Anda di halaman 1dari 5

Asal Usul Nenek Moyang Orang Jawa

Pulau Jawa merupakan salah satu pulau diantara 13.000 pulau di Indonesia. Ia menjadi tempat
berdomisili sebagian besar penduduk Indonesia. Dalam kesehariannya, penduduk Jawa menggunakan
empat bahasa yang berbeda. Penduduk asli ibukota Jakarta berbicara dengan dialek bahasa melayu
yang disebut Melayu-Betawi.
Di bagian tengah dan selatan Jawa barat memakai bahasa Sunda. sedangkan Jawa Timur
bagian utara dan timur yang dihuni oleh imigran-imigran dari Madura, yang tetap mempertahankan
bahasa mereka. Dan di bagian Jawa lainnya menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasinya
sehari-hari. Masyarakat Jawa atau lebih tepatnya suku bangsa Jawa, secara antropologi budaya adalah
orang-orang yang dalam hidup kesehariannya menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai dialeknya
secara turun menurun.
Jawa dalam pembahasan ini lebih bernuansa nama etnis dari pada sekedar batasan geografi
huniannya. Karena kenyataannya secara geografis penduduk pulau jawa tidak hanya terdiri atas suku
Jawa saja, melainkan juga bebarapa suku diantaranya suku Sunda.
Nenek moyang suku Jawa tidak berbeda dari suku-suku bangsa Indonesia lainnya yang
menempati Semenanjung Malaka, Kalimantan, Sumatera dan Jawa yang disebut Daratan Sunda. Dari
penggalian fosil-fosil di Pulau Jawa sekitar lembah Bengawan Solo, Jawa Tengah telah ditemukan
fosilPithecanthropus Erectus yang diperkirakan sebagai manusia Indonesia tertua yang hidup sekitar
satu juta tahun yang lalu dan fosil yang lebih muda usianya yang disebut Homo Soloensis.
Sedangkan tulisan kuno yang memberikan kejelasan tentang asal usul nenek moyang orang
Jawa hanya dimulai sejak kedatangan aji saka. Namun terdapat keterangan mengenai keadaan geologi
pulau Jawa dalam sebuah tulisan kuno hindu yang menyatakan bahwa Nusa Kendang, nama pulau
Jawa pada masa itu merupakan bagian dari India. Dan tanah yang sekarang dinamakan Kepulauan
Nusantara, merupakan daratan yang menyatu dengan daratan Asia dan Australia yang kemudian
terputus dan tenggelan oleh air bah.
Dalam Babad Kuno, ditemukan sejarah yang samar. Diceritakan bahwa Arjuna seorang raja
dari Astina, yang merupakan sebuah kerajaan yang terletak di Kling yang membawa penduduk
pertama ke Pulau Jawa. Pada masa itu pulau ini belum berpenghuni. Mereka kemudian mendirikan
sebuah koloni yang letaknya tidak disebutkan. Sejarah yang lebih jelas dapat ditemukan dari sebuah
surat kuno yaitu Serat Asal Keraton Malang.
Dalam surat tersebut diceritakan bahwa Raja Rum yang merupakan sultan dari negara Turki,
tetapi dalam surat lainnya disebut sebagai raja dari Dekhan. Pada 450 tahun sebelum Masehi Raja
tersebut mengirim penduduk pertama, namun penduduk tersebut sangat menderita karena gangguan
binatang buas. Akibatnya, banyak dari penduduk baru tersebut yang kembali pulang ke negaranya.
Dan pada 350 SM, Raja mengirim perpindahan penduduk yang kedua kali. Perpindahan ini
dipimpin oleh Aji Keler yang membawa 20.000 laki-laki dan 20.000 perempuan yang berasal dari
pantai Koromandel. Aji Keler menemukan Nusa Kendang dengan dataran tinggi yang ditutupi hutan
lebat dan dihuni berbagai binatang buas sedangkan tanah datarnya ditumbuhi oleh tanaman yang
dinamakan jawi.
Karena jenis tanaman ini tumbuh dimana- mana maka ia menamakan tanah dimana ia
mendarat dengan nama “Jawi”, yang kemudian berlaku untuk nama keseluruhan Pulau Jawa. Raja
kemudian memerintahkan sang patih untuk mengirim perpindahan penduduk gelombang ketiga yang
juga terdiri dari 20.000 laki dan 20.000 perempuan.
Namun pada perpindahan gelombang ketiga ini telah dibekali peralatan membajak serta bekal
hidup selama enam bulan untuk mencegah agar orang-orang tersebut tidak melarikan diri dan
diangkatlah raja bagi mereka dengan nama Raja Kanna. Pada beberapa tempat di pantai di daerah
Surabaya sekarang dan juga di Pulau Madura, di bangun desa-desa dengan nama Ngawu, Hawu
Langit, Dewarawati, Mandaraka, Ngamarta dan Madura.
Di desa-desa ini juga di angkat kepala-kepala atau pimpinannya. Tindakan tersebut ternyata
membuat perpindahan penduduk gelombang ketiga berhasil. Akhirnya, mereka menyebar ke
pedalaman yang terbuka dari pulau Jawa. Orang-orang dari gelombang ketiga ini mempunyai
kepercayaan Animisme.
Sementara itu, di Babad Kuno, juga ditemukan sejarah yang samar mengenai suku Jawa.
Diceritakan bahwa ada Arjuna seorang raja dari Astina yang merupakan kerajaan yang bertempay di
Kling membawa penduduk pertama ke Pulau Jawa. Pada masa tersebut, pulau ini belumlah
mempunyai penghuni. Mereka kemudian mendirikan sebuah koloni yang letaknya tidak disebutkan.
Sejarah lebih jelas akhirnya didapatkan ketika ditemukannya sebuah surat kuno yaitu Serat
Asal Kereaton Malang. Di dalam surat tersebut disebutkan bahwa Raja Rum yang merupakan sultan
dari negara Turki namun disurat lainnya disebut sebagai raja dari Dekhan mengirim penduduk pertama
pada 450 SM. Akan tetapi, penduduk yang dikirim tersebut menderita karena adanya gangguan dari
binatang buas. Karena hal tersebut, maka banyak dari penduduk yang kembali pulang ke negara
asalnya.
Lalu pada 350 SM Raja kembali mengirim perpindahan penduduk untuk kedua kalinya.
Perpindahan tersebut membawa 20.000 laki-laki dan 20.000 perempuan yang berasal dari Koromandel.
Perpindahan yang dipimpin oleh Aji Keler ini menemukan Nusa Kendang dengan dataran tinggi yang
ditutupi oleh hutan lebat serta binatang buas. Sementara itu, di tanah datarnya ditumbuhi oleh tanaman
yang dinamakan jawi. Karena jenis tanaman tersebut ada di mana-mana maka dirinya menamakan
tanah tempat tersebut dengan nama “Jawi”. Nama tersebut yang kemudian berlaku untuk nama
keseluruhan Pulau Jawa.
Kepercayaan utama yang dianut oleh suku ini adalah animisme. Kepercayaan tersebut terus
bertahan hingga pada akhirnya dai-dai Hindu dan Budha tiba di indonesia. Mereka melakukan kontak
dagang dengan penduduk dan membuat mereka tertarik untuk menganut agama-agama baru ini. Hal itu
disebabkan karena mereka mampu menyatu dengan filosofi lokal Jawa yang unik.
Perkembangan serta penyebarluasan dari suku Jawa mulai berlangsung signifikan ketika
Kertanegara memerintah Kerajaan Singasari pada akhir abad ke-13. Dirinya melakukan beberapa
ekspesidi besar seperti ke Madura, Bali, Kalimantan dan Sumatera. Hingga pada akhirnya, Singasari
berhasil menguasai perdagangan di selat Malaka menyusul kekalahan kerajaan Melayu. Pada tahun
1292, dominasi dari kerajaan Singasari terhenti ketika terjadinya pemberontakan oleh Raden Wijaya
yang merupakan anak dari Kertanegara. Raden Wijaya inilah yang kemudian mendirikan Kerajaan
Majapahit yang menjadi kerajaan terbesar di Nusantara kala itu.
Namun, Majapahit akhirnya mengalami banyak permasalahan karena tidak adanya penerus.
Ketika Majapahit mulai runtuh, pulau Jawa mulai berubah dengan berkembangnya agama Islam.
Ketika Majapahit runtuh, maka dominasinya digantikan oleh Kesultanan Demak. Kesultanan Demak
inilah yang nantinya memainkan peranan penting dalam menghalau kekuatan Portugis. Demak
melakukan dua kali penyerangan kepada Portugis ketika kaum Portugis berhasil menundukkan
Malaka.
Masyarakat suku Jawa diperkirakan mempunyai kaitan erat dengan migrasi penduduk
Austronesia menuju Madagaskar pada abad pertama. Namun demikian, sebenarnya kultur utama dari
migrasi ini lebih dekat dengan suku Ma’anyan di Kalimanyan. Beberapa bagian dari bahasa Malagasy
sendiri diambil dari bahasa Jawa. Pada ratusan tahun setelahnya, diperkirakan ketika periode kerjaan
Hindu tiba, banyak saudagar kaya yang bermukim di tempat lainnya di Nusantara ini. Ketika
runtuhnya Majapahit dan berkembannya Islam di Pantai Utara Jawa, maka banyak orang Hindu yang
bermigrasi dari Jawa ke Bali dan berperan dalam majunya kultur Bali. Migrasi yang dilakukan oleh
suku Jawa tidak hanya di dalam negeri saja. Namun, mereka juga melakukan migrasi ke Semenanjung
Malaya. Hubungan antara Malaka dan Jawa menjadi hal penting dalam perkembangan Agama Islam di
Indonesia.

Geografi suku jawa


Jawa adalah sebuah pulau di Indonesia dan merupakan terluas ke-13 di dunia. Dengan jumlah
penduduk sekitar hampir 160 juta, pulau ini berpenduduk terbanyak di dunia dan merupakan salah satu
tempat terpadat di dunia. Meskipun hanya menempati urutan terluas ke-5, Pulau Jawa dihuni oleh 60%
penduduk Indonesia, Angka ini turun jika di bandingkan sensus penduduk tahun 1905 yang mencapai
80,6% dari seluruh penduduk indonesia penurunan penduduk di pulau jawa secara persentase di
akibatkan perpindahan penduduk (transmigrasi) dari pulau Jawa ke seluruh Indonesia. Ibu kota
Indonesia, Jakarta, terletak di Jawa bagian barat laut (tepatnya di ujung paling barat Jalur Pantura).
Jawa

Topografi Jawa
Geografi
Lokasi Asia Tenggara
Koordinat 7°30′10″LS,111°15′47″BT
Kepulauan Kepulauan Sunda Besar
Luas 138.793,6 km² (53.588,5 mil²)
Titik tertinggi 3.676 meter (12.060 kaki)
Puncak tertinggi Semeru
Pemerintahan
Negara Indonesia
Banten
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Jawa Barat
Provinsi
Jawa Tengah
Jawa Timur
Daerah Istimewa Yogyakarta
Kota terbesar Jakarta dan Surabaya
Demografi
Populasi 160.293.748 (per 2015)
Kepadatan 1.317 jiwa/km
Suku Jawa (termasuk Cirebon , Osing, Tengger). Suku Madura (termasuk Kangean).
campuran Jawa-Madura (Pendalungan). Suku Sunda (termasuk Baduy , Banten).
Kelompok etnis
Suku Betawi, dan minoritas Tionghoa dan Arab (dari berbagai asal-usul suku
bangsa).

Tata Cara Ritual Pernikahan Adat Jawa


1. Nglamar
Pada ritual nglamar atau pinangan ini, calon pengantin pria dan keluarganya mendatangi kediaman
calon pengantin wanita untuk menanyakan kesediaan calon pengantin wanita dan keluarganya
untuk melangsungkan pernikahan. Selain itu, kedua keluarga bisa mendiskusikan penanggalan
acara-acara selanjutnya.
2. Seserahan
Pada ritual serah-serahan ini, calon pengantin pria dan keluarga mempersiapkan dan mengantarkan
beberapa barang ke calon pengantin wanita. Barang-barang ini bisa meliputi cincin, kue khas
daerah, dan sejumlah uang. Barang-barang ini disebut sebagai peningset, atau pertanda ikatan tidak
resmi dari calon pengantin pria kepada calon pengantin wanita.
Dalam ritual seserahan ini juga dapat dilakukan ritual pasok tukon, yaitu penyerahan barang-
barang berupa pisang sanggan (raja tangkep), baju lengkap untuk calon pengantin wanita, dan
upakarti atau bantuan berupa bahan pokok (makanan atau uang) untuk resepsi pernikahan.
3. Pemasangan Tarub dan Bleketepe
Pemasangan tarub dan bleketepe ini dilaksanakan di rumah calon pengantin wanita. Sebelum
pemasangannya, keluarga membuat sesajen yang berupa tumpeng dan buah-buahan, yang memiliki
makna permohonan perlindungan dari Tuhan dan menolak godaan setan selama upacara
pernikahan.
Tarub berupa gapura yang terbuat dari anyaman daun kelapa yang diberi kerangka dari bambu
(bleketepe). Di kiri kanan gapura dipasang pohon pisang yang sedang berbuah (tuwuhan). Gapura
dan pohon pisang ini dipasang di pintu masuk rumah.
4. Siraman
Upacara yang pertama dilaksanakan sehari sebelum hari pernikahan ini disebut siraman karena
kedua calon pengantin akan dimandikan/disucikan di kediaman masing-masing. Kedua calon
pasangan dimandikan 7 orang pinisepuh atau orang yang dituakan dalam keluarga masing-masing,
termasuk kedua orang tua dan dilanjutkan sesepuh lainnya.
Tempat siraman dapat dilakukan di kamar mandi atau halaman rumah. Perlu disiapkan beberapa
keperluan siraman, seperti gayung, tempat air, kembang setaman, handuk, kendi.
Sebelum memulai acara siraman, orang tua mempelai wanita menuangkan 7 gayung air ke dalam
wadah yang sudah diisi kembang setaman. Air ini kemudian diantarkan oleh panitia acara siraman
ke kediaman calon mempelai pria yang juga sedang akan melaksanakan prosesi siraman.
Dalam memulai upacara siraman, calon pengantin melakukan sungkem ke kedua orang tua,
dilanjutkan ke sepuh lainnya. Setelah itu, calon pengantin dimandikan oleh kedua orang tua dan
kemudian sesepuh lainnya. Terakhir, calon mempelai membasuh wajahnya dengan air kendi yang
dibawakan ibunya, dan kendi lalu dijatuhkan sampai pecah oleh ibunya sambil berkata “Wis pecah
pamore”, artinya calon mempelai sudah siap untuk kawin.
5. Paes/ Ngerik
Setelah siraman, upacara selanjutnya dilakukan di kamar calon mempelai wanita. Upacara
dilakukan oleh ibu calon mempelai wanita (pamaes), calon mempelai wanita, dan beberapa ibu-ibu
sepuh. Yang dimaksud dengan ngerik adalah mengerik (menghilangkan) rambut-rambut halus di
wajah calon mempelai wanita oleh pamaes.
6. Dodol Dawet
Acara selanjutnya adalah, ibu calon pengantin wanita berjualan dawet cendol di halaman rumah
dan dipayungi oleh suaminya. Keluarga yang hadir bertindak sebagai pembeli, dan membayar
dengan kreweng (pecahan genting).
7. Midodareni
Pada upacara midodareni, pertama-tama calon pengantin wanita dirias cantik di dalam kamarnya.
Di luar kamar, orang tua calon pengantin wanita menerima kedatangan orang tua calon pengantin
pria. Calon pengantin pria boleh datang dan mengintip calon pengantin wanita yang sudah dirias.
Kemudian, kedua pihak orang tua makan malam bersama di dalam rumah, sedangkan calon
pengantin pria menunggu di serambi atau halaman rumah dan disuguhi air minum.
8. Akad Nikah
Setelah upacara-upacara tersebut, dilaksanakanlah acara yang tidak hanya budaya Jawa laksanakan.
Inilah inti dari acara pernikahan, dilaksanakan sesuai syariat agama kedua mempelai.
9. Panggih/ Temu Penganten
Upacara ini dimulai dengan datangnya mempelai pria yang diantar saudara-saudaranya, ke
kediaman mempelai wanita. Mempelai pria dan rombongan berhenti di depan pintu masuk rumah.
Mempelai wanita pun menyambut di pintu rumah dengan ditemani saudara-saudara dan kedua
orang tuanya.
Pada sisi rombongan mempelai pria, ada 2 orang lelaki muda atau 2 orang ibu membawa masing-
masing serangkaian bunga yang disebut kembar mayang. Salah satunya membawa sanggan atau
buah pisang yang dibungkus daun pisang dan ditaruh di atas nampan. Sanggan tersebut lalu
diserahkan kepada ibu mempelai wanita.
Sedangkan kembar mayang dibawa keluar area rumah dan dibuang ke jalan di dekatnya, dengan
maksud agar upacara pernikahan selalu berjalan lancar tanpa gangguan.
10. Balangan Suruh/ Balangan Gantal
Pada titik panggih tadi (jaraknya kurang lebih lima langkah antara mempelai), kedua mempelai
saling melempari ikatan daun sirih yang diisi kapur sirih dan diikat benang. Kedua mempelai saling
melempar sambil tersenyum, mempelai pria mengarahkan lemparannya ke arah dada mempelai
wanita, dan mempelai wanita meleparnya ke arah paha mempelai pria.
11. Ngidak Endhog dan Wiji Dadi
Pada ritual ini, mempelai pria menginjak satu butir telur ayam kampung dengan kaki kanannya
hingga pecah. Lalu, kaki tersebut dibasuh oleh mempelai wanita menggunakan air kembang.
Maknanya adalah, bahwa suami dapat memberikan benih keturunan yang baik dan istri selalu setia
mengabdi pada suaminya.
12. Timbangan/ Bobot Timbang
Sebelum duduk di pelaminan, kedua mempelai duduk di samping kanan kiri bapak dari mempelai
wanita. Lalu, mempelai pria naik duduk ke kaki kanan bapak mertuanya, dan mempelai wanita ke
kaki kiri bapaknya. Setelah itu, ibu mempelai wanita bertanya “Abot endi bapakne?” dan bapaknya
menjawab “Podo, podo abote”. Maknanya, kedua mempelai sama beratnya, akan memikul rasa dan
suka duka bersama saat hidup bersama nanti.
13. Kacar-Kucur/ Guno Koyo
Ritual selanjutnya melambangkan pemberian nafkah dari mempelai pria untuk pertama kalinya.
Nafkah ini dilambangkan dengan kacang tolo merah, kedelai hitam, beras putih, beras kuning, dan
kembang telon, seluruhnya ditaruh di dalam klasa bongko. Mempelai pria menaruhnya di pangkuan
sang istri, di pangkuan mempelai wanita sudah disiapkan kain.
14. Dulangan
Ritual dulangan adalah kedua mempelai yang saling menyuapi makanan dan minuman.

15. Sungkeman
Sungkeman dilakukan kedua mempelai kepada orang tuanya dan kedua mertua masing-masing,
dengan memegang dan mencium lututnya. Makna sungkeman ini sebagai penghormatan anak
kepada orang tua.
Itulah serangkaian ritual dan upacara adat pernikahan dari budaya Jawa. Meskipun terlihat
menyulitkan, tetapi kandungan budaya dan makna yang dalam tersimpan dibaliknya.
Untuk memudahkan serangkaian acara tersebut, ada juga beberapa pasangan yang menggunakan
jasa wedding organizer.

Inilah 7 Upacara Adat Jawa yang Selalu Menjadi Tradisi Unggul


Kamu pasti sering menemukan orang jawa dimana-mana. Yup! Sebagian besar populasi Indonesia
adalah suku Jawa karena mereka penduduknya banyak. Kalau kamu tahu, orang Jawa itu terkenal
dengan pribadi yang ramah dan sopan. Nggak cuma kepribadiannya, mereka juga punya sejarah tradisi
dan kebudayaan yang sangat memikat. Contohnya seperti tarian, makanan, music, bahkan sampai
upacara adat.
Upacara adat merupakan sebuah ritual yang dilakukan secara bersama-sama yang masih memiliki
keterkaitan etnis, suku, maupun kebudayaan. Di pulau Jawa ada beberapa upacara adat yang tergolong
cukup unik dan harus dikenalkan pada genarasi muda agar warisan nenek moyang ini tetap lestari dan
terjaga. Nih ada 8 upacara adat Jawa yang kamu harus tahu sebagai orang Jawa.
1. Selametan
Upacara adat Jawa sering disebut “selametan”. Upacara ini dilakukan secara turun temurun sebagai
peringatan doa. Upacara ini dilakukan untuk mendoakan para leluhur agar diberinya ketentraman.
2. Ruwatan
Upacara ruwatan adalah upacara adat Jawa yang dilakukan dengan tujuan untuk meruwat atau
menyucikan seseorang dari segala kesialan, nasib buruk, dan memberikan keselamatan dalam
menjalani hidup. Biasanya upacara ini dilakukan di dataran Tinggi Dieng. Anak-anak yang
berambut gimbal dianggap sebagai keturunan buto atau raksasa harus dapat segera diruwat agar
terbebas dari segala marabahaya.
3. Tradisi Nikahan
Dalam pernikahan adat Jawa ada yang dikenal juga upacara perkawinan yang sangat unik dan
sakral. Banyak tahapan yang harus dilalui dalam upacara adat Jawa yang satu ini, mulai dari
siraman, siraman, upacara ngerik, midodareni, srah-srahan atau peningsetan, nyantri, upacara
panggih atau temu penganten, balangan suruh, ritual wiji dadi, ritual kacar kucur atau tampa kaya,
ritual dhahar klimah atau dhahar kembul, upacara sungkeman dan lain sebagainya.
4. Tradisi Tedak Siten
Bayi yang di masukan kedalam sangkar ayam ini merupakan upacara adat Jawa yang digelar ketika
mereka mulai belajar berjalan. Upacara ini dibeberapa wilayah lain juga dikenal dengan sebutan
upacara turun tanah atau tedak siten. Tujuan dari diselenggarakannya upacara ini adalah sebagai
ungkapan rasa syukur orang tuanya atas kesehatan anaknya yang sudah mulai bisa menapaki alam
sekitarnya.
5. Tingkeban
Upacara tingkeban (mitoni) adalah upacara adat Jawa yang dilakukan saat seorang wanita tengah
hamil 7 bulan. Pada upacara ini, wanita tersebut akan dimandikan air kembang setaman diiringi
panjatan doa dari sesepuh, agar kehamilannya selamat hingga proses persalinannya nanti.
6. Kebo-Keboan
Keboan Masyarakat Jawa yang mayoritas bekerja sebagai petani juga memiliki ritual upacara
tersendiri. Kebo-keboan merupakan upacara adat Jawa yang dilakukan untuk menolak segala bala
dan musibah pada tanaman yang mereka tanam, sehingga tanaman tersebut dapat tumbuh dengan
baik dan menghasilkan panen yang memuaskan. Dalam upacara ini, 30 orang yang didandani
menyerupai kerbau akan diarak keliling kampung. Mereka akan didandani dan berjalan seperti
halnya kerbau yang lagi membajak sawah.
7. Larung Sesaji
Upacara larung sesaji adalah upacara yang digelar orang Jawa yang hidup di pesisir pantai utara
dan Selatan Jawa. Upacara ini digelar sebagai perwujudan rasa syukur atas hasil tangkapan ikan
selama mereka melaut dan sebagai permohonan agar mereka selalu diberi keselamatan ketika
dalam usaha. Berbagai bahan pangan dan hewan yang telah disembelih akan dilarung atau
dihanyutkan ke laut setiap tanggal 1 Muharam dalam upacara adat Jawa yang satu ini.

Anda mungkin juga menyukai