Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN GEOGRAFI BENCANA

ANALISIS TANAH LONGSOR DUSUN BRAU DESA GUNUNGSARI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU
Tugas ini disusun guna memenuhi mata kuliah geografi bencana Yang dibimbing oleh Bapak Ardyanto Tanjung,M.Pd.

Disusun oleh : 1. 2. 3. 4. 5. Candra Permana Yuga Saputra Eka Widianti Kiky Oktavianti Mentari Dian Pertiwi Shima Tandya Lestari (110721435150) (110721435006) (110721435143) (110721435061) (110721435066)

OFFERING B 2011

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN GEOGRAFI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI NOVEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Negara Indonesia merupakan Negara yang dilewati oleh tiga lempeng utama yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia. Dari berbagai macam lempeng yang ada di Indonesia ini menghasilkan berbagai macam bentuk lahan diantaranya palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunung api, dan sebaran sumber gempa bumi. Dari macam-macam bentuk lahan ini topografi yang dihasilkan juga berbeda. Perbedaan topografi ini berpengaruh terhadap respon komponen yang ada pada lingkungan tersebut. Adanya lempeng-lempeng yang melintasi Indonesia ini hal yang jelas dimunculkan yaitu kondisi Indonesia akan labil. Hal ini karena proses geologi yang terjadi. Kondisi geologi ini juga akan berpengaruh terhadap pemicu kerentanan bencana yang terjadi. Bencana yang terjadi ini juga

mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan misalnya pada struktur tanah, tata air dalam tanah, dll. Jika dikaitkan dengan berbagai macam bentuk lahan di Indonesia dan bencana alam yang terjadi maka paling memicu bencananya yaitu tanah longsor. Tanah longsor ini disebabkan oleh gerakan tanah karena adanya faktor pendorong dan pemicu. Selain itu penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang memengaruhi suatu lereng yang curam sehingga apabila terdapat suatu gerakan pada lereng yang curam sedangkan energi pendorongnya lebih besar maka yang terjadi pergerakan massa tanah yang sering disebut dengan tanah longsor. Daerah yang memiliki kerawanan bencana khususnya bencana tanah longsor yaitu kota Batu. Kota Batu yang rawan terjadi tanah longsor dan banjir, yakni, kawasan yang banyak lereng seperti Pasanggrahan dan Kecamatan Bumiaji. Khususnya sejumlah desa di Kecamatan Bumiaji yakni Gunungsari, Sumbergondo, dan Sumberbrantas rawan dengan bencana

longsor. Tercatat mulai Oktober 2012 hingga sekarang tercatat sebanyak 60 kejadian tanah longsor dan banjir.

1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana kondisi fisik Dusun Brau Desa Gunungsari Kecamatan Bumiaji Kota Batu? 2. Bagaimana kondisi sosial Dusun Brau Desa Gunungsari Kecamatan Bumiaji Kota Batu? 3. Bagaimana potensi utama pada masyarakat Dusun Brau Desa Gunungsari Kecamatan Bumiaji Kota Batu?

1.3 TUJUAN 1. Untuk mengtahui kondisi fisik Dusun Brau Desa Gunungsari Kecamatan Bumiaji Kota Batu. 2. Untuk mengtahui kondisi sosial Dusun Brau Desa Gunungsari Kecamatan Bumiaji Kota Batu. 3. Untuk mengtahui potensi utama pada masyarakat Dusun Brau Desa Gunungsari Kecamatan Bumiaji Kota Batu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 DASAR TEORI Menurut BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) Tanah longsor seringkali dipicu oleh curah hujan tinggi dan terjadi selama beberapa hari. Struktur tanah yang labil sangat mudah mengalami longsor hingga mengakibatkan bencana khususnya bagi masyarakat yang berada di posisi lebih rendah. Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah (Wikipedia Indonesia). Jenis-jenis Tanah Longsor Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. 3. Pergerakan Blok Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

4. Runtuhan Batu Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah. 5. Rayapan Tanah Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah. 6. Aliran Bahan Rombakan Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak. Gejala Umum Tanah Longsor Gejala-gejala umum yang biasanya timbul sebelum terjadinya bencana tanah longsor adalah : a) Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing. b) Biasanya terjadi setelah hujan. c) Munculnya mata air baru secara tiba-tiba. d) Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tanah Longsor Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.

a) Hujan Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan.

Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah. b) Lereng terjal Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar. c) Tanah yang kurang padat dan tebal Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas. d) Batuan yang kurang kuat Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.

e) Jenis tata lahan Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama. f) Getaran Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang

ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak. g) Susut muka air danau atau bendungan Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan. h) Adanya beban tambahan Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah. i) Pengikisan/erosi Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal. j) Adanya material timbunan pada tebing Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.

k) Bekas longsoran lama Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri: Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda. Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur. Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai. Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah. Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama. Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil. Longsoran lama ini cukup luas. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung). Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri: Bidang perlapisan batuan Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat. Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air). Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat. Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor. l) Penggundulan hutan Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang.

m) Daerah pembuangan sampah Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal. (http://www.anneahira.com/makalah-longsor.htm) Faktor-faktor lainnya yang turut berpengaruh:
a)

erosi yang disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungaisungai atau gelombang laut yang menggerus kaki lereng-lereng bertambah curam.

b)

lereng dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang diakibatkan hujan lebat.

c)

gempa bumi menyebabkan getaran, tekanan pada partikel-partikel mineral dan bidang lemah pada massa batuan dan tanah yang mengakibatkan longsornya lereng-lereng tersebut.

d)

gunung berapi menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan lebat dan aliran debu-debu.

e)

getaran dari mesin, lalu lintas, penggunaan bahan-bahan peledak, dan bahkan petir.

f)

berat yang terlalu berlebihan, misalnya dari berkumpulnya hujan atau salju.

BAB III PEMBAHASAN PENELITIAN

3.1 KONDISI FISIK Kecamatan Bumiaji secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kota Batu, Jawa Timur dan merupakan wilayah terluas di Kota Batu yaitu 12,797,89 Ha atau 64,28 % dari seluruh wilayah Kota Batu. Kondisi topografi yang bergunung-gunung dan berbukit-bukit menjadikan Kota Batu bersuhu udara rata-rata 15-19 derajat Celsius dengan kelembaban udara sekitar 75 98% dan curah hujan rata-rata 875 3000 mm per tahun. Desa Gunungsari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Desa Gunungsari memiliki luas wilayah 453.077 Ha. Potensi sumberdaya alam yang ada di Wilayah Desa Gungungsari adalah lahan pertanian yang subur. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan Dusun Brau yang terletak pada elevasi 1142 mdpl, dengan koordinat UTM 91322 47, dengan odometer 16-17 meter, kecepatan angin 3,8 km/jam serta kecepatan angin keseluruhan yang mencapai 0,1 km/hour Kecamatan Bumiaji memiliki 9 desa yaitu Desa Sumberbrantas, Tulungrejo, Sumbergondo, Punten, Bulukerto, Gunungsari, Bumiaji,

Pandanrejo dan Giripurno. Desa Gunungsari terbagi atas 10 dusun yaitu Prambatan, Pagergunung, Kapru, Kandangan, Talanrejo, Brumbung, Ngebruk, Jantur, Claket dan Brau. Adapun batas-batas wilayah Desa Gunungsari adalah sebagai berikut: Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah barat Sebelah timur : Desa Punten, Desa Tulungrejo : Desa Sumberejo : Desa Pandesari : Desa Sidomulyo

A. KONDISI GEOLOGI DAN GEOMORFOLOGI Kondisi geologi pada lokasi penelitian yaitu batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung, lereng yang terjal yang diakibatkan oleh struktur sesar dan kekar (patahan dan lipatan), gempa bumi, stratigrafi dan gunung api, lapisan batuan yang kedap air miring ke lereng yang berfungsi sebagai bidang longsoran, adanya retakan karena proses alam (gempa bumi, tektonik). Secara umum wilayah Kota Batu merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Diantara gunung-gunung yang ada di Kota Batu, ada tiga gunung yang telah diakui secara nasional, yaitu Gunung Panderman (2.010 meter), Gunung Welirang (3.156 meter), dan Gunung Arjuno (3.339 meter). Topografi: Berdasarkan ketinggiannya, Kota Batu diklasifikasikan kedalam 6 (enam) kelas, yaitu: a. Wilayah dengan ketinggian 600 1.000 m dpl seluas 6.019,21 Ha Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah: 1. Kecamatan Batu (terutama Desa Sidomulyo secara keseluruhan, sebagian besar Kelurahan Temas, Kelurahan Sisir, Kelurahan Ngaglik dan Desa Sumberejo serta sebagian kecil Desa Oro-oro Ombo, Desa Pesanggrahan dan Kelurahan Songgokerto. 2. Kecamatan Junrejo (terutama Desa Junrejo, Torongrejo, Pendem, Beji, Mojorejo, Dadaprejo dan sebagian Desa Tlekung) 3. Kecamatan Bumiaji (terutama pada sebagian kecil desa-desa yang ada di wilayah Kecamatan Bumiaji) b. Wilayah dengan ketinggian 1.000 1.500 m dpl seluas 6.493,64 Ha Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah sebagian besar desadesa yang ada di Kecamatan Bumiaji dan sebagian dari desa-desa yang ada di Kecamatan Batu (terutama wilayah Kelurahan Songgokerto, Desa Orooro Ombo dan Desa Pesanggrahan) serta di sebagian kecil Desa Tlekung yang berada di wilayah Kecamatan Junrejo.

c. Wilayah dengan ketinggian 1.500 2.000 m dpl seluas 4.820,40 Ha Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah sebagian kecil Desa Tlekung Kecamatan Junrejo. Selain itu juga terdapat di sebagian kecil Desa Oro-oro Ombo dan Desa Pesanggrahan, terutama di sekitar kawasan Gunung Panderman, Gunung Bokong serta Gunung Punuksari. Sedangkan di wilayah Kecamatan Bumiaji, seluruh bagian desa mempunyai ketinggian ini, terutama kawasan-kawasan di sekitar Gunung Rawung, Gunung Tunggangan, Gunung Pusungkutuk. d. Wilayah dengan ketinggian 2.000 2.500 m dpl dengan luas 1.789,81 Ha Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini relatif sedikit, yaitu di sekitar Gunung Srandil serta diujung Desa Oro-oro Ombo Kecamatan Batu yang berbatasan dengan Kecamatan Wagir. Untuk Kecamatan Bumiaji, ketinggian ini berada di sekitar Gunung Anjasmoro dan pada sebagian kecil di wilayah Desa Giripurno, Desa Bumiaji, Desa sumbergondo dan Desa Torongrejo. e. Wilayah dengan ketinggian 2.500 3.000 m dpl dengan luas 707,32 Ha Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah sebagian kecil desadesa yang berada di wilayah Kecamatan Bumiaji, terutama pada wilayahwilayah yang berbatasan dengan Kecamatan Prigen. f. Wilayah dengan ketinggian > 3.000 m dpl dengan luas 78,29 Ha Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah pada beberapa desa di Kecamatan Bumiaji, khususnya di sekitar Gunung Arjuno (Desa sumbergondo), Gunung Kembar dan Gunung Wlirang (Desa Tulungrejo). Kemiringan lahan (slope) di Kota Batu berdasarkan data dari Bakosurtanal diketahui bahwa, sebagian besar wilayah perencanaan Kota Batu mempunyai kemiringan lahan sebesar 25 40% dan kemiringan > 40. Hal tersebut menjadi suatu perhatian karena usaha pertanian tanaman sayuran semusim menyumbang terhadap potensi terjadinya longsor, tanah pertanian yang gembur lebih meningkatkan potensi terbawanya lapisan tanah pada saat musim penghujan.

Berdasarkan pengukuran kemiringan lereng yang telah dilakukan di lapangan menggunakan media yalon dan abneylevel didapatkan hasil sebagai berikut: Lereng I : Kemiringan lereng: 1820 Panjang lereng: 4,5 m Kemiringan lereng: 40,0850 Panjang lereng: 7,76 m

Lereng II

Dari data kemiringan lereng yang didapatkan kemiringan lereng yang terdapat pada Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota batu memiliki bentuk morfologi perbukitan dengan lereng yang cukup curam. Kondisi geomorfologi yang semacam ini menimbulkan pengaruh terhadap terjadinya longsor. Tanah longsor yang terjadi ini diakibatkan oleh limpasan permukaan dan erosi yang terjadi pada saat musim hujan. Selain itu dengan bentuk lereng yang curam menjadikan pergerakan tanah apa menjadi sangat intensif apabila terdapat gaya dorong yang kuat.

Gambar: Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu

Gambar: Alat untuk mengukur pergerakan tanah (Extensometer) Early Warning System (EWS)

B. KONDISI HIDROLOGI Kondisi hidrologi Kota Batu banyak di pengaruhi oleh sungaisungai yang mengalir di bagian pusat kota, sehingga akan berpengaruh juga terhadap perkembangan kota. Hidrologi di Kota Batu dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu air permukaan, air tanah dan sumber mata air. Sebagai hulu Brantas, sampai saat ini di wilayah Kota Batu telah diinventarisasi sebanyak 83 sumber mata air yang produktif. Dengan demikian kondisi hidrologi wilayah tersebut termasuk ke dalam DAS Brantas Bagian Hulu. Penduduk sekitar Dusun Brau Desa Gunung Sari menggunakan bagian hulu DAS Brantas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terbukti dengan penggunaan sungai untuk lahan pertanian, rumah tangga, dan peternakan. Tetapi, meskipun begitu, masyarakat masih kekurangan air bersih apabila pada musim kemarau. Kondisi ini disebabkan air yang ada pada bagian hulu telah tercemar dan tercampur oleh polutan-polutan terutama limbah dari peternakan sapi. Sehingga air yang melimpah tidak dapat digunakan oleh masyarakat.

C. KONDISI PEDOSFER

Jenis

tanah

yang

berada

di

kota

Batu

sebagian

besar

merupakan andosol, selanjutnya secara berurutan kambisol, latosol dan aluvial. Tanahnya berupa tanah mekanis yang banyak mengandung mineral yang berasal dari ledakan gunung berapi, sifat tanah semacam ini mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi. Dan pada umumnya berada pada daerah berlereng atas kerucut volkan pada ketinggian di atas 800 m. Berdasarkan sampel tanah yang diambil pada kondisi lembab saat di lokasi penelitian yaitu Dusun Brau memiliki warna coklat gelap, memiliki tekstur lempung berdebu dan strukturnya remah, solum tebal serta konsistensi tanah agak lekat sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis tanah yang terdapat pada Dusun Brau merupakan andosol yang sama halnya dengan jenis tanah yang tersebar di wilayah Kota Batu. Dengan klasifikasi tanah tersebut, menjadikan daerah ini merupakan daerah yang subur dan sangat produktif untuk lahan pertanian.

Gambar: Pengukuran tekstur tanah secara kualitatif

D. KONDISI PENGGUNAAN LAHAN Desa Gunungsari terletak di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu dengan luas desa sekitar 530 Ha. Dengan pembagian : 1) Pemukiman umum luas 65.433 (ha) 2) Pertanian sawah/irigasi luas 127.496 (ha) 3) Ladang/Tegalan luas 134.385 (ha)

4) Hutan luas 3244 (ha) 5) Bangunan perkantoran luas 0.070 (ha) 6) Lapangan olahraga sepak bola 1.122 (ha) sedangkan lapangan bola voli dan basket 0,060 (ha).

Gambar: Penggunaan lahan untuk pertanian di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu

3.2 KONDISI SOSIAL Penduduk Desa Gunungsari berjumlah sekitar 6685 jiwa dengan tingkat pendidikan yang tergolong masih rendah yaitu Sekolah Dasar (SD). Penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai petani dan peternak. Penduduk kaum lakilakinya sebagian besar bekerja menjadi petani atau peternak, sedangkan perempuannya sebagai ibu rumah tangga, selain itu ada juga yang bekerja sebagai petani, apabila mempunyai ternak maka yang mencarikan pakannya adalah suami yang dibantu oleh anaknya. Keahlian lain dari penduduk desa gunungsari adalah sebagai dekorator bunga hias, baik untuk acara pernikahan, penataan taman dan untuk pembuatan papan ucapan. Sektor peternakan tidak menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat Desa Gunungsari dalam menghidupi kebutuhan keluarga mereka. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar dari mereka bermata pencaharian sebagai petani bunga mawar potong (mayoritas) dan juga petani sayur. Keberadaan sektor

peternakan di Desa Gunungsari ini sebagian besar terdapat di Dusun Prambatan dan Dusun Brau, dengan komoditi ternak di dusun prambatan yaitu ternak kelinci dan di dusun brau ternak sapi perah. Dusun Prambatan terdapat peternakan kelinci besar yang merupakan milik perorangan dan dilokasi tersebut juga terdapat suatu perkumpulan kelompok peternak kelinci yang dikelola dalam satu manajemen. Namun minat masyarakat untuk mengembangkan sektor peternakan masih tergolong relatif rendah, hal ini terlihat dari mayoritas penduduk Desa Gunungsari lebih memilih sektor pertanian khususnya petani sayur dan bunga sebagai usaha utama hal ini dikarenakan usaha tani sayur dan bunga mempunyai tingkat perputaran modal yang cepat, keuntungan besar, membutuhkan lahan yang tidak terlalu luas, resiko pencemaran lingkungan sedikit dan perawatan mudah.

3.3. POTENSI UTAMA PADA MASYARAKAT DUSUN BRAU, DESA GUNUNGSARI, KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU Desa Gunungsari memiliki wilayah yang paling luas diwilayah kecamatan Bumiaji, tetapi masyarakat desa tersebut masih belum bisa memanfaatkan dengan maksimal potensi yang ada. Di desa ini dua potensi utama yang ada yaitu sektor pertanian dan sektor peternakan. 1. Sektor Pertanian Sektor pertanian adalah penggerak utama roda perekonomian desa Gunungsari. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani bunga mawar potong. Bunga mawar potong ini sebagian besar di kirim ke Semarang, Bandung, Jakarta, dan Bali. Sebagian besar sawah atau ladang milik warga desa ditanami bunga mawar potong. Oleh karena itu desa ini merupakan sentra bunga mawar potong di Kota Batu. Selain itu dalam jumlah yang tidak begitu besar, di desa ini juga menanam macam-macam jenis sayuran, misalnya seledri, sawi, kol, cabe, bawang, wortel dan lainnya. Untuk sayur jenis kubis sebagian besar komoditaas ini di kirim ke Kalimantan.

2. Sektor Peternakan Sektor peternakan juga belum bisa menjadi potensi terbesar di Desa Gunungsari, karena banyak faktor yang kurang mendukung. Faktor-faktor tersebut adalah : a. Banyaknya masyarakat yang bekerja sebagai petani bunga dan sayur. b. Sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa ternak hanya sebagai tabungan dan belum bisa menjadikan ternak sebagai komoditas ekonomi. c. Keterbatasan modal untuk mengembangkan peternakan yang lebih intensif. d. Ketersediaan pakan di musim kemarau yang menyulitkan para peternak. e. Sentra peternakan terbesar Desa Gunungsari terletak di Dusun Prambatan dan Dusun Brau. Dusun Prambatan memiliki komoditas peternakan berupa kelinci. Jumlah populasi kelinci yang ada sekitar 8.000 ekor. Sedangkan di dusun brau, komoditas ternak yang ada yaitu sapi perah. Dusun ini merupakan terbesar ke dua se kota Batu dalam hal produksi susu. Komoditas peternakan yang beraada di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu adalah sebagai berikut: a) Komoditas Sapi Perah Dengan mayoritas masyarakat Brau yang rata-rata peternak dan di kelola semenjak tahun 1975. Budidaya sapi perah ini dilakukan masyarakat Brau sebagai penunjang ekonomi untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Sesuai hasil audit. Nestle pada tahun 2009 Populasi sapi perah di dusun Brau mencapai 650 ekor dengan produksi susu mencapai 4500 liter per hari dan desa kami menjadi penghasil susu nomor satu terbesar di Kota Wisata Batu Untuk mencapai hasil susu yang berkualitas baik peternak melakukan pemeliharaan sebagai berikut : a. Memberi makan dan minum dilakukan 3x

Pagi jam 04.00 WIB Siang jam 11.00 WIB Sore jam 17.00 WIB b. Proses pemerahan 2x sehari Pagi jam 05.00 WIB Sore jam 15.00 WIB c. Perawatan sapi dilakukan pagi hari sebelum pemerahan yaitu memandikan dan bersih bersih kandang. b) Komoditas Peternakan Kelinci Kelebihan ternak kelinci dibanding ternak lainnya a. Bersifat prolifik (2-11 ekor per kelahiran, rata-rata 6 ekor) b. Hamil / bunting dan menyusui pada waktu bersamaan c. Pertumbuhan cepat 40 hari d. Pakan tidak tergantung pada bahan baku impor dan mampu konsumsi hijauan (rumput) serta produk limbah secara efisien dan tidak bersaing dengan pangan e. Dapat memanfaatkan limbah pertanian dan industri pangan f. Mudah beradaptasi dengan lingkungan dan mudah dibudayakan g. Menghasilkan daging sehat dan halal dikonsumsi h. Menghasilkan beragam produk seperti daging, kulit, bulu, pupuk organik dan hias i. Kualitas daging mengandung protein tinggi dan rendah kolesterol

BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengukuran kemiringan lereng yang diperoleh pada Dusun Brau yang letaknya dikelilingi diantara gugusan perbukitan,pada lereng I yang memiliki nilai 1820 dan pada lereng II yang memiliki nilai 40,0850 yang artinya dapat dikatakan cukup besar. Artinya angka tersebut telah melebihi nilai > 15 serta jumlah curah hujan yang cukup tinggi hingga mencapai 3000 mm per tahunnya. Sehingga wilayah Dusun Brau memiliki potensi tanah longsor setiap tahunnya. Kondisi tersebut dinilai sangat rawan terutama bagi seluruh masyarakat yang bermukim di dasar lembah. Tindakan yang diambil oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Batu ialah dengan memasang alat pendeteksi gerakan tanah di dusun Brau desa Gunungsari Kota Batu. Pemasangan alat ini dimaksudkan untuk mendeteksi secara dini akan potensi terjadinya bencana tanah longsor di dusun yang letaknya dikelilingi perbukitan itu. Dengan adanya alat EWS tersebut diharapkan setiap gerakan tanah yang terjadi bisa langsung terpantau sebab alat EWS akan mengeluarkan suara sirine dengan nada tertentu un- tuk memperingatkan warga sekitar.

4.2 SARAN Mengingat persepsi masyarakat yang masih belum mengenal fungsi alat pendeteksi gerakan tanah tersebut maka perlu diselenggrakan sosialisasi dan

penyuluhan EWS terhadap masyarakat Dusun Brau dan sekitarnya agar kegiatan antisipasi jatuhnya korban bencana longsor dapat dihindari. Selain itu, kegiatan sosial seperti halnya simulasi mitigasi bencana terhadap wilayah yang dikelilingi gugusan perbukitan lainnya di Kota Batu juga dapat dilaksanakan, mengingat topografi Kota batu yang merupakan perbukitan.

DAFTAR RUJUKAN

http://xuexie.blogspot.com/2012/05/observasi-sumber-brantas.html. Sumber Brantas.

Observasi

http://lembahgunungsari.blogspot.com. Potensi Wisata Desa Gunung Sari Kecamatan Bumiaji Kota Batu (http://id.wikipedia.org/wiki/Tanah_longsor) http://zainalpertanian.wordpress.com/2013/05/ http://www.batukota.go.id/riset/berita-473-bpbd-pasang-alat-pendeteksi-gerakantanah.html?module=modul http://fanny8c2blog.blogspot.com/p/profil-kota-batu.html. Diakses pada tanggal 17 November 2013 Profil Kota Batu.

http://desawisatasumberbrantas.blogspot.com. Arboretum Sumberbrantas. Diakses pada tanggal 17 November 2013 Rahayu, Ami. Status Keberlanjutan Kota Batu Sebagai Kawasan Agropolitan. Tesis tidak diterbitkan. Semarang: PPs Undip. (eprints.undip a id 787 2 e i pdf.)

Anda mungkin juga menyukai