Tirta Empul adalah sebuah pura yang terletak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring,
Kabupaten Gianyar, Bali. Lokasinya tepat di sebelah Istana Presiden di Tampak Siring yang
dulu dibangun oleh presiden Soekarno. Pura Tirta Empul terkenal karena terdapat sumber air
yang hingga kini dijadikan air suci untuk melukat oleh masyarakat dari seluruh pelosok Bali,
tak jarang wisatawan yang berkunjung pun tertarik untuk ikut melukat.
Mengenai nama pura ini kemungkinan besar diambil dari nama mata air yang terdapat
didalam pura ini yang bernama Tirta Empul seperti yang telah disebutkan diatas. Secara
etimologi bahwa Tirta Empul artinya air yang menyembur keluar dari tanah. Maka Tirta
Empul artinya adalah air suci yang menyembur keluar dari tanah.Pura Tirta Empul ini juga
merupakan salah satu situs peninggalan sejarah di Bali khususnya Gianyar. Oleh karena itu
pula, presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno mendirikan sebuah Istana Presiden
tepat di sebelah barat Pura Tirta Empul, Tampak Siring. Para presiden Indonesia yang datang
ke Bali biasanya menyempatkan diri singgah ke Istana Presiden Tampak Siring tersebut.
Saat ini pura Tirta Empul dan lokasi tempat melukat tersebut merupakan salah satu lokasi
wisata unggulan di kabupaten Gianyar. Diperkirakan namaTampaksiring berasal dari (bahasa
Bali) kata tampak yang berarti "telapak" dan siring yang bermakna "miring". Makna dari
kedua kata itu konon terkait dengan sepotong legenda yang tersurat dan tersirat pada sebuah
daun lontar, yang menyebutkan bahwa nama itu berasal dari bekas jejak telapak kaki seorang
raja bernama Mayadenawa.
Menurut lontar "Mayadanawantaka", raja ini merupakan putra dari Bhagawan Kasyapa
dengan Dewi Danu. Namun sayang, raja yang pandai dan sakti ini memiliki sifat durjana,
berhasrat menguasai dunia dan mabuk akan kekuasaan. Terlebih ia mengklaim dirinya
sebagai Dewa yang mengharuskan rakyat untuk menyembahnya.
Alkisah, lantaran tabiat buruk yang dimilikinya itu, lantas Batara Indra marah, kemudian
menyerbu dan menggempurnya melalui bala tentara yang dikirim. Sembari berlari masuk
hutan, Mayadenawa berupaya mengecoh pengejarnya dengan memiringkan telapak kakinya
saat melangkah. Sebuah tipuan yang ia coba tebar agar para pengejar tak mengenali jejaknya.
Konon dengan kesaktian yang dimilikinya, ia bisa berubah-ubah wujud atau rupa.
Air Tirta Empul mengalir ke sungai Pakerisan. Sepanjang aliran sungai ini terdapat beberapa
peninggalan purbakala. Pendirian pura ini diperkirakan pada tahun 960 A.D. pada jaman Raja
Chandra Bhayasingha dari Dinasti Warmadewa. Seperti biasa pura – pura di Bali, pura ini
dibagi atas Tiga bagian yang merupakan Jaba Pura (HaLaman Muka), Jaba Tengah (Halaman
Tengah) dan Jeroan (Halaman Dalam). Pada Jaba Tengah terdapat 2 (dua) buah kolam
persegi empat panjang dan kolam tersebut mempunyai 30 buah pancuran yang berderet dari
Timur ke Barat menghadap ke Selatan.
Masing – masing pancuran itu menurut tradisi mempunyai nama tersendiri
diantaranya pancuran Pengelukatan, Pebersihan, Sudamala dan Pancuran Cetik (Racun).
Pancuran Cetik dan nama Tirta Empul ada hubungannya dengan mitologi yaitu pertempuran
Mayadenawa Raja Batu Anyar (Bedahulu) dengan Bhatara Indra. Dalam mitologi itu
diceritakan bahwa Raja Mayadenawa bersikap sewenang – wenang dan tidak mengijinkan
rakyat untuk melaksanakan upacara – upacara keagamaan untuk mohon keselamatan dari
Tuhan Yang Maha Esa. Setelah perbuatan itu diketahui oleh Para Dewa, maka para dewa
yang dikepalai oleh Bhatara Indra menyerang Mayadenawa.
Akhirnya Mayadenawa dapat dikalahkan dan melarikan diri sampailah disebelah Utara Desa
Tampak siring. Akibatnya kesaktiannya Mayadenawa menciptakan sebuah mata air Cetik
(Racun) yang mengakibatkan banyaknya para laskar Bhatara Indra yang gugur akibat minum
air tersebut. Melihat hal ini Bhatara Indra segera menancapkan tombaknya dan memancarkan
air keluar dari tanah (Tirta Empul) dan air Suci ini dipakai memerciki para Dewa sehingga
tidak beberapa lama bisa hidup lagi seperti sedia kala.
Dikisahkan dalam Lontar Usana Bali bahwa Tirta Empul atau Tirta Ri Air Hampul diciptakan
oleh Bhatara Indra ketika ia sedang berperang dengan raja Mayanadenawa dari Bedahulu,
raja tersebut diceritakan amat sakti dan memiliki kemampuan dapat menghilang. Karena
kesaktiannya tersebut Mayanadenawa menganggap dirinya sebagai Tuhan, untuk alasan
itulah kemudian Bhatara Indra memeranginya. Pada sebuah pertempuran yang terjadi di
sebuah daerah, Mayanadenawa dan pasukannya terdesak, kemudian mereka berjalan dengan
telapak kaki miring, maka dari itu, daerah tempat pertempuran tersebut kemudian dinamakan
Tampaksiring.
Dalam keadaan terdesak, Mayanadenawa menciptakan sebuah mata air beracun (Yeh Cetik)
untuk menghancurkan pasukan Bhatara Indra. Ternyata taktiknya berhasil, karena kelelahan
akibat berperang terus-menerus, akhirnya banyak pasukan Bhatara Indra yang meminum Yeh
Cetik. Tak sedikit pasukan Bhatara Indra yang keracunan akibat meminum air beracun
tersebut. Imbas dari taktik licik itu, kekuatan pasukan Bhatara Indra berkurang banyak. Untuk
menangani masalahnya maka Bhatara Indra kemudian menancapkan senjata yang berbentuk
umbul-umbul ke tanah. Seketika itu muncul mata air yang mengampul ke atas dari bekas
tusukan senjata sang raja kahyangan tersebut. Setelah meminum mata air itu, pasukan
Bhatara Indra dapat sembuh seperti sedia kala. Berabad-abad kemudian mata air tersebut
ditata dan disempurnakan menjadi sebuah taman air oleh raja Indrajaya Sigha Warmadewa
pada tahun 882 çaka dan diberi nama “Tirta Ri Air Hampul” atau “Tirta Empul” yang berarti
Pathirtaan yang mengepul.
Demikian kisah dibalik terciptanya Pura Tirta Empul atau Tirta Ri Air Hampul yang terletak
di daerah Tampaksiring. Pada masa-masa selanjutnya, dibangunlah Padharman yang berarti
bangunan suci di dalam kompleks permandian Tirta Empul untuk memuja Dewa Indra.
Berdasarkan sumber sejarah, Padharman ini dibangun dua abad kemudian setelah
pembangunan Pathirtaan pada masa raja Masula Masuli. Seluruh bangunan suci tersebut
dirancang oleh seseorang bernama Bandesa. Sedangkan mata air yang dikisahkan tercipta
dari tusukan senjata dewa perang tersebut digunakan sebagai air suci untuk berbagai
keperluan.
Di balik kesederhanaan arsitekturnya, bangunan Tirta Empul sarat dengan kekayaan fungsi.
Setiap bangunan di dalamnya memiliki fungsi yang jelas. Pathirtaan-nya yang konon
memiliki kekuatan magis dan berkhasiat pun terbagi menjadi beberapa bagian dan masing-
masing memiliki fungsi tersendiri. Pathirtaan yang ada di Tirta Empul tidak hanya berfungsi
sebagai penyembuh penyakit yang bersifat keduniawian, tetapi juga melingkupi aspek
relijius, sebagai media penyucian diri, ruwatan atau dalam bahasa Bali disebut ngelukat,
disamping itu air suci Tirta Empul yang konon nilai kesuciannya dianggap setara dengan air
sungai Gangga di India itu pun seringkali dipakai untuk upacara-upacara keagamaan umat
Hindu, termasuk upacara kematian. Secara umum, bangunan suci ini memiliki konsep ramah
lingkungan, karena memiliki sanitasi serta sirkulasi air alami yang sangat baik. Tirta Empul
yang secara administratif terletak di desa Manukaya kecamatan Tampaksiring kabupaten
Gianyar ini pun secara tidak langsung menjadi sumber penghidupan masyarakat agraris
setempat, karena mata air di pura tersebut menjadi sumber air bagi subak-subak yang
mengairi persawahan di sekitar Tirta Empul.
Jika dikaitkan dengan konsep kekinian, pura Tirta Empul ini pun tidak terlepas dari aspek
modernisasi. Namun jangan salah, ini bukan tentang renovasi bangunan kuno menjadi
modern dengan penambahan rangka baja dan beton atau penambahan penyejuk udara yang
terpasang di setiap sudut ruangan. Munculnya aspek modernisasi dalam hal ini adalah
masuknya aspek pariwisata di Tirta Empul. Bilik-bilik kios penjaja suvenir di sepanjang
pelataran parkir dan restoran kecil di dalam kompleks Tirta Empul merupakan dampak
masuknya aspek pariwisata ke dalam area suci ini. Jangan dulu berpikiran negatif, justru
dengan masuknya aspek ini, fungsi Tirta Empul sebagai penyokong kehidupan masyarakat
sekitarnya semakin lengkap, kehadiran aspek wisata di pura ini justru mendorong
produktivitas dan kreativitas masyarakat setempat dalam mencapai taraf kehidupan yang
lebih baik secara mandiri.
Selain itu, aspek pariwisata pun berdampak pada lingkungan, para wisatawan baik lokal
maupun mancanegara tentunya mengharapkan lingkungan yang bersih dan asri ketika
mengunjungi sebuah tempat wisata, tak terkecuali Tirta Empul, apalagi pathirtaan ini terletak
di dataran tinggi Tampaksiring yang memiliki hawa yang sejuk dan panorama yang indah.
Struktur lingkungan yang cantik di kawasan Tirta Empul tentu saja menjadi tanggung jawab
bagi keseluruhan masyarakat pariwisata dunia untuk menjaganya, apalagi area tersebut
merupakan tempat suci bagi umat Hindu. Meskipun sekilas tampak tidak tulus, hanya karena
alasan tertentu semata, namun tanggung jawab tersebut dapat menjadi awal bagi kelahiran
kembali budaya “Lingkungan bersih dan sehat” yang sudah sejak lama dilupakan atau bahkan
sengaja dilupakan.
Tirta Empul yang sederhana namun sarat akan kekayaan filosofi di dalamnya merupakan
gambaran sebuah rancangan tatanan sosial ideal multi era, dimana berbagai aspek yang
berbeda dapat berjalan beriringan dalam sebuah sirkulasi yang penuh harmoni. Adalah
tanggung jawab kita sebagai pewaris budaya nusantara dan dunia untuk menjaga keselarasan
dan keharmonisan tatanan tersebut untuk terus berjalan. Tirta Empul hanyalah satu dari
sebagian kecil warisan leluhur kita yang berhasil dijaga dan dilestarikan, masih banyak dan
akan bertambah banyak lagi warisan-warisan nenek moyang kita yang akhirnya ditemukan
lalu tidak lama kemudian rusak oleh tangan-tangan jahat yang hanya mementingkan aspek
ekonomi pribadi saja.
Pura Tirta Empul sebagai peninggalan Kerajaan di Bali, salah satu dari beberapa peninggalan
purbakala yang menarik untuk disaksikan dan diketahui di desa ini. Disebelah Barat Pura
tersebut pada ketinggian adalah Istana Presiden yang dibangun pada pemerintahan Presiden
Soekarno.
Mengenai nama pura ini kemungkinan besar diambil dari nama mata air yang terdapat
didalam pura ini yang bernama Tirta Empul seperti yang telah disebutkan diatas. Secara
etimologi bahwa Tirta Empul artinya air yang menyembur keluar dari tanah. Maka Tirta
Empul artinya adalah air suci yang menyembur keluar dari tanah.
Air Tirta Empul mengalir ke sungai Pakerisan. Sepanjang aliran sungai ini terdapat beberapa
peninggalan purbakala.
Pendirian pura ini diperkirakan pada tahun 960 A.D. pada jaman Raja Chandra Bhayasingha
dari Dinasti Warmadewa. Seperti biasa pura – pura di Bali, pura ini dibagi atas Tiga bagian
yang merupakan Jaba Pura (HaLaman Muka), Jaba Tengah (Halaman Tengah) dan Jeroan
(Halaman Dalam).
Pada Jaba Tengah terdapat 2 (dua) buah kolam persegi empat panjang dan kolam tersebut
mempunyai 30 buah pancuran yang berderet dari Timur ke Barat menghadap ke Selatan.
Masing – masing pancuran itu menurut tradisi mempunyai nama tersendiri diantaranya
pancuran Pengelukatan, Pebersihan, Sudamala dan Pancuran Cetik (Racun).
Pancuran Cetik dan nama Tirta Empul ada hubungannya dengan mitologi yaitu pertempuran
Mayadenawa Raja Batu Anyar (Bedahulu) dengan Bhatara Indra.
Dalam mitologi itu diceritakan bahwa Raja Maya Denawa merupakan gabungan antara cerita
sejarah dan mithologis. Cerita ini merupakan latar belakang pelaksanaan Hari Raya Galungan
bagi umat Hindu.
Pada zaman dahulu, bertahta seorang raja Mayadanawa, keturunan Daitya (Raksasa) di
daerah Blingkang (sebelah Utara Danau Batur), anak dari Dewi Danu Batur. Beliau adalah
raja yang sakti dan dapat mengubah diri menjadi bentuk yang diinginkannya. Beliau hidup
pada masa Mpu Kul Putih. Karena kesaktian sang raja, daerah Makasar, Sumbawa, Bugis,
Lombok dan Blambangan dapat ditaklukkannya. Karena kesaktiannya, Mayadenawa menjadi
sombong dan angkuh. Rakyat Bali tak diizinkan lagi menyembah Tuhan, dilarang melakukan
upacara keagamaan dan merusak semua Pura. Rakyat menjadi sedih dan sengsara, namun tak
kuasa menentang Raja yang sangat sakti. Tanaman penduduk menjadi rusak dan wabah
penyakit menyerang di mana-mana.
Melihat hal tersebut, Mpu Kul Putih melakukan yoga semadhi di Pura Besakih untuk mohon
petunjuk dan bimbingan Tuhan. Beliau mendapat pawisik/petunjuk agar meminta
pertolongan ke India (Jambudwipa). Kemudian diceritakan pertolongan datang dari Sorga,
yang dipimpin oleh Bhatara Indra dengan pasukan yang kuat dan persenjataan lengkap.
Dalam penyerangan melawan Mayadanawa, pasukan sayap kanan dipimpin oleh Citrasena
dan Citrangada. Pasukan sayap kiri dipimpin oleh Sangjayantaka. Sedangkan pasukan induk
dipimpin langsung oleh Bhatara Indra. Pasukan cadangan dipimpin oleh Gandarwa untuk
menyelidiki keadaan keraton Mayadanawa, dengan mengirim Bhagawan Naradha.
Bhatara Indra tak bisa dikibuli dan terus mengejar. Mayadanawa mengubah dirinya menjadi
Buah Timbul sehingga daerah itu dinamakan Desa Timbul, kemudian menjadi Busung (janur)
sehingga daerah itu dinamakan Desa Blusung, menjadi Susuh sehingga daerah itu dinamakan
Desa Panyusuhan, kemudian menjadi Bidadari sehingga daerah itu dinamakan Desa
Kadewatan dan menjadi Batu Paras (batu padas) bersama patihnya Si Kala Wong. Batu padas
tersebut dipanah oleh Bhatara Indra sehingga Mayadanawa dan patihnya menemui ajalnya.
Darahnya terus mengalir membentuk sungai yang disebut Sungai Petanu. Sungai itu dikutuk
oleh Bhatara Indra yang isinya, jika air sungai itu digunakan untuk mengairi sawah akan
menjadi subur, tetapi ketika dipanen akan mengeluarkan darah dan berbau bangkai. Kutukan
itu berumur 1000 tahun
Kematian Mayadanawa tersebut diperingati sebagai Hari Raya Galungan, sebagai tonggak
peringatan kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).
Lontar Jaya Kasunu menceritakan bahwa pada saat akan naik tahta, Sri Jaya Kasunu melihat
rakyat Bali diserang penyakit hebat dan raja-raja yang memerintah sebelum beliau selalu
berumur pendek. Beliau melakukan yoga samadhi dan mendapat petunjuk Tuhan yang
berwujud Bhatara Durgha, bahwa masyarakat sebelumnya telah melupakan Hari Raya
Galungan. Juga agar setiap keluarga memasang Penjor pada Hari Raya Galungan.
PENGERTIAN
Pura Tirta Empul adalah pura Hindu di tengah pulau Bali, Indonesia, tepatnya di Desa
Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar,[1] yang terkenal dengan air
sucinya di mana orang Hindu Bali mencari penyucian
Pembangunan Pura
Pura Tirta Empul dibangun disekililing sebuah sumber mata air yang besar pada 962 M
selama wangsa Warmadewa oleh raja Sri Candrabhayasingha Warmadewa (dari abad ke-10
hingga ke-14).[3] Nama pura berasal dari sumber mata air tersebut yang dinamakan "Tirta
Empul". Mata air tersebut berasal dari sungai Pakerisan.[4] Pura dibagi menjadi 3
bagian; Jaba Pura (halaman depan), Jaba Tengah (halaman tengah) dan Jeroan (halaman
dalam). Jaba Tengah terdiri dari 2 kolam dengan 30 pancuran yang diberi nama sebagai
berikut: Pengelukatan, Pebersihan, dan Sudamala serta Pancuran Cetik (racun).[5]
Pura ini didedikasikan untuk Dewa Wisnu, nama dewa Hindu untuk kesadaran tertinggi
Narayana.[6] Di sisi kiri pura terdapat sebuah bangunan vila modern di atas bukit
bernama Istana Tampaksiring, dibangun untuk kunjungan Presiden Sukarno ke Bali pada
tahun 1954, yang sekarang digunakan sebagai tempat istirahat bagi tamu-tamu kenegaraan
yang penting.
MELUKAT
1. Tirta Gering
2. Tirta Leteh
3. Tirta Penyakit Berat
4. Tirta Pelebur Kutukan
5. Tirta Pelebur Sumpah / Cor
Melukat dilakukan hanya di pancuran diatas sebanyak 3 kali kedatangan melukat barulah
dilanjutkan dengan urutan melukat secara umum.
1. Tirta Gering
2. Tirta Leteh
3. Tirta Penyakit Berat
4. Tirta Pelebur Kutukan
5. Tirta Pelebur Sumpah / Cor
6. Tirta Sudamala
7. Tirta Merta
8. Tirta Penyakit Kulit
9. Tirta Ketenangan Jiwa
10. Tirta Rematik
11. Tirta Gigi
12. Tirta Sakit Tulang
13. Tirta Asmara
14. Tirta Ketenangan Emosi
15. Tirta Penyakit Pernafasan
16. Tirta Rambut
Pancuran Tirta Pengentas ada 2 buah digunakan untuk pembersihan orang meninggal
sehingga tidak boleh digunakan untuk melukat bagi kita yang masih hidup. Kedua pancuran
ini bentuknya lain dengan posisi ornament yang lebih tinggi dibandingkan pancuran lainnya.
Para prejuru desa yang sedang bertugas akan memberitahu seandainya ada yang melukat di
sana.
Urutan dan tata cara melukat hanyalah suatu jalan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Setiap orang boleh mengikuti tatacara atau jalan yang diyakini sebagaimana yang telah
diterimanya sebagai petunjuk orang-orang yang sebelumnya atau petunjuk dari orang yang
dianggapnya patut untuk dipercaya. Berdasarkan petunjuk yang diperoleh oleh Bapak Ngura
Ardika urutan melukattidaklah seperti yang sering kita lihat sebagai urutan dari kiri ke kanan,
tetapi pada setiap pancuran ada nomor urutnya. Hal ini dibenarkan oleh beberapa murid
beliau yng telah memperoleh kewaskitaan. Metoda ini dapat memberikan hasil yang optimal
dan sudah diterapkan oleh Bapak Ngurah Ardika terhadap murid-murid beliau dengan hasil
yang memuaskan
Pura Tirta Empul terletak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten
Gianyar, Bali. Pura ini terletak kurang lebih 40 km ke arah timur laut dari Kota Denpasar.
Sesampainya di Pura Tirta Empul sudah dipenuhi oleh wisatawan.
Banyak pula para wisatawan yang ikut turun untuk mensucikan diri di Pura Tirta Empul
termasuk kami bertiga pun ikut menemani Rojack, salah satu teman kami yang memang akan
sembahyang disana.
Bagi para pengunjung akan dikenakan retribusi tiket masuk Rp. 15.000/orang. Setiap
pengunjung akan diberikan Kamen atau sarung adat khas Bali (gratis) karena akan menuju
tempat yang suci. Ingat, setelah kunjungan harus dikembalikan yah Kamen nya.
Bagi wanita yang sedang berhalangan dilarang memasuki Pura karena sedang dalam kondisi
tidak bersih.
Kami bisa langsung masuk karena kami akan mengikuti aktivitas Melukat di Pura Tirta
Empul.
Cara pakai kain untuk wanita
Cara pakai kain untuk pria
Melukat adalah ritual pembersihan diri menggunakan sumber air suci. Pengunjung pun bisa
ikut serta dalam aktivitas Melukat di Pura Tirta Empul.
Sebelum memasuki Pura, bagi pengunjung yang akan mengikuti aktivitas Melukat
diharuskan mengganti pakaian dengan sebuah kain yang telah disediakan dengan biaya Rp.
15.000/orang.
Kami akan diberikan satu helai kain satin berwarna hijau dan satu helai obi untuk pengikat di
bagian pinggang yang berwarna merah. Kami diberikan 2 kunci loker karena ukuran loker
terbilang besar. Cukup diisi dengan 3 tas dan sepatu atau sendal bawaan.
Sebelum kami memasuki loker, Bli yang menjaga didepan memberikan kami pengarahan
cara memakai kain untuk wanita dan pria.
Cara pakai kain untuk pria yaitu arahkan kain dibagian belakang pinggang setelah itu tarik
kain kebagian depan dengan cara ikatkan kain kebelakang lalu ikatan tersebut ditutupi dengan
kain berwarna merah menyerupai obi dengan simpul yang juga sama di bagian samping
pinggang.
Ritual doa sebelum memasuki Pura
Terdapat 14 pancuran di Tirta Pembersihan
Satu hal lagi, loker yang tersedia di Pura Tirta Empul campur jadi satu. Tidak ada tempat
yang berbeda antara wanita dan pria. Banyak yang kesulitan saat berganti pakaian karena
toilet yang tersedia hanya ada 4 ruangan saja sehingga banyak pengunjung yang berganti
pakaian didepan loker masing-masing.
Bahkan ada pengunjung yang saling membantu untuk menutupi tubuh temannya dengan kain
agar mereka bisa berganti pakaian atau kalau mau ganti ditoilet juga bisa tapi antriannya
sangat panjang.
Setelah selesai memakai kain, kami siap memasuki Pura Tirta Empul dimana kami tidak bisa
langsung masuk begitu saja karena ketentuan bagi umat Hindu yang akan sembahyang
diharuskan berdoa terlebih dahulu sebelum memasuki Pura. Kami bertiga pun menunggu
Rojack berdoa terlebih dahulu.
Pelataran Pura Tirta Empul memiliki bau yang khas dari dupa. Suasananya yang begitu ramai
dengan pengunjung tak membuat risih umat Hindu yang akan beribadah disana.
Beberapa kali saya melihat wanita berjajar rapi dengan mengenakan kebaya berwarna pink
muda yang dibaluti obi berwarna kuning dengan rambut yang dikepang disisi kiri, begitu
manis senyumannya saat melewati kami yang tengah menunggu Rojack berdoa.
Akhirnya kami pun memasuki Pura Tirta Empul yang memiliki 3 kolam dengan fungsi dan
arti yang berbeda. Kolam pertama yang kami masuki memiliki 14 pancuran yang bernama
Tirta Pembersihan. Disana ada 2 pancuran yang harus dihindari yaitu Tirta Pengentas I dan
Tirta Pengentas II dimana yang artinya adalah untuk mensucikan mereka yang telah tiada.
Kolam kedua bernama Tirta Pelebur (Kutukan dan Sumpah). Setelah kami melewati 14
pancuran yang berada di Tirta Pembersihan, kami pun harus naik 2 tangga yang telah tersedia
dan berpindah ke kolam sebelahnya.
Disana tersedia hanya 2 pancuran saja, saat saya melewati kedua pancuran tersebut ada yang
mengisi air tersebut ke dalam botol. Air suci tersebut akan dipakai kembali untuk
sembahyang.
Kolam Terakhir terdapat di sisi barat yang bernama Tirta Upakara (Tirta Penyakit Berat)
yang memiliki 6 pancuran. Tiap pancuran yang berbentuk menyerupai keong besar memiliki
makna tersendiri yaitu Tirta Gering, Tirta Leteh, Tirta Penyakit Berat, Tirta Pengulapan, Tirta
Pengenteg Beras dan Tirta Kesejahteraan Keluarga.
Gimana? Kamu tertarik gak mencoba ritual Melukat di Pura Tirta Empul. Ingat, jika kamu
mencoba ritual Tirta Empul jangan sesekali menggangu umat Hindu saat melakukan ritual
tersebut. Antri lah saat akan melewati beberapa pancuran yang berbentuk seperti keong besar.
Sumber air yang berasal dari tiap pancuran bisa diminum. Airnya pun sangat segar, dingin
dan juga jernih. Sebenarnya di Pura Tirta Empul terdapat 33 pancuran namun kini menjadi 22
pancuran saja yang dapat digunakan. Ada beberapa pura yang tidak dapat kami masuki,
didekat Pura Tirta Empul terdapat Istana Presiden yang begitu megah dan tidak dibuka untuk
umum.
Kolam ikan yang terdapat diarah Pintu keluar
Pintu keluar Pura Tirta Empul berbeda dengan arah kami masuk. Kami harus bertolak ke arah
Istana Presiden lalu belok kiri dimana ada sebuah pintu seperti akan memasuki Pura padahal
bukan. Disana terdapat kolam besar yang berisikan ikan.
Ada satu keanehan yang saya lihat di kolam itu. Kolam besar tersebut terbagi menjadi 2
bagian dengan pembatas yang lebih tinggi. Anehnya adalah di kolam yang lebih kecil semua
ikan berkumpul memadati luasnya kolam.
Padahal di kolam yang lebih besar terdapat 2 ikan yang dengan senangnya berlarian kesana
kemari macam dua sejoli lagi kasmaran. Entah mengapa kolam besar itu hanya ada 2 ikan
saja sedangkan di bagian kolam kecil, semua ikan berkumpul jadi satu.
Tak hanya itu saja, banyak sekali penjual yang berjajar menyajikan aneka makanan, minuman
dan juga oleh-oleh khas Bali. Bahkan ada juga yang berjual pakaian. Sehingga pengunjung
tak perlu khawatir jika lupa bawa baju ganti.
Sekian pengalaman saya mengunjungi Pura Tirta Empul. Saya merasa sangat berkesan sekali
dapat merasakan Ritual Melukat di Pura Tirta Empul.
CONTOH MAKALAH
DAFTAR ISI
1.2 Geografi
Desa Manukaya terdiri dari 12 dusun (dinas) dan sepuluh Desa Adat. Ke 13 dusun
tersebut adalah : Dusun Manukaya Let, Dusun Manukaya Anyar, Dusun Tatag, Dusun
Bantas, Dusun Malet, Dusun Penempahan, Dusun Mancingan, Dusun Penedengan, Dusun
Basangambu, Dusun Belahan, Dusun Keranjangan dan Dusun Temen. Adapun batas-
batasnya adalah sebagai berikut :
Sebelah utara : Dusun Susut (Kabupaten Bangli), sebelah timur : Desa Tiga (Kabupaten
Bangli), sebelah selatan : Desa Tampaksiring (Kabupaten Gianyar) dan sebelah barat : Dusun
Pupuan Tegalalang (Kabupaten Gianyar).
Desa Manukaya berlokasi satu kilometer dari ibu kota kecamatan, 18 kilometer ke
ibu kota kabupaten dan 35 kilometer ibukota propinsi. Waktu tempuh dari ibukota kabupaten
adalah 60 menit dan dari ibukota propinsi lebih kurang 1,5 jam.
Luas wilayah Desa Manukaya adalah 14,96 km2, yang terdiri atas 141,00 sawah,
871,75 tegalan (kebun), 6,97 pekarangan, keadaan fotografi Desa Manukaya termasuk
dataran tinggi 700-800 meter dari permukaan laut. Desa Manukaya memiliki curah hujan 280
mm/tahun dengan suhu yang sedang.
Jalan-jalan yang menghubungkan banjar satu ke banjar yang lain tergolong baik dan
teraspal (pengerasan). Desa Manukaya dilalui oleh jalan negara khususnya Banjar
Basangambu sampai dengan Bajar Temen yang yang berbatasan dengan Kabupaten Bangli.
Desa Tampaksiring ke Desa Manukaya juga dihubungkan oleh jalan negara yaitu menuju
Istana Negara Tampaksiring, sehingga transportasi menjadi lancar.
1.3 Struktur Kepengurusan Desa Adat Manukaya
- Bendesa Adat Tirta Empul : Made Mawi Arnatha
- Penyarikan Desa Adat Tirta Empul : Made Kuntung
(Bendahara)
- Penyarikan Tempekan Manukaya : Ketut Sandra
- Penyarikan Tempekan Tatag : Ketut Beratha
- Penyarikan Tempekan Bantas : Wayan Winada
Dibantu oleh masing-masing Dusun antara lain : Manukaya : Made Kuntung, Tatag : Made
Yatna dan Dusun Bantas oleh Made Sarna. Perangkat kepengurusan Tambahan antara lain :
Pemangku 3 orang, sekeha gong 60 orang, sekeha baris (baris bedil, baris tombak) 120 orang,
sekeha Rejang 50 orang dan pecalang 50 orang berasal dari Desa Manukaya Let dan Bantas.
Fungsi Tirtha (Yeh Empul), yeh bulan, yeh surya, yeh sudamala, yang terdapat di
permandian Tirtha Empul, berfungsi gelukat/membersihkan , menyucikan dan melebur segala
dosa/mala yang dakibatkan oleh mati kabangawan (mati salah Pati)
Air mempunyai manfaat yang besar bagi kesehatan fisik maupun mental.
Penggunaan air sebagai obat telah lama ditulis maupun dilaksanakan hingga sekarang.
Terutama di Bali hampir setiap Balianmenggunakan air sebagai inti ataupun sarana
penunjang.
Adapun jenis yang digunakan sebagai obat yaitu berupa air pancuran. Air pancuran
pada jaman dahulu telah menjadi sarana salah satu penyucian pikiran yang sedang tidak
stabil. Pancuran jika berasal dari mata air besar seperti di Tirtha Empul Tampaksiring akan
diberi nama akan keperluan masyarakat. Jika aliran kecoran menurut mata angin maka
pancuran itu akan berbeda-beda namanya seperti berikut : Jika “Ngecor Kangin” namanya
pancuran Sudamala namun jatuhnya seperti ikut-ikut (ibar) gunanya dipakai ngelukat atau
ngobati rahaning gering. Jika“Ngecor Kaja” namanya pancoran Salukat fungsinya untuk
ngalukat tempat pekarangan yang menyebabkan inan rumah sakitan. Sepertikarang numbuk
rurung, karang kaingkuhin jalan, karang kakenin para dan karang karipubaya. Jika “Ngecor
Kelod” namanya Pancuran Surya untuk membangkitkan kepercayaan diri, kilang
rasa (impoten). Berfungsi juga pelaris, lebih-lebih pancoran pengeger itu berpapasan ada dari
timur ada dari barat (Pancoran Bulan).
Jadi.dari hasil Observasi diatas dapat disimpulkan bahwa Tirte Empul pada Pancaka
Tirtha di Taman Suci Pura Tirtha Empul Tampaksiring terletak di Madya Mandala (Jaba
Tengah) paling timur, terdiri dari lima pancuran (Tirtha) yaitu Tirtha Banyun Cokor (Tirtha
Sanjiwani) terletak di tengah, Tirtha Tegteg (Tirtha Merta Pawitra) di arah utara, Tirtha
Sudamala (Tirtha Kundalini)terletak di arah barat, Tirtha Panglukatan (Tirtha
Kamandalu) terletak di arah selatan dan Tirtha Parisudha (Tirtha Mahamertha) terletak di
arah timur. Mengenai letak Tirtha tersebut dilihat dari segi kiblat arah mata angin
(pengideran) nampak seperti di atas.
Fungsi Pancaka Tirtha sebagai tempat bagi umat Hindu khususnya Tampaksiring
untuk mohon Tirtha yang dipergunakan sebagai pemuputupacara dan sebagai tempat melasti
(mekiis) angamet sarining sarira yang dipergunakan sebagai sarana ritual.
Penemuan dalam penelitian ini menurut teori psykokosmos bahwa Tuhan disamakan
dengan Tirtha atau air yakni Pancaka Tirtha yang melambangkan ista dewata yang
difungsikan sebagai sarana upacara diantaranya Tirtha Banyun Cokor berfungsi sebagai
anugrah dari Dewa Siwa untuk menghilangkan atau melebur dasa mala dan tri mala. Tirtha
Tegtegdigunakan setiap upacara atau Panca Yadnya diawali dengan
upacaraNegtegang dengan tujuan mohon Penginih-inih kepada Dewi Sri (sakti dari Dewa
Wisnu). Tirtha Sudamala difungsikan untuk mensucikan atauamarisudha bumi
(mecaru) dan mebayuh oton memohon pada Dewa Mahadewa. Tirtha Parisudha berfungsi
untuk membersihkan dasa mala dantri mala pada umumnya digunakan
untuk melaspas bangunan pura maupun perumahan, memohon kehadapan Dewa yang
berstana di sebelah timur yaitu Dewa Iswara. Tirtha Panglukatan difungsikan sebagai
lambang pensucian, penguripan, pemeliharaan sebagai penglukatan dipujalah Dewa Siwa
DAFTAR PUSTAKA
Sejarah
http://gedeputualit.blogspot.com/2012/05/sejarah-pura-tirta-empul.html
https://histori.id/pura-tirta-empul/
https://sejarahbali.wordpress.com/2015/06/27/pura-tirta-empul-bali/
pengertian
https://id.wikipedia.org/wiki/Pura_Tirta_Empul
melukat
https://spiritualkundalinibali.wordpress.com/2012/11/21/urutan-pancuran-dalam-melukat-di-pura-
tirta-empul-tampaksiring-gianyar/
http://www.dianjuarsa.com/2017/10/tradisi-melukat-di-pura-tirta-empul.html
contoh makalah
http://tugasagamahindunyusul.blogspot.com/2014/03/pura-tirta-
empultampaksiringgianyar.html
http://makalahpuatirtaempul.blogspot.com/