannya) dengan maksud untuk dijadikan contoh
bagi pekerjaan pemeliharaan di hilir bagian tersebut oleh
Petani. Peraturan mengatakan, bahwa air tidak dialirkan
kesebuah saluran, yang pemeliharaannya belum dipandang baik
oleh Mantri Waterbeheer.

5. 7.4. Pemeliharaan Saluran Desa

Sebagaiman diketahui banyak desa-desa didaerah pegu -


nungan mempunyai irigasi sendiri, lengkap dengan bendung
dan saluran-salurannya. Sebenarnya Mantri Waterbeheer tidak
banyak campur tangan dalam hal pemeliharaan sistem irigasi
desa ini. Hanya saja kalau irigasi desa ini akan dibuat
sedemikian, hingga akan merugikan kepentingan lebih luas,
maka dinas Pekerjaan Umum Propinsi haruslah campur tangan.
T etapi pada umumnya pengairan desa merupakan otonom
desa sendiri, dimana Kepala Desa mempunyai wewen11ng untuk
mengelolanya. Dalam hal ini ia dibantu oleh seorang Pamong
Desa, yang disebut ulu-ulu desa.

l) i-1
Bedanya ulu-ulu desa dengan ulu-ulu pembagian yang
disebut dalam 5.7.3. adalah, bahwa ulu-ulu desa merupakan
anggota Pamong Desa, jadi tunduk kepada Kebijaksanaan Kepala
Desa, sedang Ulu-ulu pembagian bukan Pamong Desa Jan hanya
tunduk kepada Mantri Waterbeheer.

5.7.5. Bangunan-bangunan dalam saluran desa tenier.

Berdasarkan prinsip, bahwa pemberian air adalan tugas desa


sendiri, maka bangunan-bangunan yang perlu dibuat dalam
saluran tersier, adalah tanggung jawab desa pula. Penulis sendiri
dalam tahun 1935 telah membuat banyak bak pemberi air di
saluran-saluran tersier di daerah Kumisik, dan Gu.ag. Dananya
berasal dari Desa-desa sendiri, yang berkepentingan dalam
pemberian air. Bangunannya bersifat sederhana, karena me-
mang berukuran kecil dan lebih kena kalau h~nya merupakan
bak (box) saja dengan lobang-lobang, yang dapat ditutup
dengan pintu terbuat dari papan kayu jati diperlengkapi dengan
pegangan dari besi.
Pegangan ini dapat diberi tempat untuk dipasang gembok untuk
dikunci bila perlu.
Kita semua mengetahui . bahwa kehilangan air sering terjadi
pada saluran tersier yang kurang terpelihar.1. Selanjutnya
saluran-saluran tersier yang berada dalam timbun~~ (ophoging)
pun sering merupakan :;umber kebocoranJkehilangan air. Untuk
mengamankan pembt:Il..tll o.11r pihak desa kalau dihim.:...au sering
juga bersedia melapisi d..tsar Jan serongan salura'l :.:r·~ier dengan
lapisan beton tak bertulang setebal 6 em. Bila saluran tersebut
menyangkut kepentingan penanaman tel•u, pabrik gula pun
biasanya bersedia membiayai.

Pada umum ,, , J ~b., .. ~cmbtiat:tr ataupun pemelihara:m


bangunan tersier, yang melampaui kemampuan teknis dan
keuangan desa dapat pula dibebaukan k.epada Dinas Pekerja~w
Umum, as31 \Jntuk itu diberikan penjalasar: p.n5 masuk ~ka!.
S. 7. 6. Pemberian Air

Sudah diuraikan, bahwa pemberian air dalam petak tersier


adalah tugas kewajiban desa sendiri c!q. petani-petani yang
bersangkutan. Sebelum ·ada Peraturan Ulu-ulu Pembagian, tiada
bedanya dengan saluran desa, ulu-ulu desa mengurus pemberian
air dalam petak tersier. Karena ia berstatus anggota Pamong
Desa, barang tentu ia tunduk kepada Kepala Desa. Padahal
urusan pemberian air masih ada kaitan yang lebih luas, yaitu
harus senada dengan aturan Pembagian air untuk daerah yang
jauh melampaui batas-batas desa, hal mana hanya diketahui
oleh Mantri Waterbeheer, karena memang tugasnya.
Dengan demikian apa yang dikerjakan oleh ulu-ulu desa atas
perintah Kepala Desa, mungkin sekali menjadi sumbang,
sedikitnya tidak lagi tepat guna, sehingga dapat merupakan
pemborosan. Hendaknya juga diingat, bahwa dalam pemberian
air itu harus pula diperhatikan pemberian air kepada tanaman
tebu, yang menuntut diusahakannya kecermatan.
Berhubung. dengan itu semua, dirasakan perlu, bahwa
ulu-ulu sebagai petugas paling bawah dalam usaha pemberian air
ditempatkan dibawah perintah Mantri Waterbeheer.
Tentu saja perlu dicari jalan dengan cara bagaimana pengalih-
an wewenang ini sebaiknya dilaksanakan.
Tentu saja oleh Kepala Desa, pengalihan tugas Pamong Desa
ketangan Dinas Pekerjaan Umum dirasakan sebagai pengurang-
an kekuasaan Kepala Desa.
Menurut cara kerja yang berlaku, seorang ulu-ulu (desa)
tanpa pemberitahuan lebih dulu dapat diganti oleh orang lain
dengan alasan yang tidak jelas. Lain dari pada itu ulu-ulu desa
sering diberi tugas, yang sebenarnya tak ada hubungannya
dengan pemberian air.

S. 7. 7. Peraturan ulu • ulu pembagian

Dalam tahun 1900telah diadakan perubahan dalam daerah


Pemali-Comal atau Karesidenan Pekalongan, dimana ulu-ulu

100
tidak lagi merupakan Pamong desa, melainkan seseorang, yang
dipilih oleh Petani yang bersangkutan dalam petak tersier.
Ditegaskan, bahwa Ulu-ulu pembagian tunduk kepada perintah
Mantri waterbeheer dan mendapat gaji dari iuran petani yang
bersangkutan dalam bentuk natura (gabah) atau uang. Pemah
dicoba juga dengan memberikan tanah bengkok kepada ulu-ulu
pembagian.
Pemilihan ulu-ulu pembagian dilaksanakan seperti orang
memilih Kepala Desa ; bebas dan rahasia.
Untuk menjaga supaya ulu-ulu pembagian berkedudukan
lebih tetap, maka sejak 1903 setelah selesai dipilih, namanya
tercatat dalam suatu register yang diketahui oleh Insinyur-Seksi,
yang kemudian disampaikan kepada Bupati, yang akan
mengesahkannya dengan Surat Keputusan.
Dalam penyempumaan peraturan ulu-ulu kemudian dalam
tahun 1905 ditetapkan sangsi sangsi bagi petani yang lalai dalam
melaksanakan tugas pemeliharaan saluran.
Peraturan baru dalam tahun 1907 menentukan, bahwa
ulu-ulu pembagian dibebaskan dari hubungannya dengan
Pamong Desa.
Dengan demikian, untuk pertama kali terjadi pengalihan
wewenang ursan saluran tersier dari Pamong Desa kepada Di nas
Irigasi (Pek'!rjaan Umum). Peraturan juga menetapkan dalam
satu petak tersier hanya ditentukan seorang ulu-ulu.
Dalam tahun 1933 iuran yang diberikan petani untuk
penggajian ulu-ulu pembagian adalah f 0,80 setiap bahu ( 0, 71
ha).
Ulu-ulu pembagian bukanlah pegawai Dinas Irigasi. Dana
untuk penggajiannya tidaklah berasal dari Kas Negara, tetapi
terkumpul dari Dana Ulu-ulu yang diberikan oleh masing-masing
petani.

Mantri Waterbeheer mengadakan rapat mingguan dengan


para ulu-ulu pembagian untuk menentukan daftar tanaman yang
telah terjadi dan yang akan datang. Atas dasar daftar tersebut
nanti debit air ke masing-masing saluran dapat ditentukan. Pada

101
kesempatan itu Mantri Waterbeheer juga mengunjungi Kepa!a
Desa sekalian memungut dana ulu-ulu untuk disetorkan kepada
Opzichter, Kepala Seksi.
Pada tiap-tiap tanggal 1 Ulu-ulu pem.bagian dari seluruh
wilayah Kepala Seksi Pengairan, berkurr.pul di Kantor Seksi
bersaman semua pegawai dari Dinas Irigasi untuk menerima
gajinya. Para Ulu-ulu pembagian mengenakan topi khusus
semacam topi seragam dan pakai jas berwarna hitam. Mereka
merasa satu dengan pegawai Dinas Irigasi dan karenanya tidak
merasa ragu hila mendapat perintah dari Mantri Waterbeheer.
Untuk keperluan mengadakan rapat-rapat ulu-ulu denr.an
pimpinan Mantri Waterbeheer tersebar di daerah telah dibuat
los-los dilapangan, cukup luas untuk berapat.
Dalam rapat itulah terkumpul data untuk operasi irigasi untuk
minggu yang baru lalu dan minggu yang akan datang. Ulu-ulu
sebagai wakil petani wajib menghadiri rapat.
Rapat-rapat semacam ini dapat pula dimanfaatkan oleh Petugas
Pertanian Lapangan untuk memberikan penyuluhannya dalam
memberikan pupuk atau memberantas hama.

5. 7. 8 Kebutuhan air tanaman padi

Menurut penyelidikan, yang telah diadakan didaerah


Demak, maka kebutuhan air padi genjah ( = umur pendek)
disawah untuk tiap-tiap ha sebagai berikut :
2 minggu pembasahan dan pembajakan 2,52 I (liter)/ha/dt.
5 minggu pengolahan dan pembibitan 0,31 I (liter)/ha/det.
I minggu penanaman 1,031 (liter)/ha/det.
3 minggu pemberian air penuh 1,55 I (liter)/ha/det.
2 minggu 80% dari pemberian air penuh 1,24 I (liter)/ha/det.
2 minggu 6CYi~ dari pemberian air penuh 0,93 I (liter)/ha/det.
2 minggu 40% dari pemberian air penuh 0,62 I (liter)/ha/det.
2 minggu 20% dari pemberian air penuh 0,31 1 (liter)/ha/det.
2 minggu tak diberi air 0 I (liter)/ha/det.

19 minggu.

10::!
Untuk padi dalam ( = umur panjang) di daerah yang sama
(perak) berlaku angka-angka sebagai berikut :
2 minggu pembasahan dan pembajakan 2,52 I (liter)/ha/det.
5 minggu pengoiahan dan pembibitan 0,3I I (liter)/ha/det.
I minggu penanaman 0,78 I (liter)/ha/det.
2 minggu 90% pem berian air penuh I, I6 I (liter)/ha/det.
2 minggu pemberian air penuh I,29I (liter)/ha/det.
2 minggu 80% dari pemberian air penuh I ,03 l (liter)/ha/det.
4 minggu 60% dari pemberian air penuh 0, 78 I (liter)/ha/det.
3 minggu 40% dari pemberian air penuh 0,52 I (liter)/ha/det.
3 minggu 20% dari pem berian air penuh 0,26 I (liter)/ha/det.
2 minggu tak diberi air 0 I (liter)/ha/det.
26 minggu.

Pemberian air penuh bagi padi genjah adalah 1,55 1 Ala/det


sedang untuk padi dalam 1,29 1 Ala/det.
Petani lebih menghargai padi dalam, yang rasanya lebih enak,
tetapi dalam _ zaman usaha peningkatan produksi pangan
Pemerintah ptenganjurkan penanaman padi genjah, yang telah
diseleksi. Rasanyapun karena tidak kalah, tetapi dengan panca
usaha produksinya sangat meningkat.

Angka-angka tersebut diatas berlaku didaerah Demak,


yang tanahnya datar, padat dan pecah-pecah waktu kekeringan.
Bagi daerah-daerah lain berlaku angka lain. Biasanya angka-
angka untuk Demak hanya dipakai sebagai hahan pembanding-
an. Angka yang tinggi untuk pembasahan dan pembajakan
disebabkan tanah-tanah pecah pacta akhir musim kemarau dan
tanah memerlukan banyak air untuk menciptakan tanah basah.
Yangjadi bahan pernh:mdingan adalah angka "pemberian
air penuh", yaitu saat dimana tanaman padi memerlukan air
maximum untuk masa tumbuh.
Demikianlah menurut penyelidikan dicapai angka-angka
pemberian air penuh (waterstaats lngenieur 1931 No. 21).

103
di Surakarta 1,40 liter/ha/det
di daerah Cacaban, Rambut, Comal 1, 76 l (liter)/ha/det.
di Lampung (padi dalam) 1,13 l (liter)/ha/det.
di daerah Demak 1,55 l (liter)/ha/det.
di daerah Banyumas 1, 77 l (liter)/ha/det.
di daerah Jember (Petung) 2,00 l (liter)/ha/det.
di daerah Pekalen (Peteguan) 2,141 (liter)/ha/det.
di daerah Peka1ongan 2,43 l (liter)/ha/det.
di daerah Sampean/Kedung Bar.teng 2,86 I (liter)/ha/det.

Angka-angka yang dipergunakan biasanya masih terpengaruh


ofeh keadaan apakah kita harus menghemat atau tidak.
Angka-angka kebutuhan air per ha ini dapat dipakai untuk
menghitung pengumpulan air dalam sebuah waduk.
Angka-angka pemberian untuk pembibitan seharusnya hanyalah
1110 x angka pemberian kepada tanaman, karena luas
pembibitan umumnya 111.0 x luas penanaman.
Pada pereiJcanaan proyek-proyek irigasi baru sering
dipergunakan pula cara-cara baru dalam menentukan kebutuhan
air.

5. 8. Proyek Irigasi Bengawan • Solo yang gagal.

Sebagaimana pemah dikemukakan, upaya 1ngasi, yang


sebenamya merupakan pra sarana amat penting bagi pertanian,
di Negeri ini sudah lebih dulu berkembang dari pada pertanian itu
sendiri.
Kalau mulainya irigasi disini dianggap bersamaan dengan
terbentuknya Burgerlyke Openbare Werken dalam tahu.n 1854,
maka Departement van Landbouw baru dibentuk setengah abad
kemudian, yaitu tahun 1905.
Menjelang akhir abad ke 19 perhatian Pemerintah untuk
pembangunan irigasi sudah cukup hangat dan memang sudah
banyak proyek-proyek irigasi selesai dan dimanfaatkan bagi
pertanian.

104
Transportasi Penyebrangan sungai-sungai Bengawan Solo mosih berjalan sampai
sekmang.

Namun dalam kesibukan itu telah terjadi hal yang kurang


menguntungkan bagi daerah lembah Bengawan Solo.
Dalarr. tahun 1893 Pemerintah telah menyetujui untuk
melaksanakan Proyek irigasi bengawan Solo sampai sejumlah 19
juta gulden. Namun gambar-gambar rencana yang berangsur
masuk dan diperiksa oleh Departement BOW menunjukkan,
bahwa jumlah yang diperlukan akan jauh melampau angka
tersebut.
Proyek ini ditujukan untuk memberi irigasi kepada dataran
lembah bengawan Solo seluas 100.000 Ha dengan penyadapan air
dari Bengawan Solo dekat Cepu.
Setelah sejumlah 18 juta gulden diotorisasi, pekerjaan
dihentikan sementara untuk diperiksa kembali oleh ahli-ahli
irigasi di Negeri ini. Kemudian dibentuk Panitya, yang
dinamakan :"Solo Vallei Commissie". yang bertugas mengada-
kan verifikasi dari pekerjaan yang akan dikerjakan.

105
Panitya ini setelah mengadakan penelitian, menghasilkan sebuah
laporan tebal dan terperinci, yang menyimpulkan jumlah biaya
akan menjadi 38 juta gulden, diantaranya 27,5 juta gulden untuk
bangunan irigasi dan 10,5 juta gulden untuk perbaikan
pembuangan air.
Meskipun sebelumnya telah dikeluarkan biaya yang cukup besar
Panitya mengharapkan keuntungan-keuntungan besar hila
proyek dilaksanakan, maka akhimya memberi saran supaya
Proyek raksasa irigasi Bengawan Solo dilanjutkan.
Akan tetapi Ir. J.E. de Meyier Direktur BOW yang juga
anggota PanitJa tidak dapat menyetujui saran tersebut,
sebaliknya memberi pertimbangan untuk menghentikan kegiatan
pada proyek tersebut. Pemerintah akhimya menyetujui peng·
hentian proyek irigasi Bengawan Solo.
Meskipun demikian, Pemerintah telah memerintahkan untuk
mengadakan penyelidikan-penyelidikan lebih lanjut supaya
kemungkinan untuk melanjutkannya masih terbuka.Akan tetapi
pnyelidikan-penyelidikan ini dalam tahun 1905 telah mengarah
kepada pembatalan pasti pekerjaan tersebut.
Meskipun kemudian beberapa kali ada desakan-desakan
untuk melanjutkan proyek irigasi Bengawan Solo, dan sehubung-
an dengan itu dalam tahun·tahun berikut masih diadakan banyak
penyelidikan-penyelidikan terutama dalam bidang pertanian.
namun penyelidikan-penyelidikan itu tidak mampu membuka
pandangan baru kearah yang positif.
Setelah diadakan laporan yang luas oleh insinyur kepala
(Hoofd-Ingenieur) D.C. W. Snell akhimya dalam tahun 1929 telah
diusulkan oleh Direktur BOW untuk membatalkan proyek irigasi
Bengawan Solo dalam bentuk semula dan membatasi diri pada
perbaikan irigasi beberapa bagian dari lembah Bengawan Solo
dengan pembuatan waduk-waduk besar. Hal ini disetujui oleh
Pemerintah. Waduk pertama yang dibuat adalah waduk
Prijetan.
Dalam menilai proyek irigasi Bengawan Solo dapatlah
dikemukakan beberapa kenyataan. Sebenamya semua fihak
menyetujui pelaksanaan Proyek irigasi Bengawan Solo.

106
Pejahat-Pejabat Binnelandsch Bestuur beserta Inspecteur der
cultures mengharapkan keuntungan-keuntungan besar setelah
pelaksanaan proyek.
Disamping usaha perbaikan irigasi, pengeringan daerah rawa-
rawa Bengawanjero yang luas dan ancaman endapan lumpur alur
pelayaran ke Surabaya oleh muara Bengawan Solo. Dalam
rencana terdapat pemindahan muara Bengawan Solo kearah
Utara.

Waduk dan intake Prijetan

Sekali mendapat otorisasi, rencana pembuangan air ini


segera dilaksanakan dengan baik. Proyek ini sama sekali bukan
pemborosan, Panitya Lembah Bengawan SoJo dalam laporanny~
tak pemah meragukannya.
Suatu kesalahan besar terjadi pada pembuatan rancangan biaya
pertama kali sebesar 19 juta gulden.
Sebenamya rancangan biaya yang kemudian dibuat lebih
teliti dan ditutup dengan angka 38 juta gulden masih berarti
pengeluaran sekitar 250 gulden setiap Ha, tidak perlu dianggap
terlalu mahal dibandingkan dengan apa yang telah terlaksana
dilain·lain tempat, hila akan dicapai irigasi yang baik pada tanah
yang subur.

107
Kurangnya penghargaan atas proyek ini adalah penilaian
atas tanah daerah ini, yang dikatakan tidak cocok untuk ditanami
dimusim hujan dan tidak dapat ditanami tebu berdasarkan
laporan dari -pihak Pertanian. penilaian ini diberikan sewaktu
pengetahuan ten tang ilmu tanah masih terbelakang mungkin pula
karena masih ada ancaman banjir. Sebagaimana diketahui
Departemen van Landbouw baru saja didirikan dalam tahun
1905.
Bagi banyak insinyur irigasi berbangsa belanda, peristiwa
gagalnya Proyek irigasi Bengawan Solo merupakan hal yang amat
menyesalkan.

5. 9. Perkembangan irigasi lebih dulu dari pada pertanian

Sudah disinggung dalam 5. 7, bahwa bila awal perkernbang-


an irigasi di Negeri ini dianggap bersamaan dengan terbentuknya
Departemen BOW (Pekerjaan Umum) dalam tahun 1854, maka
Departement van Landbouw (Pertanian) baru berdiri setengah
abad kemudian, tahun 1905.
Kalau diingat, bahwa irigasi adalah sarana (sekalipun amat
penting) bagi pertanian, maka fakta sejarah diatas mau tak mau
mengundang pertanyaan.
Kami ingin mencoba menjawabnya dengan uraian dibawah
ini :
1. Tanaman padi-sawah, yang di Indonesia merupakan tanam-
an yang dominan dan lazim menjadi dasar upaya irigasi di
Indonesia, diusahakan oleh rakyat sendiri untuk konsumsi
dalam negeri, jadi bukan merupakan komoditi, dimana
pihak kolonialis dapat memperoleh keuntungan besar.
Setelah perdagangan rempah-rempah tidak lagi merupakan
tambang emas, karena lain-lain negara telah berusaha dan
berhasil menanam rempah-rempah juga, maka obyek orang
Belanda beralih ke tanaman tebu, yang dijadikan sumber
keuntungannya.

108
2. Tanaman padi karena itu tidak dijadikan obyek penelitian
oleh Ahli-ahli Belanda, karena tidak merasa langsung
berkepentingan.
Kita melihat misalnya, bahwa tanaman padi baru setelah
Perang Dunia II menjadi obyek penelitian, karena pihak
Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Badan pangan dan
pertaniannya(F.A.O.) menganggap telah datang waktunya
untuk menaruh perhatia"n terhadap tanaman padi, yang
nyatanya dikonsumsi oleh lebih dari separuh penduduk
dunia.
Revolusi Hijau (The Green Revolution) dengan diketemukan-
nya pupuk buatan, obat-obat anti hama dan sebagainya
telah memperkenalkan obat-obat tersebut kepada petani
Indonesia, sedang basil seleksi di Pusat Penelitian Padi
(IRRI)telah menganjurkan penanaman bibit unggul dan pula
jenis-jenis padi VUTW (Varietas Unggul Tahan Wereng).
Jelaslah bahwa Pertanian baru berkembang pesat setelah
Perang Dunia II.
3. Untuk menunjang penanaman tebunya di Indonesia Belanda
telah mendirikan Stasion-stasion Percobaan Tebu
(Proetstations) dan stasion-stasion Percobaan itu telah
menghasilkan :
a. Bibit unggul yang memberikan bibit yang banyak
dan kadar gula yang tinggi.
b. Pemberian dosis pemupukan buatan yang optimum.
c. Penentuan saat penebangan dengan kadar gula yang
tinggi dan sebagainya.
Dalam bidang irigasi terlihat perkembangan yang lain.
Para insinyur Belanda pada zaman mulai berkembangnya
industri gula, berkesempatan membuat rencana banyak
bangunan irigasi, terdorong oleh keperluan perbaikan irigasi
pada umumnya demi menunjang penanaman tebu yang
cukup aman.
Dalam hal ini pabrik-pabrik gula tidak sedikit memberikan
biayanya, karena mereka pun memperoleh banyak laba
dalam perdagangan gula.

109
Sekalipun dikatakan, bahwa para insinyur yang datang
pertama eli Indonesia membuat banyak kesalahan perencana-
an, secara tekun mereka dapat memperbaiki diri dengan
berbagai cara.
Suatu cara yang ampuh adalah usaha menerbitkan Majalah
Bulanan, yang dinamakan "De Waterstaats Ingenieur",
majalah b\llanan itu secara tekun di kelolanya, pengalaman
pengalaman dikemukakan dan dianalisa, gagasan -gagasan
baru pun diuraikan, mutasi-mutasi dan perkembangan
pembangunan irigasi dilaporkan dan sebagainya. Para
insinyur merasa dipersatukan dan merasa senasib dengan
adanya majalah tersebut. Dengan demikian korsa insinyur
irigasi menjadi semakin kuat.
Majalah "De Waterstaats - Ingenieur" ternyata tidak hanya
dikenal di Indonesia, tetapi sudah menyebar keluar Negeri
dan dihargai.
Dalam beberapa tulisan dapat dibaca, bahwa dalam zaman
kolonial telah beberapa kali timbul usul, untuk menjadikan
irigasi dibawah naungan pertanian.
Usul ini tidak pernah sampai dipertimbangkan secara
serius, karena dalam kenyataannya korsa insinyur irigasi
di Negeri ini sudah cukup kuat untuk menentangnya.
Pendidikan Tinggi di Indonesia pun telah terarah kepada
spesialisasi Sipil Basah di ITB dan Gajah Mada dan ahli-ahli
Hidrologi di Universitas Brawijaya.
Kalau universitas banting setir dengan mencetak sarjana-
sarjana Pertanian yang juga menguasai pengetahuan Sip1l
Basah, maka segi spesialisasinya mungkin sekali ah.~n
terpengaruh negatif.

5.10. Usaha teknisi Belanda menguasai teknik irigasi.

Sudah diuraikan sebelumnya bahwa para insinyur Belanda


pada zaman mulai berkembangnya industri gula, berkesempatan

llO
membuat banyak rencana bangunan irigasi pada umumnya demi
menunjang penanaman tebu yang menguntungkan.
Dalam hal ini pabrik-pabrik gula tidak sedikit memberikan
biayanya. karena mereka pun memperoleh banyak laba dalam
produksi dan perdagangan gula·
Sekalipun telah dikatakan juga. bahwa para insinyur
pendatang itu mula-mula membuat banyak kesalahan perencana·
an. secara tekun mereka dapat memperbaiki diri dengan berbagai
cara·
Pada dasamya mereka belum menguasai tek.'lik irigasi
tetapi mereka bertekad dengan kerja keras dapat berpre.. tasi lebih
baik. karena menyadari bahwa tanaman rakyatpun memerlukan
teknik irigasi yang baik
Mereka sering mengadakan diskusi diskusi dan Persatuan
Insinyur mereka Koninklijk Instituut van Ingenieurs menerbit
kan makalah bulanan De Waterstaats Ingenieur dan memakai-
nya sebagai media untuk bertukar fikiran; bertukar pengalam-
an dan bertukar gagasan-gagasan.
Karena rata-rata orang Helanda cukup tekun dan rajin maka
majalah tersebut dapat berkembang dengan baik dan menjadi
majalah yang bermutu Hasil baliknya adalah bahwa pengetahu-
an teknik irigasi berkembang dengan cepat Majalah "De
Waterstaats Ingenieur" tidak hanya dibaca di Hindia Belanda
saJa.

5.11. Perkembangan pembuatan pintu 1=emasuk

Dalam abad ke XIX setelah Departemen BOW didirikan·


bahkan sudah menginjak abad ke XX banyak dibuat pintu
pt:masuk bebas free intake· untuk memenuhi keperluan
menyadap air dari sungai bagi kepentingan pengairan Pintu
pemasuk bebas memang murah karena tak perlu dibuat bendung
melintang sungai Sayangnya pembuatan pmtu pemasuk bebas

!II
hanya dapat dikerjakan pada kondisi tertentu saja· yaitu adanya
lubuk yang cukup stabil keadaannya Biasanya lambat laun
pintu pemasukan bebas tidak dapat dipertahankan untuk
jangka waktu lebih lama dari 60 tahun.
-Pada umumnya memang kita harus membuat ben dung
dalam sungai supaya muka air sungai cukup stabil untuk
memungkinkan penyedapannya.
Bila sungai dibendung· maka konsekuensinya adalah bahwa
dihulu bendung terjadi akumulasi bahan padat A:latu· kerikil·
pasir- lumpur-
Endapan bahan padat berkumpul sampai mendekati tingginya
pembendungan
Pada abad ke XIX di Indonesia belum ada orang yang
berfikir tentang pembuatan pintu pembersih untuk meniadakan
akumulasi bahan endapan Untuk menghindarkan. mengurangi
masuknya bahan endapan ke saluran maka pintu pemasuk
dihuat pada jarak cukup jauh keudik dari badan bendung

Pintu Pemtlsuk Glapan Timur

112
Demikian konstruksi bendung pada umumnya baik itu
merupakan bendung buatan rakyat sendiri maupun bendung
buatan para insinyur dari Departemen B 0 W
Contoh yang jelas adalah pintu pintu pemasuk Bendung Glapan
buatan tahun 1859 Pada bentuk aslinya Bendung ini bahkan
pintu pintu pemasuk baik ditepi kiri maupun tepi kanan sungai
dibuat dalam saluran muka voorkanaal yang nota bene terletak
tegak lurus pada arah aliran sungai
Hal ini justru merupakan sudut-sudut mati dimana bahan
endapan mengendap dan menghalangt pengaliran debit yang
diperlukan ke salural) saluran induk
Hasrat untuk meletakkan pintu pemasuk sejauh mungkin
dari badan bendung guna mengurangi masuknya bahan endapan
kesaluran dulu diperlihatkan dengan banyaknya bangunan kuno
yang dilengkapi dengan saluran muka voorkanaal paralel
dengan aliran sungai
Pada akhir abad ke XIX secara umum telah diakui bahwa
pembuatan pintu pembilas pada akhir badan bendung disisi pintu
pemasuk dapat menjamin terpeliharanya alur yang cukup dalam
didepan pintu pemasuk
Bila pintu pembilas pada waktu waktu tertentu dibuka
untuk menghanyutkan bahan endapan yang terkumpul dan
kecepatan air yang mengalir masuk kepintu pemasuk tidak dibuat
terlalu besar· dapatlah diharapkan bahwa debit yang diperlukan
dapat dimasukkan dengan baik sedang bahan endapan tidak
tersedot masuk saluran induk
Setelah ditemukannya pintu pembilas· maka semua
bendung sejak itu dilengkapi dengan pintu ini Prinsip yang
kemudian dipegang adalah bahwa pintu pemasuk justru harus
dibuat sedekat mungkin dengan pintu pembilas supaya dampak
pembilasan benar-benar dirasakan.
Bila jumlah ukuran Iebar pintu pintu pemasuk menjadi
terlalu besar dan diperkirakan menjadi sukar untuk memelihara
alur yang tetap bersih di depan pintu pintu pemasuk maka
masalah ini dapat dibantu dengan pembuatan tembok lembing
(speermuur) didepan pintu-pintu masuk.

113
Supaya pembersihan terselenggara dengan berhasil am
bang pintu pembilas dibuat jauh lebih rendah dari pada am bang
pintu pemasuk Perbedaan ketinggian sebesar 2 m kiranya
merupakan minimum
Pintu pintu pembilas modern bahkan dibuat sebagai pintu
pembilas bawah (undersluice).

5.12. Masalah ruang olakan (Woelbak).

Bila air sungai atau saluran kehilangan ketinggian · seperti


halnya terjadi dihilir suatu bendung atau bangunan apapun
timbullah energi yang pada sebuah PLT A dipakai untuk
membangkitkan tenaga listrik Tetapi kalau daiam suatu
bangunan tidak dimaksudkan untuk pembangkitan tenaga
listrik maka tenaga itu dengan sesuatu cara harus dilenyapkan
Kalaupun pelenyapan tenaga tidak mungkin terlaksana pere
damanpun masih dapat diterima Prinsip dalam pelenyapan tenga
sebenarnya menimbulkan sebanyak mungkin benturan diantara
molekul molekul air
Demikian beberapa penyelidikan telah merencanakan
bentuk bentuk ruang olakan dimana diciptakan sebanyak
mungkin benturan diantara molekul air Nama yang terkenal
adalah Rehbock Schoklisch dan juga Vlugter mereka mencipta
kan bentuk bentuk ruang olakan yang ukuran ukurannya
ditentukan secara empiris sebagai hasil percobaan mereka
Sebelum hasil penyelidikan penyelidikan tersebut dipubli
kasikan insinyur insinyur Belanda merencanakan ruang olakan
berdasrkan "trial and error" Banyak bentuk dan ukuran ruang
olakan telah hancur dan ada pula bentuk bentuk baru yang
dicoba dengan berhasil
Kemudian dalam tahun 1930 orang mendirikan laborato
rium hidrolika yang dapat menyelidiki masalah ruang olakan
secara tiga demensi Sejak itu bangunan bangunan yang penting
dihamskan menjalani penyelidikan penyelidikan di laboratoria
itu untuk menghindarkan kekecewaan dikemudian hari

114
Loboratorium Hidroliko di Bandung

5.13. Politik Etis Pemerintah Hindia Belanda (1900)

Dalam tahun 1900 Pemerintahan Hindia Belanda ingin


menarik simpati rakyat Indonesia denan halauan politik barunya,
yang disebut "Etische Politiek". Pad a pokoknya politik etis ini
akan menyelenggarakan :

1). Educatie ( = Pendidikan)


2). Transmigratie ( = Transmigrasi)
3). Irrigatie ( = Irigasi).

Ketiga hal tersebut diharapkan dapat memberikan kemajuan


kepada rakyat terjajah.

1). Memang sekolah-sekolah dasar didirikan di banyak


tempat, namun syarat-syarat untuk memasuki sekolah dasar saja
dibuat diskriminatif. Yang dinamakan sekolah dasar saja dibuat

115
2 jenis. Sekolah dasar angka 2 diperuntukkan bagi anak rakyat
umum. Sekolah Dasar angka 1 hanya boleh dimasuki anak-anak
kaum Priyayi, yaitu yang bergaji minimal f 100,- sebulan a tau
bertitel Raden.
Bahasa pengantar pada Sekolah dasar angka 2 adalah
Bahasa Daerah, sedang Sekolah dasar angka 1 Bahasa Belanda.
Kepada anak didik ditekankan, bahwa mereka dikemudian
hari akan dijadikan Pegawai Negeri atau Pegawai Swasta.
Masalah usaha sendiri atau berwiraswasta tak pernah disinggung,
apalagi dianjurkan.
2). Yang disebut Transmigrasi pada hakekatnya lain dari
pada -apa yang kita kenai sekarang. Pemindahan penduduk
dikerjakan semata-mata untuk kepentingan usaha Belanda
sendiri. Banyak orang dari Pulau Jawa dipindahkan ke
Sumatera-Utara untuk dipekerjakan pada kebun-kebun tem-
bakau atau kemudi<i.n kebun-kebun kelapa sawit milik Pengusa-
ha-pengusaha Belanda.
3). Irigasi memang mendapat perhatian Pemerintah
Hindia Belanda, tetapi dalam pelaksanaannya prioritas diberikan
kepada proyek-proyek, yang nyata-nyata memberi prospek baik
bagi penanaman tebu. Rakyat disini ikut menikmati terjaminnya
irigasi bagi tanaman rendengan.

116
BAB 6
INDUSTRI GULA DI
PULAU JAWA

6.1. Legenda Asal Tanaman Tebu


6.2. Penyewaan Tanah Rakyat
6.3. Pemberian Air Kepada Tanaman Tebu
6.4. Pemberian Air Bersama
6.5. Pemberian Air Dengan Cara Jam-Jaman
6.6. Pemberian Air Siang dan Malam
6. 7. Air Suplesi untuk Tanaman Tebu
6.8. Air Injeksi
6. 9. Malaise Mulai Tahun 1929
6.10. Kesimpulan-kesimpulan Industri Gula
6.11. Harga Sewa Tanah dan Upah Kepada Rakyat
6.12. Satire Untuk Orang-Orang Belanda

117
6. INDUSTRI GULA DI PULAU JAWA

Membicarakan sejarah irigasi eli Indonesia tak mungkinlah


kiranya mengabaikan peranan industri gula tegasnya penanaman
tebu eli Negeri ini
Dampak industri gula temyata amat luas· yaitu menyang
kut maslah politik· ekonomi· sosial bahkan strategi militer dan
tentu saja juga teknik irigasi

6.1. Legenda asal tanaman tebu

Pada masa dahulu kala hidup seorang Raja bemama


Trishnkoe yang meskipun masih hidup berkeinginan untuk
dipindah ke Sorga tetapi Betara Indra yang menguasai Sorga
menghalanginya
Seorang Pendeta Sakti bemama Vishva Mitra ingin menghibur
Rajanya dengan menciptakan Sorga didunia dan menciptakan
santapan Dewa dewa antara lain eliciptakannya tanaman tebu
gula
Setelah kemudian Raja Trishankoe wafat· dan diizinkan
menghuni Sorga sesungguhnya · maka sorga dunia ditiadakan
Tetapi tanaman tebu tetap berada didunia untuk memperingati
jasa jasa Vishva Mitra yang berkemampuan luar biasa itu

119
Pembaca tentu tidak menerima cerita ini begitu saja tetapi
suatu fakta adalah bahwa tak mungkin diketahui dengan pasti
asal muasal tanaman tebu ini Tebu dialam bebas tidak dikenal
tumbuh secara liar Dapat dipastikan bahwa tebu sudah sejak
lama sekali ditanam orang di India dan kemudian dari sana
menyebar kenegara negara penanam tebu Namun masih tetap
menjadipertanyaan apakah Lembah Sungai Gangga di India itu
benar daerah asal tanaman tebu
Secara ilmu tumbuh tumbuhan daerah asal sesuatu jenis
tanaman biasanya ditandai oleh banyaknya varietas tanaman
tersebut di dalam dan disekitar daerah asal itu
Kalau ukuran ini dipakai maka daerah asal tebu berada
disekitar kepulauan-kepulauan Kalimantan,· Sulawesi, Maluku,
Irian dan Polinesia, dimana hingga kini terdapat banyak sekali
varietas tebu dan dikonsumsi tanpa diolah menjadi gula lebih
dulu.
Pembuatan gula tidak dikenal dipulau pulau tersebut· sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan tentang pem
buatan gula diketemukan di India pada waktu yang jauh dimasa
lampau Kawan kawan Iskandar yang Agung telah menulis
kira kira tahun 430 sebelum Masehi· bahwa di India orang
menanam tanaman yang tanpa perantaraan lebah dapat
menghasilkan madu
Orang orang Cina dalam abad VII telah datang ke India
untuk belajar membuat gula. Macro Polo menulis kemudian
bahwa di Negeri Cina terdapat banyak orang pembuat gula
W aktu orang Belanda pertama Comelis de houtman pada
tahun 1595 mendarat di Hanten ia menemukan pula gula
dipasaran yang berasal dari Jakarta, Krawang, Jepara, Timor
dan Palembang

6. 2. Penyewaan tanah rakyat

Pada mulanya pada zaman berlakunya Tanam P~


( ± 1830 - 1880 ) banyak orang orang mengusahakan pembuat
an gula tebu yaitu di Hanten Jakarta Krawang dan Cirebon

120
Kemudian pengusaha pengusaha gula ini diminta bantuannya
oleh pihak Belanda untuk membuatkan gula dengan bahan baku
tebu yang diperoleh dari setoran Hasil Tanam Paksa rakyat
dalam memenuhi kewajibannya terhadap Pemerintah Hindia
Belanda
Pihak Belanda akhirnya menyadari bahwa pembuatan gula tebu
membawa banyak keuntungan dan oleh sebab itu pengusaha
pengusaha Cina disingkirkan untuk diambil alih tugasnya
memang secara berangsur sula tebu mempunyai arti dipasaran
dunia sehingga akhirnya Belanda mengambil keputusan mendiri
kan industri gula di Pulau Jawa berdasarkan teknologi yang lebih
maju
Tetapi disini pihak swasta yang ambil prakarsa
Pada dasarnya pabrik pabrik gula menanam tebu pada
tanah rakyat yang disewanya selama penanaman tebu. Menurut
peraturannya luas tanah sawah yang disewa tidak boleh melebihi
% dari semua sawah dalam satu desa
Ini untuk menjaga supaya tanah untuk tanaman padi sebagai
makanan pokok rakyat masih tetap tersedia
Selanjutnya suatu bidang sawah tidak boleh ditanami tebu sampai
2 kali berturut-turut hal mana perlu untuk menjaga kemungkin
an mundurnya kesuburan tanah
Tanah disewa untuk jangka waktu 18 bulan dan dimulai bulan
J uni Harga sew a ditentukan sedemikian hingga petani
sedikitnya memperoleh jumlah uang sama dengan nilai hasil
pertaniannya andaikata ia tidak menyewakannya tetapi mena
nami sendiri Ini teorinyal Dikatakan oleh pamrih, bahwa dengan
menyewakan tanahnya, ia juga tidak perlu memikul resiko panen
gagal dan sebagainya.
Disamping itu selama ia tidak mengerjakan sawahnya ia dapat
bekerja untuk pabrik gula sehingga memperoleh penghasilan
tambahan yang cukup berarti
kita semua mengetahui bahwa pihak kolonialis memper
tahankan dengan gigih susunan masyarakat feodalis di Pulau
Jawa dengan maksud menjadikannya suatu alat yang ampuh
dalam usahanya menarik sebanyak mungkin keuntungan.
kita mengenal misalnya sebutan ndoro kanjeng (Bupati) ndoro

121
Wedono ndoro Seten dan sebagainya yang harus dihadapi oleh
rakyat dengan kesiapan penuh untuk menjalankan perintahnya
dengan kata "sendiko"
Rumah dinas Bupati dengan pendoponya yang sengaja dibuat
"angker" memang dimaksudkan supaya rakyat menganggap
-seorang Bupati seseorang yang sabdanya tak ~oleh dibantah
Nah dalam suasana demikian itu tidaklah mengherankan
bila rakyat menerima rata-rata f 120 seratus duapuluh
gulden setiap ha uang sewa tanahnya untuk jangka waktu 18
delapan belas bulan atau sama dengan f 6,67 se bulan
Dibelakang itu seorang pejabat Pangreh Praja dinilai berhasil
atau tidaknya dalam menjalankan tugasnya antara lain apakah
ia dapat menyelesaikan masalah hubungan antara Belanda
dengan rakyat.
Para nasionalis dalam Volkraad waktu itu telah mengaju
kan protes dan mengusulkan supaya pabrik jangan menyewa
tanah tetapi memberi kesempatan kepada rakyat untuk
menanam tebu secara bebas yang hasilnya dijual kepada pabrik
dengan hak atas sebagian dari keuntungan yan diperoleh pabrik
Hal inilah yang berlaku dinegara negara penghasil gula tebu lain
seperti Cuba dan Filipina dan juga kemudian setelah Indonesia
merdeka.
Usul tersebut tidak dapat dipertimbangkan oleh wakil wakil
industri gula karena menyadari bahwa penerimaan usul itu
herarti keuntungan besar tidak akan permih diperoleh
Sistem sewa terus dijalankan dan pabrik pabrik gula tak
segan segan mengeluarkan banyak dana bagi keamanan tanam
annya terhadap pencurian dan lebih berat lagi kebakaran
Sebagaimana diketahui daun kering tebu merupakan bahan
yang amat mudah disulut api Pada zaman itu dibentuk polisi
khusus yang dinamakan Cultuur politie.
Tanaman tebu sebaiknya sudah ditanam dalam pertenga
han Juni ·
Ini berarti bahwa tanaman padi rendengan menjelang saat itu
harus sudah dipanen Dalam prakteknya hal ini diatur
sedemikian bahwa tanah yang akan ditanami tebu nanti

122
merupakan tanah yang dalam peraturan irigasinya masuk
dalam golongan I (pertama) yang dengan demikian akan dipanen
paling dulu.
Pada saat penyeraban kembali tanah rakyat oleh pabrik
gula adalah penting sekali bahwa tanah tanah bekas tebu dan
dinamakan tanah dongkelan benar benar sudah bersih dari
sisa sisa tunggul tebu sebab bajak petani tak mampu mengolah
sawah untuk persiapan tanaman padi sampai sedalam adanya
tunggul tunggul tebu tadi
Orang pabrik mengatakan bahwa karena pengolahan
sawah bagi penanaman tebu mencapai kedalaman yang cukup
maka tanaman padi kemudian memperoleh keuntungan pening-
katan perbaikan struktur tanah.
kalau tebu sudah ditebang sebelum masa kontraknya habis
maka ada baiknya segera menyerahkan tanah kembali kepada
petani yang mempunyainya sebelum Agustus
Dengan demikian petani mendapat kesempatan memanfaatkan
waktu untuk cepat cepat menanam palawija yang tak terlalu
panjang umumya misalnya kedelai, kacang tanah atau jagung.
Pengembalian tanah ini sering pula oleh pabrik gula di pakai
sebagai sandera kelakuan petani desa tersebut.
Bila terjadi banyak pencurian tebu, maka pabrik menunda-nuda
pengembalian tanah tersebut.

6.3. Pemberian air kepada tanaman tebu.

Setelah padi dipanen dan petani telah membakar jerami


yang ada disawahnya, maka pekerja pabrik (mungkin pula
termasuk petani pemilik sawah sendiri) mulai membuka tanah
untuk persiapan tanaman tebu. Pengolahan tanah yang lazim
dipakai adalah sistem Reynoso. Untuk itu digali got keliling
mengelilingi kebun. Kemudian digali got-got mujur, yang digali
sejajar dengan arab jajaran tanaman tebu nanti. Tegak lurus pada
got-got mujur digali got-got malang dengan ukuran lebih kecil.

123
Tegak lurus pada got-got malang digali lubang-lubang tanaman,
dimana nanti bibit tebu ditanam.
Jarak antara as dan as lubang tanaman adalah 1 m, sedang antara
as got satu denan lainnya ada 10m.
Jaringan got-got dan lubang-lubang ini merupakan, denah yang
geometris dan memungkinkan air mengalir memasuki tiap-tiap
tanaman, sedang air kelebihan pun dengan mudah dapat
mengalir keluar.
Mengingat perkembangan pertumbuhan tanaman, tanah
disisi lubang tanaman dipakai untuk menimbun tanaman
sehingga susunan akamya semakin bertambah dan kuat.
J adi pada awalnya bibit tebu berada dalam lubang, tetapi pada
akhimya tebu dewasa berada dalam punggung tanah timbunan.
Semua pekerjaan penggalian got-got dikerjakan dengan
tenaga manusia, belum pemah dipakai alat-alat mekani"s.
Padahal sebenarnya jaringan got-got tersebut mengikuti suatu
pola yang memungkinkan pengerjaan dengan alat mekanis secara
efisien.
Namun pertimbangannya adalah sebagai kesempatan kerja
bagi petani, yang berkurang kegiatannya karena sawahnya
disewakan.
Segera setelah bibit ditanam, pertama kali diberi air irigasi.
Pemberian air kepada tebu muda ini terjadi dimusim kemarau.
jaringan got-got dipenuhi air dan dari got-got malang air
disiramkan dengan sepotong blek atau topi bambu kedalam
lubang-lubang tanaman.
Penyiraman dikerjakan berulang-ulang menurut keperluan.
untuk mengganti penyiraman dapat pula dipakai cara
ngeleb. Untuk itu muka· air lebih ditingkatkan sehingga
sekelompok lubang tanaman tergenang air. Tindakan ini
dikerjakan sambil berpindah-pindah sampai semua lubang
tanaman mendapat giliran rendaman air.
Cara ini memang lebih murah, karena tenaga pekerjaan dapat
dikurangi, akan tetapi keberatannya diperlukan air lebih banyak
dan hal ini tidak selalu tersedia.
Kerugian lain adalah, bahwa ada kemungkinan longsomya got itu

124
sendiri dan memerlukan tenaga tambahan untuk membersihkan-
nya.

Air irigasi yang ~engalir kekebun tebu diukur debitnya


dengan sekat pengukur Cipoletti sementara terbuat dari papan
kayu yang dipasang dekat kebun. Hal ini jauh berbeda dengan
pemberian air kepada tanaman rakyat, yang tak pernah
diperlukan seteliti itu. Tenaga tambahan, yang perlu untuk
mengurus pemberian air kepada kebun tebu dipenuhi dengan
tenaga musiman, yang dinamakan Mandor Miskot dan berada
dibawah perintah Mantri Waterbeheer.
Pemberian air kepada tebu ini berlangsung sampai akhir
musim kemarau.
Segera setelah musim rendengan dimulai, pemberlan air kepada
tebu ~hentikan dan tanaman tebu yang sudah cukup besar hanya
diairi oleh hujan.
Pengeluaran tambahan untuk -pemberian air musim
kemarau dibebankan kepada pabrik gula, yang menyediakan
dananya melalui Opzichter, Kepala Seksi Irigasi. Dalam
prakteknya tenaga musiman ini merupakan calon-calon tenaga
untuk dijadikan Mandor Irigasi bila telah membuktikan dirinya
dapat bekerja dengan baik.

6.4. Pemberlan air benamaan

Bila air irigasi tersedia dengan cukup, dapatlah diberi air


bersamaan dengan perbandingan menurut peraturan Pemali -
Comal padi gadu : tebu : palawija, yaitu 4 : 1 : 1.
Jadi kalau jatah air untuk padi gadu pada suatu saat adalah 1,2
liter /hal det, maka tebu memperoleh 0,45 liter /hal det,
sedang palawija 0,3 liter /hal det.
Jatah pemberian air kepada tanaman per ha dinamakan
pasten. Untuk menghitung besarnya pasten pada suatu saat,maka
debit tersedia dibagi luas relatif tanaman.

125
Misalnya :
Luas tanaman Luas rela tif

palawija 40 ha 40 X = 40 ha

tebu 50 ha 50 X = 75 ha
1 V2
padigadu 30 ha 30 X 4 = 120 ha
----------------------------
Jurn1ah Luas Re1atif = 235 ha
misalkan debit 50 1/det, maka pasten
palawija menjadi 5040 1 235 = 0,21 1/det
tebu 1 1/2 X 0,21 = 0,315 1/det
padi gadu 4 X 0,21 = 0,84 1/det

Pemberian air bersamaan hanya mungkin bila air tersedia


cukup atau dicukupkan karena telah ada waduk-waduk
lapangan, yang dapat menambah air siang hari. Tetapi justru
pada pemberian air bersamaan ini sering terjadi sengketa.
Karena merasa lebih berkuasa, biasanya pihak sinder
kebun Belanda menuntut supaya jatahnya lebih dulu dipenuhi,
sedang sisanya biar dibagi antara tanaman rakyat. Tuntutan itu
baginya mudah diajukan karena pada tiap-tiap kebun dipasang
sekat pengukur Cipoletti, dan bila terjadi kekurangan bibit,
segera dapat dilihat.
Dengan cara begini tanaman tebu terjamin pemberian airnya
sedang kehilangan air di lapangan menjadi beban tanaman
rakyat.
Tidak jarang pula timbul sengketa dalam pemberian air itu,
terlebih-lebih bila debit air kurang.
Bila air tidak mencukupi, segera timbul masalah dilapang-
an
Sering terjadi saling-menuduh, curiga - mencurigai dan
sebagainya yang kesemuanya memerlukan kesabaran Mantri
Waterbeheer.

126
6.5. Pemberian air dengan cara jam • jaman
Cara ini dapat dilaksanakan dalam daerah yang sudah
diperlengkapi waduk lapangan atau pun yang bdum ada waduk.
Cara ini dikerjakan, hila debit saluran sudah terlalu kecil
untuk diberikan secara bersamaan waktu. Kalau dipaksakan
dapat timbul sengketa yang tak diinginkan.
Caranya adalah sebagai berikut : Pada malam hari air
saluran mulai jam 18.00 sampai jam 6.00 pagi harinya
seluruhnya dialirkan dalam waduk lapangan. Jadi pada malam
hari itu tanaman tidak diberi air.
Pada pagi harinya mulai jam 6.00 air waduk dikeluarkan,
sehingga debit saluran tersier menjadi air dari saluran sendiri
ditambah air waduk.
Jika jatah air masih cukup, maka masih dapat diberikan
air bersamaan antara tanaman tebu dan tanaman rakyat.

Bila air sudah mengecil, maka dipakai cara pemberian air


jam-jaman.
Pagi -pagi semua air dipakai untuk mengairi tanaman tebu
selama sekian jam menurut perhitungan dan kemudian setelah
pemberian air ketanaman tebu dihentikan, semua air dipakai
untuk tanaman rakyat.
Contoh : Dalam perhitungan dipakai lagi istilah luas relatif,
yaitu luas bidang tanah, bila semua tanaman dianggap palawija.

Misalnya :

- Tanaman tebu
muda perusahaan 60 ha luas relatif 60 X IY2 = 90
- Tanaman palawija 30 ha luas relatif 30 X 1 = 30
- Tanaman padi gadu 60 ha luas relatif 60 X 4 = 240
Jumlah luas relatif = 360 ha

127
Tebu mendapat air seiama 90 1360 X I2 jam = 3 jam
Tanaman rakyat (Paiawija + gadu) 270 1360 X I2 jam = 9 jam

Kaiau diberi air bersamaan waktu


Debit saiuran misainya = 40 I I det
Debit waduk misainya 90% X 40 = 36 I I det
Jumiah debit = 76 I I det

Jatah ( atau pasten )


Untuk paiawija : 76/360 = 0,2I I I det I pal.

6.6. Pemberian air siang dan malam

Banyak pula daerah tanpa waduk-waduk lapangan menga-


tur pemberian aimya lebih tegas lagi · yaitu siang hari semua air
yang ada diperuntukkan tanaman tebu dan malam hari semua
untuk tanaman rakyat.
Baik siang atau malam hari hanya ada satu jenis konsumen air,
sehingga tidak ada masalah besar.
Akan tetapi peraturan siang - malam dirasakan tidak adil
dari segi politik dan sosial, sehingga timbul banyak kritik dan
kemudian perdebatan sengit dalam Volksraad, sedang di Majalah
"De waterstaats- ingenieur" terjadi polemik yang berlarut-larut.
Pihak pabrik mengajukan argumentasi bahwa tanaman
tebu mutlak harus diberi air siang hari yaitu sewaktu ada pekerja
pekerja dikebun
Pembela petani mengatakan bahwa petani memerlukan banyak
waktu dan tenaga untuk mengikuti pengaliran air dari saluran
irigasi sampai disawahnya dan hal itu dilaksanakan dalam gelap
malam yang hanya diterangi obor dari daun kelapa kering.
Kalau diperkirakan, bahwa air sudah sampai disawahnya, sesaat
kemudian segala sesuatu mungkin berubah, karena orang lain
juga memerlukan air.

128
Selama petani mengurus air ia terpaksa meninggalkan rumah
dan halamannya dan hal ini dapat mengundang keadaan menjadi
tidak aman
Satu dan lain hal mendorong Pemerintah dalam tahun 1916
untuk mengadakan percobaan-percobaan untuk membuat waduk
waduk lapangan yang akan berfungsi mengumpulkan air malam
hari guna dialirkan siang hari sebagai tambahan atas debit
saluran tersier siang hari.
Pembuatan waduk-waduk lapangan semula dianggap
sebagai jawaban yang tepat untuk mengatasi keberatan -
keberatan dalam peraturan siang - malam. Oleh karena itu dinas
irigasi dalam tahun 1919 telah mengusulkan kepada Pemerintah
untuk membuat waduk-waduk lapangan disemua daerah yang
ada penanaman tebu dan meliputi luas daerah irigasi 700.000 Ha.
Taksiran biayanya adalah f. 11 a f. 12 juta dan setiap tahun akan
disediakan anggaran f. 1,5 juta, sehingga setelah 7 - 8 tahun
peraturan siang- malam diperkirakan tinggal merupakan fakta
sejarah belaka.
Akan tetapi pengalaman menunjukkan bahwa teori
menyimpan air malam hari utnuk di. manfaatkan keesokan
harinya tidak dapat berjalan tanpa kerugian. Banyak air hilang
karena merembes dalam waduk lapangan.
Lain dari pada itu, pada pemberian air bersamaan antara
tanaman tebu dan tanaman rakyat, yang disebut pertama selalu
mendapat airnya tanpa kekurangan, karena jatah debit diukur
dekat kebun, sedang air untuk palawija tak pemah diukur,
sehingga kalau terjadi kehilangan air tentu hal ini atas beban
debit untuk palawija. Keberatan ini pada peraturan siang-
malam tidak ada. Pemerintah akhirnya membuat angket untuk
mendapat kepastian tentang masalab ini.
Angket itu mengungkapkan, bahwa keunggulan waduk- waduk
lapangan diatas peraturan siang - malam tidak dapat dibuktikan,
karena banyak petanipun akhimya tidak keberatan untuk
menerima peraturan siang - malam.
Sebenamya masalahnya adalah bahwa pabrik gula selalu saja
dapat mempergunakan sarana - sarana yang perlu untuk

129
menjamin tersedianya air bagi tanaman tebunya sedang rakyat
tidak dapat berbuat banyak karena tidak bermodal.
akhirnya Pemerintah dalam tahun 1921 memutuskan untuk
menghentikan pembuatan waduk - waduk lapangan dan
membiarkan daerah yang sudah ada waduk lapangan tetap
beroperasi.
Keputusan Pemerintah ini tidak mengandung arti, bahwa
peraturan siang - malam sudah memuaskan pihak rakyat.
Dipandang dari sudut apapun peraturan ini pasti mengandung
unsur paksaan, jadi sifatnya tidak sama rasa, sama rata.
Tetapi kalau pemberian air dilaksanakan bersamaan,
pemberian air lebib tidak sama rasa, sama rata, karena pabrik
gula dengan segala sarana yang ada, dapat menjamin pemberi-
an air menurut kehendaknya, sedang rakyat yang serba lemah
hanya melihat sisa-sisa air yang mudah-mudahan dapat
menyelamatkan tanamannya.

6. 7. Air suplesl untuk tanaman tebu

Pihak pabrik gula menyadari, bahwa kekurangan air


untuk tanaman tebu dapat berakibat fatal, sehingga pabrik
selalu mencari jalan dan bersedia mengeluarkan biaya tambah-
an asal memperoleh air tambahan. Pandangannya segera
tertuju kepada air disaluran-saluran pembuang ataupun di-
sungai-sungai tak jauh dari kebun, yang tak dipergunakan lagi
bagi pertanian, sebaliknya mengalir percuma kelaut.

Bila mereka minta izin untuk memompa air dari


pembuangan I sungai untuk dijadikan air suplesi, biasanya tak
ada keberatan untuk mengabulkannya, asalkan dipenuhi
beberapa syarat.

130
Biasanya pompa yang dipergunakan adalah pompa
sentrifugal dengan tekanan maximum sekitar 5-10 m. Tenaganya
diperoleh dari motor diesel, yang sudah disiapkan pada tempat
tertentu atau dapat dipindah - pindah. Ditentukan syarat, bahwa
air pompaan dimasukkan dulu dalam sebuah kolam dan dari
kolam inilah kemudian debit disalurkan kesaluran irigasi atau
kekebun. kolam dimaksudkan untuk memberikan ketenangan
kepada air, sehingga besamya debit yang dihasilkan dapat dibaca
dengan baik dan cukup konstan. Memang tidak ada keharusan,
bahwa air dialirkan langsung kekebun. Dinas irigasi dapat
menerima air pompaan disaluran irigasi sedang kebun tebu dapat
berlokasi dihilir tempat pemompaan.
Bahkan juga boleh diudik tempat pemompaan.
Dalam hal ini kebun tebu memperoleh air penukar (ruilwater)
dari saluran irigasi terdekat.
Ada kalanya pihak pabrik gula membiayai atau memberi
iuran dalam pembangunan sebuah bangunan (bendung biasa
atau waduk) dengan maksud memperoleh air suplesi bagi
tanaman tebunya atau memperoleh konsesi perluasan areal
penanaman.
Bila diketahui bahwa dalam suatu bagian saluran (misalnya
tersier) terjadi banyak kebocoran atau rembesan, maka pihak
pabrik gula pun sering bersedia mengeluarkan biaya untuk
melapisi saluran tersebut dengan bahan rapat air.

6. 8. Air Injeksi.

Dalam proses pembuatan gula, pabrik- pabrik mempergu-


nakan mesin- mesin besar, yang digerakkan dengan tenaga uap.
Dipilihnya mesin uap, karena batang tebu, yang telah dipres,
tidak menghasilkan lagi dan dapat dipakai sebagai bahan bakar.
Dengan demikian mesin - mesin pabrik dapat bekerja efisien
tanpa memerlukan bahan bakar lain.
Oleh karena dipakai uap air, maka pabrik pada masa giling
memerlukan suplai air, yang dinamakan air injeksi. Debit yang
diperlukan biasanya tidak melebihi 100 liter I det.

131
Kalau tidak mempunyai prasarana sendiri, debit inipun
dibebankan kepada saluran irigasi. Kalau daerahnya memang
kekurangan air, 100 liter i debit sudah merupakan beban berat.
Oleb sebab itu pabrik gula tidak jarang membuat bendung sendiri
di sungai terdekat untuk menjamin suplai air yang kontinyu
dimusim giling.
Batang tebu yang sudah dipres dan dikeluarkan air
tebunya dinamakan ampas. Ampas ini oleb pabrik dibuat
briket-briket berupa kubus-kubus berukuran 0,50 X0,50 X 0,50
m yang sudab dipres pula, supaya tidak terlalu makan tempat.
Selain untuk baban bakar mesin pabrik, ampas juga
dipakai untuk dibuat baban bangunan dengan memakai bahan
pengikat semen, Kalau asbes dengan semen mengbasilkan eternit,
ampas dengan semen memberikan ampasit.

6.9. Malaise mulai tahUD 1929

lndustri gula yang dibangun oleb Belanda pada mulanya


merupakan industri sederbana dengan basil gula dalam tabun
1845 banya 21 kwintal gula dari tanaman tebu 1 ba.
Kemudian Belanda berambisi untuk memasuki pasaran
iternasional dan menjadari, babwa dalam persaingan ketat itu
barus dipergunakan organisasi dan teknologi yang memadai, bila
ingin berbasil.
Inilah alasan yang dipakai, mengapa pabrik gula tidak dapat
menyerabkan penanaman tebu kepada rakyat, takut kalau
produksi tebu per ba merosot, sebingga untuk mencapai produksi
gula yang sama, akan diperlukan luas penanaman yang lebib
besar dan ini bertentangan dengan kepentingan penanaman
padi.
Dengan mengadakan seleksi bibit, pemupukan yang efisien
disertai penyelidikan-penyelidikan terbadap bama dan sebagainya
maka basil produksi gula kristal meningkat.

132
Tahun Produksi Export Gu1a Krista1
Kwinta1/ ha tahun Juta ton

1845 31 1927 2,133


1895 80 1928 2,662
1915 100 1929 2,432
1925 116 1930 2,101
1930 147 1932 1,331

Luas tanaman tebu pun mengalami peningkatan :

Tahun Luas Tanaman


Ha
Dalam tahun 1919 terjadi pengu-
1894 75.000 rangan luas tanaman, karena terjadi
1903 100.000 kesulitan dalam pengangkutan
1912 140.000 export gula setelah Perang Dunia I.
1919 138.000 Sesudah itu luas terus meningkat
1930 198.000 hampir mencapai 200.000 ha.

Konsumsi gula penduduk Hindia-Belanda sendiri waktu


itu adalah sekitar 300.000 - 350.000 ton setahun, sehingga
dapat diambil kesimpulan, bahwa industri gula di Jawa
ditujukan kepada pasaran dunia. Usaha Belanda sungguh
berhasil dalam mencari keuntungan uang I
Akan tetapi sejarah telah mencatat terjadinya malaise
dalam tahun 1929.
Mungkin ini dapat dibandingkan dengan resesi dunia tahun
1982 - 1983. Produksi gula meningkat, tetapi tidak dapat
dipasarkan! Yang terjadi adalah produksi berlebihan (overpro-
duksi) gula tebu.
Disamping itu, pada saat itu di Negara-Negara Barat terjadi
penemuan ,produksi gula baru dari bit (beet) semacam ketela
rambat denan kadar gula tinggi. Dengan demikian terjadi
kegoncangan dalam perdagangan gula.

133
Gula tebu tidak lagi mempunyai kedudukan kuat, karena
tumbuhnya saingan baru. Gudang-gudang pabrik gula menjadi
penuh berisikan persediaan gula.
Siapa yang mengira, bahwa malaise 1929 kemudian
disusul oleh runtuhnya Pemerintah Hindia-Belanda pada tahun
1941.
Yang menimbulkan ironi kaum Nasionalis Indonesia
adalah, bahwa Belanda membanggakan diri dengan perkem-
bangan industri gulanya, telah mengangkat kemakmuran
penduduk asli Indonesia sampai taraf yang tinggi.
Mungkin mereka lupa atau melupakan, bahwa mereka
dengan menyewa tanah rakyat sampai berpuluh-puluh tahun
lamanya dengan membayar f.1201ha untuk jangka waktu 18
bulan, dengan luas ratusan ribu Ha. Kesimpulan yang dapat
diambil adalah, bahwa dengan sengaja rakyat Indonesia dibuat
miskin supaya sekaligus merupakan tenaga murah bagi industri
gulanya, yang sangat padat karya.

Sebenamya dalam peristiwa malapetaka malaise tahun


1929 itu, Belanda masih untung. Berkat varietas tebu unggul,
yang mereka temukan dalam jenis 2878 POJ, yang temyata
mampu mengurangi ongkos produksi dengan 25% dan me-
ngurangi biaya pembibitan dengan f. 75.- Ala. Merosotnya harga
gula intemasional tidak sampai jaruh dibawah biaya produksi,
sehingga pabrik gula terhindar dari kerugian yang dapat
membuat bangkrut.
Sebenamya, bila industri gula mempunyai pandangan
kedepan terhadap kesulitan pemasaran gula, maka seharusnya
sebelumnya sudah mulai dengan mengurangi produksi.
Dengan naiknya produksi setiap ha, maka luas penanaman
dapat dikurangi. Menurut kenyataan luas penanaman men-
jelang 1930 sudah mencapai 200.000 ha, kemudian dikurangi
menjadi:

134
Tahun Luas tanaman
ha
1934 38.811
1935 28.552
1936 32~589

Dari semula 180 buah pabrik gula, maka pada tahun


1939 tinggal 84 buah yang bekerja. Lainnya sudah ditutup dan
diambil alih oleh Bank selaku kreditumya.

6.10. Kesimpulan-kesimpulan lndustri gula.

Industri gula temyata membuat kaya-raya orang-orang


Belanda. Sebaliknya petani disekitar pabrik selalu terlihat
hidup serba kekurangan.
Tanah para petani disewa oleh pabrik, yang hanya bersedia
membayar uang sewa rata-rata f. 120Ata selama 18 bulan.

Menurut teorinya dengan uang sewa ini rakyat sudah


mendapat kompensasi sama seperti kalau ia menanaminya
sendiri, bahkan ia tidak perlu menanggung risiko gagal panen.
Dengan uang sewa itu sebenamya ia hanya menerir.~a f.6,67
setiap bulan, kalau tanahnya memang selaus 1 ha ! Dalam
kenyataan petani yang memiliki tanah seluas 1 ha sudah jarang
sekali terdapat. Mungkin uang sewa yang diterima hanya f 5
sebulan atau lebih kecil lagi.
Karena petani harus menghidupi keluarganya, ia tidak
punya altematif lain kecuali bekerja mengerjakan tanah untuk
pabrik. Karena dalam keadaan terpojok, ia terpaksa menerima
saja upah mengerjakan tanah itu, entah jumlahnya wajar atau
tidak.
Begitulah nasib petani didaerah pabrik gula disamping
kemakmuran orang-orang Belanda disekitar pabrik gula.
lndustri gula di pulau Jawa dianggap sebagai lambang
pemerasan oleh kolonialis terhadap rakyat yang terjajah.

135
Penyewa tanah dari rakyat inilah menentukan banyaknya
kenntungan yang diperoleh Belanda. Usaha membuat hubung-
an kerja lain seperti di Cuba ataupun Philipina belum pemah
dipertimbangkan oleh Belanda. Yang diusahakan adalah
kurang lebih sama dengan apa yang dijalankan oleh pabrik-
pabrik gula setelah Indonesia merdeka.
Disini petani dengan bantuan pabrik menanam tebu dan
menjualnya kepada pabrik dengan diberi hak atas sebagian
keuntungan dalam mengolah bahan baku menjadi gula.
Dengan demikian ikli.I]l pabrik gula yang pemah ada di
Jawa tak mungkin akan kern bali dan kini memang hanya
sekelumit sejarah.
Secara strategis militer, pabrik-pabrik gula merupakan
benteng-benteng pertahanan Belanda, bila timbul ketegangan
antara terjajah dan penjajah.
Dalam perang kemerdekaan 1948 misalnya penulis sebagai
non-koperator pemah ditangkap Belanda, yang bermarkas
disebuah pabrik gula didaerah Yogyakarta.
Administratur pabrik gula pun lazimnya berpangkat militer
cukup tinggi, sehingga mereka dalam keadaan darurat tidak
akan canggung dalam memimpin pasukan pertahanan.

6.11. Barga Sewa Tanah dan Upah Kepada Rakyat.

Sebelum ini telah diuraikan, bahwa rakyat mempererleh


uang sewa bagi setiap ha tanahnya sebesar Rp. 120,- selama 18
bulan. Nilai tersebut bukanlah merupakan harga tetap, tetapi
berubah-ubah menurut situasi dan kondisi. menurut penelitian,
harga sewa tanah semasa Tanam Paksa sekitar f 42,48 setiap
bahu atau f 60.- tiap ha. Pada tahun 1885 harga kopi dan gula
jatuh dipasaran dunia. Hal ini mempengaruhi harga sewa tl:nah
rakyat yang terus menurun sampai f 25 saja setiap bulan
(1 bahu= 0,71 ha) pada tahun 1900.
Upah buruh pun menyusut dari 50 sen/bari dalam tahun1870
menjadi 20 sen dalam tahun 1900.

136
Usaha kerajinan tangan rakyatpun ikut menderita akibat
membanjimya impor barang luar negeri sejak 1870-an. Ditam-
bah lagi dengan menurunnya harga beras karena masuknya
ber35 impor.
Faktor-faktor tersebut diatas menyebabkan terjadinya
proses pemiskinan rakyat dan dapat disimpulkan lebih lanjut
sebagai berikut :

1) Pertumbuhan penduduk tak seimbang dengan kenaikan


produksi pangan.
2) Sistem tanam paksa dan kerja paksa (herendiensten) hasil
nya tidak dinikmati oleh penduduk.
3) Selama abad XIX pada dasarnya Pulau Jawa telah
menanggung biaya pengaturan pemerintahan luar Jawa bagi
kepentingan kekuasaan Belanda.
Perang Kolonial untuk menaklukkan daerah luar Jawa
seperti Perang Aceh dan sebagainya menelan biaya besar.
· Sebagian besar biaya tadi ditanggung oleh penduduk Jawa.

6.12. Satire antak orang-orang Belaacla.

Sekitar tahun 1928 tahun Kebangkitan Nasional telah ada


yang membuat satire demi melihat keadaan pada waktu itu
(sayang nama tidak dikenal).

In het land der bruine menschen


In het land van suikerriet
Kent de rijkdom vaak geen grenzen
Welk een land dat zoiets biedt ?
Zalig zij die qinder Ieven
't Moet hun daar gezegend gaan
Maar wie is de winst gegeven ?
Nimmer, nirnmer den Javaan

137
Terjemahan bebasnya kurang lebih sebagai berikut :

Di Negeri orang berkulit sawo matang


Di Negeri tebu gula
Sering kekayaan tak kenai batas
Negeri mana yang demikian itu ?
Bahagialah mereka yang hidup disana
Tentunya mereka mendapat kurnia
Tetapi siapa yang memperoleh laba ?
Tak pernah, tak pernah orang Jawa.

138
BAB 7 :_
SETELAH PERANG DUNIA I
( 1918 )

7 .1. Proyek-proyek Irigasi yang dilaksanakan


7 .1.1. Biaya Pelaksanaan Bangunan Irigasi
7 .1.2. Sumbangan dari Industri Gula
7.1.3. Dana Kemakmuran (Welvaartfonds)
7 .2. Irigasi Dari K. Gung dan K. Kumisik
7 .2.1. Bendung Danawarih
7 .2.2. Perombakan Bendung Danawarih
7.2.3. Waduk-Waduk Lapangan di Daerah Gung
7 .3. Penggunaan Alat-Alat Ukur Debit
7. 3.1. Drip (Drijfak)
7 .3.2. Sekat Ukur Cipoletti
7.3.3. Alat Ukur Venturi
7.3.4. Alat Ukur Crump de Gruyter
7 .3.5. Pintu Romyn
7.3.6. Sekat Thomson
7. 3. 7. Am bang Lebar Tetap
7 .4. Era baru dengan Konstruksi W aduk-W aduk Besar
7.5. Waduk-Waduk Yang Diselesaikan
7. 6. Desentralisasi
7 .6.1. Desentralisasi Ditingkat Kabupaten
7. 7. Peraturan-Peraturan Pengairan
7. 7 .1. Peraturan-Peraturan Pengairan Setempat
7.7.2. AWR dan PWR
7.7.3. Undang-Undang Tentang Pengairan (UU No.ll/1974)
7.7.4. Pranoto Mongso (Pengaturan musim-musim)
7.7.5. Waterschap Dengkeng dan Opak-Progo
7. 8. Pompa Air Gambarsari dan Pesanggrahan
7. 9. Masa Pendudukan Tentara Jepang.

139
7. SETELAH PERANG DUNIA I (1919)

7.1. Proyek-proyek irigasi yang dilaksanakan

Pada awal abad ke XX Pemerintah Hindia Belanda


mengumumkan Politik Etis (5.13) yang terkenal.
Perhatian Pemerintah Hindia - Belanda terhadap pem-
bangunan irigasi memang terlihat lebih besar. Dana-dana yang
disediakan untuk pembangunan irigasi makin besar.

Terlebih-lebih setelah Perang Dunia I berakhir dalam tahun


1918. Pengalaman Pemerintah adalah, bahwa sewaktu perang
berkecamuk tahun 1914 - 1918 beras impor tidak masuk ke
Indonesia, sehingga bahan makanan pokok rakyat ini sukar
diperoleh dipasaran atau harus dibayar dengan harga mahal.
Banyak orang terpaks-a makan jagung atau singkong sekedar
untuk mengurangi konsumsi beras yang keliwat mahal.
Pemerintah tentu tidak akan dapat melupakan suasana
mencekam itu, sehingga setelah perang berakhir · terdorong
hasratnya untuk memberi proritas tinggi kepada pembangunan
irigasi demi mencukupi pangan sendiri.

141
Diseluruh Jawa proyek-proyek irigasi berukuran besar
dikerjakan.
Begitulah di Jawa Timur dataran sekitar Jember dan Lumajang
diberi irigasi dari sungai-sungai Bedadung, Tanggul dan
Bondoyodo dengan jumlah luas 40.300 ha.
DiJawaBarat antara lain dimulai dengan irigasi dari Citarum
melalui Bendung bergerak Walahar seluas 78.000 ha.

Gltatan pada bangunan Bendung Wa/ahar, 30 Nopember 1925

Dalam periode setelah Perang Dunia I banyak proyek


irigasi yang telah dimulai sebelumnya dilanjutkan dan diselesai-
kan.

142
Bendung Walahar

Bendung Bedadung

143
Sampai tahun 1930 proyek-proyek irigasi yang sudah dan sedang di-
kerjakan ada1ah :

Daerah Luas Sungai Keresidenan


lrigasi ha

Ciujung 31.200 Ciujung Ban ten


Tangerang 52.000 Cisadane Jakarta
Krawang 7s.oob Citarum Krawang
Cipunegara 28.000 Cipunegara Krawang dan
lndramayu
Cimanuk 89.000 Cimanuk Indramayu
Cilutung 15.800 Cilutung Indramayu dan
Priangan
Pemali 31.200 Pemali T ega 1
Gung-Kumisik 25.900 K. Gung dan T ega 1
K. Kumisik
Comal- Cacaban 26.900 K. Rambut,
K. Waluh, Peka1ongan
K. Comal,
Bodri 19.100 K.Bodri Semarang
Demak 33.700 K. Tuntang Kudus dan
K. Serang B1ora
Pacal 14.900 Waduk Pacal Bojonegoro
Sidoarjo 34.000 K. Brantas Surabaya
Kraksaan Timur 14.900 Sungai-sungai Probolinggo
kecil.
Banyuwangi 35.000 K. Barn, Jember
Se1atan K. Setail,
K. B1ambangan
Bondoyudo 24.000 K. Bondoyudo Jember
Tanggul K. Tanggu1
Badadung 16.300 K. Badadung Jember
Warujayeng- 15.200 K. Brantas Kediri
Kertosono
Madiun 13.400 K. Madiun Madiun

144
Perkembangan diluar Pulau Jawa tidaklah secepat di
J awa. Penduduk yang belum padat dan hasratnya untuk
memilih penanaman komoditi expor menyebabkan mereka
tertinggal dalam bidang irigasi. Meskipun demikian sering pula
diadakan usaha untuk membangun irigasi disana.
Di Pulau Sumatera ditahun-tahun menjelang 1930 telah
dibangun beberapa proyek irigasi didaerah Simalungun. Tetapi
dibeberapa daerah bangunan-bangunan tersebut kurang diman-
faatkan. Dalam hal ini Pulau Bali merupakan perkecualian. Di
Bali sudah ada bangunan-bangunan irigasi lama yang dimanfa-
atkan dengan baik oleh penduduknya.
Disini memang tidak perlu direncanakan bangunan-bangunan
baru. Pemerintah hanya memberi bantuan dana bagi pembuat-
an bangunan-bangunan yang pelaksanaanya ada diatas kemam-
puan teknis dan keuangan rakyat.
Juga di Sulawesi - Selatan pada tahun-tahun belakangan
terlihat kegiatan yang meningkat. Menjelang tahun 1930 sedang
diadakan persiapan untuk melaksanakan proyek irigasi dari
Bendung bergerak Benteng di K. Sadang.

7 .1.1. Blaya pelaksanaan bangunan irigasi

Menurut laporan Pemerintah Hindia- belanda bulan Juni 1930,


maka sebelum tahun 1900 telah dikeluarkan biaya f.28,8 juta
+ f. 6,- juta = f. 34,8 juta untuk pembuatan bangunan-
bangunan irigasi.

Kemudian sejak tahun 1900 berturut-turut telah dikeluarkan


anggaran sebagai berikut :

145
Tahun f juta Tahun f juta Tahun f juta

1900 1,158 1910 4,597 1920 9,245


1901 1,887 1911 4,207 1921 9,594
1902 2,180 1912 4,308 1922 6,035
1903 2,023 1913 6,066 1923 5,571
1904 2,206 1914 5,837 1924 6,030
1905 2,084 1915 4,677 1925 6,707
1906 2,019 1916 5,508 1926 7,341
1907 2,103 1917 6,734 1927 7,846
1908 1,902 1918 7,739 1928 7,729
1909 1,813 1919 8,157 1929 7,450

19.375 57,820 73,548


57,820
73,548

150,743

Jumlah semua pengeluaran menjadi f 34,8 juta + f 150.743


juta - f 185.543 juta.
Karena f 15 juta hilang di proyek Bengawan Solo, maka
investasi Pemerintah Hindia - Belanda menjadi f 170,500 juta.
Dengan biaya tersebut telah dicapai luas areal irigasi teknis
seluas 1.400.000 ha, sehingga biaya per ha menjadi sekitar
f 120,-.

Kalau harga beras eceran waktu itu adalah f 0, 10 Acg, maka


untuk f 120,0 dapat diperoleh 1200 kg beras.
Kalau harga beras sekarang 1983 Rp. 300 I kg maka biaya
pembuatan pembangunan irigasi per ha menjadi Rp. 360.000,-
dengan nilai rupiah 1983.

146
7.1.2. Sumbangan darl lndustrl Gula

Terdapat catatan, bahwa Industri Gula pun memberi sumbang-


an untuk membangun bangunan-bangunan irigasi, merehabili-
tasi ataupun biaya untuk pembiayaan tenaga khusus guna
pengawasan pemberian air dipetak-petak tersier, sebagai be-
rikut :
Tahun Jumlah f juta
1920 2.000
1921 2.800
1922 2.300
1923 3.200

7.1. 3. Dana Kemakmman ( . Welvaartfonds.)

Sekitar tahun 1933 Pemerintah Belanda memberikan subsidi


sebesar f 25.000.000,-, yang maksudnya sebagai Dana Kemak-
muran dan dipakai untuk membiayai proyek-proyek kemakmur-
an termasuk proyek irigasi.
Tidak diperoleh perincian dari proyek-proyek yang dibiayai dari
Dana tersebut.

7.2. Irigasi dari K. Gung dan K. Kumisik

Dalam tahun 1893 sampai 1903 ·Ir. A.G. Lamminga


beijasa besar dalam membangun daerah irigasi Pemali (lihat
5.6.) dengan cara, yang hingga zaman modempun masih
dianggap sebagai model bagaimana merencanakan daerah
irigasi dengan baik.
Daerah irigasi K. Rambut, yang terletak lebih ke Timur
dari kota Tegal pun diperlengkapi dengan sistem irigasi teknis.
Justru daerah yang terletak lebih dekat dengan kota
Tegal, yaitu daerah Gung dan Kumisik, masih dibiarkan dalam
keadaan semula.

147
Daerah Gung dan Kumisik merupakan daerah irigasi
berukuran sedang, yang terletak sebelah menyebelah kota Tegal
kearah Selatan. Luasnya 25.900 ha. Daerah K. Gung bagian
Utara terletak didataran dekat pantai, tetapi bagian Selatannya
merupakan kaki G. Slamet dengan muka tanah miring. Daerah
K. Kumisik pun terletak ditanah yang miring.
Daerah Gung dan Kumisik sudah punya sistem irigasi
buatan rakyat, sehingga setidaknya rakyat dapat bercocok
tanam, sekalipun masih secara sederhana. Mungkin itulah
sebabnya mengapa daerah ini belum dianggap perlu untuk
segera diperbaiki. Di sungai-sungai kecil yang ada rakyat
membuat bendung-bendung untuk irigasinya.
Disini tak ada pemisahan antara saluran pembawa dan saluran
pembuang. Disinipun sudah ada pabrik-pabrik gula sejak lama.
Pada umumnya penanaman padi rendengan tidak me-
nimbulkan masalah, kecuali bagian Utara, yang sering keban-
jiran karena sistem pembuangan air tidak memuaskan. Bagian
Utara pun sering tak kebagian air dalam musim kemarau.
Dalam kondisi debit musim kemarau amat terbatas,
dengan tanaman tebu yang cukup luas tersebar di daerah ini
dan pula tanaman polowijo yang intensif, dapatlah dimengerti
mengapa di daerah ini sejak lama sudah dibuat waduk-waduk
lapangan, yang dalam kenyataannya memang diperlukan untuk
menghindarkanhnengurangi sengketa dalam pemberian air.
Rakyat disini tidak mengerti mengapa akhirnya pembuat-
an waduk-waduk lapangan dihentikan dan aturan siang malam
dihidupkan kembali (lihat ayat 6).
Pembangunan Daerah Gung ini baru mulai dikerjakan
dalam tahun 1911 dibawah pimpinan Ir. W.F. Eysvoogel
dengan bagian pertamanya.
Pembangunan dibagi atas 10 bagian dan bagian terakhir
diselesaikan sekitar tahun 1925.
Perbaikan irigasi K. Gung ini dikerjakan dengan mema-
kai sistem irigasi yang ada, sebagaimana diuraikan sistem yang
ada, mempergunakan saluran pembawa dan pembuang tercam-

148
pur sehingga sama sekali berlainan dengan sistem irigasi Pemali
(daerah tetangga), yang mengadakan pemisahan ketat antara
kedua jenis saluran itu.
Pada sistem tercampur ini, orang lebih hemat dalam
pemakaian air, karena air yang telah terpakai ada kemungkin-
annya dapat dipakai lagi di petak-petak yang letaknya lebih
kehilir. Kalau ada hujan jatuh disuatu areal, itu pasti
memberi keuntungan air, yang dapat di manfaatkan di
petak-petak lebih kehilir.
Berhubung dengan rembesnya tanah volkanik di daerah ini,
untuk menentukan kapasitas saluran dipakai juga Lengkung
Pemali, yang masih dikalikan dengan faktor koreksi a = 1,25
Sistem saluran pembawa dan saluran pembuang tercampur
sebenamya di daerah ini memang pada tempatnya, sebab
saluran induk Gung sendiri tak pernah mampu menyalurkan
debit menurut rencana sebesar 18 m3 /det, paling-paling hanya
12,5 m3 /det. dapat dialirkan. Dengan demikian dalam penga-
liran air yang dibagi itu menuju ke petak-petak tersier, tanpa
penambahan sebenamya air tidak mencukupi.
Oleh karena itu, adanya penambahan air dari air bekas atau
pun air hujan merupakan sesuatu yang amat disyukuri.
Dalam proyek perbaikan daerah irigasi Gung, selain pada
umumnya dipakai jaringan saluran yang sudah ada, nama-
nama saluran lamapun masih dipakai.

Saluran induk dari Bendung Danawarih mengalir hampir


sejajar dengan alur K. Gung dengan kehilangan tekanan besar,
sampai pengaliran air tidak lagi laminer dan mengikuti hukum
Strickler, terapi pengaliran sudab turbulen dengan kecepatan
besar seperti sungai pegunungan saja. Untuk mempertahankan
dasar dan tepi saluran terhadap penggerusan, dipasang lapisan
batu kali, yang ditempat ini amat mudah diperoleh sepanjang
sungai. Batu-batu itu dimasukkan dalam matras kawat dengan
ikatan yang cukup erat. Dengan demikian terbentuk kaskade
dari matras kawat, yang dapat tahan cukup lama. Air mengalir
dengan suara gemuruh/mendesir.

149
Kehilangan tinggi disaluran induk yang besar ini diman-
faatkan oleh sebuah Pabrik es di desa Lebaksiu, yang
mempergunakan tekanan air yang ada untuk pembangkitan
tenaga pabriknya.

Sampai di tanah datar dibuat sebuah Bendung lagi di


K. Gung, yaitu Bendung Pesayangan, yang bertugas menyalur-
kan air banjir K. Gung ke K. Ketiwon, yang mulai dari
Bendung Pesayangan ini merupakan sungai yang dinormalisasi
bertanggul dikedua belah tepi dan mengalir disebelah Timur
Kota Tegal langsung ke laut.
Bendung Pesayangan masih menampung air kelebihan
dari Danawarih, ditambah dengan beberapa anak sungai kecil
yang masih membawa air bekas dari petak-petak diudik. Air ini
masih dimanfaatkan lagi untuk irigasi dan pembersihan kota
Tegal.
Disebelah Barat daerah ini terdapat beberapa buah
bendung, yang mampu menambah air kepada petak-petak
diujung utara antara lain bendung Sidapuma.

Pembuatan sistem irigasi dengan bercampumya saluran


pembawa dan pembuang tentu berbeda dengan sistem yang
terpisah.

Kalau suatu saluran sekonder dengan mudah saja


mempergunakan sungai kecil, yang memang oleh rakyat sudah
dipakai untuk keperluan saluran pembawa, maka itu berarti,
bahwa tidak diperlukan biaya penggaliannya. Akan tetapi
sebaliknya pembuatan bangunan pengambilan memerlukan
biaya lebih, karena mau tak mau bangunan harus dibuat
seperti sebuah bendung kecil untuk memberi kemampuan
menyalurkan air banjir terus kehilir.
Dalam prakteknya bangunan semacam ini dapat diatasi
dengan membuat tanggul kanan-kiri dengan ketinggian yang
cukup. Tanggul-tanggul ini tidak perlu dibuat sepanjang
saluran sekonder tersebut, tetapi hanya secukupnya saja
menurut keperluan.

150
Saluran induk Gung kurang lebih 1 km dari bendung
Danawarih, diseberangkan diatas K. Gung ketepi kanan
dengan sebuah talang yang cukup panjang. Diatas talang
dibuat tutup, yang sekaligus direncanakan sebagai jembatan
untuk lalu-lintas inspeksi.
Karena dasar sungai tidak stabil dan terdiri atas
batu-batu besar, kerikil dan pasir, sedang alur sungai pun
sering berpindah-pindah, maka masalahnya adalah bagaimana
merencanakan baguna11 talang yang dapat bertahan lama.
Jawabnya adalah sebuah talang terdiri atas sejumlah lengkung
beton masing-masing dengan bentang 25 m, ditopang oleh
tiang-tiang yang tebalnya sedemikian besar, sehingga cukup
kuat menghadapi benturan batu-batu besar. Panjang talaugpun
dibuat sedemikian, hingga pindahan alur sungai sewajarnya
masih berada dibawah talang. Konstruksi ini ternyata dapat
bertahan bertahun-tahun.

7.2.1. Bendung Danawarih.

Bendung di K. Gung bemama Bendung Danawarih.


Saluran induknya mengalir mengikuti kemiringan tanah yang
besar dan merupakan pengaliran turbulen dimana rumus
Strickler tidak berlaku. Dasar saluran berbatu dan disusun
sebagai kaskade dengan mempergunakan matras kawat.
Didaerah yang sudah datar terdapat Bendung Pesayangan
dan K. Gung dihilir Bendung ini bertanggul dan mengalir
disebelah Timur kota Tegal. Disamping ini masih ada beberapa
Bendung disebelah barat areal yang memberi tambahan air.
Bendung Danawarih menarik perhatian karena konstruksi
lain dari pada yang lain. Lebih dulu perlu dikemukakan, bahwa
K. Gung mempunyai mata air dilereng G. Slamet.
Tak jauh dari mata aimya sudah dibendung oleh Bendung
Kemaron untuk mengairi tepi kanan sungai ditanah pegunung-
an yang sangat besar kemiringannya.

151
K. Gung sendiri mengalir deras dan berliku-liku dengan dasar
sungai yang penuh batu-batu dari sebesar kerbau sampai kerikil
dan pasir, kesemuanya produk dari G. Slamet. Dekat
Kalibakung tepi dan dasar sungai ternyata merupakan tanah
labil, ytlng mudah longsor. Sudah sering terjadi, bahwa jalan
Kabupaten dari Kalibakung ke Bumijawa harus dipindah
trasenya karena melorot kebawah.

Bendung Sidapurna

Hubungan antara daerah K. Gung dan K. Kumisik adalah,


bahwa dari daerah K. Gung bila perlu dapat dialirkan air
suplesi kedaerah Kumisik, akan tetapi sebaliknya tidak dapat,
kecuali kalau dibuat secara khusus.
Dalam prakteknya kesempatan suplesi itu, sepanjang dapat
diketahui jarang dilaksanakan.

152
Bendung Pesoyangan

Dekat diudik Bendung Danawarih ada sebuah anak


sungai K. Gung bernama K. Blembeng yang menyatu dengan
induk sungai ditepi kanan.
Bentuk topografi daerah aliran K. Blembeng memungkinkan
pembuatan waduk dengan taksiran daya tampung 40 juta m3.
Tetapi belum diketahui apakah tempat pondasi bendungan
cukup aman untuk diberi beban bendungan waduk.
Soalnya lebih keudik lagi terdapat tempat Kalibakung, yang
sebagaimana telah diuraikan sering terjadi longsoran trase
jalan Bumijawa, sehingga terhadap kemungkinan bendungan
waduk Blembeng kita wajib lebih hati-hati.

Lagi pula, setelah waduk Cacaban selesai dibangun dalam


tahun 1958 dan telah dibuat saluran suplesi Cacaban-Gung,
keadaan air musirn kemarau daerah Gung sudah mengalami
perbaikan.

!53
Penanaman palawija didaerah Gung karena padatnya penduduk
dan subumya tanah volkanik, terkenal amat intensif dan
menyerupai perkebunan rakyat.
Arus K. Gung sendiri dari Danawarih sampai Kagok
(Slawi) amat mudah berpindah-pindah. Letak dasar sungai
kurang lebih sama dengan tanah asli. Sebuah batu besar yang
bergerak sedikit dapat memindah arus.
Selama arus ini masih tetap berada dalam jalur timbunan batu
dan kerikil dan tak mengancam kampung, maka tidak timbul
masalah. Karena dasar sungai yang menjadi Iebar itu sama
tingginya dengan kampung-kampung separljang sungai, maka
rakyat sering merasa ketakutan menghadapi ulah K. Gung.
Dinas Irigasi menyediakan Dana Waterkeringswerken untuk
membuat tanggul-tanggul matras kawat ditempat-tempat, di-
mana alur sungai mengancam kampung-kampung.
Didesa Simbang dahulu terdapat lokasi konsesi pengambilan
batu untuk keperluan Perusahaan Kereta Api guna pemelihara-
an jalan kereta api. Pengambilan batu dari K. Gung ini
dikerjakan intensif dibawah pimpinan Kepala Desa Simbang.
namun tak pernah diobservasi bahwa pengambilan batu itu
merupakan gangguan terhadap lingkungan. Batu baru selalu
datang dari udik terbawa arus air. Penulis pernah bekerja pada
tahun 1937-1938 didaerah ini yang gajinya dibebankan kepada
Waterkeringswerken.

Bendung Danawarih asal mulanya dibuat sebagai bendung


tetap dengan kepala terbuat dari batu-batu besar yang ditatah
halus.
Dihilir kepalanya dibuat tembok miring, juga tersebut dari
batu-batu besar, yang mudah didapat setempat.
Pada banjir yang datang pertama setelah dibuka, tembok
miring temyata dihancurkan oleh batu-batu yang terbawa arus.
Kemudian tembok miring dibuat lebih tegak, tetapi konstruksi
ini pun tidak dikumiai umur panjang.
Tetap saja rusak karena hantaman batu-batu . besar yang
terbawa banjir. Akhirnya kepala ben dung dilindungi dengan
pelat baja Armco tebal 8 mm, yang berbentuk bulat, sedang

154
tembok dibawahnya dibuat tegak. Konstruksi ini dapat
bertahan sampai tahun 1968 pada waktu mana bendung rusak
total.

Bendung Dallllwarih

Dibawah ini diceritakan pengalaman Penulis tentang


banjir K. Gung, yang dapat merubah-ubah arus air, justru
karena banyaknya batu, kerikil dan pasir dibawanya.
Pada suatu ketika, batu kerikil dan pasir terbawa air
memasuki alur sungai yang menuju ke pintu-pintu pemasuk
Bendung Danawarih, sehingga pintu-pintu pemasuk tersumbat.
Ait Banjir kemudian memilih jalan mengalir melintas mercu
bendung dan saluran induk menjadi kosong sama sekali.
Sejumlah pekerja dikerahkan untuk membuat alur baru
menuju ke pintu-pintu pemasuk. Pekerjaan ini dapat diselesai-
kan dalam waktu setengah hari.

155
7.2.2. Perombakan Bendung Danawarih.

Bendung Danawarih, yang mempunyaj areal irigasi seluas


13.832 ha dalam bentuk lama tak dapat dipertahankan, karena
tidak mampu menyadap air cukup untuik seluruh arealnya,
sekalipun dibantu oleh beberapa bendung lain bahkan dapat
menghemat pemakaian air dalam daerah irigasinya karena
tercampumya saluran pembawa dan pembuang, sehingga ada
kemungkinan untuk mempergunakan air lebih dari satu kali.
Dalam tahun 1968 Bendung Danawarih benar-benar perlu
diperbaiki, karena kemampuan menyadapnya sudah terlalu
merosot.
Untuk ini telah dibentuk suatu sub pro dengan Surat
Keputusan Menteri PUTL tgl. 18 April 1970 Nomor 951/
KPTS /10 untuk menangani secara umum rehabilitasi irigasi
Pemali Comal, berkedudukan di Tegal. Proyek ini dibiayai oleh
PROS IDA.
Badan bendung diturunkan dan bagian atas tubuh
bendung terbuka, hanya ditutup oleh trali baja supaya batu
tidak masuk badan ben dung. Yang diharapkan masuk hanya
pasir dan kerikil terbawa air, yang kesemuanya dengan
kemiringan cukup mengalir ke pintu masuk.
Sekalipun lubang diatas badan bendung dibuat diseluruh
panjang bendung, namun pengalamail menunjukkan, bahwa
tidak dapat dialirkan debit secukupnya.
Pasir dan kerikil yang terbawa masuk saluran induk, dikumpul-
kan dalam penangkapan pasir, yang dibersihkan berkala
kembali ke sungai.
J aringan irigasinya yang lama telah pula mengalami
rehabilitasi.

7.2.3. Waduk-waduk lapangan di Daerah Gung.

Menjelang zaman malaise industri gula di Pulau Jawa,


dalam daerah irigasi K. Gung terdapat penanaman tebu milik 8

156
buah Pabrik Gula, yang semuanya khusus dimusim kemarau
memerlukan perhatian pegawai yang mengurusi pembagian dan
pemberian air.
Ditambah dengan keadaan, bahwa penanaman polowijo
di daerah ini tergolong amat intensif karena penduduknya
padat, ditambah lagi dengan keadaan sistim irigasi, dimana
saluran pembawa dan pembuang tidak terpisah, maka dapatlah
dibayangkan, bahwa exploitasi irigasinya amat intensif khusus-
nya dimusim kemarau.

Tidak mengherankan, kalau sebelum perang kedudukan


Kepala Seksi irigasi daerah ini harus dijabat oleh seorang
Opzichter Kepala atau Opzichter Klas I.
Untuk menghindarkan kesulitan dalam pembagian dan
pemberian air itu, daerah ini telah lebih dulu ( ± 1920)
dilengkapi dengan waduk-waduk lapangan, yang disini biasanya
merupakan waduk-waduk tersier. Dalam bentuk aslinya,
berhubung daerah irigasi ini tidak terlalu datar, semua
bangunan pengambilan dilengkapi dengan alat ukur Cipoletti.

Waduk-waduk lapangan versi lama ( ± 1920) hubungan


antara waduk dengan saluran tersier terselenggara dengan
lubang (doorlaat) pemasuk disamping lubang pengeluar. Lu-
bang pengeluar dilengkapi dengan pintu Crump de Gruyter,
yang mengeluarkan air dekat pada dasar waduk. ·
Alat ukur ini cocok sekali untuk keperluannya, karena dengan
memanipulasi pintu 2 a 3 x sehari saja dapat diperoleh
pengeluaran air yang tak terlalu jauh bedanya sepanjang hari,
ini berkat sifat alat ini yang tidak peka terhadap perubahan
muka air. Air dari waduk ditambah dengan air langsung dari
pintu pengambilan memberikan debit saluran tersier untuk
pemberian air hari itu.
Pada waduk-waduk lapangan versi baru (buatan tahun
1939) 2 buah lubang (pemasuk dan pengeluar) dapat dipersatu-
kan menjadi sebuah lubang saja, yang berfungsi memasukkan
air diwaktu malam dan mengeluarkannya diwaktu pagi sampai
sore.

157
Pada waktu mengeluarkan air dari waduk, dipakai JUga
pengukur Crump de Gruyter, yang sekaligus mengukur debit
dari saluran tersier.

7.3. Penggunaan Alat-Alat Ukur Debit.

Dalam tugas pembagian dan kadang-kadang juga dalam


pemberian air yang tertib, diperlukan sarana alat-alat ukur
debit dalam saluran distribusi.
Untuk menjamin, bahwa alat-alat ukur itu berfungsi
dengan baik perlu ditugaskan kepada seorang inspektur atau
Pengawas, yang sewaktu-waktu dapat mengontrol keadaan
alat-alat ukur tadi. Biasanya tugas ini tidak dapat diserahkan
kepada Opzichter !Kepala Seksi, karena ia sudah cukup sibuk
dengan operasi pembagian air.
Alat ukur debit yang paling sederhana adalah sebuah
drip.

7.3.1. Drip (Drijfvak).

Ini merupakan suatu bagian saluran, yang telah diukur


(profil) penampang lintangnya dan dibuatkan tabel luas
penampang itu pada setiap ketinggian skala duga.
Pada bagian udik bagian saluran tersebut kemudian
dipasang kawat melintang saluran diatas air. Juga pada jarak
tertentu, misalnya 10 meter pada bagian hilir dipasang kawat
serupa melintang saluran.
Dengan melepaskan sebuah pelampung kumbul diudik
kawat melintang pertama dan kemudian dengan sebuah
stopwatch diukur waktu sampai pelampung melewati kawat
melintang kedua, maka dapat diketahui kecepatan air pada
permukaan. Angka ini masih perlu dikoreksi dengan faktor
(0, 7 a 0, 9) untuk mendapat kecepatan rata-rata dalam profil
saluran.

158
Operasi ini biasanya perlu diulangi untuk menghilangkan
kemungkinan kesalahan.
Kalau salurannya Iebar, maka mungkin pula bahwa perlu
melepaskan pelampung pada 3 jalur Iebar saluran.
Dengan mengalikan luas penampang profil (menurut
tabel) dengan kecepatan rata-rata yang diperoleh, maka didapat
debit saluran Q = F x V.
Pengukuran debit seperti ini hanya dikerjakan pada
saluran-salura'l induk dengan debit cukup besar, atau pada
sebatang sungai, yang ingin diketahui debitnya. Untuk hal yang
terakhir ini tentu harus dipilih bagian sungai yang cukup lurus
dengan profil yang tak terlalu berubah-ubah. Untuk sebatang
sungai jalur pengukuran kecepatan air seringkali perlu diambil
jalur lebih banyak lagi. Sekitar tahun 1938 Penulis pemah
menyelenggarak.an pengukuran debit K. Pemali dihilir jembatan
jalan raya di Brebes, yang Iebar sungainya ± 80 meter.
Observasi debit sungai diperlukan dalam rangka pengen-
dalian banjir dengan membuat grafik debit sebagai basil dari
pengukuran-pengukuran tersebut.

7. 3.2. Sekat Ukur Clpolettl.

Ini merupakan alat ukur yang setelah Perang Dunia I


paling banyak dipergunakan untuk mengukur debit saluran
tersier, boleh dikata alat ukur klasik.
Memang bentuk alat dan rumus debitnya sederhana,
sehingga cukup populer dalam dunia Pengairan. Namun
demikian, dalam prakteknya ada pembatasan-pembatasan
dalam penggunaan alat ukur ini.
Sekat ukur Cipoletti memerlukan kehilangan tekanan
cukup besar, sebab muka air hilir tidak boleh lebih tinggi dari
pada ketinggian ambang, jadi kehilangan tekanan disini
sudah ± 30 em. Kehilangan ini biasanya masih harus
ditambah dengan kehilangan di pintu pengambilannya sekitar

159
5 em, sehingga akhirnya seluruh bangunan pengambilan
memerlukan kehilangan tekanan 35 em, yang tidak selal11
tersedia.
Dalam reneana irigasi dulu-dulu, alat ukur Cipoletti
dipasang dalam kombinasi dengan pintu pengambilan dari
baja, yang dihubungkan dengan pipa beton. Alat ukur Cipoletti
biasanya dipasang - 25 a 30 meter dihilir pintu pengambilan,
untuk menjaga supaya muka air saluran sudah tenang dan
tidak mempunyai kecepatan awal. Dengan demikian antara
pintu dan alat ukur ada jarak yang tidak membuat operasi
pembagian air lebih mudah.
Biasanya diudik dekat Cipoletti terkumpul bahan endapan yang
bila dibiarkan dapat mengganggu fungsi alat ukur Cipoletti.
Hal ini sebenamya masuk akal, karena memang keeepatan air
diudik sekat dibuat keeil.
Dengan demikian alat ukur Cipoletti memerlukan pemelihara-
an, yang sebenamya tak seberapa berat, karena segala sesuatu
dapat dikerjakan tanpa mengharuskan berhentinya pembagian
air.

Alat ukur Cipoletti juga dipergunakan untuk mengukur


debit, yang dialirkan ke kebun-kebun tebu. Dalam hal ini alat
ukur bersifat sementara, terbuat dari papan kayu (jati), yang
diter. Kalau alat ukur ini perlu dipindah, hal tersebut dengan
mudah dapat dilaksanakan.
Alat ukur Cipoletti merupakan alat ukur yang peka
terhadap perubahan muka air, sebab rumus debitnya mengan-
dung unsur H (ketinggian muka air) berpangkat 3/2.
Jadi kalau muka air c!alam saluran sekunder atau induk
berubah-ubah, kita harus menerima fakta, bahwa debit saluran
tersierpun berubah-ubah menurut perubahan H3;2 itu.

7.3.3. Alat ukur Venturi

Dalam tahun 1925 - 1930 di daerah Mojokerto orang


menganggap, bahwa Pintu pengambilan - sekat Cipoletti

160
kurang praktis dalam operasi pembagian air. Oleh sebab itu
disana pertama kali direncanakan Pintu pengambilan, yang
sekaligus mengukur debitnya dengan alat ukur Venturi tertu-
tup. Dengan sekali putar pintu dapat dibaca sekaligus debit
yang melalui lobang tenggorokan pengukur Venturi, yang diberi
berukuran stan dar, sedang yang variabel adalah tekanan
airnya.
Ini tentu merupakan langkah maju, tetapi pengalaman
membuktikan, bahwa banyak alat ukur Venturi di daerah
Pemali mengalami penutupan lumpur. Pembersihan alat ini
tidak mudah, karena semuanya terpasang dalam bangunan di
bawah air. Dengan demikian pembersihannya memerlukan
penghentian exploitasi pembagian air.
Bila air irigasi dari sungai jernih, tentu keberatan ini
tidak akan ada.
Bangunan dengan alat venturi dapat dibuat kompak dan
tekanan air yang diperlukan lebih hemat dari pada Cipoletti.
Pengukuran jenis Venturi tidak peka terhadap perubahan muka
air, karena dalam rumus debitnya H nampak dalam pangkat
112 saja.
Dalam tahun-tahun 1925 - 1930 di Laboratorium
Masalah Air di Semarang telah diadakan penelitian, supaya
Pengukur Venturi dapat diberi ukuran standar.

7. 3.4. Alat ukur Crump de Gruyter.

Dalam tahun-tahun 1925, 1926 dan 1927 telah dipropa-


gandakan alat ukur baru melalui majalah "De Waterstaats-
Ingenieur".
Alat ukur Crump de Gruyter merupakan pintu baja, yang
melalukan air dibawah pintu, yang dengan demikian juga
langsung dapat mengukur debitnya. Pintu ini karena sifat
utamanya amat cocok untuk dipakai pada pengeluaran waduk
lapangan. Debit yang keluar dari pintu ini tidak peka terhadap
perubahan muka air, karena dalam rumus debitnya H hanya

161
rnuncul dalarn pangkat 1 ;2, Dengan dernikian rnenurut
pengalarnan, untuk rnengeluarkan debit tetap (constant) dari
waduk lapangan, hanya diperlukan rnerubah kedudukan pintu
kurang-lebih 2 a 3 x dalarn satu hari. Hal ini tidak terlalu
rnernberatkan petugas yang rnelaksanakannya.

7.3.5. Pintu Romyn.

Dalarn usaha terus kearah penyernpumaan, datanglah


Ir.D.G. Rornyn dari daerah Dernak dalarn tahun 1932, dengan
Pintu yang diberi berarnbang Iebar sekaligus dapat rnengukur
debit yang rnengalir diatas arnbang.
Pintu ini hernat tekanan air, sehingga dalarn waktu singkat
banyak dipergunakan pada daerah-daerah yang datar tanahnya.
Pintu ini rnernpunyai pintu bawah untuk rnengadakan pern-
bilasan dan hal ini dapat dilaksanakan tanpa rnenghentikan
eksploitasi.
Alat ini peka terhadap perubahan dalarn rnuka air karena
rum us debitnya rnengandung unsur H berpangkat 3 !2.

7.3.6. Sekat Thomson.

Dalarn praktek irigasi di Indonesia terdapat pula sekat


Thomson, yang dipakai untuk rnengukur debit kecil seperti air
bocoran dari bendungan waduk dan sebagainya.
Juga rnasih ada jenis alat ukur debit lain, seperti Rehbock
dan sebagainya.

7. 3. 7. Ambang Iebar tetap.

Bangunan ukur ini sebenamya suatu penyederhanaan dari


Pintu Rornyn. Rurnus debitnya pun sarna.
Hanya saja arnbangnya rnerupakan pasangan batu dan tidak
dapat digerakkan.
Mernpunyai keberatan, bahwa bila rnuka air hilir untuk
keperluan irigasi dinaikkan, alat ukur ini segera tenggelarn,
sehingga tidak dapat rnengukur dengan baik.

162
7 .4. Era baru dengan konstruksi waduk-waduk besar.

Menjelang tahun 1930 sebenarnya di Pulau Jawa hampir


semua daerah irigasi yang pada pokoknya bertujuan menjamin
penanaman padi rendengan sudah terlaksana. Nyatanya sudah
mulai sulit memperoleh proyek irigasi baru untuk dikerjakan.
Tentu saja proyek-proyek irigasi, yang memberikan rentabilitas
baik, atau yang ada kemungkinannya untuk ditanami tebu,
telah dilaksanakan lebih dulu. Yang tersisa adalah proyek-
proyek yang rentab!litasnya kurang meyakinkan atau proyek-
proyek yang condong kepada sifat sosialnya dan kurang
ekonomisnya.
Jadi kalau waktu itu Pemerintah berkeinginan mengem-
bangkan irigasi lebih lanjut, maka masalahnya harus dialihkan
kepada usaha menambah air musim kemarau untuk menanam
padi gadu atau tanaman air lain. Dengan demikian sebenarnya
di Pulau Jawa kita sejak masa itu sudah memasuki era baru,
yang bertujuan meningkatkan angka penanaman mendekati
angka 2 dalam setahun.

ll'aduk Prijetan
Bahwa hal ini pada umumnya hanya dapat dicapai
dengan pembangunan waduk-waduk besar, dapatlah mudah
dipahami. Tetapi menyadari, bahwa dalam era ini masalahnya
menjadi lebih besar risikonya, maka pihak Belandapun tidak
segera bertindak kearah pembangunan waduk-waduk besar.
Kita mengetahui bahwa Belanda memang bersifat cermat dan
berhati-hati.
Namun demikian agak lebih cepat dari pada perkiraan,
dilembah Bengawan Solo telah dibuat waduk lumayan besar yang
pertama, yaitu Waduk Prijetan dalam tahun 191011916
letaknya tak jauh dari Kota Babat dikontruksi sebagai
bendungan tanah dengan inti tembok beton dan berdaya-tam-
pung 8.000.000 m3.
Maksud pembuatan waduk ini rupa-rupanya untuk sekedar
kompensasi atas gagalnya rencana proyek irigasi Bengawan Solo
(lihat 5, 7).

Waduk Paca/

164
Kemudian juga dibuat Waduk Pacal dekat Bojonegoro
dalam tahun 1927 !1933. Tubuh bendungan dibuat sebagai
timbunan batu kapur (rock fill) dengan perapat air pelat-pelat
bet on dibagian sisi air. Pelat-pelat betbn itu bertUmpu kepada
koperan dari beton juga, yang tertanam dalam-galam ditanah
pondasi. Waduk ini berdaya tampung 41.500.000. M3 dan
ternyata dapat memenuhi fungsinya dengan baik untuk
penyediaan air musim kemarau .
Bocoran yang berarti tidak pernah terobservasi.

Dekat pada mata air K. Pemali, yaitu disekitar titik


tertinggi di pelana jalan raya Tegal-Purwokerto antara tahun
1930 dan 1934 dibuat Waduk Penjalin dengan bendungan
tanah tanpa inti dengan daya tampung 9.500.000 m3. Waduk
ini luas daerah alirannya hanyalah 4,4 km2, namun pengisian-
nya didukung oleh curah hujan yang cukup (27 54 mm)
didaerah ini. Dalam rencana semula terdapat saluran pengisi
sepanjang ± 2 km dari mata air K. Pemali, yang dimasukkan
kedalam waduk, bila ternyata pengisian waduk dari air hujan
kurang memuaskan.

/Jemlung Penjalin

lbS
Maksud pembuatan waduk adalah untuk menambah debit
musim kemarau K. Pemali selama 3 bulan terus-menerus
dengan debit 1.- m3 /det. Pabrik-pabrik gula yang berkepen-
tingan direncanakan membiayai konstruksi waduk ini, akan
memperoleh konsesi perluasan penanaman areal tebu didaerah
irigasi Pemali, yang diairi oleh Bendung Notok.

Bahwa ternyata konsesi ini bersamaan waktu dengan


datangnya malaise (6.8) adalah suatu kesialan belaka, sehingga
dalam prakteknya konsesi batal dilaksanakan. Andaikata waktu
itu orang-orang pabrik gula mempunyai pandangan ekonomi
kedepan lebih tajam, pasti mereka tidak akan berani menyedia-
kan biaya tidak sedikit.

7 .5. Waduk-waduk yang diselesaikan.

Selain waduk-waduk yang telah disebut dalam 7.3.


sebelum ayat ini, dalam era baru dengan konstruksi waduk-
waduk besar, telah dibuat pula waduk-waduk yang tidak
tergolong besar, tetapi bagi daerahnya merupakan sesuatu yang
amat menolong dalam alam yang kekurangan air. Dapat
disebut misalnya :

1. Waduk Nglangon (1911 - 1914) didaerah Blora,


berdaya tampung hanya 1.104.000 m3 terbuat dari tanah.

2. Waduk Tempuran (1914 - 1916) didaerah yang sama,


berdaya tampung 2.143.000 m3, yang terbuat dari tanah juga.

Masih ada beberapa waduk kecil lagi, yang amat


menolong daerah aliran K. Lusi, yang serba kering, hal mana
dapat digambarkan sebagai berikut :

166
Waduk Tempuran

Bila anda naik pesawat terbang dari Jakarta ke Surabya


biasanya pada suatu saat anda berada diatas daerah ini.
Dimusim kemarau pemandangan berwarna kuning-abu-abu,
karena keringnya mengingatkan kita kepada gurun sekitar Arab
Saudi. Tetapi pada dataran yang kersang itu sekonyong -
konyong terlihat noda - noda hijau, yang tak seberapa besar,
tetapi toh memberikan kesegaran. Itulah areal - areal yang
menikmati air dari waduk - waduk kecil itu.

Didaerah Surakarta pun terdapat waduk - waduk kecil,


yang merubah pemandangan menjemukan menjadi lebih segar.
waduk - waduk didaerah Surakarta pada umunya daya
tampungnya lebih besar, namun masih digolongkan kepada
waduk - waduk kecil misalnya.

Cengklik 11.100.000 m3 semuanya merupakan bendungan


Jombor 4.100.000 m3 tanah.
Plumbon 1. 200. ()()() m3
Mulur 5. ()()(). ()()() m3

167
Delingan 4.000.000 m3
Gebyar 2.100.000 m3
Lalung 5.000.000 m3

Didaerah Madiun telah dibuat 4 buah waduk kecil.

Dawuhan 5.425.000 m3
Noto puro 2.060.000 m3
Saradan 1.631.000 m3
Dung ben do 2.400.000 m3

Semuanya bendungan tanah.

Saluran lnduk Waduk Tempuran

Waduk Gunung Rowo (bendungan tanah) dibangun


1918-1925 terletak dilereng Gunung Muria dengan daya
tampung 5.000.000 m3 dipakai untuk memberi air musim
kemarau di daerah Pati untuk palawija dan tanaman tebu.

168
Dekat Gunung Rowo terdapat Waduk Gembong dibangun
tahun 1930-1933 dengan daya tampung 9.620.000 m3 juga
dimaksudkan untuk irigasi musim kemarau daerah Pati bagi
palawija dan tebu. Pembuatan tubuh bendungan ini adalah
dengan hydraulic fill ( satu - satunya di Indonesia) dengan
rnempergunakan kanon-kanon air yang biasa dipakai dalam
penambangan timah di Bangka.
Menurut ceritera Pak Pringgoadisuryo (ayah Pahlawan
Nurtanio) almarhum, waktu itu kepala daerah irigasi Pati pada
suatu ketika pintu-pintu penutup waduk, yang mestinya bekerja
secara hidrolis, tidak mau bekerja, macet. Rupa-rupanya
lumpur yang mengendap disekitar pintu sudah demikian
tebalnya, hingga mempengaruhi mekanik pembukaan pintu.
Pintu-pintu tetap tidak mau membuka, sehingga dikhawatirkan
akan menyebabkan muka air waduk meningkat terlampau
tinggi hila banjir-banjir sudah datang. Kebetulan ada seorang
petugas yang menawarkan diri untuk memasuki trowongan
pengeluar dari hilir dan berusaha meng-orek-orek kotoran yang
mungkin menyebabkan kemacetan itu.
Temyata petugas tersebut berhasil menghilangkan penyumbat-
an itu dan air dengan kecepatan besar dan berbunyi gemuruh
keluar melalui terowongan. Tentu saja sang petugas terbawa
arus air dan dilemparkan ke sungai, alhamdulillah selamat.
Ceriteranya tidak menyebutkan, bahwa kemudian sang petugas
mendapat hadiah dari Pak Pringgo.

Penulis pemah menyaksikan tindakan Mantri Water


beheer waduk Gembong, yaitu ia mempertinggi mercu pelimpah
waduk dengan beberapa tumpuk balok penebat, katanya dengan
maksud menampung air lebih banyak dalam waduk, supaya
penanaman palawija dapat ditingkatkanl Dengan diiringi
hormat atas prakarsanya ia belum menyadari bahwa tindakan-
nya dapat berakibat buruk sekali, bahkan dapat menjadi
malapetaka, bila banjir besar datang dan muka air waduk
meningkat diatas mercu bendungan. Oleh karena itu dengan
disertai keramahan yang bersangkutan dipersilahkan menying-
kirkan balok-balok penebat yang dimaksud.

169
Dekat Cirebon dalam tahun-tahun 1924-1927 telah dibuat
bendungan Situ patok dari tanah dengan inti lempung dan
daya-tampung 12.000.000 m3.
Di K. Kabuyutan tak jauh dari Ketanggungan, Brebes
antara tahun 1935 - 1940 telah dibuat pula Waduk Malahayu
dengan daya-tampung 60.000.000 m3.
Tinggi bendungan adalah 30 m dan terbuat dari kerikil dan
pasir endapan K. Kabuyutan dan inti lempung dari kolam
waduk .

Waduk Ma/ahayu yang dibangun poda tahun 1935-1940 di K. Kobuyutan dengan


doyo tampung 60. 000.000 M3.

Dalam pelaksanaan bendungan waduk pada tarap pem-


buatan cofferdam dipimpin oleh Ir. Segond von Banchet pernah
terjadi pelimpasan air banjir diatas cofferdam, sehingga
karenanya cofferdam nyaris runtuh, masih untung bagi lr.
Segond, bahwa air banjir tidak meningkat lagi, sehingga sebuah
malapetaka tidak terjadi. Hanya beberapa alat besar terbawa
arus dan diketemukan kemudian tertimbun pasir di Sungai.

170
Kemudian cofferdam dipertinggi dengan pa.sir dalam karung,
yang ditutup gcni terceiup dalam aspal. Alhamdullilah sampai
bendungan selesai ditimbun, tidak terjadi lagj saat yang
mendebarkan. Jelas terlihat disini, bahwa antara keamanan dan
malapetaka hanya dibatasi oleh kemujuran.
W aduk ini memberi tambahan debit musim kemarau
kepada 3 buah sistem irigasi yang sudah ada, yaitu Kabuyutan,
Babakan dan Cijengkelok.
Pada tahun 1940 di Kantor Pusat W aterstaats-afdeling
"Pemali-Comal" di Tegal telah dimulai dengan persiapan untuk
pembuatan waduk Cacaban disebelah Selatan kota Tegal
dengan daya tampung 90.000.000 m3. Penulis berkesempatan
ikut serta dalam prarencananya, yang meliputi rencana saluran
suplesi dari K. Rambut, diambil sewaktu K. Rambut memban-
Jlr.

7 .6. Desentralisasi

Dengan maksud supaya masyarakat ikut-serta dalam


pemerintahan pada umumnya dalam tahun 1930 diadakan
usaha desentralisasi dengan memberi wewenang kepada Peme-
rintah Daerah Propinsi untuk mengatur rumah tangga sendiri,
termasuk urusan Pengairan. Pemerintah Pusat hanya menye-
lenggarakan pengawasan dan tidak lagi mengurusnya secara
langsung.
Pemerintah Daerah Propinsi mempunyai Badan legislatif,
yang disebut College van Gedeputeerden (sekarang DPRD
tk 1), yang anggota-anggotanya sebagian dipilih dan sebagian
lagi ditunjuk oleh Pemerintah. Keikut-sertaan masyarakat
tercermin dalam pendekatan-pendekatan dalam College van
Gedeputeerden, yang antara lain menentukan prioritas proyek-
proyek mana yang dalam tahun tertentu akan dilaksanakan dan
mengadakan peraturan-peraturan Daerah.

171
Pemerintah Propinsi mempunyai badan pengelola masalah
Pengairan, yang disebut Provinciale Waterstaats dienst, yang
dikepalai oleh seorang insinyur senior dan disebut Hoofd
Provinciale Waterstaatsdienst (disingkat HWD).
Dibawah Provinciale Waterstaatsdienst ditempatkan
Waterstaats-afdelingen, yang dulu disebut Irrigatie-afdelingen.
Demikianlah sejak 1930 semua irrigatie-afdeling berganti nama.
Waterstaats-afdeling Serayu, Waterstaats afdeling Brantas dan
seterusnya. Kepala Waterstaatstaatsafdeling adalah Hoofd
Waterstaats-afdeling ( disingkat HWA).
Satu Waterstaats-afdeling dibagi dalam seksi-seksi dan satu
seksi dibagi dalam onder-sectie, yang di kepalai seorang
Sectie-Opzichter. Satu Onder-Sectie dibagi-lagi dalam Keman-
tren-kemantren, yang masing-masing diurus oleh seorang
Mantri Waterbeheer.
Untuk urusan pembagian dan pemberian air Mantri water-
beheer dibaptu oleh sejumlah Ulu-ulu, basil pemilihan rakyat
petani dan pengangkatannya dikukuhkan oleh Bupati. Untuk
urusan pemeliharaan saluran dan bangunan, Mantri water-
beheer dibantu oleh Mandor-Mandor irigasi atau Beambte-
Waterbeheer.

7. 6.1. Desentrealisasi ditingkat Kabupaten.

Ditingkat Kabupaten terdapat pula suatu otonomi Pe-


merintahan.
Pemerintahan Kabupaten di Kepalai oleh Bupati, dibantu
oleh Kepolisian, kejaksaan beserta sejumlah jawatan- jawat-
an, yang secara taktis berada dibawahnya, tetapi organisatoris
dibawah Departemen masing-masing.
Badan Legislatif Kabupaten dinamai Regentschapsraad
atau Raad van Gecommitteerden.
Dinas Pekerjaan Umum Propinsi tidak berada dibawah
Komando Bupati, sebaliknya merupakan dinas vertikal dibawah
Hoofd waterstaatsafdeling.

172
Kabupaten mempunya1 Juga jawatan Pekerjaan Umum Ka-
bupaten, yang mengurusi Gedung-gedung kepunyaan Kabupa-
ten, jalan-jalan Kabupaten yang bersifat lokal.
jawatan Pekerjaan Umum Kabupaten tidak mengurusi ba-
ngunan irigasi dan pula tidak ikut serta dalam urusan
pembagian air irigasi. Pengetahuan teknik PU Kabupaten
sering dimanfaatkan untuk mengurusi bangunan-bangunan air
di saluran-saluran desa.
Dalam Pemerintahan Kabupaten ada Panitya Irigasi
(lrigatie Commissie), yang setiap kali dimintai pendapatnya
mengenai masalah-masalah penting irigasi, misalnya :

1). Saat dimulainya pembagian air kepada golongan-golongan

2). Menentukan prioritas proyek-proyek irigasi yang akan


dibangun dalam tahun tertentu.

Panitya irigasi ini diketuai oleh Bupati.

7. 7. Peraturan-Peraturan Pengairan.

7. 7 .1. Peraturan-peraturan Pengairan Setempat.

Terdorong oleh kebutuhan yang nyata, jauh sebelum


orang memikirkan penyusunan Peraturan Pengairan, yang
diberlakukan secara umum, sudah banyak daerah-daerah irigasi
sendiri-sendiri telah menyusun peraturan-peraturan pembagian
dan pemberian air, yang dipakai sebagai tuntunan dalam
melaksanakan tugas sehari-hari. Tentu saja peraturan-peratur-
an setempat, yang diketahui berjumlah lebih dari 30 buah,
diantaranya dapat disebut :

1) Peraturan Pengairan Kabupaten Cirebon dan Ma-


jalengka, berdasarkan keputusan Residen Cirebon tgl.
8 Maret 1910 No. 1968/25, yang memuat 34 pasal.

173
2) Peraturan Pengairan daerah Pemali-Comal (Pemali-
Reglement), berdasarkan keputusan Residen Pe-
kalongan tgl. 25 Januari 1910 No. 593/34 dan
memuat 37 pasal.
3). Peraturan Pengairan Karesidenan Surabaya. berdasar
keputusan Residen Surabaya tgl. 26 Oktober 1921
No. 2847/16 dan memuat 25 pasal.

4). Sebelumnya sudah disusun Peraturan Pengairan Seksi


Madiun (bagian dari daerah irigasi Bengawan Solo),
berdasar keputus~n Residen Madiun tgl. 17 Oktober
1908 No. 1129/13 dan tgl. 5 Pebruari 1912
No. 964 I 13 yang memuat 90 pasal.

7.7.2. AWR dan PWR.

Pada tahun 1925 mulai dirasakan perlunya ada suatu


Peraturan Pengairan Umum, yang dapat diberlakukan dise-
luruh Hindia-Belanda, setidaknya diseluruh Pulau Jawa dan
Madura. Untuk itu telah dibentuk sebuah Panitya, diketuai
oleh Direktur BOW, yang bertugas menyusun yang dinamakan
Algemen Water Reglement (disingkat AWR), yaitu suatu
peraturan, yang menyangkut secara umum peraturan-peraturan
pengairan.
Setelah Panitya bekelja 5 tahun lamanya, dapatlah
dihasilk.an sebuah konsep peraturan, yang dapat dipakai
sebagai pedoman dalam menyusun Peraturan Pengairan untuk
Propinsi ( = Provinciaal Water Reglement disingkat PWR).
Adapun Peraturan induknya, yaitu AWR baru kemudian,
dalam tahun 1936 dimajukan dalam Volksraad dan disahkan
dan diundangkan dalam Staatsblad 1936 No. 489 sebagai AWR
1936, berlaku sejak 17 Januari 1936.
Kemudian U. U. ini masih mengalami penyempumaan
dengan adanya staatsblad 1937 No. 540, stbl 1940 No. 243,
stbl. 1941 No. 383, stbl. 1949 No. 98 Byblad 15263.

174
7.7.3. Undang-undang tentang Pengairan (UU. No. 11/1974)

Menjelang terjadinya pemberontakan G. 30. S. PKI suatu


Panitya terdiri atas pejabat-pejabat Departemen Pengairan
Dasar, Departemen Pengairan Rakyat dan Departemen Per-
kebunan telah dibentuk untuk menyusun Rancangan Undang-
Undang baru tentang Tata Air, sebagaimana dahulu diistilah-
kan. Hal ini dirasakan perlu, karena AWR 1936 seolah-olah
hanya melindungi kepenfutgan penanaman tebu milik Belanda,
sehingga jiwa Undang-undang sudah tidak cocok lagi dalam
keadaan baru.
Undang-undang baru yang masih harus disusun harus mencer-
minkan kepentingan rakyat secara keseluruhan, selayaknya
dalam pertanian negara merdeka.
Penulis tidak akan lupa, bahwa selaku anggota Panitya
pada tgl. 1 Oktober 1965 harus menghadiri salah satu rapat di
Gedung Departemen Pertanian di Kramat Raya dengan
pembicara utama seorang tokoh PKI, yang ternyata setelah
rrienyelesaikan pidatonya, dengan tergesa-gesa meninggalkan
ruangan sidang, karena menurut berita kemudian, ia dicari
oleh alat Negara.
Barang tentu Panitya Penyusun Rancangan Undang-
undang ten tang Pengairan mengalami hambatan karen a pem-
berontakan G.30.S disamping harus memperbarui susunan
personalia sebagai anggotanya.
Sebagai biasanya, karena anggota Panitya berasal dari
beberapa instansi dan tidak tinggal dalam satu kota, tidaklah
mudah untuk menyelenggarakan rapat-rapat dengan kehadiran
yang cukup.
Demikianlah setelah Panitya bekerja tekun selama bertahun-
tahun lagi, pada tanggal 26 Desember 1974 akhimya naskah
U. U. tentang Pengairan dapat disahkan oleh DPR sebagai
Undang-undang No. 11 I 1974 ten tang Pengairan.
Petunjuk pe!aksanaan tertuang dalam :

175
1) Peraturan Pemerintah No. 22/tahun 1982 tentang Tata
Pengaturan Air.
2) Peraturan Pemerintah No. 23/tahun 1983 tentang irigasi.

Berdasarkan produk-produk legislatif ini tentu saja


masing-masing Daerah irigasi didaerah dapat menyusun pera-
turan-peraturan daerahnya.
Peraturan-peraturan setempat lamapun sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan baru dan dengan persetujuan
DPRD dapat dinyatakan masih berlaku.

7. 7 .4. Pranoto Mongso (Pengaturan Musim-Musim).

Pada waktu Pemerintah Hindia-Belanda mendirikan De-


partemen 8.0. W. dalam tahun 1854, apa yang diinginkan
Pemerintah adalah mulai mengembangkan pengairan di negeri
ini, supaya terutama penanaman tebu lebih besar kemungkin-
annya untuk berhasil, sedang tanaman rakyat berupa padi
rendengan dapat pula mengambil manfaat dari prasarana yang
lebih baik.

Pada zaman itu debit sungai mulai diukur dan grafik


debit sungai sepanjang tahun mulai dibuat. Atas dasar grafik
debit tersebut disusunlah rencana penanaman padi rendengan
dengan masalah pokok : Haruskah dibuat sistem golongan dan
bila ya, berapa buah golongan harus dibuat? yang diperma-
salahkan hanyalah padi rendengan, yaitu padi yang ditanam
semasa curah hujan berlimpah sedang debit sungaipun tidak
kekurangan.
Padi gadu belum dipermasalahkan, karena tidak diang-
gap perlu ada, mungkin istilahnyapun belum dikenal orang.
Hingga bertahun-tahun kemudian ada daerah-daerah,
yang masyarakatnya menganggap suatu dosa, andaikata me-

176
nanam padi dimusim kemarau. Misalnya masyarakat di Aceh
ada yang berpendapat demikian.
Menurut fakta sejarah, bangunan-bangunan pengairan
dahulu memang ditujukan terutama untuk menjamin berhasilnya
padi rendengan titik. Bila disamping itu masih ada basil
tanaman musim kemarau, itu merupakan keuntungan tambah-
an saJa.
Penanaman padi pada musim hujan terjadi pada sawah
dengan pengairan teratur, sawah dengan pengairan sederhana,
bahkan juga pada sawah tadah hujan. Pada dasamya dimusim
hujan semua tanah yang ada aimya, ditanami padi rendengan.
Jelas bahwa penanaman padi rendengan harus benar-benar
mengikuti irama adanya 2 buah musim, yang sangat berbeda
satu dengan lainnya. Musim kemarau yang kering tidak
memberi kesempatan kepada padi sawah untuk tumbuh dengan
baik. Musim hujan sebaliknya ditandai dengan curah hujan
berlimpah, yang masih perlu dibantu oleh debit sungai yang
berkecukupan. Tanaman padi seolah-olah didorong untuk
ditanam dan khususnya dimusim ini menjadi dominan.
Pada musim ini petani terangsang untuk menanam padi.

Pada tanggal 22 Juni 1955 Susuhunan Paku Buwono VII


telah menerbitkan suatu kalender pertanian untuk dijadikan
pedoman bagi pet ani disekitar Surakarta I Yogyakarta.

Penyusun kalender pertanian temyata cukup memperhati-


kan segi-segi klimatologis kedua daerah tersebut, sehingga
dapat dinilai sesuai dengan praktek. Oleh sebab itu banyak dari
para petani yang taat mengikuti jadwal pertanian itu disertai
keyakinan bahwa ia akan mengalami kegagalan andaikata
menyimpang dari jadwal.
Kalender berlaku untuk satu tahun surya sepanjang 365
hari dan 366 hari setiap 4 tahun.
Satu tahun surya terbagi atas 12 mangsa dan tiap-tiap 3
buah mangsa digabung dalam 1 musim sebagai berikut :

177
Musim Man gsa Umur
Mangsa
I 22 Juni Agustus 41 hr.
Ketiga II 2 Agustus 14 Agustus 23 hr.
II 25 Sept. 17 Sept. 24 hr.
IV 18 Sept. 12 Oktober 25 hr.
Labuh v 13 Oktober 8 Nopember 27 hr.
VI 9 Nopember- 21 Desember 43 hr.
VII 22 Desember- 1 Pebruari 43 hr.
Rend eng VIII 2 Pebruari 28 Pebruari 26 hr.
IX Maret 25 Maret 25 hr.
X 26 Maret 18 April 24 hr.
Mareng XI 19 April 11 Mei 23 hr.
XII 12 M e i 21 J u n i 41 hr.

365 hr.

Tiap-tiap mangsa mempunyai watak sendiri, yang berpengaruh


kepada hidup manusia.

Mangsa I digambarkan : Sotya murca ing embanan (ratna jatuh


dari tatahan) yang diartikan dedaunan gugur; bintang beralih,
curah hujan 67,2 mm.

Mangsa ll Bantala rengka (Tanah retak), yang diartikan Hawa


panas, curah hujan 32,2 mm.
Mangsa ill Suto manut ing bapak (Anak menuruti ayah)
Sumur mengering, angin berdebu, curah hujan 47,2 mm.
Mangsa IV Waspa Kumembeng jroning kalbu (Air mata
terkandung dalam hati) : Kemarau berakhir curah hujan
83,3 mm.

178
Mangsa V Pancuran emas sumawur ing jagad (Pancuran mas
berhamburan di bumi) : Hujan pertama turon, curah hujan
151,9 mm.
Mangsa VI Rasa mulya kesucen (Rasa mulia kesucian) : alam
hujan, hati merasa tentram, curah hujan 402,2 mm .
.
Mangsa Vll Wisa Kentar ing Maruta (Bisa terbang tertiup
angin) : musim penyakit dan banjir, curah hujan 501,4 mm.
Mangsa VIll Anjrah jroning kayun (Tersiar dalam kehendak) :
Kucing berkawin, kilat bersambungan, curah hujan 371,8 mm.
Mangsa IX Wedare wacana mulya (Keluarnya sabda mulya) :
Garengpun berbunyi, penyakit kulit, curah hujan 252,5 mm.
Mangsa X Gedong minep jroning kalbu (Gedung tertutup
dalam hati) : Burung bertelur, rasa lesu-pusing curah hujan
181,6 mm.
Mangsa XI Sotya sinara wedi (intan diasah) : telur burung
menetas, curah hujan 129,1 mm.
Mangsa XII Tirta sah saking sasana (Air lenyap dari
tempatnya) : Hujan habis, kemarau mulai, curah hujan
149,2 mm.

7. 7. 5. Waterschap Dengkeng dan Opak Progo.

Didaerah Surakarta dan Yogyakarta telah ada Water-


schap Dengkeng di daerah Surakarta dan Waterschap Opak-
Progo di daerah Yogyakarta. Badan-badan ini merupakan
Badan-badan otonomi dan mengelola masalah-masalah Pengair-
an dalam wilayah. Waterschap Dengkeng dalam prakteknya
badan otonomi dan mengelola masalah-masalah Penga1ran
dalam wilayahnya. Waterschap Dengkeng dalam prakteknya
banyak mengahadapi masalah penimbunan pasir G. Merapi
yang terbawa K. Dengkeng dan anak-anak sungainya, yang
terkumpul di desa Woro (Woro driehoek). Selanjutnya penya-
luran pasir Merapi melalui K. Wedipun merupakan masalah
besar.

179
Situasi Woro driehoek hulu

K. Wedi seolah-olah membangun dasar dan tanggul-tanggul


sendiri, yang dasarnya lama kelamaan menjadi lebih tinggi dari
pada tanah sekelilingnya. K. Wedi tidak lagi merupakan sungai
dengan alumya yang lebih rendah dari tanah sekitarnya,
sebaliknya seolah-olah merupakan tanggul besar, di tengah
mana air sungai harus mengalir diwaktu banjir. Bila debit
sungai berkurang, alur sungai yang merupakan semacam
tanggul itu menjadi kering karena debit sungai mengalir di
antara butir-butir pasir. Dalam pada itu diwaktu banjir harus
dijaga, supaya tidak terjadi putus tanggul, sebab bila ini
terjadi, tanah pertanian terancam oleh timbunan pasir.
Sebenamya nasib tanah pertanian dikanan kiri sungai
sudah jelas pada suatu hari akan terbenam selama pasir Merapi
terus saja berdatangan dari kawah Merat» yang aktif.

Kewajiban yang berwenang hanyalah mengerem proses


penimbunan itu supaya tanah untuk jangka waktu lama masih
memberi hasil. Mau dikemanakan pasir sebanyak itu?
Bila pasir dibiarkan memasuki K. Dengkeng yang
kemudian akan .memasuki Bengawan Solo maka masalahnya
akan menjadi lebih serius lagi. Dengan demikian kita harus
membuat usaha-usaha supaya pasir tertahan didaerah hulu.
Tanah timbunan pasir pun kemudian dapat menjadi tanah

180
produktif.
Didaerah W aterschap Dengkeng terdapat pula pen an am-
an tebu milik pabrik-pabrik gula.
Peraturan-peraturan yang berlaku di Waterschap rupa-rupanya
menguntungkan pabrik-pabrik gula itu, sehingga mereka tidak
mau melepaskan · hak-hak tertentu, yang tentunya harus
dihapus, hila waterschap dihapuskan dan peraturannya diganti
berdasarkan AWR.
Keadaan di waterschap "Opak-Progo" tidak banyak
bedanya dengan Dengkeng.
Di Opak Progo terdapat pula pabrik-pabrik gula yang
menikmati fasilitas-fasilitas tertentu dalam bidang irigasinya.

7. 8. Pompa Air Gambarsari dan Pesanggrahan.

Pompa air Gambarsari mulai dibangun dalam tahun


1936, terletak ditepi kiri K. Serayu di desa Gambarsari untuk
mengairi sawah semula tadah hujan di Kabupaten Banyumas
seluas 16.000 ha.

Pompa Air lrigasi Gamharsori

!:'.1
Pompa air Pesanggrahan terletak ditepi kanan K. Serayu
lebih kehilir juga dibangun tahun 1936 untuk mengairi sawah
semula tadah hujan di Kabupaten Cilacap seluas 4.000 Ha.

Pompa Air lrlgru:i Pemn,_,.

Bagi Indonesia kedua stasion pompa air merupakan


pompa-pompa air pertama yang dimaksudkan untuk keperluan
irigasi tanaman rakyat.
Asal mulanya pompa air Gambarsari itu direncanakan
oleh Ir. W.J. Van Blommestein sebagai pompa hidrolis, yaitu
suatu sistem pompa baru, yang bagian bawahnya merupakan
turbin, sedang dibagian atasnya dipasang sebuah pompa pada
poros yang sama. Jadi turbin digerakkan oleh air lapisan
bawah, sedang pompa mengangkat air lapisan atas. Ir. W.J.
Van Blommestein adalah seorang Indo Belanda kelahiran
Surakarta lulusan Technische Hogeschool Bandung. Yang
bersangkutan mengambil tesis pompa Hidrolis Gambarsari
untuk promosinya menjadi Doktor dalam ilmu Teknik. Yang
bersangkutan berhasil mempertahankan tesisnya dan dipromosi
menjadi Dr. Ir. W.J. Van Blommestein.

182
Sayang sekali, bahwa tidak diperoleh data mengenai
rendemen pompa tersebut, tegasnya tidak ada data tentang
perbandingan antara basil air yang dipompa terhadap tenaga
air yang menggerakkan turbin.
Menurut perencananya, tenaga air untuk menggerakkan
turbin akan diperoleh dari air Serayu, yang dimasukkan ke
saluran induk dan tekanan air yang tersedia karena perbedaan
muka air Serayu dan Sungai Tipar, yang akan menyalurkan air
bekas ke lautan India juga.

Pada waktu bersamaan dengan masa perencanaan pompa


hidrolis, secara kebetulan bekas Electriciteits Maatschappy
Banyumas (EMB) yang telah menjelma menjadi ANIEM
(Algemene Nederlandsch Indische Electriciteits Maatschappy)
sedang merencanakan sebuah PLT A di Ketenger sebuah
desa ± 12 Km utara Kota Purwokerto, yang akan memanfa-
atkan debit K. Banjaran dan sebuah air terjun sungai tersebut
untuk menjadi Tenaga Listrik. Karena sekitar tahun 1935 itu
tenaga listrik belum semudah sekarang untuk menjualnya,
maka ANIEM memerlukan langganan konsumen tenaga listrik
untuk menjamin investasinya Iekas kembali.
ANIEM dan Provinciale waterstaatsdienst van Midden Java
kemudian mengadakan negosiasi dan tercapai kata sepakat,
bahwa:

1}. Waterstaatsdienst meninggalkan rencana pompa hidrolis


dan merobahnya dengan pompa listrik.

2). ANIEM sanggup menyediakan tenaga listrik yang diperlu-


kan untuk pemompaan air irigasi dengan tarif reduksi,
supaya pertanian tidak dibebani biaya mahal.

Demikianlah latar belakang hubungan antara Pompa


Gambarsari dengan PLTA Ketenger.

Cerita tersebut diatas masih belum dapat dipastikan


kebenarannya, karena :

183
a. Dalam arsip Dinas Pekerjaan Umum dokumen perjanjian
antar Waterstaatsdient dan Aniem tentang penyediaan
tenaga listrik murah belum pernah diketemukan.

b. Kemungkinan ada, bahwa pembuatan pompa hidrolis tidak


mendapat persetujuan dari Hoofd Waterstaatsdienst van
Midden-Java, karena belum yakin akan daya gunanya,
sedang Proyek Gambarsari dan Pesanggrahan dianggapnya
terlalu penting untuk dijadikan percobaan.

c. Sewaktu dalam tahun 1962 Penulis mengunjungi Jerman


Barat dalam rangka pemesanan pintu-pintu air Proyek
Jatiluhur dan Pompa-Pompa untuk Bangunan Bagi Utama
Curug, berkesempatan mengunjungi Pabrik Pompa Air
Raksasa, dimana telah diadakan pembicaraan sebelum
Perang oleh Ir. W.J. Van Blommestein ternyata Ober-
Ingenieur pabrik tersebut tidak terlihat entusias terhadap
kemampuan pompa hidrolis dan waktu itu belum pernah
dilaksanakan dimanapun.

d. Dalam tahun 1962 juga Penulis berkesempatan mengun-


jungi proyek percobaan pompa hidrolis gagasan
Prof. Ir. Sedijatmo di Cibinong dan menyaksikan, bahwa
daya guna pompa tidak memuaskan. Sayang sekali bahwa
tentang hal ini tidak ada publikasi.

7.9. Masa pendudukan Tcntara Jepang (1942- 1945)

Dalam masa pendudukan tentara Jepang terdapat bebe-


rapa catatan mengenai irigasi di Indonesia.
Dapat dimengerti, bahwa Tentara Jepang dalam menja-
lankan politiknya mementingkan usahanya untuk menang
perang Pasifik. Memang itulah tujuannya. Dalam hal itu Pulau
Jawa dianggap sebagai gudang beras dan gudang tenaga yang
harus mensuplai bahan pangan bagi Tentaranya yang bertem-
pur di lautan Pasifik dan juga tenaga murah untuk mengerja-
kan kubu-kubu pertahanan dan sebagainya. -Untuk mengaman-

184
kan suplai itu untuk pertama kali dalam sejarah, rakyat
Indonesia mendapat peransuman dalam memperoleh beras
sehingga menimbulkan antipati. Tiap jiwa hanya diperboleh-
kan membeli beras pembagian 300 gram setiap hari. Selain itu
p_embelian beras dikawin-paksakan dengan pembelian bahan
makanan lain, yang tak disukai rakyat.
Karena kekurangan bahan pangan, kesehatan rakyat menurun,
setidaknya daya-tahan berkurang sekali. Kalau rakyat biasa
sudah susah mendapat beras, apa lagi orang-orang yang karena
miskinnya terpaksa hidup dari belas kasihan oran1 lain.
Pemandangan di pasar-pasar, dimana para pengemis bergelim-
pangan menunggu tibanya Malaikat El Maut Izrofil adalah hal
yang lumrah pada waktu itu.
Menyimpang sama sekali dari jadwal penebangan dan
penanaman semula, banyak hutan jati didaerah Rembang dan
Blora yang sudah tua ditebangi dan kayunya diangkut ke
galangan kapal Juana untuk dibuat kapal kayu. Mungkin sekali
bahwa di lain-lain tempat juga dikerjakan hjil yang sama.
Menurut cerita orang kapal-kapal tersebut dipakai untuk
mengangkut beras kegaris depan, tetapi banyak yang tidak
sampai kealamatnya karena dihancurkan oleh kapal-kapal
Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.
Yang dapat kit a ingat adalah, bahwa sering diraungkan tanda
bahaya (serangan musuh), sehingga tiap orang tidak diperke-
nankan keluar rumah. Saat itu dipakai oleh Tentara Jepang
untuk ~muat beras kekapal-kapal kayu tersebut.

Didalam perang Pasifik itu Tentara Jepang memerlukan


banyak tenaga kerja untuk membuat kubu-kubu pertahanan
membangun hubungan darat dengan memasang rei kereta api
dan membuat jalan darat.
Yang kita ketahui adalah bahwa rel kereta a pi pertama di
Indonesia, yang berukuran Iebar (1.432 m) antara Semarang
melalui Solo ke Yogyakarta telah dibongkar dan ·dikirim ke lain
tempat. Penulis sendiri bersama beberapa orang Kolega telah
diberi tugas membuka I memperbaiki jalan sejajar poros pulau
Jawa antara Secang dan Kopeng di Jawa-Tengah untuk mana
kami diberi sejumlah ratusan pekerja paksa (romusha) untuk

185
dipekerjakannya. Dalam proyek ini dapat dicatat segi keun-
tungannya, yaitu setidaknya pekerja itu mendapat makan
2 x sehari, sedang hal tersebut belum tentu dapat diperoleh-
nya, hila mereka tidak bekerja membuat jalan.
Pengerahan romusha oleh Tentara Jepang tidak terbatas
pada proyek-proyek pertahanan di dalam negeri (Indonesia).
Banyak pula yang diberangkatkan keluar entah kemana, sebab
semua rencana pelayaran waktu itu amat dirahasiakan.
Diantara mereka, yang diberangkatkan keluar negeri ternyata
banyak pula yang tak pernah kembali. Namum ada pula, yang
ternyata kemudian, telah bermukim di salah satu negara-
negara Asia Tenggara dan menjadi warga negara baru sampai
membentuk keluarga baru.
Dalam suasana yang serba susah itu didaerah Yogyakarta
tercatat kemajuan dalam bidang irigasi berkat pendirian yang
teguh dari Sri Sultan Hamengkubuwono. Dari pada rakyatnya
(daerah Yogya) diberangkatkan entah kemana untuk kepen-
tingan orang-orang Jepang, Sri Sultan mengusulkan pembuatan
saluran Mataram yang akan menghubungkan K. Progo

Soluran Mataram yang lama

186
Terowongan Beligo sete/ah diper/ebar

disebelah Barat dengan K. Opak disebelah Timur daerah Yogya


dengan maksud memperbaiki irigasi daerah Yogya sendiri. Usul
itu menurut fakta sejarah telah diterima •oleh Pemerintah
Militer Jepang dan sejak itu rakyat Yogyakarta melebarkan
trowongan saluran van derWijck dibawah K. Batang, menggali
saluran Mataram dari desa Bligo di hilir trowongan menuju ke
Timur sebagai saluran garis tinggi.
Trase saluran Mataram melintas K. Code sebelah Utara Kota
Yogya. Lanjutan pekerjaan saluran Mataram dari K. Code
dikerjakan kemudian dalam tahun 1950. Dari sini saluran
Mataram mengalir terus ke Timur sambil memberi air suplesi
kepada daerah irigasi yang dilaluinya dan akhirnya melepaskan
airnya ke K. Opak di Udik Bendung Grembyangan sebelah
selatan kota Prambanan. Antara desa Bligo dan Grembyangan
tentu saja sebagai saluran garis tinggi terdapat banyak
persilangan dengan sungai-sungai dan saluran-saluran irigasi,
yang kesemuanya memerlukan pembuatan banyak bangunan-

187
bangunan seperti talang, sipon dan bangunan-bangunan pengam-
bilan. Dicatat pula, bahwa pada zaman itu sukar sekali diperoleh
semen dan besi, sehingga banyak pula bangunan-bangunan
seperti talang dan sebagainya dibuat sedemikian hingga
memungkinkan pembuatannya dari bahan batu kali dengan
adukan basterdtras dengan campuran kapur, semen merah,
pasir.

Ta/ang Ka/i Bedog

Bahwa bangunan-bangunan tersebut hingga kini masih berdiri


dan tidak memberikan tanda-tanda degradasi adalah suatu
bukti, bahwa dalam keadaan terpaksa, campuranbastredtras
dapat mengganti pemakaian pc.
Pada bangunan-bangunan pengambilan dari saluran Ma-
taram itu banyak dibuat bangunan pengukuran sebagai ambang
lebar tetap, jadi bukan pintu Romyn.
Mungkin maksudnya untuk menghemat biaya, ambang-ambang
ukur tetap terse but ternyata ban yak yang "tenggelam",
sehingga tidak dapat lagi mengukur debit dengan tepat. Ini
disebabkan karena muka air saluran pengambilan dihilir

188
ambang pengukuran itu ternyata banyak yang ditingkatkan
sehingga debit yang mengalir tidak lagi mengikuti rumus
Q = bd V gd sebagai mana mestinya.
Didaerah Banyumas ternyata juga ada proyek irigasi kecil,
yang dikerjakan dalam zaman pendudukan, yaitu proyek irigasi
Tajum ± 5 km sebelah selatan Ajibarang, Purwokerto.
Saluran induk digali ditepi kanan sungai, tetapi karena
daerah irigasi yang luas berada ditepi kiri, maka saluran harus
diseberangkan ke tepi kiri itu dengan rencana sebuah talang.
Karena satu-satunya bahan yang tersedia untuk pembuat-
an talang adalah kayu, (Pada zaman itu tidak ada semen
a~aupun besi), maka talang dibuat sebagai konstruksi kayu.
Tetapi konstruksi ini ternyata tidak dapat tahan lama. Pada
waktu Penulis mengadakan peninjauan setempat untuk mencari
tase saluran Tajum yang baru dalam tahun 1963, hanya terlihat
bekas-bekas talang yang menurut keterangan penduduk belum
pernah berfungsi.
Di Sungai Sampean Hulu, dasar sungai ini berada
beberapa puluh meter dibawah. tanah sekelilingnya. Didaerah
ini rakyat sudah lama menginginkan dibuatnya sebuah bendung
permanen, yang akan memberi air kepada daerah Sampean-
baru kurang lebih seluas 10.000 ha.
Pada waktu itu sudah disetujui bersama, bahwa bendung baru
akan dibuat pada sebuah sudetan (Coupure), sedang saluran
baru akan mengairi tepi kanan sungai.
Pada zaman pendudukan Jepang itu bangunan Bendung
Sampean Baru telah selesai dibuat dalam sudetan tersebut.
Tinggal kemudian menutup sungai untuk mengalirkan airnya
ke sudetan tersebut, yang seterusnya ditampung dalam bendung
beserta pintu-pintu pemasuk. Dasar sungai yang akan di tutup
tersebut terdiri atas endapan sungai yang rembes air. Rupa-
rupanya tidak diacakan usaha membersihkan dasar sungai
lebih dulu sebelum menimbun alur sungai lama, sedang
dalamnya 20 a 30 meter. Penimbunan segera dilaksanakan,
namun rupanya air merembes diantara bahan yang rembes air
itu dan pada waktu air telah terbendung sampai pada titik

189
pembendungan menurut rencana bendung yang sudah jadi,
tekanan air kearah datar sedemikian kuatnya, hingga timbunan
batu dan kerikil tak dapat menahannya, sehingga runtuh dan
terbawa arus.Hal itu terjadi menurut penuturan penduduk
setempat pada malam hari dengan suara yang gemuruh. Tidak
ada cerita lebih lanjut tentang apa yang terjadi dihilir
penimbunan, sebab saat itu orang banyak ketakutan untuk
mengeluarkan pendapat atau melaporkan sesuatu kepada
penguasa.
Demikianlah Bendung Sampean-baru tetap utuh dan
berdiri jauh diatas dasar sungai lama dan belum pernah
berfungsi untuk menyalurkan air ke daerah irigasi baru.
Upaya untuk menyelesaikan Bendung Sampean Baru
kemudian dilaksanakan dengan membuat Bendung baru
dengan lokasi lebih keudik, dan lagi dibuat Bendungan
penutup sungai Sampean. Usaha ini berhasil dan di K.
Sampean terbentuklah semacam waduk Kecil (lihat 8.14) yang
dikerjakan dalam tahun 1979-1983.
lsi normal waduk ini hanyalah 1.500.000 m3 dan terhadap luas
areal 9.300 ha tidaklah ada artinya sebagai waduk.

190
------ - - - - BAB 8
BANGUNAN-BANGUNAN
DIBANGUN SETELAH
PERANG DUNIA II ( 1945 )

8.1. Pendudukan Yogyakarta


8.2. Republik Indonesia yang Belum Stabil
8.3. Waduk Cacaban
8. 4. Waduk Darma
8.5. Waduk Jatiluhur dan Bangunan-Bangunan Utama
untuk Irigasi
8.5.1. Bendung Pembagi Utama Curug
8.5.2. Asal Mulanya Pemompaan Air di Curug
8.5.3. Waduk Tenaga a tau W aduk Irigasi ?
8.5.4. Jasa-jasa seorang Jenius
8.5.5. Beberapa Catatan Teknik
8.6. Waduk Karangkates
8.7. Waduk Lahor
8.8. W aduk Selorejo
8.9. Waduk Wlingi
8.10. Waduk Sempor
8.10.1. Ben dung Pengelak (Cofferdam)
8.10.2. Peristiwa Pelimpasan (Overtopping)
8.10.3. Hikmah yang Dapat Diambil
8.10.4. Pembangunan Kern bali Bendungan W aduk Sempor
8.11. Waduk Klampis
8.12. Waduk Wonogiri (Gajahmungkur)
8.13. Waduk Widas
8.14. Waduk Sampean Baru.

191
8. BANGUNAN-BANGUNAN DIBANGUN SETELAH
PERANG DUNIA II (1945)

8.1. Pendudukan Yogyakarta

Pihak Belanda semula tidak mau mengakui Kemerdekaan


Indonesia, yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus
1945. Sebaliknya Belanda menyusun kekuatan untuk dapat
kembali berkuasa seperti sebelum perang. Dalam hal ini ia
dibantu oleh Tentara Inggeris dengan pasukan Gurkhanya.
Bentrokan senjata tidak dapat dihindarkan dan melalui
agresinya Juli 1947 dan akhirnya pagi -pagi tanggal 19 Desember
1948 Tentara Kerajaan Belanda menyerbu ke Yogyakarta dal)
melalui jembatan udara Kalibanteng Maguwo dan menduduki
kota Yogyakarta. Belanda mengira bahwa perlawanan Republik
Indonesia akan segera berakhir dengan pendudukan kota
Yogya. Kenyataannya adalah bahwa dengan didudukinya
Yogya, perlawanan Tentara Republik bersama pemuda-pemuda
dari segala lapisan malahan menjadi lebih gencar.
Tentara pendudukan Belanda tidak diberi kesempatan tidur
nyenyak sejenak, tetapi selalu diganggu oleh munculnya
pertempuran di berbagai tempat dalam kota secara sekonyong-
konyong. Ternyata riool-riool di kota Yogya merupakan sarana
yang baik untuk melaksanakan perang gerilya para pemuda
Indonesia.
Tanpa di duga-duga pada tanggal 1 Maret 1949 tentara
gerilya Indonesia berhasil menduduki kern bali Kota Yogyakarta
sekalipun hanya untuk 6 jam.

193
Peristiwa ini terkenal dengan sebutan : 6 jam di Yogya.
Kejadian ini ternyata mempunyai arti politis psikologis yang
besar sekali, karena merupakan bukti, bahwa Tentara Republik
Indonesia masih ada dan mampu memberi pukulan kepada
pihak Belanda, jadi bertentangan dengan propaganda penjajah,
yang menggambarkan seolah-olah Republik Indonesia sudah
tiada lagi.
Faktanya adalah, bahwa perundingan-perundingan di Dewan
Keamanan PBB semakin menguntungkan Republik Indonesia.
Akhirnya diputuskan oleh Dewan Keamanan ini bahwa Tentara
Pendudukan Belanda, yang dibantu oleh pasukan Gurkha,
harus angkat kaki dari Yogyakarta sebelum Akhir Juli 1949.

Meskipun politis penjajah sudah kalah, ia masih berusaha


memecah belah persatuan rakyat Indonesia. Diciptakannya RIS
(Republik Indonesia Serikat), yang sejak didirikan mengandung
benih perpecahan. Rakyat Indonesia tidak merasa bahagia
dengan RIS itu, karena maunya tidak dipengaruhi siapapun
dan memilih negara Kesatuan.
Memang menurut fakta sejarah Negara-negara kecil dukungan
Belanda itu satu demi satu menggabungkan diri menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar yang telah disusun dalam tahun
1945.

8.2. Republik Indonesia Yang Belum Stabil

Republik Indonesia ternyata masih banyak sekali ke-


lemahan-kelemahannya. Keadaan politik masih belum stabil
dan banyak terjadi pertengkaran-pertengkaran bahkan terjadi
pemberontakan-pemberontakan ibarat penyakit kanak-kanak
yang mengganggu Republik yang masih muda ini. Kestabilan
moneterpun belum ada, bahkan seolah-olah belum diketahui
langkah-langkah apa yang perlu diambil unatuk menyehatkan
Keuangan Negara. Inflasi rupiah terus-menerus memburuk dan
keadaan sukar dikendalikan.

194
Dalam keadaan demikian rakyat menderita dan pembangunan
tidak dapat berjalan.
Meskipun demikian, pada zaman yang serba sulit itu
masih dapat dilaksanakan pembangunan prasarana dalam
bidang pengairan, seperti Waduk Cacaban di Jawa Tengah,
Wadul Darma di Jawa Barat, bahkan dimulai dengan
konstruksi Waduk raksasa Jatiluhur.
Pembangunan waduk-waduk tersebut menandai era baru
dalam bidang Pengairan, yang sejak beberapa waktu telah
menginjak era peningkatan debit musim kemarau dengan
pembuatan waduk-waduk.

8.3. Waduk Cacaban

Prarencana waduk ini sudah dimulai dalam tahun 1940,


tetapi terhalang oleh Pendudukan tentara J~pang dan Revolusi
fisik sehingga baru mulai konstruksinya dalam tahun 1952 dan
selesai dalam tahun 1958.
Kendatipun banyak kesulitan dialami dalam segi pembiayaan
kerena mata uang mengalami inflasi, gangguan keamanan oleh
Darul Islam, dengan kemauan keras akhirnya bangunan cukup
besar ini dapat diselesaikan dalam waktu 6 tahun.
Waduk Cacaban terletak di desa Sirampok 30 km
disebelah Selatan kota Tegal. Di tempat ini K. Cacaban diapit
oleh 2 buah punggung di kanan-kiri sungai, sehingga dengan
membuat bendungan yang relatif pendek, yaitu hanya 150
meter, dan dengan ketinggian bendungan 37 meter, dapatlah
dibentuk suatu waduk, yang mampu menampung air
90.000.000 m3. Daerah aliran sungai adalah 59 km2 dan curah
hujan yang mengisi waduk rata-rata 1893 mm setahunnya.
Menurut pra-rencananya, bila kemudian temyata bahwa peng-
isian dari hujan tidak mencukupi, masih mungkin diperoleh
tambahan air dari K. Rambut, yang mengalir kearah Timur
dekat batas Selatan daerah aliran Wadu!·. Dengan membuat
sebuah bendung di K. Rambut, yang dimaksudkan hanya

195
Waduk Cacaban

menyadap air diwaktu banjir saja, dihubungkan dengan sebuah


saluran bertembok menyelusuri tebing K. Rambut, sebuah
trowongan dan kemudian saluran terbuka melalui kota keca-
matan Jatinegara saluran tersebut dapat melepaskan airnya ke
daerah aliran K. Cacaban.
Pengambilan c.ir K. Rambut untuk keperluan ini hanya
diwaktu banjir saja, karena debit dasarnya sudah lama
dimanfaatkan untuk irigasi daerah Rambut dengan perantaraan
Ben dung Cipero. Pengisian W aduk Cacaban tidak boleh
mengganggu irigasi yang telah mempunyai hak sejarah.
Bendungan Waduk Cacaban menunjukkan hasil kons-
truksi yang baik. Alat pengukur debit yang mengukur bocoran
tidak pernah mencatat debit yang besar.
Dihilir bendungan Waduk di K. Cacaban telah dibangun
Bendung Dukuhjati yang berfungsi untuk mendistribusi air dari
waduk melalui :

196
1) Saluran Cacaban-Gung yang mengalir ke Barat dan mele-
paskan air suplesi ke jaringan saluran irigasi dari K. Gung.
2) Saluran Cacaban-Rambut mengalir ke Timur untuk
mensuplesi air ke jaringan daerah Rambut. Saluran ini
baru dibuat bertahun-tahun kemudian, karena trasenya
melalui tanah longsor.

8.4. Waduk Darma

Waduk Darma terletak 12 km sebelah Barat day:i Kota


Kuningan di Jawa Barat, terbentuk dengan membuat Bendung-
an timbunan batu (rockfill) dengan perapatan air aslinya
dengan tegel-tegel beton berukuran 0,40 x 0,40 m dan tebal
0,15 m.
Siar-siar diantara tegel dijejali tali goni yang dicelup dalam
aspal cair. Waduk ini dibuat antara tahun 1959 dan 1962.
Ketinggian bendungan utama adalah 36 m diatas dasar sungai
terendah setempat.

Waduk Darma sewaktu dikeringkan untuk memperbaiki kebocorannya

19 7
Pada sisi mara waduk terpaksa harus dibuat bendungan
pembantu dengan ketinggian maximum 9 m. terbuat sebagai
timbunan tanah.
Waduk ini terletak dibagian ~aing hulu Cisanggarung
dengan luas daerah aliran 23,5 km . Daya tampung waduk
adalah 40.000.000 m3 dan dimaksudkan untuk memperbaiki
irigasi musim kemarau di daerah Kuningan seluas :

tanaman padi gadu 22.300 ha


tanaman palawija 6.639 ha
- tanaman tebu 8 ha
Jumlah 28.947 ha.

Sejak mulai beroperasi dalam tahun 1962, bendungan


waduk ternyata bocor tidak sedikit. Biasanya debit bocoran
waduk diukur dengan sekat Thomson. Tetapi di Waduk Darma
harus diukur dengan sekat Cipoletti! Debit bocoran :

musim kemarau rata-rata 20 1 I det.


musim hujan rata-rata 40 1 I det.

Masih untung bahwa tubuh bendungan terbuat dari


timbunan batu dan air bocoran tetap jernih, sehingga ancaman
1angsung terhadap keselamatan bendungan tidak dirasakan.
Nam urn demikian fakta kebocoran ini harus dieari penyelesai-
annnya.
Sebab kebocoran dapat dibayangkan sebagai berikut.
Karena tegel-tegel beton perapatan air berukuran relatif kecil,
maka jumlah siar diantara tegel-tegel itu menjadi panjang
sekali. Karena perapatan air dengan tali goni yang dicelup
dalam aspal ternyata tidak dapat dikerjakan dengan teliti untuk
menjamin kerapatannya, maka diputuskan untuk mengetrap-
kan konstruksi perapatan lain.
Dalam tahun 1969 tubuh bendungan menunjukkan
penurunan 4 em dan pergeseran (datar) 5 em.
Untuk menutup kebocoran, pada tahun 1972 / 1973
ciipasang pelat baja beserta blanket disisi air. Pemasangan
dibantu oleh seorang Ahli dari UNDP. Setelah itu kebocoran
yang mengganggu untuk sementara dapat diatasi.

K.S. Waduk Jatiluhur dan bangunan-bangunan utama untuk


irigasi.

Waduk Jatiluhur merupakan buah fikiran Dr. Ir W.J. van


Blommestein. yang dalam tahun 1948 mengemukakan gagasan-
nya dalam tulisan "Een Federaal Welvaartsplan voor het
Noordelijk Gedeelte van West Java".

Waduk Jatiluhur

Gagasannya antara lain mencakup pembuatan 3 buah waduk


raksasa di sungai Citarum, yaitu berturut-turut waduk-waduk
Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Waduk Jatiluhur terletak paling
hilir dan mulai dikerjakan pada tahun 1957 dan sudah
dioperasikan sejak 1967.

199
Luas daerah aliran adalah 4.500 km2, sedang hujan rata-rata
didaerah alirannya 2.196 mm setahun. Daya tampung waduk
adalah 3.000.000.000 m3, jadi jauh lebih besar dibandingkan
dengan daya tampung waduk-waduk yang sampai waktu ini
dibuat di Indonesia.
W aduk ini terutama dioperasikan untuk memberi air
suplesi kepada :
1) daerah irigasi terletak disebelah Barat Citarum, yang
sudah diairi oleh Cibeet, Cikarang dan K Bekasi dengan
jumlah luas areal 80.000 ha berserta penyediaan air baku untuk
di proses menjadi air bersih bagi kota Metropolitan Jakarta,
khususnya daerah industri Pulogadung. Disamping itu juga
menyediakan air pembersih bagi kota Jakarta dimusim kema-
rau, karena debit Ciliwung pada musim ini tidak mencukupi.
Maklumlah air pembersih kota Jakarta sudah ada sejak zaman
voc.
2) menjamin sepenuhnya irigasi daerah Karawang, yang
sejak tahun 1925 telah mendapat air dari Bendung bergerak
Walahar seluas 80.000 ha juga dan
3) memberi air suplesi kepada daerah-daerah irigasi
disebelah Timur Citarum, yang telah diairi dari Bendung
Barugbug di Cilamaya, Cipadung, Ciasem dan bendurig
Salamdarma di Cipunegara dan lain-lain, yang jumlah luasnya
pun 80.000 ha.
Dengan demikian luas seluruh daerah pengaruh Waduk
Jatiluhur menjadi 240.000 ha.
Jadi jangkauan Waduk Jatiluhur memang telah membuat
dimensi baru dan melampaui apa yang sudah terlaksana
sebelum ini. Kemudian daerah pengaruh waduk Jatiluhur dapat
diperluas lagi mengarah ke Timur seluas 20.000 ha, sehingga
jumlah seluaruh daerah menjadi 260.000 ha.

200
8.5.1. Bendung Pembagi Utama Curug.

Untuk menyalurkan air ke daerah-daerah mgasi yang


panjangnya sekitar 150 km itu, dibangun sebuah Bendung
Pembagi Utama Curug, yang letaknya 6 km dihilir Bendungan
Waduk
Di bendung utama ini rur dibagikan ke 3 jurusan seperti
tersebut diatas.
Air unt~k
saluran induk Tarum Barat dipompa secara
~1 idrolis, yai~u inelalui turbin-turbm yang digerakkan · oleh
tekanan air .yang tersedia untuk dtalirkan kearah W alahar
(sistem mgas1 yang sejak 1925 telah dibuat) seluas 80.ooQ :ha
dengim tekanan 7 .SO meter. Proses vertikal turbin-turbin itu
s¢kaligus merupakan proses-proses pornpa-pornpa yang rneng-
angkat air 1,50 rn sebanyak 17 buah.
Air untuk saluran induk Walahar dibendung oleh 7 buah
lobang pintu. Untuk dapat mengangkat pintu-pintu keatas

Bendung Cumg

201
.......,....

202
dibuat 8 buah pilar diantara mana pintu-pintu digerakkan.
Dipuncak pilar dibuat ruangan pelayanan untuk mengangkat
pintu-pintu secara listrik.
Debit yang harus disalurkan ke saluran induk Tarum.
Timur harus dipompa setinggi 3.20 meter.
Pemom~aannya dipilih sebagai pompa-pompa listrik dengan
tenaga dari Jatiluhur.
Pipa-pipa pompa listrik ini dipasang miring 45° untuk
memudahkan pengalirannya.
Demikianlah pada Bangunan Pembagi Utama Curug ini
atas gagasan Prof. Ir. Sediyatmo telah diabadikan sebagai
Candra Sangkala hari kemerdekaan bangsa Indonesia :
17-8-1945, yaitu :

17 buah pompa hidrolis untuk Tarum Barat


8 buah pilar untuk pelayanan pintu-pintu Tarum Tengah
45 derajat kemiringan pompa-pompa listrik Tarum Timur.

Saluran induk Tarum Barat berakhir di Sungai Ciliwung


tidak jauh dari Kampus U.l. Rawamangun Jakarta Timur,
sedang saluran induk Tarum Timur semula berakhir diudik
Bendung Salamdarma Sungai Cipunegara.
Akan tetapi kemudian saluran ini diperpanjang memasuki
daerah Indramayu dan dapat memperluas arealnya dengan
20.000 ha.
Pembaca yang kritis tentu akan bertanya :
Mengapa air Citarum bertekanan tinggi dilepas dihilir turbin-
turbin listrik di Jatiluhur pada ketinggian tailrace ± 25.00 m,
tetapi kemudian dinaikkan lagi di Curug dengan pompa-
pompa.
Ceriteranya cukup panjang sebagai berikut :
Untuk menyalurkan air kedaerah-daerah irigasi yang
panjangnya sekitar 150 km itu, dibangun sebuah Bendung
utama sebagai Bendung bergerak Curug, yang letaknya 6 km
dihilir Bendung waduk. Di Bendung utama ini air dibagikan ke
3 jurusan seperti tersebut diatas.

203
Air untuk induk Tarum Bar.at dipompa secara hidrol~.
yaitu m~alui turbin-turbin yang digerakkan oleh t~kana.n air
yang tersedia untuk dialirkan ke arab walahar de~gan tekan~n
7.50 m.

8.5.2. Asal mulanya pemompaan air di Curug.

Dalam tahun 1957 PLN bertugas menyelenggarakan


rencana bendungan Jatiluhur, IGJ,rena Perusahaan Negara ini
dapat menyisihkan dana ,:ukup untuk mempekerjakan Konsul-
tan Asing· "Coyne &Hellier" dari Perancis un.tuk membuat
study mengenai pembuatan Waduk Jatiluhur. Menurut kon-
trak kerja yang sudah disetujui bersama Turbin dan generator
masing-masing 6 buah dftempatmn didalam dan dibawah
sebuah menara silinder bargaris tengah 90 meter Bagian atas
menara sekaligus -merupakan pelimpah (spillway) pada .keting-
gian + 107,00. Jadi mercu pelimpah berbentuk bulat dan air
YJlng melimpas diatas pelimpah masuk ked~am menara .untuk
kemudian dikeluarkan kemb{l.li ke Citarum.
Bila anda naik pesawat terbang antara Bandung daif
Jakarta, maka pada suatu saat pesawat akan melintas. di atas:
waduk Jatiluhur, yang· dalam keadaan penuh mempunyai luas
muka air 8,256 Ha. Menara bergaris tengah 90 m itu jelas
terlihat dekat bendungan. Bila air melimpas diatas pelimpah,
maka butir-butir air yang bertabrakan didalam m.enara akan
pecah menjadi embun berwarna putih, yang berterbanga.rl
kehiar dari menara, sekaligus membentuk pelangi ini merupa-
kan pema.ndangan menarik, yang sebenarnya dapa.t dikomer-
silkan.
Dalam konttak perencanaan itu: ditetapkan pula, bahwa
ketinggian muka air dihilir turbin (tailrace) adalah ± 25.00.
Oleh karena dalam proyek ini yang me~jadi Prinsipa.l
adalah PLN, .tentu saja tujuan utama . proyek ini sehar~nya.
pembangkitan Tenaga Listrik, sedang segi irig~inya sama
sekali belum dipermasalahkan.

204
Pompa Listrik Tarum Timur.

Pihak Prinsipal menghendaki demi efisiensi pembangkit-


annya, bahwa debit yang dikeluarkan dari waduk haruslah
konstan. Untuk memenuhi ketentuan itu laporan Coyne &
Hellier, memberi catatan :
The 240,000 hectares given in the project will be diveded into
zones and their irrigation will be staggered in such a way that
the total water requirements will be constant"
Jadi pada dasarnya debit irigasi harus menyesuaikan debit air
yang diperlukan dengan debit yang dipakai untuk pembangkit-
an listrik (yang kurang lebih tetap!).

Dalam pada itu Direktorat Perairan dengan Proyek irigasi


Jatiluhurnya baru mulai aktif bekerja di Jatiluhur tahun 1962
dibawah pimpinan Ir. Agoes Prawiranata.
Sebelumnya Proyek ini telah menyelesaikan 2 buah Bendung,
yaitu Bendung bergerak Bekasi dan bendung tetap Ciasem
dalam rangka Proyek irigasi Jatiluhur juga. Proyek ini mulai
dengan mengukur trase saluran-saluran induk berpangkal
kepada ketinggian kedua titik akhir saluran-saluran tersebut
dan bersama menuju ke lokasi bendung Curug. Pengukuran itu

205
menghasilkan angka-angka muka air + 26,50 untuk Tarum
Barat dan + 28,20 untuk Tarum Timur. Jadi kedua-duanya
lebih tinggi dari pada muka air dihilir Bendungan Jatiluhur
+ 25,00. Karena rencana pembangkitan listrik sukar untuk
ditinjau kembali, maka terpaksa kita menerima fakta, bahwa
akibat tidak adanya koordinasi antara PLN dan Direktorat
perairan, di Bangunan Utama Curug perlu diadakan pemompa-
an air : Ke Tarum Barat setinggi 1,50 m dan ke Tarum Timur
3,20 m. Dalam perundingan yang diadakan telah dicapai
kata sepakat, bahwa hila diperlukan tenaga listrik untuk
pemompaan itu, tenaga tersebut akan diambil dari jaringan
PLN dan untuk itu Direktorat Perairan tidak dikenakan
bayaran.
Dalam hal ini dianggap, bahwa muka air di Curug sama
dengan muka air dihilir Bendungan Jatiluhur, yaitu ± 25,00.

Kemiringan Pompa 45 Derajat

206
8.5.3. Waduk Tenaga atau Waduk lrigasi?

Orang-orang irigasi tahu, bahwa pemberian air kepada


tanaman padi tidak mungkin sama sejak dari pembibitan
sampai ke panenan. Dalam kultur padi dosis pemberian air
berbeda-beda tergantung dari kebiasaan dan keperluan daerah
masing masing.
Juga sudah diketahui, bahwa kalau orang membagi
sesuatu daerah irigasi dalam sejumlah golongan, jumlah
golongan tidak mungkin dibuat besar sekali, paling-paling
hanya 4 atau 5. Jumlah golongan terlalu banyak akan
menimbulkan keadaan, dimana tanaman padi pada suatu saat
berada dalam keadaan amat berbeda, yaitu pembibhan, masa
tumbuh, masa bunting, berbuah, masak, panen dan itu berarti,
bahwa siklus tanaman tidak ada akhirnya dan ini berarti pula,
bahwa kemungkinan adanya hama tanaman tidak terputuskan.
Jadi seolah-olah kita tidak berusaha memberantas hama,
sebaliknya seperti memelihara hama I
Jumlah golongan terlalu besar berarti pula, bahwa kita tidak
dapat menyesuaikan penanaman padi dengan curah hujan di
daerah ini, yang sudah jelas mengikuti iklim musim hujan.
Nota "Exploitasi Waduk Jatiluhur" tanggal 11 Mei 1960,
bahwa hasil setiap m3 air waduk untuk dipakai sebagai air
untuk irigasi adalah Rp. 0,42 atau lebih ekonomis bila
dibandingkan dengan air yang sama tetapi dipakai untuk
pembangkitan tenaga listrik, yang menghasilkan Rp. 0,16.
Dapat dijelaskan, bahwa tekanan air di jatiluhur sebenar-
nya relatif kecil, yaitu max (waduk penuh 107 - 25 = )
82 meter, sedang minimum (pembangkitan akan berhenti
78-25) - 53 meter.
Tekanan yang tidak besar ini tidak memberi efisiensi tinggi
kepada pembangkitan.
Lain halnya dengan keadaan di Saguling, dimana tekanan dapat
diselenggarakan sampai ratusan meter, sehingga dapat lebih
efisien.
Selanjutnya dapat diambil kesimpulan, bahwa bila Jati-
luhur direncanakan sebagai W aduk tenaga dan irigasi meng-

207
ikuti kebutuhan airnya menurut debit pembangkitan akan
menimbulkan kerugian ditinjau dari berbagai segi.
Oleh karena. itu Departemen Pekerjaan Umum kemudian
menentukan, bahwa waduk Jatiluhur dianggap sebagai waduk
mgas1.
Ini berarti, bahwa pembangkitan tenga listrik mengikuti saja
de~it yang diperlukan untuk irigasi.

Dasar inilah kemudian dipakai untuk merencanakan


irigasinya dan pula pembangkitan tenaga.
Bila pengisian waduk melebihi pengisian normal, tidak
ada keberatan utnuk mengeluarkan air melebihi keperluan
irigasi.
Kelebihan tenaga yang dibangkitkan itu setidaknya akan lebih
ekonomis (dapat dijual) dan mungkin pula lebih aman (muka
air tidak terlampau tinggi) hila dibandingkan dengan membiar-
kan air kelebihan melimpas diatas pelimpah (spillway).

8.5.4. Jasa-Jasa Seorang Jenius

Tulisan ini dimaksudkan untuk mengenang jasa seorang


Teknikus besar, putra Indonesia yang pernah dimiliki Indo-
nesia, tetapi dalam tahun 1984 telah meninggalkan kita.
lr. R.M. Sedijatmo berdarah Mangkunegaran, lulusan
Technische Hoge School Bandung tahun 1933. jiwa tekniknya
tak henti-hentinya mempelajari peristiwa-peristiwa alam sendiri
untuk dijadikannya contoh dalam menemukan hal baru yang
berguna.
Namanya mulai dikenal setelah ia sekitar 1940 merenca-
nakan sebuah talang beton melintasi K. Wiroko, anak sungai
Bengawan Solo didaerah Wonogiri. Ia sebagai insinyur muda
penuh inisiatif membuat kedua perletakan talang tersebut
berposisi miring demi meringankan gaya-gaya yang bekerja
pada konstruksinya. Potongan melintang talang, yang berben-
tuk koker, sepenuhnya dianggap sebagai konstruksi penyangga.

208
Prof. Dr. Jr. SEDYATMO

Cara yang waktu itu lazim dipakai adalah bahwa konstruksi


penyangga hanyalah dinding-dinding koker saja. Dengan
pandangan seperti diatas, Ir. Sedijatmo berhasil memperkecil
ukuran dinding koker beserta mengurangi tulangan besinya. Ini
berarti mengurangi biaya konstruksi tanpa mengurangi keko-
kohannya.
Gambar rencana telah dikirim ke Departemen BOW
Bandung untuk diminta persetujuan guna pelaksanaan.
Akan tetapi mereka yang memeriksa proyek yang maju
ini, tidak dapat menyetujui bahkan menambah rencananya
berdasarkan pandangan yang lazim, sehingga biaya talang
menjadi lebih mahal.
Demikianlah gagasan yang maju dari seorang insinyur
bangsa terjajah tidak mendapat penghargaan sewajamya dari
penjajah. Fakta ini diterimanya sebagai pil pahit, tetapi reaksi
langsung tidak diperlihatkan. Pak Sedijatmo, yang kemudian
menjadi Professor tidak dapat berbuat apa-apa.
Namun demikian, gagasan yang brilyan itu tidak lepas
dari pengamatan tenisi generasi yang lebih muda. Konstruksi

209
seperti Talang Wiroko (Versi Sedijatmo) oleh generasi lebih
muda ( dalam alam merdeka) ditrapkan pada tal aug Saluran
Mataram diatas K. Gajahwong di Yogyakarta tahun 1950 dan
lain-lain talang lagi.

Talang diaras Kali Gajahwong

Buah pikiran Pak Sedijatmo yang orisinil terbukti lagi


pada konstruksi pipa-pesat yang menurut keyakinannya palin~
ekonomis bila pipa bajanya dibungkus beton.
Jasa terakhir yang merupakan penemuan baru adalah
pondasi cakar ayam, yang pertama ditrapkan pada landasan
lapangan terbang luanda di Surabaya dan kemudian di
lapangan udara Cengkareng.
Prof. DR. Ir. Sedijatmo mendapat anugerah Bintang Maha
Putra dari Pemerintah Indonesia.

Prof. Sedijatmo juga berjasa untuk mengabdikan hari


kemerdekaan Indonesia pada Bangunan Pembagi utama Curug
dari Proyek Jatiluhur, yang selesai dalam tahun 1967.

210
Pompa hidrolis untuk Saluran Tarum Barat yang dibuat
mengikuti gagasannya, berjumlah 17 buah, yang menunjukkan
tanggal 17, suatu angka yang kita anggap kramat.
Banyaknya pilar pemegang pintu pengatur beserta me-
naranya untuk meneruskan debit ke daerah W alahar berjumlah
8 yang menunjukkan bulan ke 8 atau Agustus.
Akhirnya pompa-pompa listrik untuk saluran induk
Tarum-Timur dipasang miring dengan sudut 45° demi efisiensi
pemompaan dan ini menunjukkan tahun 1945.
Demikianlah dalam bentuk fisik Bangunan Pembagi
Utama Curug terkandung makna hari kemerdekaan kita yang
kita keramatkan.

Pompa Hidroulis Tarom Barat Jumlah Pompanya 17

Dengan demikian Prof. Ir. Sedijatmo pula ingin mem-


peringatkan, bahwa pembangunan disegala bidang termasuk
pengairan, tak akan terlaksana andaikata bangsa kita tidak
memiliki kemerdekaan, sebagaimana kita proklamasikan pada
tanggal 17 Agustus 1945.

211
8.5.5. Beberapa catatan teknik.

Bendungan waduk Jatiluhur terbuat sebagai timbunan


batu (rockfill) disemprot dengan pancaran air. Perapat air dari
tanah yang dipasang miring.
Tinggi terbesar dari dasar sungai 89,50 meter
Luas daerah aliran 4.500 km2
Curah hujan rata-rata 2.196 mm
Daya tampung 3.000.000.000 m3
Waktu pembuatan 1957 - 1967
Puncak bendung - 114,50 m
Puncak Pelimpah - 107,00 m
Puncak bendungan telah menurun 0,50 m (settlement).

Disamping bendungan utama tersebut, masih ada 3 buah


bendungan pembantu untuk menutup punggung-punggung
yang rendah :
1) Bendungan Pembantu Ciganea dengan ketinggian max.
9,50 m.

Bendungan Pembantu CIGANEA

212
2) Bendungan Pembantu Ubrug dengan ketinggian max.
16 m.

Bendungan UBR UG sekarang

Kedua bendungan ini terletak disisi Timur Waduk dan terbuat


dari timbunan tanah.

3) Bendungan Pembantu Pasirgombong dengan ketinggian


max. 14 meter.

Terletak disisi barat waduk dan terbuat juga dari timbunan


tanah.

Catatan :
3 buah waduk yang baru diuraikan (Cacaban, Darma,
Jatiluhur) itu terbuat semasa Pemerintahan orde lama. Tahap
terakhir pembangunan waduk Jatiluhur diselesaikan dalam awal
Pemerinatahan Orde Baru (1967).

213
Bendungon Pembtlntu Pruir Gombong

Bangunan Bagi I bendung Walahar

:214
8.6. Waduk Karangkates

Waduk Karangkates terletak 35 km dari Malang dekat pada


jalan raya ke Blitar. Waduk ini' terbentuk sebagai hasil
pembendungan K. Brantas dengan sebuah bendungan timbun-
an batu kapur (rockfill) dengan inti tanah. Mulai dibangun
1964 dan selesai 1972.
Waduk ini mempunyai daerah aliran seluas 2.050 km2
dan curah hujan yang jatuh dalam daerah aliran itu adalah
rata-rata 2358 mm setahunnya.
Daya tampung waduk adalah 342.000.000 m3 dan dimaksud-
kan untuk irigasi, mengendalikan banjir K. Brantas beserta
pembangkitan tenaga listrik dan Pariwisata.
Tinggi bendungan adalah 46 m diukur dari dasar sungai.
Daerah irigasi yang dapat diperbaiki luasnya 34.000 ha dan
tenaga listrik yang dapat dibangkitkan 3 x 35 MW - lOS MW.

Waduk Karongkates

21 )
lfarluk /,alwr

8.7. Waduk Lahor.

Lokasi Bendungan waduk Labor adalab dikomplex Ben-


dungan Karangkates dan memang dibangun untuk memper-
tinggi daya guna waduk Karangkates. Mulai dibangun 1972,
selesai 197 5. Letak Bendungan Waduk di buat di K. Labor
setinggi 70 meter sebagai urugan batu dengan inti tanab . Luas
d<terab alirannya 160 km2 dan Curab bujan yang mengisinya
rata-rata 2358 mm setabun. Daya tampung waduk adalab
37.000.000 m3 diantaranya yang berguna 29.400.000 m3.
Waduk ini dibubunf,kan dengan waduk Karangkates dengan
sebuab trowongan lJergaris tengab 2,50 m. Dengan penam-
baban air dari wad Jk Lahor maka PLT A Karangkatesa dapat
ditambab dayanya sedang luas areal irigasinya bertambah
dengan 1100 ha.

~16
8. 8. Waduk Selorejo.

Waduk Selorejo dibangun tahun 1970-1972 sebagai


bendungan tanah denan inti lempung. Dibuat dalam K. Konto
dan terletak 50 km dari Malang. K. Kono adalah anak sungai
K. Brantas, yang mempunyai riwayat panjang dalam sejarah
irigasi.
Waduk Selorejo mempunyai daerah aliran seluas
236 km2, dan pengisiannya datang dari curah hujan di daerah
aliran sebesar rata-rata 2553 mm setahun.
Pada titik terdalam sungai. tinggi bendungan adalah 47 meter
dan daya tampungnya 62.300.000 m3.
W aduk Selorejo dimaksudkan sebagai waduk serba gun a,
yaitu irigasi, pembangkitan tenaga listrik, pengendalian banjir,
perikanan dan pariwisata. Dimusim kemarau dapat diairi
sawah 5700 ha.
Daya listrik terpasang 1 x 4,8 MW.

ll'at!u/.: Se/orejo

217
8. 9. Waduk Wlingi.

W aduk Wlingi terletak dihilir Waduk Karangkates dan


23 km kearah Timur dari kota Blitar. Daerah alirannya seluas
2890 km2 diantaranya 2050 km2 termasuk daerah aliran
Waduk Karangkates. Curah hujan setahun rata-rata 2227 mm.
Bendungannya adalah dari timbunan tanah.
Konstruksinya berlangsung 1972 s I d 1975.
Daya tampung waduk 24.000.000 m3.
Waduk ini terutama dimaksudkan untuk irigasi dan
pembangkitan tenaga. Tetapi disamping itu dipakai juga untuk
pengendalian banjir dan pasir dari Gunung Kelut.

-Waduk Wlingi

Waduk Wlingi dapat memberi mgasi musim kemarau


pada sawah daerah Lodoyo seluas 13.600 ha. Daya terpasang
listrik 2 x 27 MW - 54 MW. Di Lodoyo dapat dibangkitkan
listrik 1 x 4, 7 MW.
Sistem irigasi sudah lama dimulai yaitu sekitar tahun
1963 namun barn diselesaikan belakangan (1976).

21 8
8.10. Waduk Sempor.

8.10.1. Bendungan Pengelak (Cofferdam).

Waduk Sempor terletak 7 km Barat laut kota Gombong


Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.
Mulai dikerjakan tahun 1959 mula-mula sebagai proyek Dinas
Pekerjaan Umum Jawa-Tengah tetapi kemudian diambil alih
oleh Direktorat Irigasi I Ditjen Pengairan.

Waduk Sempor

Bendungan waduk, mula-mula direncanakan sebagai


rockiill (timbunan baju) dengan perapatan lapisan aspal. Waduk
ini terutama dimaksudkan untuk memperbaiki irigasi sawah
disekitar Gombong terutama musim kemarau seluas 8.675 ha.
Daemh aliran waduk adalah 43 Km2 dan sungai yang akan
dibendung adalah K. Sempor.
Pada awal tahun 1967, jadi setelah dikerjakan selama 8
tahun, trowongan pengelak disertai 2 buah pintu penutup
sebagai pintu segmen berukuran Iebar 1, 95 m tinggi 2,50 m

21 9
telah dipasang, menara pelayananpun sudah selesai .
Pekerjaan dikonsentrasikan kepada pembuatan bendungan
pengelak (cofferdam), yang bersama trowongan akan menyalur-
kan air banjir melalui trowongan ke K. Sempor di hilir calon
bendungan utama.
Dengan demikian para pekerja akan aman mengerjakan
bendungan utama sampai mencapai ketinggian yang direncana-
kan.
Ketinggian bendungan pengelak menurut rencana adalah
+ 47,35 yang harus dicapai menjelang musim hujan 1967/
68. Dalam pelaksanaannya ketinggian + 45.00 telah tercapai.
Untuk memberi kompensasi kepada petani didaerah
Gombong, Pimpinan Proyek merencanakan penyelenggaraan
exploitasi darurat waduk, yaitu dalam keadaan yang telah
diselesaikan saat itu, diadakan pemberian air untuk padi gadu
yang menurut perhitungan dapat mencapai luas 1.300 ha.
Nah, menjelang berakhimya musim hujan 1967/68 pintu
telah ditutup, sehingga terbentuklah untuk sementara waduk
kecil dengan bendungan pengelak sebagai penahan air dan
air ini kemudian dikeluarkan untuk mengairi tanaman gadu
yang sebelumnya telah dipersiapkan takyat seluas 1. 300 ha.
Menjelang akhir musim kemarau tanaman padi gadu rakyat
tersebut dapat di panen dengan berhasil. Banyaknya padi yang
diperoleh petani. ditaksir rendah saja adalah 1.300 ha x 2
ton/ha = 2.600 ton.
Pada bulan Juli/ Agustus 1967 itu harga beras adalah Rp. 10
kg, sehingga rakyat memperoleh penghasilan tambahan
Rp. 13.000.000,-
Mungkin sekali, bahwa exploitasi darurat yang berhasil
itu membuat pimpinan pelaksanaan Waduk Sempor menjadi
kurang waspada.
Selama air dimanfaatkan untuk irigasi meman~ tidak
terjadi hujan dalam daerah aliran waduk, sehingga air waduk
tenang-tanang saja tanpa ada hal-hal berbahaya yang tersem-
bunyi.
8.10.2. Peristiwa pelimpasan (Overtopping).

Pekerjaan pada bendungan pengelak dilanjutkan dengan


pemasangan tegel beton. (tidak jadi pakai aspal)
Pada tg. 13 Nopember kedua pintu ditutup, tetapi
kemudian salah satu dibuka setinggi 0,50 m.
Pada tg. 26 Nopember 1967 waduk masih kosong. Pada
hari Minggu tg. 27 Nopember '67 jam 10.00 muka air waduk
meningkat menjadi + 34.00 dan pada jam 13.00 naik menjadi
+ 36.00.
Pada jam 15.00 mulai hujan rintik-rintik dan pada jam 16.00
muka air waduk naik lagi menjadi + 38.00 (dan isi air
2.400.000 M3).
Pada kira-kira jam 17.00 mulai hujan biasa dan pada jam
20.00 mulai hujan deras.
Pada kira-kira jam 22.00 muka air waduk melampaui
puncak cofferdam (+4500) dan karen a itu bendungan timbunan
batu mulai rusak dari atas kemudian hancur seluruhnya. Muka
air tertinggi diperkirakan + 45.50.
Peristiwa serupa sebenamya pemah terjadi sewaktu
pelaksanaan waduk Malahayu tahun 1938 (lihat 7.5), untung-
nya di Malahayu tidak sampai terjadi runtuhnya bendungan
pengelak.
Demikianlah peristiwa rusaknya bendungan pengelak
(cofferdam) Sempor, yang menimbulkan banyak korban pen-
duduk sekitar 200 orang yang berdiam di tepi sungai terbawa
hanyut, ini tentu saja merupakan lembaran hitain, dalam
sejarah konstruksi bendungan di Negara kita.

8.10.3. IDkmah yang dapat diambU.

Sebelum kita mengambil kesimpulan-kesimpulan dari


peristiwa bobolnya bendungan pengelak Sempor, baiklah kita
mengingat kembali beberapa peristiwa serupa , yang terjadi
sebelum atau sesudah peristiwa tersebut.

221
Dalam 7.5 telah diuraikan tentang pelimpasan bendungan
pengelak pada waktu pelaksanaan Waduk Malahayu (daerah
Brebes Jawa Tengah) sekitar tahun 1938. Pada waktu itu pintu
penutup belum dipasang sama sekali, sehingga trowongan
masih terbuka terus dan kenaikan muka air banjir sempat
turun kembali sebelum mencapai titik berbahaya.
Dalam bulan Agustus 1983, pada pembuatan bendungan
waduk Wonogiri pun pada musim kemarau 1980 terjadi pula
pelimpasan bendungan pengelak, tetapi untung tak terjadi
malapetaka.
Hikmah yang dapat diambil dari peristiwa bobolnya
bendungan pengelak di Sempor adalah :
a) Kita menjadi lebih yakin lagi, bahwa dalam proses
konstruksi bendungan besar, masa pembuatan bendungan
pengelak (Cofferdam) adalah masa paling kritis dalam seluruh
proses konstruksi.
Bendungan pengelak harus cepat-cepat dibuat sampai ketinggi -
an menurut perhitungan. Untuk selanjutnya kita berdo'a,
semoga banjir-banjir yang mungkin datang (sebelum biasanya)
tidak berintensitas terlalu tinggi dan sambil berlalu melalui
trowongan terbuka, tidak sampai menimbulkan kenaikan air
yang membahayakan bendungan pengelak.
Jelas, bahwa kesalahan terbesar dalam peristiwa Sempor
adalah bahwa pintu-pintu trowongan berada dalam keadaan
tidak terbuka penuh.

8.10.4. Pembangunan kemball Bendungan Waduk Sempor

Bendungan harus segera dibangun kembali untuk me-


ngembalikan kepercayaan masyarakat terhadap teknisi irigasi
dan pula kepercayaan diri sendiri pada teknisi. Pembangunan
kembali lebih cepat lebih baik.
Untuk itu diadakan kontrak dengan Konsultan Asing dari
Jepang untuk merencanakan kembali bendungan waduk.
Pimpinan Proyekpun mengalami penggantian.

222
Dimensi bendungan mengalami perubahan, Daya tam-
pung ditingkatkan dari semula 36 juta m3 menjadi 52.000.000
m3. Bahkan ditambahkan juga unsur pembangkitan tenaga
listrik dengan daya terpasang 1,1 MW.
Tinggi max diatas dasar sungai 49 m
Tinggi max diatas galian pondasi 58 m
Bendungan terbuat dari timbunan batu dengan inti rapat a1r
dari tanah (tegel beton telah dirubah).
Irigasi : Padi musim hujan 10.625 ha
Padi gadu 8.675 ha.
Sebenarnya pembuatan pembangkitan tenaga listrik dengan
daya 1,1 MW dirasakan agak dipaksakan. Menurut kenyataan-
nya PLT A mini di Sempor ini hanya dapat bekerja sebagian
kecil dari satu tahun.

Bendungan Klampis

223
8.11. Waduk Klampis.

Terletak di Kabupaten Sampang Madura, 17 Km dari


Kota Sampang dibuat antara 1974 - 1976. Waduk ini dibuat
untuk memberi air disuatu daerah yang selalu kekurangan air.
Hujan rata - rata didaerah ini hanyalah 1.800 mm I th
sedang luas daerah alira~ 51 km2.
Daya tampung waduk 10.250.000 m3
Daya tampung minimum 3.000.000 (isi mati untuk simpanan
lumpur)
lsi efektif 7.250.00 m3
Bendungan ini dari tipe beton gaya berat.
Tinggi 20 m diatas galian pondasi.
Panjang 44 m
Ketinggian mercu - 31,50 in ini merupakan pelimpah tanpa
pintu.
Debit banjir masuk waduk 338 m3 I det.
Debit banjir keluar waduk 110 m3 I det.
Lebar bersih pelimpah 36 m.
Pondasi merupakan batuan gamping.
Waduk ini dipergunakan untuk mengairi sawah 2.030 ha.

8.12. Waduk Wonogiri (G~ahmungkur)

Waduk Wonogiri dicetuskan pertama kali oleh Ir. R.M.


Sarsito Mangunkusumo dalam tahun 1941, kala itu Kepala
Pekerjaan Umum Mangkunegaran (Hoofd Mangkunegorosche
Waterstaat) di Surakarta. Hal ini dikemukakan sebagai fakta
sejarah saja, karena pada zaman kolonial itu belum terdapat
iklim untuk mulai dengan pelaksanaan.
Tempatnya terletak di Sungai Bengawan Solo 2 km diudik
kota Wono~ri.
Bendungan merupakan timbunan batu dengan inti tanah dst.
Ponda~i terdiri atas batuan breksi.
Pelimpah terkontrol dengan 4 buah pintu radial.

224
Waduk Wonogiri

Taraf mercu - 131 .00


Taraf muka air pada waktu banjir - 139.1 m
Lebar mercu bersih 30 m.
Aliran banjir masuk 9.600 m3 I det (pmf) dan :
5.100 m3 I det.
Kapasitas rencana 1.360 m3 I det, waktu pmf.
Waduk ini serba-guna, yaitu :
lrigasi, pembangkit listrik 15,5 MW dengan turbin Kaplan.
Dan pengendalian banjir.
lsi waduk 735 juta m3
Penyimpanan endapan 120 juta m3
lsi bangunan 440 juta m3
Ruangan pengendalian banjir 220 juta m3.

225
8.13. Waduk Widas

Terletak 13 km dari Nganjuk


Dibuat 1977 - 1981
lsi normal 24.800.000 m3
Waktu banjir isinya 26.800.000 m3dan taraf muka air - 108,60
Jenis bendungan urugan pasir dan gravel.
Tinggi 38 m dari galian pondasi
Panjang 660 meter
Lebar puncak 8 m
Kemiringan serongan sisi air 1,25 dan 1,35
sisi udara 1, 25 dan 1, 3
Pelimpah dengan pintu radial
Kapasitas rencana 600 m3 I det
Tujuan irigasi 8.600 ha.

Waduk Widas

226
8.14. Waduk Sampean Baru

Terletak 16 km dari Situbondo


Dibuat 1979 - 1983
Sangai : Sampean
lsi normal 1.500.000 m2.
Taraf waduk nor:na\ - 120 luas 0,52 km2.
Taraf waduk banjir - 120.50
Luas daerah aliran 733 km2
Jenis bendungan : Beton gravity di tengah dan urugan batu
dipinggir.
Panjang puncak bendungan neto 174m terdiri dari .14 blok.
Instrumen : Warning sistem.
Pengeluaran bawah pada - 103.00
Pondasi : Bendungan beton diatas tufa yang urugan diatas
gravel.
Pelimpah : terkontrol dengan 6 pintu radial dan 1 pintu Silting.
Lebar bersih 31,5 m (7 hlok).

Waduk Sampean Baru

227
Sebenarnya yang disebut waduk Sampean Baru bukanlah
sebuah waduk dalam artikata sesungguhnya.

Dalam konstruksi bangunan Bendungan Sampean Baru


terpaksa dibuat pembendungan beton dan timbunan batu
melintasi sungai, sehingga terbentuk suatu genangan air dengan
isi 1.500.000 m3.

228
BAB 9
PEMANF AATAN TANAH
RAWA

9. 1. Keadaan Produksi Beras Sewaktu Proklamasi Kemer-


dekaan
9.2. Usaha Besar-besaran Peningkatan Produ ksi Pangan
9.2. 1. Revolusi Dalam Bidang Pertanian
9.3. Meneliti Jenis Lahan Lain
9.4. Sifat-sifat Tanah Rawa
9.5. Proyek Kanalisasi
9.6. Penggiatan Kembali Proyek Pasang Surut
9. 7. Jenis-jenis Tanah Rawa
9.8. Kenaikan Jumlah Penduduk Versus Peningkat an Pro-
duksi Pangan.
9.9. Kemungkinan Pemanfaatan Tanah Rawa
9.1 0. Hasil Padi Daerah Pasang Surut.

229
9. PEMANFAATAN TANAH RAWA.

Sudah sejak zaman Kolonial komoditi beras harus


di-impor oleh Indonesia, karena produksi dalam negeri memang
belum mencukupi. Kita masih ingat, bahwa Pemerintah Hindia
Belanda sudah mengalami kesulitan semasa Perang Dunia I
(1914-1918), karena beras impor tidak masuk ke Indonesia.
Kalau pada waktu itu ada expor beras, maka hal tersebut
menyangkut beras berkwalitas baik dan dalam jumlah terbatas
saja. Setelah Perang itu berakhir, Pemerintah berusaha keras
untuk meningkatkan produksi. beras terutama dengan memper-
luas areal-areal irigasi. Waktu itu harapan dicurahkan kepada
irigasi saja, mungkin karena pertanian belum dapat memberi
harapan untuk dapat memberikan tambahan produksi secara
besar-be saran.
Sampai tahun 1930 boleh dikata semua kemungkinan
untuk memanfaatkan air sungai bagi irigasi musin hujan bagi
penanaman padi rendengan sudah terlaksana.
untuk perluasan penanaman lebih lanjut harus dicari kemung-
kinan penanaman padi gadu (musim kemarau) dan hal ini
hanya mungkin dengan teknologi baru, yaitu membuat waduk-
waduk, yang dapat menampung air musim hujan guna
dimanfaatkan dalam musim kemarau. Era baru memasuki
dunia pengairan.

231
9.1. Keadaan Produksi Beras Sewaktu Proklamasi Kemer-
dekaan

Pada tahun 1945, produksi beras di Indonesia jauh dari


mencukupi kebutuhan rakyat. Ini disebabkan karena sejak
zaman pendudukan Tentara Jepang, keadaan jaringan irigasi
mengalami degradasi, karena kurang pemeliharaan.
Rakyat terpaksa mempertahankan hidup dengan mengkonsumsi
juga bahan makanan karbohidrat lain-lain disamping beras.
Revolusi fisikpun menyebabkan segala sesuatu menjadi lebih
mundur lagi.
Persediaan beras terasa menjadi makin kurang, karena
ada daerah - daerah, yang dulu biasa mengkonsumsi jagung
sebagai makanan pokoknya, setelah merdeka berganti menunya
menjadi beras. Pada waktu itu keperluan akan beras diistilah-
kan sebagai "exploding demand". Keadaan serba kekurangan
itu tentu tidak boleh berlangsung terlalu lama.
Wajar kalau rakyat mengharapkan perbaikan nasib setelah kita
merdeka. Cara - cara apapun harus ditempuh supaya produksi
pangan, terutama beras dapat ditingkatkan.

9.2. Usaha Besar- Besaran Peningkatan Produksi Pangan

Dalam tahun 1962 Pemerintah Republik Indonesia telah


memutuskan, bahwa upaya peningkatan produksi pangan
dijadikan proyek nasional. Untuk menggerakkan upaya ini
telah ditetapkan tidak kurang dari seorang wakil Perdana
Menteri (Waperdam) yang bertugas mengkordinasi kegiatan
peningkatan produksi pangan.
Berbeda dengan keadaan zaman kolonial tahun 1918, pada
waktu mana waterstaatsdienst (Dinas Pengairan) saja dibebani
tugas meningkatkan produksi beras dengan extensifikasi lahan
pertanian, pada tahun 1962 Departemen Pertanian ditunjuk
untuk memegang peranan terpenting dalam meningkatkan
produksi pangan dengan intensifikasi pertanian.

232
Intesifikasi pertanian diintroduksi dengan sistematik baru, yang
dicetuskan oleh Ahli - ahli Pertanian di Indonesia, yaitu yang
dinamakan Panca - usaha, terdiri atas :
1. Perbaikan cara bercocok tanam
2. Perbaikan irigasi
3. Perr.akaian bibit unggul
4. Pemupukan dengan pupuk buatan
5. Pemberantasan hama dengan pestisida
Direktorat Jenderal Pengairan dari Departemen Pekerjaan
Umum dan Tenaga berkewajiban membantu memperluas laban
pertanian dengan membuka areal irigasi baru atau merehabili-
tasi areal lama, yang telah mundur produktivitasnya.
Dengan demikian upaya peningkatan produksi pangan dilaksa-
nakan melalui 2 front. Dimana - mana didirikan Padi Sentra,
yang mengurus padi setelah dipanen.
Kegiatan Departeman Pertanian kali ini mendapat du-
kungan dari revolusi pertanian (the green revolution), yang
terjadi di Mexico setelah Perang Dunia II. Dalam revolusi ini
ditemukan bibit gandum unggul yang dapat memberikan basil
panen jauh lebih besar dari pada sebelumnya, sedang pemupuk
kan dengan pupuk buatan dapat meningkatkan produksi lebih
tinggi lagi.
Menurut analisa kami dalam tulisan berjudul "Peranan
irigasi dalam usaha peningkatan produksi pangan" 1962,
produksi padi kering sawah irigasi tanpa pemupukan adalah
rata - rata 2,8 ton Ala.
Dengan penanaman bibit unggul, pemberian pupuk buatan dan
pembrantasan hama, produksi padi kering dapat meningkat
sampai 5 a 6 ton Ala, bahkan lebih lagi, apalagi setelah
diadakan perlombaan-perlombaan hasil produksi, para petani
berlomba-lomba mengejar peningkatan yang kadang-kadang
mencapai angka yang spektakuler.
Meskipun pada bulan-bulan pertama dalam usaha pe-
ningkatan produksi padi dijumpai kekecewaan-kekecewaan
akibat kurang pengalaman seperti : dosis pemberian pupuk
yang salah, atau pemupukan pada sawah tadah hujan, yang

233
berakibat matinya tanaman karena kekeringan, maka berang-
sur orang menjadi yakin, bahwa segi perbaikan irigasi dalam
Panca Usaha itu menjadi prasarat untuk berhasilnya seluruh
Panca Usaha itu.
Pacta waktu itu semua pihak yang berhubungan dengan
produksi padi bekerja keras, termasuk Balai Penyelidikan
Tanaman Pangan di Bogor, yang menseleksi jenis-jenis padi
untuk menemukan bibit terbaik bagi berbagai-bagai keadaan,
Dari International Rice Research Institute di Manila deperoleh
bibit-bibit IRR 5 dan IRR 8, di Indonesia di sebut PB 5 dan
PB 8.
Departemen Pertanian dengan tekun mengusahakan Pan-
ca-Usaha di sawah-sawah yang telah ada irigasinya yang
teratur. Gerakan ini diintensifkan lagi dengan yang dinamakan
Bimas (Bimbingan Masal) dan Inmas (lntesifikasi Masal).
Pacta gerakan 1m para petani digabung dalam
kelompok-kelompok, supaya dalam pemupukan dan terutama
pemberantasan hama dapat dicapai basil yang lebih baik.

9.2.1. Revolusi dalam bidang Pertanian

Sudah sewajarnya bila kita disini menyebut nama Dr.


Norman. E. Borlaug yang diakui sebagai Bapak nya Revolusi
dalam bidang Pertanian.
Ia adalah seorang Ahli Tanaman Pangan dari Iowa~ Amerika
Serikat, yang pada bulan Oktober 1970 memperoleh hadiah
Nobel atas jasa-jasanya dalam meningkatkan produksi pangan. ~

Dengan kerja keras tanpa henti-henti ia berhasil menemu-


kan sejenis gandum di Mexico sekitar tahun 1944, yang dapat
memberikan produksi sampai 10 x produksi bi~a·, sehingga
prestasi itu disebut suatu revolusi (the green revolution).

234
Kalau sebelumnya Mexico selalu kekurangan bahan
pangan untuk rakyatnya, maka atas jasa Dr.. Norman E.
Borlaug itu negara ini menjadi negara berkecukupan pangan.
Kemudian juga Pakistan dan India, yang jumlah penduduknya
ratusan juta mengikuti jejak Mexico dalam usahanya memberi
makan kepada rakyatnya.
Di Mexico telah didirikan Pusat Penyelidikan Gandum,
yang amat lengkap peralatannya sehingga Mexico menjadi
Mekahnya ahli-ahli pertanian, yang berkecimpung dalam
perganduman. Dapat dibayangkan, bahwa, seleksi bibit unggul
dan percobaan - percobaan dalam pemupukan acara yang maha
penting.
Atas dasar yang sama Ford dan Rockefeler Foundation
telah mendirikan International Rice Research Institute (IRRI)
di Manila, dimana diadakan penyelidikan - penyelidikan yang
menyeluruh atas tanaman padi, untuk mencapai jenis unggul
dalam arti berumur pendek responsif terhadap pemupukan dan
memberi hasil yang tinggi dan lagi tahan terhadap beberapa
jenis hama dan penyakit.
Demikianlah jasa Dr. Norman E .. Borlaug telah menjadi
juara dalam memerangi kelaparan sampai hasil karyanya
menyebar keseluruh dunia. Berdasarkan prinsip - prinsip yang
ia kemukakanlah Indonesiapun dapat mengambil manfaat dari
karya besarnya dan dapat mengatasi krisis pangan sekitar 1960
dan kemudian diperoleh harapan, bahwa dengan bekerja keras
pula swasembada pangan akan dapat dicapai.

9.3. Meneliti Jenis Laban Lain

Hingga disini perhatian kita tercurah kepada sawah


beririgasi, yang luasnya terbatas.
Disamping sawah beririgasi Tanah Air Kita ternyata pula
dikurniai dengan tanah rawa yang luasnya jauh melebihi tanah
sawah beririgasi. Tanah rawa ini melalui usaha tertentu ak.an
dapat diikut-sertakan dalam produksi pangan, supaya · kita

235
dapat memenuhi keperluan akan beras, yang nyatanya semakin
meningkat saja sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk
Menurut inventarisasi diperkirakan bahwa tanah rawa
membentang luas sebagai berikut :

Raw a Raw a
Pulau Dibawah pengaruh Pedalaman Jumlah
pasang-surut

Sumatera 2.345.000 10.866.000 13.211.000


Kalimantan 2.268.000 10.496.000 12.764.000
Sulawesi 84.000 358.000 469.000
Irian Jaya 2.303.000 10.677.500 12.980.000

7.000.000 ha 32.424.500 ha 39.424.500 ha

Melihat luasnya rawa di negara kita, yang tentu juga


merupakan potensi untuk dikembangkan menjadi laban berpro-
duksi pangan, maka dengan keputusan Menteri Pekerjaan
Umum no. 145 tahun 1975 telah dibentuk Direktorat Rawa
dibawah Direktorat Jenderal Pengairan sebagai Badan yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan tanah rawa.

Menurut daftar diatas tanah rawa tak jauh dari pantai,


yang berada dibawah pengaruh gerakan-pasang surut luasnya
7.000.000 ha, sedang rawa pedalaman 32.424.000 ha.
Dalam tahun 1962 Penulis mencoba membuat tulisan
berjudul "sawah pasang surut, sawah konvensional dan polder"
dimaksukan sebagai studi perbandingan antara ketiga macam
laban pertanian tersebut. Studi perbandingan antara ketiga
macam lahan pertanian tersebut. Studinya membahas segi
biaya, kecepatan pe!Dbangunannya dan segi teknik irigasinya
masing-masing. Studi tersebut mengungkapkan, bahwa sawah
pasang surut mempunyai kelebihan dari pada yang lain-lainnya
: Murah dan cepat dalam pelaksanaan, mudah pekerjaan
pertaniannya, tetapi rendah produksinya.

236
Mengingat akan suasana dalam tahun 1962 itu, yang
upaya peningkatan bahan pangan ditempatkan sebagai prioritas
pertama, maka penanganan proyek-proyek pasang-surut menja-
di teramat penting.
Pembukaan rawa-rawa non-pasang untuk sementara be-
lum dipermasalahkan, karena yang terpenting adalah mengejar
ketinggalan produksi lebih dulu.
Lahan - lahan non-pasang surut dapat dijadikan cadangan
untuk dikembangkan dikemudian hari.

9.4. SUat- SUat Tanah Rawa

Kita kenai ada 2 macam rawa, yaitu t~k jauh dari pantai
terdapat.
1) Rawa dibawah pengaruh pasang surut laut. disini
ketinggian muka air rawa tergantung pada saat terjadinya
pasang atau surutnya laut.
Sarat supaya lahan rawa ini dapat ditanami adalah adanya
sungai cukup besar, yang sanggup menggenangi rawa ini
sewaktu air pasang dengan air tawar. Bila sungai cukup besar
tidak ada, maka yang mema.suki lahan rawa diwaktu pasang
adalah air asin, sehingga padi tak akan dapat tumbuh.
Menurut observasai lapangan, batas dimana tanaman padi
masih mau tumbuh adalah 10 km dari garis pantai. Selanjutnya
tanah rawa yang berlokasi 40 km dari garis pantai tidak lagi
dapat merasakan adanya gerakan air sebagai pengaruh pasang
surut.
Dengan demikian, rawa berlokasi 40 km dari garis pantai
tidak lagi dinamakan rawa pasang surut.
2) Rawa non-pasang surut adalah rawa yang berlokasi
40 km atau lebih dari garis pantai atau rawa-rawa pedalaman,
yang memang tak ada hubungan dengan laut.
Karena telah berabad-abad lamanya tergenang air, yang
mengandung sisa-sisa tanaman, maka tanah rawa dan airnya
bereaksi asam.

237
Derajat keasaman dapat sedemikian besarnya sampai tanaman
padi tidak dapat tumbuh dilingkungan itu.
Nenek moyang kita disekitar Banjarmasin memperoleh
pengalaman, bahwa tanah rawa pasang surut dapat ditanami
padi, segera setelah derajat keasaman tanah menurun sampai
titik tertentu. Manusia dapat mempercepat proses penurunan
derajat keasaman dengan menggali jaringan saluran-saluran,
yang memungkinkan air tawar masuk dan keluar rawa
berulang-ulang, sehingga seolah-olah tanah rawa dicuci.
Peristiwa semacam ini terjadi pada tahun 1890 sewaktu
orang menggali saluran (anjir) Serapat, yang dimaksudkan
sebagai jalan perahu-perahu antara Sungai Kapuas dan Sungai
Barito menghubungkan Kuala Kapuas dengan Banjarmasin
( ± 28 km).

Waktu itu anjir Serapat hanya digali dengan tangan saja,


jadi pengaruh "pencucian" belum begitu terasa.
Pada tahun 1920 tanah rawa disebelah Selatan Kota
Banjarmasin mulai dibuka dan ternyata juga kemudian menjadi
gudang beras bagi kota Banjarmasin, yang kemudian dikenal
sebagai daerah gambut.
Pada tahun 1935 Anjir Serapat diperlebar dan diperdalam
dengan kapal keruk. Lalu lintas air menjadi bertambah ramai-
dan proses pencucian tanah rawa menjadai makin sempurna.
Orang - orang qari Hulu Sungai mulai berdatangan dan
membuka tanah - tanah sawah disekitar Anjir Serapat.
Daerah ini memperlihatkan kemakmuran rakyat berkat usaha
pembudidayaan tanah rawa.
Daerah ini juga menghasilkan pula buah - buaha, seperti
pisang nenas, kelapa, kefela dan lain - lain.
Di Negara Tetangga kita Thailand, juga terdapat rawa-
rawa ditepi pantai yang dibudidayakan pula menjadi sawah
pasang surut. Menurut pengakuan orang Thai, mereka
membudidayakan sawah itu meniru orang-orang Indonesia di
Kalimantan.

238
Rawa-rawa non-pasang surutpun dikemudian hari dapat
dimanfaatkan. Kalau dikemudian hari diputuskan untuk
membuat polder-polder untuk menjadikan tanah rawa itu
produktif, maka itu merupakan penyelesaian yang mahal.
Sebelum kita sampai kesana, mungkin masih dapat diketemu-
kan cara-cara lain yang lebih murah. misalnya menanam
2 x setahun dalam sawah pasang-surut.

9.5. Proyek Kanalisasi.

Dalam tahun 1957 seorang Menteri Pekerjaan Umum dan


Tenaga berasal dari Kalimantan mengusulkan kepada Pemerin-
tah untuk membuka proyek Kanalisasi, yaitu menggali saluran
untuk lalulintas air di Kalimantan antara Banjarmasin dan
Pontianak sepanjang 760 km dan di Sumatera dari Palembang
ke Tanjung balai 850 km.
Dengan penggalian kedua saluran ini selain dapat
diperoleh prasarana lalulintas air pedalaman, juga dapat
dibuka sawah pasang surut seluas 1.600.000 ha, yang pasti
dapat memberi saham dalam produksi beras dengan cara yang
tidak terlalu mahal dan dalam waktu tidak terlalu lama.
Proyek Kanalisasi dimulai di Kalimantan Selatan tak jauh dari
Kota Banjarmasin.
Yang digali tidak hanya saluran induknya, tetapi sekalian juga
saluran sekonder tegak-lurus pada saluran induk. Maksudnya
supaya drainasi segera dapat berjalan lancar.
Pengusul proyek adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga
waktu itu, Ir. Pangeran Mohamad Noor seorang putra Kaliman-
tan. Sayang sekali, bahwa penggalian saluran tidak dapat
berjalan lancar karena dijumpai kesulitan dalam bidang
logistik, sedang penempatan transmigran pada daerah yang
memanjang jauh dari keramaian, merupakan masalah yang
belum dapat diatasi.
Para transmigran enggan bekerja di daerah terpencil dengan
keadaan alam yang jauh berbeda dengan tempat asal mereka.

239
Jr. Pangeran Moh Noor

Menjabat sebagai Menteri PU. Pada Zaman Kabinel Ali Sostro Amijoyo
24-23-1956 s/d 14 Maret /957.

Ya, memang gagasan penggalian saluran-saluran panjang


hingga kini belum dapat direalisasikan. Tetapi kami tetap
yakin, suatu waktu akan datang, yang rawa-rawa dibawah
pengaruh pasang surut laut akan diolah menjadi sawah
pasang-surut demi memenuhi kebutuhan rakyat akan bahan
makanan pokok.

Ternyata, bahwa didaerah galian-galian saluran-saluran


Kanalisasi telah dimanfaatkan oleh rakyat menjadi sawah-
sawah pasang surut juga.
Dengan tidak lancarnya penggalian saluran induk pasang surut
dan enggannya transmigran ditempatkan didaerah terpencil,
maka proyek pasang-surut diturunkan kegiatannya (slow down)
pacta pertengahan tahun 1963.

240
9.6. Penggiatan Kembali Proyek Pasang-Surut

Menurut pengamatan Menteri Pekerjaan Umum, Ir.


Sutami, melihat keadaan daerah pasang-surut yang belum lama
dibuka, proyek Kanalisasi yang dihentikan dan ternyata secara
spontan dijadikan sawah oleh rakyat, sedang mengusahakan
tambahan produksi pangan melalui sawah konvensional secara
cepat tidak memberikan titik terang, maka diputuskan untuk
menggiatkan kembali Proyek Pasang-Surut sebagai jawaban
untuk mencapai swa-sembada pangan dalam waktu dekat.
Langkah pertama adalah membentuk Team Survey Proyek
Persawahan Pasang Surut Kalimantan Selatan dan Sumatera
Selatan pada tahun 1968 dengan Surat Keputusan Menteri No.
23/KPTS!l%8. Kemudian Menteri Pekerjaan Umum mengusul
kan kepada Pemerintah untuk membuka Persawahan Pasang
Surut secara besar-besaran pada tahun 1969.
Direncanakan membuka sawah seluas 5.200.000 ha di Kaliman-
tan Selatan dan Sumatera Selatan dalam jangka waktu 15
tahun atau 3 Pelita.

Ternyata bahwa penempatan transmigrasi di daerah


pasang-surut mempunyai keuntungan, bahwa mereka segara
dapat menanam padi sehingga hasil panennya sudah dapat
dinikmati dalam tahun kedatangan juga, sehingga masa
pemberian subsidi Pemerintah dalam bentuk pangan segera
dapat dihapuskan.
Pemerintah bermaksud tidak hanya mengembangkan
sawah pasang surut justru rawa non pasang surut menurut 9.3.
luasnya lebih besar lagi. Untuk menunjang gagasan ini
dibentuklah Direktorat Rawa, Direktorat Jenderal Pengairan
dengan keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 145 tahun
1975. Direktorat Rawa inilah bertugas antara lain mengembang
kan rawa-rawa termasuk rawa pedalaman (non pasang-surut),
sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat banyak
Kita semua sudah mengetahui, bahwa proyek pasang
surut mutlak memerlukan tersedianyaair tawar yang berlimpah,
justru untuk memungkinkan proses pencucian air dan tanah

241
Jr. SOETAMI

Menteri P. U. dari sejak Kabinet Dwikora yang disempumak.an I 966 sam poi
Kabinet Pembangunan II 1978.

yang asam. Air tawar masih harus ditambah dengan keperluan


tanaman padi sendiri untuk pertumbuhannya. Oleh sebab itu
adanya sungai-sungai besar yang ada akan memberi jaminan
kelestarian proses pencucian.
Pada masa pengakhiran kekuasaan Belanda di Indonesia
(1941) Belanda memberi suara kurang optimis terhadap
kelestarian proyek pasang-surut, yang mekhawatirkan mundur-
nya debit sungai-sungai karena penggundulan dengan akibat
bahwa daerah pasang surut akan menjadi tanah kering, karena
drainase berjalan dengan baik.
Sehubungan dengan adanya HPH ( = Hak Penguasaan
Hutan) sebenarnya kekhawatiran pihak Belanda cukup beralas-
an. Hal ini tentu harus dijawab oleh Direktorat Rawa, bahwa
segi ini sudah ditunjang dengan inventarisasi dan pemetaan

242
daerah-daerah yang menjadi daerah aliran sungai-sungai pemberi
air tawar. Tanpa penguasaan atas daerah aliran sungai-sungai,
rasanya sulit untuk mencegah kemerosotan keadaan dikemudi-
an hari.
Kiranya bukanlah suatu kemewahan bila direktorat Rawa
diperlengkapi dengan beberapa helikopter untuk memungkin-
kan mengawasi daerah hutan yang sulit dijangkau dari daratan
a tau lew at air.

Dalam tekadnya membentuk secepat mungkin jaringan


saluran untuk persawahan pasang-surut sesuai dengan usulnya
kepada Pemerintah, memang dibuktikan, bahwa saluran-salur-
an dalam waktu tidak terlalu lama dapat dikeruk.
Meskipun sebenarnya kerabat kerja, yang ditempatkan
pada pengoperasian kapal keruk bekerja dalam kondisi yang
tidak menarik, sehingga untuk bertahan cukup lama diperlukan
dedikasi dan ketekunan yang tinggi.
Bayangkan saja, tempatnya terpencil, tak ada jalan darat,
serba lembab, banyak nyamuk dan ular, tidak ada hiburan,
semua serba hutan. Makanan, bahan bakar dan sebagainya
semuanya harus dibawa dari kota lewat air. Kalau ada
keterlambatan sedikit dalam penyediaan bahan-bahan tersebut,
pekerjaan sudah mengalami kelambatan.
Untuk menyelesaikan penembusan anjir dari sungai
kesungai berikutnya diperlukan waktu berbulan-bulan sehingga
perlu diadakan sistem yang baik dalam pengaplusan kerabat
kerja, supaya orang tidak bosan dan frustasi.
Masalah itu semua telah dapat diatasi, sehingga anjir
demi anjir telah dapat diterobos seperti : Puntik, Besarang,
Tamban, Marabahan, masing-masing telah dikeruk dengan
saluran-saluran sekondernya. Akan tetapi pencetakan sawah
pasang-surut sayang sekali tidak kelihatan kemajuannya.
Ternyata bahwa pengiriman tenaga kerja Transmigrasi belum
dapat mengikuti kecepatan pengerukan anjir.
Masalah lain yang timbul adalah keengganan Transmig-
ran ditempatkan di daerah terpencil dan berjarak jauh, seperti

243
halnya andaikata saluran induk Banjarmasin - Pontianak jadi
dikeruk.
Justru untuk mengatasi keengganan itu untuk semen tara
dikeruk anjir-anjir tak terlalu jauh dari Banjarmasin seperti
diatas (Puntik, Besarang, Tamban dll).

9. 7. Jenis-Jenis Tanah Rawa

Didaerah rawa terdapat 3 jenis tanah :


1. Aluvial hidromorf
2. Glei humus
3. Organosol (gambut).
1. Aluvial hidromorf terdapat disepanjang sungai dan pantai
atau dipunggung dataran.
2. Glei humus terdapat didataran rendah dan selalu tergenang
air. Bahan induknya terdiri atas endapan liat dan pasir,
yang dibawa oleh sungai.
3. Organosol atau tanah gambut mempunyai kadar bahan
organik tinggi, yaitu 60 &.
Karena selalu tergenang air, maka kekurangan zat asam
untuk berubah menjadi humus.
Pada umumnya tanah gambut mengandung unsur N yang
tinggi .
Semua jenis tanah tersebut diatas, bil"a akan di perbaik.i
untuk dapat menjadi produktif memerlukan pemberian air tawar
yang cukup untuk pencuciannya ditambah dengan kebutuhan
tanamannya untuk tumbuh.

9.8. Kenaikan Jumlah Penduduk Versus Peningkatan Produk-


si Pangan.

Sudah sejak beberapa lama Pemerintah Indonesia telah


melancarkan upaya keluarga berencana untuk mengendalikan
jumlah penduduk dan menurut kenyataannya upaya ini oleh
Dunia luar dianggap cukup berhasil, sehingga Indonesia sering
dijadikan obyek studi perbandingan oleh negara-negara lain.

244
Sebagaimana telah diuraikan dalam 9.2., Pemerintah
Indonesia sejak tahun 1962 mulai berusaha sungguh-sungguh
mengatasi pacuan antara jumlah pertambahan kelahiran deng-
an peningkatan produksi beras. Dalam usaha peningkatan
produksi pangan terdapatlah faktor-faktor yang menguntung-
kan, misalnya : adanya revolusi dalam bidang pertanian, yang
memanifestasikan diri dengan dibentuknya "International Rice
Research Institute" di Manila, yang mampu memberikan
bibit-bibit unggul IRRI 5 dan IRRI 8 atau dan PB 8, yang
berumur pendek, berproduksi tinggi responsif terhadap pemu-
pukan, bahkan kemudian diketemukan bibit-bibit yang tahan
hama dan penyakit.
Kalau produksi nasional pangan pada tahun 1945 hanya
sekitar 10 juta ton beras, maka pada 1984 sudah berangsur
naik menjadi sekitar 25 juta ton. Dalam kenaikan produksi
yang tidak sedikit ini tentu pihak pengairan memberikan
sahamnya tanpa mengecilkan arti basil kerja pihak pertanian
dan rakyat petani sendiri.
Namun demikian faktor peningkatan produksi tersebut
belum memberi kelonggaran cukup kepada Pemerintah untuk
me.langkah kepada export bagi perut dunia, yang masih lapar.
Fakta tersebut tentu saja merupakan tantangan yang
sungguh-sungguh guna terus meningkatkan produksi pangan
sampai mampu mengexport. Bila prestasi kita sudah sedemiki-
an tinggi, tentu prestise kita akan meningkat diantara
bangsa-bangsa di dunia, karena selain berpenduduk besar,
mampu pula membantu pangan negara lain.

9. 9. Kemungkinan-Kemungkinan Pemanfaatan Tanah Rawa

Menurut uraian dari Direktorat Rawa-rawa pasang


surut, yang penyediaan air tawamya cukup berlimpah, masih
dapat diusahakan penanaman padi sampai 2 x setahun. Tentu
saja hal ini masih memerlukan penelitian yang luas.
Dalam upaya berikutnya meningkatkan produksi padi,

245
mungkin sekali bahwa lahan-lahan yang demikian itu mendapat
penanganan pertama setelah semua lahan pasang-surut dikem-
bangkan.
Lahan-lahan rawa pedalaman, bila sudah datang waktu-
nyapun tidak akan dibiarkan tak berproduksi. Namun demiki-
an, kitapun menyadari, bahwa rawa non pasang surut dalam
segi pengembangannya memerlukan pembiayaan yang cukup.
Dalam hal ini kita sudah punya proyek percontohan
Polder Alabio dan Polder Mentaren di Kalimantan Selatan I
Tengah. Menurut pengalaman, Polder Alabio di samping
pertanian merupakan pula potensi besar untuk budidaya
perikanan.

9.10. Hasil Padi daerah pasang surut

Pada tahun 1964 basil padi daerah pasang-surut yang


baru ditaksir rata-rata 1,4 ton per ha padi kering. Jadi ini
kurang lebib SO 1odari basil sawab beririgasi tanpa pemupukan.
Menurut pengamatan belakangan basil daerab pasang-
surut ternyata lebib baik, yaitu 2 a 2,5 ton per ha padi kering.
Kalau angka ini dapat dicapai, maka dapat dikatakan suatu
sukses yang besar sekali, sebab sifat pertanian pasang-surut
adalab amat sederhana tanpa banyak usaha petani, sehingga
kita pun barus memfikirkan pekerjaan apa yang baik bagi
transmigran didaerab pasang-surut ini untuk mengisi waktunya
supaya mereka tidak menjadi orang-orang yang malas bekerja.
Kalau dalam rencana 1969 akan dibuka persawahan
pasang surut seluas 5.250.00 ba dalam jangka waktu 15 tabun,
itu berarti rata-rata 350.000 ha setiap tahun.
Kalau setiap ba menghasilkan 2 ton padi, maka tambaban
produksi padi dari pasang-surut saja sudah 700.000 ton padi.
Menurut pengalaman kita sudab mengetahui, bahwa
faktor penghambat dalam produksi padi daerah pasang-surut
adalah faktor tenaga manusia.

246
Bila proyek pasang-surut terlalu cepat dilaksanakan akan
timbul keadaan, dimana padi tidak sempat dipanen dan
menjadi busuk ditempat penanaman.
Mungkin sekali lebih bijaksana, bila pekerjaan pengerukan
saluran mengikuti saja perkembangan jumlah penduduk di
daerah transmigrasi.

Panen didaerah persawahan Pasong-Surut

247
DAFTAR NARA SUMBER

No.
NAMA ( ALFABETIS)
Urut.

I. Jr. Achmad Ashari BIE Eks. Wakil KDPU Bidang


Pengairan Jawa Timur.
.,
-· Jr. Amir Murjadi Kepala Sub Direktorat Perencana-
an T eknis Direktorat Sungai.
3. Prof. Jr. Ali Djojoadinoto - Pensiunan Departcmcn P.U.
4. Jr. Ambudiana Pemimpin Proyck Irigasi Teluk
Lada.
5. Jr. Bambang Soedjono - Pcmimpin Proyck Pcngcmbangan
Wilayah Sungai J latunseluna
6. Jr. Bambang Soemantri Pemimpin Proyck Pengembangan
Wilayah Sungai Cimanuk.
7. Jr. Bam bang Waluyono Pemimpin Proyck lrigasi Kali
Pro go.
8. Jr. Fauzie Fachrudin - Pcmimpin Proyek lrigasi
Semarang Barat.
9. R.Gandono Kepala Dinas PU Wilayah
Mojokerto.
I 0. Drs. Isatriadi Ketua Jurusan Sejarah
FKIPS - IKIP. Surabaya.
II. R. Margiyono Kepala Dinas PU Wilayah Banten.
12. Ir. Martono Pemimpin Proyek Pengembangan
Wilayah Sungai Citanduy.
13. Ir. R. Mochamad Mayangkoro Kepala Sub Direktorat Pembinaan
Eksploitasi dan Pemeliharaan
Direktorat Rawa.
14. lr. KRT. Moerwanto Kepala Kantor Wilayah Dep. P.U.
Martodinomo. DI. Yogyakarta.
15. Ir. Muhamad Ulama Direktur Pengairan Perum Otorita
Jatiluhur.

249
16. · Ir Muhoso Pemimpin Sub. Proyek lrigasi
Peka1en Sampean.
17. Prof. Dr. Onghokham Ahli Sejarah Universitas Indonesia.
18. Prof. lr. Oerip Iman Pensiunan Departemen P.U.
Soedjono.
19. Jr. Oesman Djojoadinoto Direktur Utama P.T. Virama Karya
20. R. Parathon Martodirdjo Pensiunan Departemen P.U.
21. Jr. Rudjito Dwidjomustopo Pemimpin Proyek Pengem bangan
Wilayah Sungai Kali Brantas.
22. Ir. Sarbini Ronodibroto Direktur Bina Program Pengairan
23. KRT. Soemarto Martodiprodjo Eks. Kepala DPU DI Yogyakarta.
BIE.
24. Ir. Soewasono Direktur lrigasi I
25. Ir. Sriyono Mitrosutarno Pemimpin Proyek Pengembangan
Wilayah Sungai Bengawan Solo.
26. lr. Soetanto Asisten Bidang Perencanaan
Proyek Pengembangan Wilayah
Sungai Bengawan Solo.
27. Ir. Tasambar Mochtar Kepala Staf Proyek Irigasi Kedu
Selatan.
28. lr. Tri Wasono Pemimpin Sub Proyek Irigasi
Pemali Comal.
29. lr. Wikanto Kepala Staf Proyek lrigasi Serayu.

250
DAIT AR PUST AKA

No. Tangga1/Tahun Judu1 Penu1is


Urut.

I. 1912 Verslag over de Burgerlijke


Open bare Werken in
Nederlandsch lndie over
het jaar 1912
Nota betreffende de
bev1oeiing in de Residentie
Madioen. Departmen BOW
2. Me i 1914 Enige b1adzijden uit de
geschiedenis van het
irrigatiewezen op Java. Departmen BOW
3. Me i 1920 Algemeen overzicht der
bevloeiings, en
afwateringswerken in
Nederlandsch lndie Department BOW
4. Me i 19.20 Het beheer van
bev1oeiings werken. Ir. Ch.G. Cramer
5. April 1925 Het Goeng-gebied
(De waterstaats-ingenieur
4- 1925) Ir. W.F. Eysvoogel
6. Juni 1930 Mededelingen der
Regering omtrent enke1e
onderwerpen van
algemeen belang; lrrigatie Department BOW
7. 1937 Decatastrofale
overs romingen op Java
in het jaar 1861
( Tectona 193 7 ) G.P. Klinkert
8. Juni 1937 Overzicht van de
totstandkoming van het
"Algemeen Plan Oost
Semarang". lr.A.L. Verwoerd

251
9. 1938 De Landbouw in den
Indischen Archipel
Deel I Dr.C.J.J. Van
Hall en C. Vande
Koppel
10. 1938 De Landbouw in den Dr. C.J.J. Van
Indischen Archipel Hall en. C. Vande
Deel II A Koppel
11. 1938 Sejarah Pendahuluan Ir. P.J .A. Wijn en
dari Pekerjaan Daerah Ir. W.J. Van
Pengairan Serayu untuk Blomme stein
Stasion Pompa Air ( terjemahan
Gambarsari dan Soenarto)
Pesanggrahan.
12. Juli 1949 "Hondred jaar irrigatie"
(de lngenieur in Indonesie 7
1949) Jr. H. Vlughter
13. Me i 1960 Exploitasi Waduk
Jatiluhur Ir. Abdullah
Angoedi.
14. Agustus 1960 Pra Rencana Waduk lr. Abdullah
Kaloran Angoedi.
15. 1961 Pasang Surut, Jrigasi Jr. Abdullah
Konvensional, Polder. Angoedi.
16. 1962 Peranan irigasi dalam Jr. Abdullah
peningkatan produksi Angoedi.
pangan.
17. M ei 1968 Persa wahan Pasang-Surut Team Dep. P.U.
18. 1968 Progo riverbasin Jr. Abdullah
development plan. Angoedi.
19. 1968 Volcanic acrivity and its
implications on surface
drainage : The case of the M.M. Purbohadi-
Kelut Volcano in East-Java widjojo and I.
as example. Soeryo.

252
20. 1970 Bendungan Serbaguna Proyek Pengem-
Wonogiri. bangan Wilayah
Sungai Bengawan
· Solo (leaflet).
21. Januari 1971 Pengembangan daerah lr. Ny. W.S. Srimurni
Bengawan Solo Hulu. Doelhomid.
22. April 1971 Father of the green Scott and
revolution (Reader's Kathleen Seegers
Digest).
23. 1971 Sub proyek Irigasi Proyek Per.gem-
Wonogiri Bendung bangan Wilayah
Colo. Sungai Bengawan
Solo (leaflet).
24. 1971 Waduk-Waduk Kecil Sub pro Bengawan
diwilayah Sub pro Solo Hilir
Hilir (leaflet).
25. 1971 Waduk Parangjoho Proyek Pengem-
bangan Wilayah
Sungai Bengawan
Solo (leaflet).
26. 1971 Rancangan induk Proyek Proyek Pengem-
Pengembangan Wilayah bangan Wilayah
Sungai Bengawan Solo Sungai Bengawah
(Leaflet). Solo.
27. 1972 Laboratorium Sungai Proyek Pengem-
bangan Wilayah
Sungai Bengawan
Solo (leaftlet).
28. 1972 Development programme P.N. lndah Karya
for the Citanduy
riverbasin, Segara Anakan
and its surrounding Area.
29. 1978 Brantas riverbasin Overseas technical
development plan. cooperation Agency
Government of
Japan.

253
30. 1979 Sawah Cultivation in N.C. van Setten van
ancient Java (National der Meer.
Library of Australia).
31. 1979 Sejarah Nasional Indonesia Prof. DR. Nugroho
Jilid I Notosusanto.
32. 1979 Sejarah Nasional Indonesia Prof. DR. Nugroho
Jilid II. Notosusanto.
33. 1979 Sejarall Nasional Indonesia Prof. DR. Nugroho
Jilid III. Notosusanto.
34. 1980 ProyeK Irigasi Serayu Proy. lrigasi
Serayu (Ieaftlet)
3~ April 1980 Perusahaan Umum lr. Muhamaci
Otorita Jatiluhur. Ulama
36. 1980 Sermo and Sambiroto Sir. M. ~acDonal &
dams feasibility study. Partners.
37. 1980 Inventarisasi danau dan Dit Penyelidikan
Waduk di PuJau Jawa. Masalah Air.
Tahap I Jawa Tengah.
38. 1981 lnventarisasi Danau dan Dit. Penyelidikan
Waduk di Pulau Jawa. Masalah Air.
Tahap II Jawa Barat dan
Jawa Timur.
39. 1981 Bendung dan jaringan Proyek Irigasi
irigasi Singomerto. Serayu (leaflet).
40. ·Me i 1982 Pengembangan Air Dit. Bina Program
Tanah Pengairan.
41. April 1983 Kegiatan Dit. Bina Dit. Bina Program
Program Pengairan. Pengairan.
42. Oktober I 983 Uraian Singkat Proyek Dit. Bina Program
Pengembangan Air Tanah Pengairan.
43. Desember 1983 PLTA: Anugerah Alam Musfihin Dahlan
untuk Siapa? Dwi Mingguan
Mutiara.
44. Maret 1984 Bisakah :rutungagung Harian Kompas
tahun depan bebas banjir?

254
45. Maret 1984 Sejarah Proyek Pengem- Proyek Pengem-
bangan Wilayah Sungai bangan Wilayah
Bengawan Solo. Sungai Bengawan
Solo.
Badan Pelaksana
Proyek lnduk Pe-
ngembangan Wilayah
Sungai K. Brantas.
46. 1983 Proyck Induk Pengem- Badan Pelaksana
bangan Wilayah Sungai Proyek Induk
K. Brantas (Penerbit Pengembangan
dari Penerbitan tahun Wilayah Sungai K.
1983 tahun 1980 No.D4) Brantas.
(Perbaikan dari Penerbitan
tahun 1980 No. 0.18).
47. 1983 Penanggalan Pertanian Drs. N. Daldjoeni
Jawa Pranatamangsa Proyek J avanologi.
48. Agustus 1984 Se1ama Merdeka Indo- Ir. Sudibyo
nesia membangun 27 Pimpro Waduk
bendungan besar. Mrica.
Harian Sinar Harapan.

255

Anda mungkin juga menyukai