Anda di halaman 1dari 4

ura Ulun Danu Beratan

Pura Ulun Danu Beratan Kabupaten Tabanan Bali Indonesia

Pura Ulun Danu Beratan, atau yang kerap disingkat penyebutannya menjadi Pura Ulun Danu,
merupakan pura terbesar di Bali setelah Pura Besakih. Nama pura ini merujuk pada lokasinya yang
berdiri di tepi Danau Beratan. Lokasi pura ini cukup istimewa karena berada di dataran tinggi
Bedugul, yakni sekitar 1.239 meter di atas permukaan laut (dpl). Kondisi yang demikian membuat
lingkungan pura cukup sejuk, dengan temperatur udara antara 18-22 derajat celcius. Selain itu,
lansekap Danau Beratan yang asri juga menambah suasana indah di tempat ini

Pura Ulun Danu Beratan di Desa Candikuning, Tabanan, Bali.

Sejarah pendirian Pura Ulun Danu Beratan dapat dilacak pada salah satu kisah yang terekam
dalam Lontar Babad Mengwi. Dalam babad tersebut dituturkan mengenai seorang bangsawan
bernama I Gusti Agung Putu yang mengalami kekalahan perang dari I Gusti Ngurah Batu
Tumpeng. Untuk bangkit dari kekalahan tersebut, I Gusti Agung Putu bertapa di puncak Gunung
Mangu hingga memperoleh kekuatan dan pencerahan. Selesai dari pertapaannya, ia mendirikan
istana Belayu (Bela Ayu), kemudian kembali berperang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng
dan memperoleh kemenangan. Setelah itu, I Gusti Agung Putu yang merupakan pendiri Kerajaan
Mengwi ini mendirikan sebuah pura di tepi Danau Beratan yang kini dikenal sebagai Pura ulun
Danu Beratan (http://jalanbareng.sistasista.net).

Dalam Lontar Babad Mengwi juga dikisahkan bahwa pendirian pura ini dilakukan kira-kira sebelum
tahun 1556 Saka atau 1634 Masehi, atau sekitar satu tahun sebelum berdirinya Pura Taman Ayun,
sebuah pura lain yang juga didirikan oleh I Gusti Agung Putu. Pendirian Pura Ulun Danu Beratan
konon telah membuat masyhur Kerajaan Mengwi dan rajanya, sehingga I Gusti Agung Putu
dijuluki I Gusti Agung Sakti oleh rakyatnya (http://www.gobalitour.com).
Berkunjung ke Pura Ulun Danu Beratan, para pelancong dapat menikmati keunikan pura dan
lingkungan alam yang asri di sekitarnya. Suasana asri, sejuk, dan udara yang bersih mulai terasa
sejak wisatawan menginjakkan kaki di lahan parkir menuju pura. Dari tempat parkir ini, wisatawan
terlebih dahulu harus membeli karcis untuk memasuki lingkungan pura. Para pelancong kemudian
akan melewati jalan setapak yang dihiasi bunga-bunga, hamparan rumput, serta pepohonan
cemara yang menghijau. Jalan setapak ini mengarah pada pintu masuk menuju pura (gapura).

Jalan setapak menuju Pura Ulun Danu Beratan


Sumber Foto: http://tourdebali.com

Sebelum memasuki gapura, cobalah untuk menengok sejenak bangunan stupa (candi Buddha)
yang hingga sekarang masih digunakan sebagai tempat ibadah. Tidak jauh dari areal pura, juga
terdapat bangunan masjid sebagai tempat ibadah untuk umat muslim. Keberadaan stupa dan
masjid ini mengingatkan kita betapa toleransi beragama sudah dipraktekkan sejak lama oleh
masyarakat Bali.

Memasuki gapura, kita akan melihat bangunan pura khas Bali yang dicirikan oleh menaranya yang
bertingkat (meru). Di dalam kompleks pura setidaknya terdapat beberapa bangunan bermenara
yang memiliki atap bertingkat, yaitu menara dengan atap 11 tingkat, 7 tingkat, dan 3 tingkat.
Keberadaan menara bertingkat tersebut menggambarkan pemujaan terhadap tiga dewa, yakni
Dewa Wisnu (11 tingkat), Dewa Brahma (7 tingkat), dan Dewa Siwa (3 tingkat). Yang menarik,
karena terletak di tepi danau yang agak rendah, membuat daratan di sekitar pura kerap tergenang
air ketika debit air danau sedang meluap. Kondisi ini menciptakan pemandangan yang sangat
indah, di mana kompleks pura dengan gugusan menara bertingkat-nya seolah-olah berada di
tengah danau. Keadaan saat air meluap ini merupakan momen terbaik untuk memotret Pura Ulun
Danu Beratan.
Kompleks pura saat debit air danau sedang surut
Sumber Foto: http://www.baliwonderstours.com

Meskipun dianggap sebagai tempat pemujaan kepada trimurti (Dewa Wisnu, Brahma, dan Siwa),
namun sebetulnya pura ini semula merupakan tempat untuk memuja Dewa Siwa dan Dewi
Parwati, yang merupakan simbol bagi kesuburan. Perkiraan ini merujuk pada kosmologi tentang
lingga dan yoni, di mana Gunung Mangu (tempat bertapa I Gusti Agung Putu) dianggap sebagai
lingga dan Danau Beratan sebagai yoni. Simbol-simbol lingga yoni secara nyata juga nampak pada
beberapa bagian dalam kompleks pura ini. Simbol lingga-yoni merupakan simbol pemujaan
kepada Dewa Siwa dan Dewi Parwati (http://jalanbareng.sistasista.net).

Dugaan bahwa pura ini merupakan tempat pemujaan terhadap Siwa-Parwati makin menguat
melihat fungsi pura ini sebagai pura subak, yakni pura yang disokong oleh organisasi sosial
masyarakat Bali yang mengatur pembagian irigasi pertanian. Pura subak sendiri khusus dibuat
untuk memohon kesuburan bagi pertanian. Para penganut Hindu yang bersembahyang di pura ini
memuja dewi danau, atau dalam bahasa setempat disebut dewi danu (disebut juga dewi air).Dewi
danu ini kemungkinan menunjuk kepada sosok Parwati, istri Siwa yang merupakan simbol
kesuburan. Di sini nampak bahwa aktivitas pertanian di sekitar danau tak hanya didukung oleh
sistem peririgasian yang baik, tetapi juga ditunjang oleh ritual agama yang kuat. Pura Ulun Danu
Beratan memberikan gambaran yang cukup jelas bagaimana organisasi subak mengatur sistem
irigasi pertanian dan sekaligus membangun sarana peribadatan untuk mengupayakan hasil panen
yang melimpah.

Selain menjadi situs bersejarah yang merekam perkembangan ajaran Hindu pada masa Kerajaan
Mengwi, kompleks Pura Ulun Danu Beratan juga menyimpan artefak lain yang berasal dari zaman
megalitik (sekitar 500 tahun sebelum Masehi). Di sebelah kiri halaman depan Pura Ulun Danu
Beratan dapat disaksikan sebuah sarkofagus dan papan batu. Sarkofagus merupakan peti batu
yang biasa difungsikan untuk menyimpan mayat (kubur batu), sementara papan batu yang
terdapat di lokasi yang sama diperkirakan sebagai tempat pemujaan masyarakat prasejarah.
Temuan ini menunjukkan bahwa tempat dibangunnya pura sebelumnya juga telah digunakan
sebagai tempat ibadah oleh masyarakat arkais.
Selain berwisata sejarah, wisatawan juga dapat menikmati indahnya Danau Beratan yang memiliki
kedalaman hingga 23 meter ini. Wisatawan yang merasa tidak puas hanya dengan
memandanginya saja dapat menyewa perahu tradisional atau perahu motor untuk mengelilingi
danau. Atau, jika ingin menjajal tantangan berbagai permainan air, dapat pula menyewa
permainan parasailing, bana boat,serta jetski. Untuk sekedar menghabiskan waktu, wisatawan
juga bisa memancing di tepi danau, tepatnya di bawah rimbunnya rumpun bambu untuk sekedar
menghabiskan waktu. Apabila menginginkan suasana hutan dengan tanaman buah-buahan yang
menggoda selera, wisatawan dapat menuju Kebun Raya Eka Karya yang terletak sekitar 300
meter dari Danau Beratan.

Pura Ulun Danu Beratan terletak di kawasan Bedugul, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti,
Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, Indonesia. Pura ini terbuka untuk kunjungan wisatawan antara
pukul 08.00 sampai 18.00 WIT. Namun, apabila area pura sedang berkabut, lokasi pura akan
ditutup lebih cepat untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.

Pura Ulun Danu Beratan berjarak sekitar 45 kilometer dari pusat Kota Tabanan, atau sekitar 55
kilometer dari Kota Denpasar. Untuk menuju pura ini, wisatawan dapat menggunakan kendaraan
umum, seperti taksi, bus pariwisata, maupun agen perjalanan menuju jalur Denpasar-Singaraja.
Pura ini terletak di perbatasan antara Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Buleleng, berada di
pinggir jalan raya, tepatnya di tepi Danau Beratan.

Pengunjung Pura Ulun Danu Beratan harus membayar tiket sebesar Rp7.500,00 untuk turis
domestik dan Rp10.000,00 untuk turis asing.

Sebagai sebuah obyek wisata sejarah dan religi, Pura Ulun Danu Beratan telah dilengkapi dengan
fasilitas-fasilitas penunjang, seperti lahan parkir, taman bermain untuk anak, serta toilet. Taman
bermain tersebut menyediakan berbagai sarana permainan, seperti ayunan, kursi putar, dan
jungkat-jungkit. Di dekat taman bermain terdapat restoran yang menyajikan aneka masakan.
Restoran ini biasanya akan penuh oleh pengunjung pada saat jam makan siang.

Wisatawan yang ingin mengelilingi danau dengan menyewa perahu dikenakan biaya sebesar
Rp25.000,00 untuk satu kali keliling, dengan waktu sekitar 20 menit. Sedangkan bagi Anda yang
ingin memancing dapat menyewa peralatan pancing seharga Rp5.000,00, dengan waktu
pemakaian sepuasnya. Di sekitar pura juga terdapat jasa melukis wajah cepat, hanya dalam waktu
15 menit, dengan harga Rp10.000,00 untuk tiap lukisan. Sekiranya wisatawan menginginkan
membeli oleh-oleh, di utara areal pura terdapat pasar tradisional. Di pasar ini dijual berbagai hasil
perkebunan, pertanian, kerajinan khas bali, serta hewan khas Bali, yakni anjing kintamani.

http://wisatabali2010.wordpress.com/pura-ulun-danu-beratan/

Anda mungkin juga menyukai