Anda di halaman 1dari 5

Mengenal Suku Bawean Dari Kabupaten Gresik

Jawa Timur

suku bawean singapura (photo:wikipedia)

Mengenal Kebudayaan dan Adat Istiadat Suku Bawean Dari Kabupaten Gresik
Jawa Timur. Suku Bawean merupakan etnis kelompok melayu yang mendiami pulau Bawean
yang terletak di laut jawa antara pulau Kalimantan dan pulau jawa. Terletak sekitar 80 mil kearah
utara Surabaya. Pulau Bawean terdiri atas dua kecamatan, yaitu kecamatan Sangkapura dan
kecamatan Tambak.

Terdapat salah satu kelurahan di bawean, yaitu Diponggo yang bahasanya berbeda jauh dari desa-
desa yang lain. Mereka berbahasa semi Jawa yang merupakan warisan dari seorang ulama wanita
yang pernah menetap di desa itu, yaitu waliyah Zainab, yang kabarnya masih keturunan Sunan
Ampel.

Asal usul penemuan pulau Bawean

Secara etimologi, kata Bawean berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti ada sinar matahari.
Menurut legenda, sekitar tahun 1350, sekelompok pelaut dari Kerajaan Majapahit terjebak badai di
Laut Jawa dan akhirnya terdampar di Pulau Bawean pada saat matahari terbit. Kitab
Negarakertagama menyebutkan bahwa pulau ini bernama Buwun.
Keberadaan suku Bawean di Malaka

Belum diketahui pasti kapan kedatangan orang-orang Bawean ke Malaka karena tidak ada bukti dan
dokumentasi sejarah dan catatan resmi mengenai kedatangan mereka di Malaka. Namun terdapat
tiga pendapat yang dikemukakan, namun ketiga pendapat tersebut tidak bisa menunjukkan waktu
yang tepat.

1. Pendapat pertama mengatakan bahwa ada orang yang bernama Tok Ayar datang ke Malaka pada
tahun 1819.

2. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa orang Bawean datang pada tahun 1824, kira-kira
semasa penjajahan Inggris di Malaka, dalam catatan Pemerintah Koloni Singapore pada tahun 1849
terdapat 763 orang Bawean dan itu terus bertambah jumlahnya. Sedangkan dalam catatan
Persatuan Bawean Malaysia pada tahun 1891 terdapat 3.161 orang Bawean yang tersebar di Kuala
Lumpur, Johor Bharu, Melaka, Seremban dan Ipoh.

3. Pendapat yang ketiga mengatakan orang Bawean sudah ada di Malaka sebelum tahun 1900 dan
pada tahun itu sudah banyak orang Bawean di Malaka

Umumnya mereka tinggal di kota atau daerah yang dekat dengan perkotaan, seperti di Kampung
Mata Kuching, Klebang Besar, Limbongan, Tengkera dan kawasan sekitar Rumah Sakit Umum
Malaka. Selain di Malaka, orang Bawean juga tersebar Malaysia, Singapura, Australia dan Vietnam.

Sistem kepercayaan
Agam islam merupakan agama Mayoritas masyarakat Bawean. Sedangkan agama lain merupakan
masyarakat pendatang. Penyebaran Agama Islam di Bawean terjadi pada awal abad ke-16 yang
dibawa oleh Maulana Umar Mas'ud. Sampai saat ini, Makam beliau merupakan tujuan peziarah lokal
maupun dari luar Bawean. Makamnya terletak di wilayah Sangkapura di pantai selatan pulau
tersebut. selain itu juga terdapat ulama wanita di pantai utara, tepatnya di desa Diponggo terletak di
atas dataran tinggi. Ia merupakan penyebar agama islam di Diponggo, namanya Waliyah Zainab.

Bahasa
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Bawean yang memiliki kemiripan dengan bahasa Madura.
Meskipun bahasanya yang mirip, tapi adat dan budaya sukus Bawean sangat berbeda dengan
Madura. Mereka juga tidak mau disebut sebagai orang Madura karena perbedaan kebudayaan.
Bahasa Bawean ditengarai sebagai kreolisasi bahasa Madura karena kata-kata dasarnya yang
berasal dari bahasa ini.

Budaya Merantau

Masyarakat Bawean juga terkenal dengan budaya merantau. Mereke merantau ke Bandar Malaka
berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu karena pada abad 15 dan 16 Bandar Malaka menjadi
pusat perdagangan. Mereka merantau dengan alasan ekonomi maupun tradisi hingga akhirnya
terjadi migrasi ke semenanjung Malaka dan sekitarnya.

Pada tahun 1849 jumlah orang Bawean di Singapura berjumlah 763 dan jumlahnya terus bertambah
pada tahun 1957 sebanyak 22.167. Para perantau Bawean pada abad 19 menggunakan kapal
jurusan Bawean ke Singapura yang dimiliki oleh pengusaha keturunan Palembang yang biasa
disebut Kemas.

Kesenian

Setiap suku bangsa di Indonesia, memiliki kesenian yang unik dan berbeda-beda. Sama halnya
dengan suku Bawean. Di bawah ini adalah kesenian dari masyarakat Bawean.

Kercengan

Kesenian ini biasa dipertunjukkan sewaktu acara Perkawinan. Masyarakat Madura menyebut nama
kercengan dengan Hadrah. Penari berbaris sebaris atau dua baris. Pemain kompang dan penyanyi
duduk di barisan belakang. Lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu salawat kepada Nabi
Muhammad SAW. Pemain dari kesenian kercengan terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Cukur Jambul
Cukur jambul merupakan adat istiadat yang diperuntukkan pada bayi yang telah genap usianya 40
hari. Cukur jambul diiringi dengan bacaan berzanji bersama paluan kompang.

Pencak Bawean

Pencak Bawean sering ditampilkan dalam acara hari besar seperti hari kemerdekan 17 agustus
maupun acara perkawinan orang bawean. Pencak Bawean mengutamakan keindahan langkah
dengan memainkan pedang.

Dikker

Alunan puji-pujian dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW disertai dengan permainan terbang.

Mandiling

Ini merupakan kesenian sejenis tari-tarian yang disertai dengan pantun.

Anda mungkin juga menyukai