Anda di halaman 1dari 14

15 Pura Bali yang Patut Anda Kunjungi

Posted By nadya On Thursday, November 1, 2012 06:35 PM.


Under Featured, Life Style, Opinion, Travel  
Share on facebook Share on twitter Share on delicious Share on digg Share on stumbleupon
Share on reddit Share on email More Sharing Services

Di
Bali rasanya mau ke tempat wisata apapun serba ada, mulai dari wisata pantai, gunung, danau,
kebun binatang, sampai wisata reliji ke pura-pura. Pura Taman Ayun merupakan pura yang
cukup terkenal di Bali dan sering dijadikan sebagai objek wisata selain tempat beribadah umat
Hindu Bali, tentunya.  Ribuan pura mengisi daratan Bali dengan sangat kokohnya. Makanya Bali
pantas mendapatkan julukan Pulau Seribu Pura. Pura merupakan tempat sakral, suci, diagungkan
oleh kalangan umat Hindu Bali. Pura Bali ialah manifestasi dari keyakinan dan keimanan warga
Bali yang mayoritas beragama Hindu. Pura Bali merupakan rumah kedua warga Bali setelah
rumahnya sendiri, dimana mereka akan berduyun-duyun mendatangi pura ketika momen-momen
suci tiba.  Selain untuk keperluan religi bagi umat hindu, kehadiran pura juga memiliki dimensi
wisata serta dimensi ritual buadaya. Maka dari itu, sobat Sharing di Sini akan berbagi informasi
mengenai pura-pura yang ada di Bali dan layak untuk dikunjungi.

# Pura Uluwatu

Eksistensi Pura Uluwatu memiliki nilai yang luhung bagi masyarakat Bali yang terkenal begitu
religius. Lingkungan pura Uluwatu sendiri konon telah berdiri sejak sekitar abad ke-11, yang
menurut perhitungan kuno seusia dengan seorang empu terkenal bernama Empu Kuturan yang
mendirikan pelinggih di lingkungan Pura Besakih. Yang kemudian tempat tersebut dipilih oleh
Pendeta Dahyang Nirarta untuk mencapai moksa dan menapaki hakikat kesucian jiwa yang
bersih dari noktah dan dosa. Pura ini merupakan Pura Sad Kahyangan yang dipercaya oleh
masyarakat Hindu Bali sebagai penyangga dari 9 mata angin. Pura Uluwatu memiliki beberapa
pura pesanakan. Maksudnya yakni pura yang sangat erat kaitannya dengan pura induk. Pura
pesanakan itu yakni Pura Bajurit, Pura Kulat, Pura Pererepan, Pura Dalem Pangleburan, dan Pura
Dalem Selonding.  Dimana masing-masing pura tersebut memiliki kaitan dengan Pura Uluwatu,
terutama pada hari piodalannya. Uluwatu termasuk wilayah Desa Pecatu, Kecamatan Kuta,
Kabupaten Badung. Daerah tersebut jika ditempuh dari Denpasar kurang lebih 30 km ke arah
Selatan lewat kawasan pariwisata Kuta, Bandara Ngurah Rai Tuban dan Desa Jimbaran. Tempat
tersebut sangat baik jika dipakai untuk olah raga papan selancar.

# Pura Tanah Lot

Nama Tanah Lot tentunya tak asing bagi para wisatawan yang telah berulang kali datang ke Bali.
Jangankan yang telah datang berulang kali, masyarakat yang berada di luar wilayah Bali pun
sudah sering mendengar nama objek wisata sangat indah ini entah dari televisi, koran, internet,
cerita teman, dsb. Tanah Lot memang menyajikan keindahan alam yang menakjubkan yang sulit
untuk menemukan tandingannya. Di Tanah Lot ada bangunan pura yang didirikan pada abad ke-
15 M dimasa Pedanda Bawu Rawuh atau Danghyang Nirartha yang berasal dari Kerajaan
Majapahit. Ketika itu, penguasa Tanah Lot, Bendesa Beraben dikabarkan iri terhadap kesaktian
Danghyang Nirartha yang mampu menaklukkan dan membuat simpati masyarakat Bali. Lantas
Bendesa Beraben menyuruh Danghyang Nirirtha untuk meninggalkan tanah Bali. Beliau pun
menyanggupi, namun sebelum ia meninggalkan Tanah Lot, dengan kekuatan dan kekuasaannya
ia memindahkan sebuah bongkahan batu besar ke tengah pantai dan membangun pura disana.
Danghyang Nirirtha juga merubah selendangnya menjadi ular penjaga pura. Sampai kinipun
ular- tersebut masih ada, dimana secara ilmiah ular tersebut termasuk ular laut yang memiliki
ciri-ciri fisik seperti berekor pipih laiknya ikan, berwarna hitam dan memiliki belang kuning di
tubuhnya, serta racunnya yang tiga kali lebih mematikan dibandingkan racunnya ular kobra.
Keindahan pura ini tak terlukiskan karena pura ini terletak di tengah laut atau terpisah dari
daratan. Di sekitar pura ini terdapat beberapa pura lainnya yang berukuran lebih kecil,
diantaranya adalah pura Pekendungan. Dibagian barat terdapat mata air tawar yang dianggap
suci oleh Umat Hindu. Sementara dibagian bawahnya terdapat beberapa gua dimana didalamnya
hidup banyak ular berukuran besar, sedang maupun kecil dengan aneka warna. Meski demikian
ular-ular tersebut tak berbahaya apabila tidak diganggu oleh pengunjung yang datang. Kalau air
laut surut maka pengunjung bisa langsung mendatangi pura untuk bersembahyang atau sekadar
menikmati keindahan pantai. Namun kalau air laut sedang pasang, maka pura akan nampak
seperti perahu yang terapung diatas air.

# Pura Srijong

Pura Srijong memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan pura-pura lainnya di Bali.
Letaknya yang berada di bibir pantai yang dikelilingi oleh pepohonan soka dan semak-semak
membuat pura ini memiliki daya tarik tersendiri bagi mereka yang mengunjunginya. Bukan
hanya itu, aura mistis nan mengandung kekuatan magis pun begitu kuat terasa ketika berada di
sekitar Pura Srijong. Kawasan Pura Srijong termasuk areal yang sangat dijaga kesucian dan
kelestariannya karena nilai histori serta kesakralan yang dimiliki oleh pura ini, maka patutlah
menjadi pertimbangan tujuan wisata bagi Anda penggemar sejarah serta bentuk arsitektur Bali
nan indah. Pura Srijong berada di Desa Soka Batu Lumbang, Kecamatan Bajera, Kabupaten
Tabanan, Bali.

# Pura Dalem Balingkang

Pura Dalem Balingkang dikenal memiliki keunikan tersendiri karena terdapatnya ornamen uang
kepeng dan interiornya. Terlebih bangunan pura ini juga sangat mirip dengan bentuk pagoda,
dimana hal ini sangat terkait dengan proses akulturasi budaya dengan Tionghoa yang akan
dijelaskan berikutnya. Pura Dalem Balingkang juga dulunya difungsikan sebagai istana raja
keturunan Raja Sri Jaya Pagus. Yang menarik ialah keberadaan Palinggih Ratu Ayu Subandar
yang didominasi dengan warna mencolok; merah dan kuning. Tahukah Anda bahwa kedua
warna itu sangat khas dengan warna pada bangunan tempat peribadatan masyarakat Tionghoa,
Wihara. Yang berfungsi sebagai tempat pemujaan kepada Kang Cing Wie yang diyakini banyak
membawa berkah. Pura Hindu di Bali dipengaruhi oleh unsur-unsur Tionghoa, karena adanya
proses akulturasi budaya antara kebudayaan Bali dengan budaya Tionghoa.

# Pura Langgar / Pura Dalem Jawa

Bali sekalipun mayoritas masyarakatnya beragama Hindu namun kerukunan dan kedamaian
antar-umat beragama berjalan dengan baik. Mereka yang memiliki keyakinan yang berbeda
hidup secara berdampingan dan jarang sekali adanya percekcokan diantara mereka. Apakah ada
buktinya? Salah satunya bisa dilihat dengan adanya sebuah pura yang bernama Pura Langgar
atau juga dikenal dengan Pura Dalem Jawa. Mengapa sampai disebut pura Langgar? Tiada lain
dan tiada bukan karena bangunannya yang mirip dengan sebuah Langgar atau tempat ibadahnya
umat Muslim. Pura ini juga memiliki cerita dan bentuk yang unik yang sangat erat kaitannya
dengan kebudayaan Islam yang masuk ke Bali sehingga sedikit banyak mampu memengaruhi
gaya arsitektur dan segala pernak-pernik pura ini. Pura Langgar sendiri dibangun diatas kolam
yang dipenuhi oleh bunga teratai.
Di Pura Langgar pelaksanaan pemujaan berbeda dengan pemujaan di pura lain pada umumnya,
dimana hewan yang digunakan untuk sesajen tidak menggunakan daging babi namun diganti
dengan daging ayam dan itik. Selain itu, pura ini pun melaksanakan pemotongan hewan kurban
layaknya seperti pada Hari Raya Idul Adha yang dilakukan oleh umat Islam hanya saja
pelaksanaannya dilakukan sehari sebelum Hari Raya Nyepi atau sekitar bulan Februari.  Pura
Langgar memang menjadi tempat pemujaan bagi umat Hindu namun banyak juga umat Islam
yang datang kesini untuk berziarah dan melihat secara langsung keunikan pura ini. Pura ini
dilengkapi juga dengan beberapa fasilitas seperti; tempat wudhu dan sholat bagi umat Islam,
toilet dan area parkir. Dimanakah lokasinya Pura Langgar ini? Yakni berada di Desa Bunutin,
Bangli, masuk dalam kawasan Kabupaten Bangli, Bali. Untuk mencapai lokasi pura ini, Anda
membutuhkan waktu kurang lebih 45 menit atau sekitar 32 km dari Kota Denpasar Bali.

# Pura Taman Sari

Pura Taman Sari. Dalam lingkungan pura ini terdapat dua buah Meru Tumpang Sebelas dan
Meru Tumpang Sembilan yang pada bagian dasarnya dikelilingi oleh kura-kura raksasa yang
dikelilingi oleh kolam dengan dibelit Naga Ananthaboga. Hal tersebut mengisahkan saat para
Dewa memutar air kehidupan (amerta) yang bertujuan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan
umat manusia. Lingkungan Pura Taman Sari juga menjadi objek penelitian karena penilaian
bahwa di lingkungan pura ini sarat akan nilai historisitas. Betapa tidak, pura ini dianggap sangat
penting karena dulunya pernah menjadi lokasi penyimpanan senjata pusaka dari Kerajaan
Majapahit yang dipunyai oleh Dinasti Kepakisan. Meskipun sebagian besarnya senjata-senjata
pusaka tersebut telah dirampas oleh kolonialisme Belanda, namun hiasan Padma Anglayang
yang menjadi lambang kekuasaan Majapahit masih tersimpan di lingkngan pura ini. Pura Taman
Sari berada di Banjar Sengguhan, Kelurahan Semarapura Kangin, Kecamatan Klungkung,
Kabupaten Klungkung. Dari ibukota Denpasar menuju Pura Taman Sari menempuh jarak lebih
kurang 50 km.
# Pura Ulun Danu

Pura Ulun Danu yang dibangun sekitar abad ke-XVI. Pura ini dibangun pasti ada maksud dan
tujuannya yakni sebagai tempat pemujaan Dewi Danu yang dipercaya masyarakat sebagai Dewi
Kemakmuran. Dan pura inilah yang disebut-sebut sebagai ikon Bali selain Pura Besakih, Kecak,
Legong dan Kecak. Pura ini terletak di sebelah barat Danau Beratan, dengan posisi yang agak
menjorok terdapat sebuah pura dengan meru yang menjulang begitu anggun. Jika dilihat dari
Bedugul, begitu indahnya pemandangan Danau Beratan beserta lingkungan yang mengitarinya.
Hamparan Danau Beratan membuat mata siapapun terbelalak dan tersadar bahwa kuasa Tuhan
sebagai sang Pencipta sungguh tiada bandingannya. Kesejukan dan kenyamanan ketika berada di
danau inipun serta merta menyibak sanubari siapapun. Kita bisa menuju ke Pura Ulun Danu
dengan menggunakan perahu dayung , perahu motor atau menggunakan Jet Sky yang disediakan.
Pura Ulun Dalun terletak di kawasan Bedugul yang berada di Desa Candikuning, Tabanan, Bali.

# Pura Ponjok Batu

Lingkungan pura ini sangat unik karena merupakan sebuah tanjung yang terdiri dari batu dimana
dari celah-celah batu itu tumbuh pohon kamboja dan semak yang terlihat begitu indah. Dalam
terminologi Bali, “Ponjok Batu” ialah Tanjung Batu. Lingkungan Pura ini merupakan
lingkungan Pura tempat pemujaan/persembahyangan umum untuk mohon keselamatan. Dari
depan lingkungan pura yang dibatasi jalan raya menuju Amlapura terlihat pemandangan Laut
Jawa yang terbentang luas yang dapat menimbulkan ketenangan jiwa dan menumbuhkan
inspirasi bagi pengunjungnya. Laut yang tenang yang ditumbuhi beberapa pohon tua di sekitar
bukit menambah keindahan lokasi dan penduduk setempat memanfaatkannya untuk keperluan
sehari-hari. Lingkungan Pura Ponjok Batu ini berada di sebelah timur Singaraja, terketak di
Pantai utara Bali dimana termasuk dalam wilayah Kecamatan Tejakula, Kabupaten Daerah
Tingkat II Buleleng.

# Pura Agung Besakih

Nama Pura Agung Besakih bisa dikatakan sama terkenalnya dengan Tanah Lot, Kuta, atau
Gunung Agung di Bali karena tempat peribadatan umat Hindu ini merupakan induk pura-pura
yang ada di Pulau Dewata. Pura ini masih menyandang konsep terdahulu, yakni terdiri dari 18
pura pendukung (pekideh) yang merupakan satu kesatuan konsep dengan titik pusat berada di
Pura Agung Besakih. Kawasan Pura Besakih menempati areal yang lumayan luas dalam radius
sekitar 3 kilometer dengan Pura Pesimpangan di sisi hilir dan Pura Pangubengan di sisi hulu.
Dalam setiap tahunnya di Pura Agung Besakih kerap diadakan upacara Bhatara Turun Kabeh,
atau sering juga disebut dengan Ngusaka Kadasa.
# Pura Goa Gajah

Ketika Anda mendengar nama Goa Gajah pasti langsung terbersit difikiran bahwa goa tersebut
banyak gajahnya, atau bahkan goa tersebut dibuat untuk dihuni para gajah. Lantas, benarkah
seperti itu? Goa Gajah ini merupakan salah satu situs peninggalan sejarah di Nusantara.
Sebenarnya yang disebut Goa Gajah tersebut merupakan bangunan sebuah pura, namun karena
bentuknya yang menyerupai gajah maka dinamakan Pura Goa Gajah. Dari mana asal kata Goa
Gajah? Kata ini sebenarnya berasal dari Lwa Gajah, sebuah kata yang muncul pada lontar
Kertagama yang disusun oleh Mpu Prapanca sekitar tahun 1365 M dan dibangun pada sekitar
abad ke-11. Seperti halnya nasib situs-situs bersejarah lainnya, situs ini juga pernah tertimbun
tanah sebelum akhirnya ditemukan kembali pada sekitar tahun 1923. Ketika hendak masuk ke
objek wisata ini, pengunjung harus terlebih dahulu memakai selendang yang telah disediakan di
loket sebelum masuk. Kemudian pengunjung akan melewati jalan setapak yang menurun dan
berundak-undak mendekati lokasi wisata. Goa Gajah sendiri telah mulai menampakkan
keindahannya dari ketinggian karena memang posisinya yang berada dibawah. Setelah mendekat
di bibir goa, maka pengunjung bisa langsung menikmati keindahan pahatan mulut goa dengan
gaya khas Bali yang melambangkan hutan lebat dan makhluk hidup penghuninya. Pura Goa
Gajah terletak di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Daerah Tingkat II Gianyar.
Jaraknya dari Denpasar Kurang lebih 26 Km, sangat mudah dicapai. Di sana ada kios-kios
kesenian dan Rumah makan. Pura ini di lingkupi oleh persawahan dengan keindahan ngarai
sungai Petanu, berada pada jalur wisata Denpasar – Tampaksiring – Danau Batur – Kintamani.

# Pura Rambutsiwi

Rambutsiwi yang dikenal sebagai objek wisata merupakan lingkungan sebuah pura yang
bernama Pura Rambutsiwi. Lokasi pura ini begitu menawan karena dikelilingi oleh pesawahan
yang membentang luas dan berundak-undak khas Bali, dimana di sebelah selatannya terdapat
gundukan tebing dan batu karang yang lumayan curam. Jika pengunjung bersedia menaiki tebing
maka akan terlihat hamparan warna biru Samudera Indonesia yang dihiasi dengan deburan
ombak. Di sebelah barat daya lingkungan pura ada balai yang disediakan secara khusus untuk
menikmati sajian alam yang indah berupa panorama laut yang membentang sampai sejauh mata
memandang.
Tepat disebelah selatan, tak jauh dari tempat istirahat tersebut terdapat undakan yang biasa
digunakan untuk menuruni sampai ke pantai. Di pinggir pantai, pada sebuah tebing batu karang
terdapat sebuah goa yang dianggap suci oleh masyarakat sekitar. Suasana di Rambutsiwi tersebut
sangat tenang, nyaman dan damai sangat tepat untuk menenangkan fikiran dan bersantai.
Rambutsiwi terletak di pinggir pantai selatan Pulau Bali bagian barat yang termasuk wilayah
Desa Yehembang Kangin, Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana.

# Pura Taman Ayun

Pura Taman Ayun memiliki usia yang sudah sangat tua sekitar 400-an tahun (dibangun sekitar
tahun 1634). Di setiap sudut Pura Taman Ayun tercermin nilai eksotika yang luhung
menggambarkan si pembuatnya yang mengerti ihwal keindahan dan keserasian hidup.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa lingkungan Pura Taman Ayun merupakan lingkungan
kerajaan yang telah ada sejak tahun 1634. Lingkungan pura ini dikelilingi oleh kolam yang berisi
bunga teratai. Lingkungan Taman Pura Ayun juga terbagi menjadi tiga halaman dan ditumbuhi
oleh beberapa tumbuhan hijau dan rerumputan yang dielihara dengan rapi, juga dihiasai barisan
maru, Paibon dan Padmasana Singgasana Sang Hyang Tri Murti. Tepat di seberang lingkungan
pura ini terdapat sebuah museum yang dinamakan Museum Manusa Yadnya, yakni museum
upacara kemanusiaan sejak manusia masih berada dalam kandungan sampai akhir hayat dan
mayatnya dibakar (Ngaben). Demikian pula dikanan dan kiri pura diwarnai dengan kerapian
kompleks perkampungan masyarakat tradisional setempat. Tak hanya itu, di seberang jalan
terdapat jeram-jeram yang menantang dengan parit-parit yang berkelok-kelok. Di sebelah barat
Taman Ayu terdapat bangunan Wisata Mandala yang dilengkapi dengan bar dan restauran untuk
kepentingan para wisatawan. Demikian pula warung-warung yang menjual makanan dan
minuman banyak pula ada di sebelah Selatan lingkungan Pura. Di sana juga ada Museum
Manusa Yadnya yang memamerkan “Daur Hidup”, taman bunga, toilet dan sarana parkir yang
cukup memadai. Taman Ayun terletak di Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten
Badung.  Dari kota Denpasar jaraknya lebih kurang 18 km menuju arah barat laut mengikuti
jalan jurusan Denpasar-Singaraja melalui Bedugul.

# Pura Tirta Empul Tampaksiring

pura yang masyhur di Bali adalah Pura Empul Tampaksiring yang berlokasi di sebuah desa
sekitar 36 km dari Ibukota Denpasar. Di lingkungan pura ini terdapat beberapa bangunan
bersejarah lainnya diantaranya yakni Istana Presiden yang dibangun dimasa pemerintahan
presiden Soekarno. Dalam sejarahnya nama pura ini diambil dari nama mata air yang terdapat
dibagian dalam pura yang bernama Tirta Empul. Jika ditelaah secara etimologi nama Tirta
Empul memiliki arti air yang menyembul keluar dari tanah sehingga memiliki arti bahwa air suci
yang menyembur keluar dari tanah. Air di pura ini mengalir ke sungai Pakerisan. Pura ini
diperkirakan dibangun sejak zaman Raja Chandra Bhayasingha dari Dinasti Warmadewa. Pura
ini dibagi menjadi tiga bagian yakni Jaba Pura atau halaman muka, Jaba Tengah atau halaman
tengah, dan Jeroan atau bagian dalam pura. Di bagian tengah pura ini terdapat dua buah kolam
persegi empat dimana kolam tersebut memiliki sekitar 30 buah pancuran yang berderet dari
timur ke barat menghadap ke selatan. Masing–masing pancuran itu menurut tradisi mempunyai
nama tersendiri diantaranya pancuran Pengelukatan, Pebersihan, Sudamala dan Pancuran Cetik
(racun).Tirta Empul adalah sebuah pura yang terletak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak
Siring, Kabupaten Gianyar, Bali.

Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Atau sekitar 13 km dari Kota Tabanan yang
bisa ditempuh dengan 10-15 menit saja.

# Pura Gowa Lawah


Pura Goa Lawah merupakan sebuah pura yang terletak di Gua Kelelawar di Desa Pesinggahan,
Kecamatan Dawan. Bisa dipastikan bahwa ketika Anda hendak menuju ke Candikasi, maka akan
melewati Pura Goa Lawah ini. Lokasinya sangat strategis karena terletak diantara Kabupaten
Klungkung dan Karangasem. Pura Goa Lawah sendiri merupakan sebuah kompleks pura yang
lumayan luas dan berada di sisi kiri jalan jika Anda menuju ke Karangasem dan tepat di
seberangnya adalah pantai yang memiliki pasir hitam. Pura Goa Lawah merupakan salah satu
dari sembilan Pura Sad Khayangan. Di bagian tengah akan ada sebuah Goa yang dihuni banyak
kelelawar. Pernah ada yang menyebutkan bahwa seorang pangeran dari Mengwi pernah
bersembunyi di gua ini dengan maksud untuk berlindung dan mengikuti jalan terowongan gua
yang muncul di Pura Besakih di lereng Gunung Agung.

# Pura Alas Kedaton

Alas Kedaton adalah tempat wisata yang cukup ternama di Pulau Bali yang memiliki ciri khas
hutannya yang lebat dan asri, serta didiami berbagai macam satwa-satwa yang menggemaskan
dan lucu, seperti kera dan kelelawar. Dengan luas lahan sekitar 6,5 hektar, Alas Kedaton dihuni
oleh populasi keranya yang mencapai 1.800 ekor. Alas kedaton hingga kini sangat terjaga
kelestariannya karena adat-istiadat penduduknya yang berpantang untuk menebang pohon
sembarangan, apalagi jika sampai melakukan penggundulan hutan. Didalam hutannya ada
sebuah pura yang dinamakan Pura Alas Kedaton. Pura ini dikelilingi oleh hutan yang lebat
dengan aneka macam tetumbuhan dan hewan yang hidup didalamnya. Ketika wisatawan
mengunjungi area tersebut, maka terlihat beberapa pemandu jalan bersiap untuk mengantar dan
menjelaskan segala hal yang terdapat di Alas Kedaton.

Ketika pengunjung baru beberapa meter saja memasuki area Alas Kedaton,  dijamin akan banyak
kera yang menyambangi, makanya sejak awal perlu dipersiapkan makanan kecil seperti kacang
tanah, untuk memberi makan kera-kera tersebut. Objek wisata reliji ini berada di Desa Kukuh,
Kecamatan Marga , sekitar 4 km dari Tabanan. Untuk menuju ke lokasi pura ini cukup ditempuh
dengan waktu sekitar 40 menit dari Kuta dengan melalui daerah Denpasar-Bedugul, dan ketika
sudah sampai di Desa Denkayu Mengwi, belok kiri kurang lebih sekitar 5 km.

Selamat berkunjung ke Bali dan tentunya jangan lupa mengunjungi Pura yang merupakan salah
satu icon dari Pulau Dewata Bali.
Pusat Kerajaan Bali Kuno

Keberadaan Kerajaan Bali pada masa lampau merupakan satu kesatuan wilayah kerajaan yang
berdaulat, otonom, dan menjalankan pemerintahan sendiri terlepas dari ikatan-ikatan birokrasi
dengan kerajaan-kerajaan lain. Hal ini terlihat dari ungkapan-ungkapan yang ditemukan di
beberapa prasasti berbahasa Sansekerta di Pejeng. Salah satu prasasti tersebut berangka tahun
875 Saka/953 M yang menyebut nama “Sri Walipuram”. “Walipuram” mengandung arti, bahwa
Bali merupakan suatu kerajaan. Selain juga ada beberapa prasasti yang menyebut kata
baladwipamandala, misalnya Prasasti Klandis menyebutkan “… ring maniratna singhasana
siniwi sabalidwipamandala…” artinya: “… (sang raja) yang duduk di atas singgasana
bertahtakan emas-permata dipuja oleh seluruh rakyat di wilayah Pulau Bali…” Selanjutnya
dalam Prasasti Dausa Indrakila A II (983 Saka/1061 M): “… nityasa kuminking
sakaparipunnakna nikang balipamandala…” artinya: “… (raja) senantiasa memikirkan
kesejahteraan rakyat di seluruh wilayah Pulau Bali…”. Selain ungkapan tersebut, dalam Prasasti
Cempaga A yang berangka tahun 1103 Saka/1181 M, Bali disebut dengan istilah
“baliwipanagara” yang dapat diartikan Bali merupakan suatu Negara.

Keberadaan Kerajaan Bali Kuno ini juga dikuatkan dengan peninggalan arca-arca kuno yang
diletakkan dalam lingkungan pura di Pejeng yang diayomi oleh masyarakat sampai sekarang,
Misalnya saja, Arca Bhairawa di Pura Kebo Edan., Arca Ratu Mecaling di Pura Pusering Jagat
(Pura Tasik), Pura Manik Galag (Pura Manik Corong) sebagai Pura Sad Kahyangan atau
setananya Bhatara Manik Galang dan Pura Penataran Sasih.

Penemuan fragmen-fragmen pada prasasti di Pejeng juga mengungkap sejarah dan


perkembangan aliran agama di Bali sejak sebelum abad ke-8 M. Penelitian ahli purbakala Dr. R.
Goris yang diterbitkan pada 1926 menyebutkan, di masa Raja Dharma Udayana terapat sembilan
sekte agama dengan penganut yang hidup berbaur dan berdampingan, yakni: Siva Siddhanta,
Pasupata, Bhairava, Vaisnava, Bodha (Soghata), Brahmana, Rsi, Sora (Surya) dan Ganapatya.
Ke-sembilan sekte itu kemudian dikristalisasi oleh Senapati Mpu Rajakerta yang lebih dikenal
sebagai Mpu Kuturan, dalam bentuk pemujaan kepada Tri Murti yang melandasi pembangunan
Desa Pakraman atau Desa Adat Bali hingga kini. Penyatuan sekte-sekte itu dipercaya terjadi di
Pura Samuan Tiga, Pejeng.

SEBELUMNYA | SELANJUTNYA

Anda mungkin juga menyukai