BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Buruh yang menjadi korban perbudakan dipabrik kuali milik Yuki Irawan di
Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang. mengaku belum pernah
mendapatkan gaji selama mereka bekerja disana. Dalam kesehariannya, para buruh
yang diperbudak mulai bekerja dari jam 05.30 sampai 22.00. mereka mendapatkan
makan dua kali sehari pada pukul 12.00 dan 18.00 dengan lauk seadanya. Tak jarang
mereka hanya mendapat makan satu kali.
Mereka juga jarang mandi karena fasilitasnya tidak memadai, seperti air
yang keruh. Jika bisa mandi, para buruh hanya menggunakan sabun colek. Itu pun satu
sabun colek untuk jatah tiga orang. Baju yang mereka kenakan juga sama seperti baju
ketika mereka datang pertama kali ke pabrik. Sebab, pakaian yang mereka bawa disita
oleh para mandor yang ada di pabrik itu. (zico nurrashid priharseno, rabu, 8 mei 2013|
15.09 PM. Kompas.com)
Para pekerja di pabrik kuali yang menjadi korban perbudakan oleh para
mandornya mengakui sudah mendapatkan kekerasan fisik sejak awal mereka bekerja di
pabrik. Mulai dari ditoyol hingga ditampar. Terkuaknya kasus perbudakan yang
dialami buruh pabrik kuali di Tangerang, Banten, menyisakan pilu dan trauma bagi
para korbannya. Polisi dan instansi terkait terus menyelidiki kasus tersebut dan sudah
menangkap pemilik pabrik Yuki Irawan dan ketiga mandornya.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat menilai kasus perbudakan itu
merupakn murni tindakan kriminal. Hal yang menjadi masalah dalam kasus
perbudakan itu disebabkan dinas tenaga kerja dan transmigrasi (disnakertrans)
Tangerang tidak mengetahui ada perusahaan yang mempekerjakan orang. Dan,
perusahaan itu tidak memenuhi unsur dari aspek-aspek ketenagakerjaan.
Dalam hal ini Jumhur juga menjelaskan tidak adanya pengawasan dari
disnakertrans karena yuki sebagai pemilik perusahaan juga tidak mendaftarkan
usahanya. Sehingga, tidak ada data-data kegiatan perusahaan di disnaker setempat yang
membawahinya. Jadi peristiwa ini adalah murni kriminal. Dan ini biadab dan harus
dihukum seberat-beratnya. Jadi bukan hubungan tenaga kerja tapi ini hubungan
kejahatan. Kejahatan perdagangan manusia (human trafficking), kejahatan perbudakan.
Jadi ini murni kejahatan kecuali perusahaan itu ada data-datanya. Tukas jumhur.
(liputan 6.com senin, 27/5/13, 21:34. Oleh riski adam)
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
4
5
sendiri (species being). ”Species being” merujuk kepada dimensi yang membedakan
manusia sebagai makhluk dengan binatang, yang digerakkan oleh instingnya sementara
manusia tidak. Sebaliknya, manusia mampu beradaptasi terhadap lingkungan bahkan
menguasainya dengan akal atau rasio yang dimiliki, sesuatu yang tidak mampu
dilakukan oleh binatang. Dengan begitu, manusia akan menjadi “master” atau tuan
(pengatur) atas lingkungannya secara aktif dan kreatif untuk bertahan hidup,
menciptakan kreatifitas serta mampu mengendalikan keadaan-kedaan di sekitar dirinya
yang secara intrinsik adalah bagian dari apa yang disebut manusia. Ketergantungan
manusia kepada manusia lain (kelas pekerja, tani atau non-producers terhadap
kapitalis) menyebabkan kemampuan membangun kesadaran diri menjadi dihilangkan.
Dengan demikian, kesadaran manusia ditentukan oleh pihak lain yang justru menjadi
“master” atas dirinya. Sebaliknya, hakikat kemanusiaan dari kelompok kapitalis juga
hilang karena keserahakan mereka untuk terus menguasai. Untuk menggambarkan
hubungan-hubungan sosial seperti ini, Marx menganalogikannya ke dalam suatu
pernyataan yang sangat menarik, yakni “binatang menjadi manusia dan manusia
menjadi binatang”.
Dalam Economic and Phiosophical Manuscripts, Marx menerangkan bahwa
dalam pekerjaannya manusia mengalami empat lapis keterasingannya, yaitu:
keterasingan dari hasil kerjanya, keterasingan dari tindakan berproduksi, keterasingan
dari sesama manusianya dan, keterasingan dari spesciesnya (jenisnya). Menurut Marx,
barang itu adalah obyektifitasi dari kerja. Hasil kerja adalah modal, tetapi modal itu
menjadi tuan atas buruh. Bentuk kerja semacam ini bukanlah membebaskan, melainkan
memperbudak manusia. Semakin banyak dia menghasilkan barang, semakin tidak
berharga dirinya. semakin si buruh menyerahkan dirinya kepada obyek, hidupnya
semakin milik obyek itu bukan miliknya sendiri. Jadi manusia mengalami keterasingan
dari hasil kerjanya sendiri. Menurut pengertian Marx adalah mampu menguasai alam,
bebas merdeka, kemampuannya terbuka untuk dikembangkan dan bersifat sosial.
Apabila kerjanya hanya menjadi sarana mempertahankan hidupnya yang fisik ini, maka
hal ini berarti bahwa barang produksi atau alam fisik baginya hanya dihadapinya
sebagai yang bernilai tukar belaka. Padahal seharusnya alam itu berarti hanya baginya,
sebagai pelengkap hidupnya, sebagai obyek ilmu pengetahuan, dan lain- lain. Marx
berkata bahwa kerja yang terasing mengasingkan hidup manusia dari hidup individua
5
6
dan membuat hidup individual menjadi abstraksi yang terasing demi tujuan hidup
manusia. Akibatnya, manusia mengalami keterasingan dari sesamanya. Sesamanya
menjadi orang asing yang menjadi saingannya dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam
masyarakat kapitalis, manusia menjadi sarana kebutuhan orang lain, hasil kerjanya
menjadi milik dan dinikmati oleh orang lain.
Keadaan ekonomilah terutama yang mengubah masyarakat menjadi buruh.
Kekuasaan kapital telah menciptakan suatu situasi bersama massa ini. Dan agaknya
manusia dapat menyatakan: sejauh berjuta- juta keluarga hidup di bawah kondisi
ekonomi yang memisahkan pandangan hidup mereka , kepentingan- kepentingan
mereka, dan pendidikan mereka dari orang- orang yang termasuk anggota kelas lain
dan mereka menentang kelas lain itu, maka mereka merupakan suatu kelas. Akibat dari
ini adalah distribusi kekayaan dalam produksi adalah distribusi kekayaan itu
menentukan distribusi kekuasaan politik di dalam masyarakat. Hubungan- hubungan
produksi modern mencakup kekuasaan ekonomi pemilik kekayaan perseorangan, yakni
kekuasaan ekonomi si kapitalis.
Aspek revolusi dalam pemikiran Marx adalah kekayaan dan kemiskinan,
dominasi dan penundukan, pemilikan kekayaan dan ketiadaan pemilikan kekayaan,
prestiise tinggi dan prestise rendah, kesemuanya sudah ada sebelum dan sesuadah
terjadinya revolusi industri. Semuanya dipengaruhi oleh revolusi industri,
menggantikan strata sosial lama dengan yang baru: pemilik tanah dan kaum
bangasawan digantikan kaum kapitalis, buruh dan petani kecil digantikan oleh kelas
proletariat. Perbedaan kedudukan dalam masyrakat pra industri di abad ke-18 banyak
didasarkan atas tradisi yang dimitoskan, suatu sistem yang berbelit- belit sejak dahulu
kala yang selalu mengkodifikasikan hak dan kewajiban termasuk berdasarkan gradasi
kekayaan, kekuasaaan dan prsetise. Masyarakat pra industri jelas mempunyai awalnya
pula. Masayarakat ini adalah masyarakat produk sejarah atau mungkin produk idiologi.
Namun ketika berbenturan dengan Revolusi industri, masyarakat ini mempunyai suatu
tata yang dianugrahi oleh abad keeemasan dengan suatu legitimasi dan keterpaduan
yang khas. Tata masyarakat yang statis itu dileyapkan dengan adanya revolusi industri.
Dua strata baru yang tercipta di inggris – yakni strata pengusaha dab buruh. Tidak ada
yang ‘lebih utama’ dari keduanya, bahkan undang- undang kemiskinan Inggris
mencampurkan strata miskin yang lama dan yang baru, demikian pula raja
6
7
mencampurkan aristokrat yang lama dan yang baru. Kedua strata ini ‘borjuis dan
proretariat’, yang tumbuh bersama- sama dan saling terikat satu sama lain. Tak
memiliki tradisi kedudukan, mitos legitimasi maupun gengsi keturunan. Mereka
semata- mata ditandai oleh petunjuk- petunjuk kasar berupa pemilikan kekayaan dan
ketiadaan pemilik kekayaan. Pemgusaha industri dan buruh tidak mempunyai
kelaziman, tradisi dan kesatuan sebagai sebuah strata. Mereka dikatakan nouveaux
riches dan nouveaux pauvers, penyeludup di dalam sistem nilai lama yang diwariskan
turun temurun, dan kurir dari sistem nilai baru.
Dalam teori marxisme tersebut mengenai analisis kelas menitik beratkan dalam
perkataan adalah pernyataan yang terkenal dari communist manifesto yang didalamnya
marx dang engels mendeklarasikan bahwa “sejarah dari semua bentuk masyarakat yang
eksis sampai sekarang adalah sejarah tentang perjuangan kelas.”
Orang bebas dan budak, orang terpandang dan rakyat jelata, tuan dan hamba
sahaya, penguasa guilda (guild master) dan pengangguran- dengan kata lain, penindas
dan yang tertindas, berdiri dalam oposisi konstan satu sama lain membawa dalam
dirinya semangat perlawanan, kadang tersembunyi kadang terbuka, dan setiap kali
berakhir entah dalam bentuk pengonstitusian- ulang revolusioner masyarakat luas, atau
hancurnya kelas-kelas yang melawan. (marx dan engels: 1976, hal. 482)
7
8
buruh kuali ini yang dimaksud keterasingan dari hasil kerjanya adalah buruh tidak
mengetahui rincian hasil kerjanya selama dia bekerja dan juga bisa dilihat dari hasil
produksi tersebut, buruh itu tidak tau kuali itu nantinya mau dijadikan apa yang tau
hanya berproduksi-produksi saja. Keterasingan dari sesama manusianya, dalam kasus
ini maksudnya adalah buruh kuali merasa terasing dari manusia lainnya karena harus
terus bekerja dan ditempatkan di mes yang ada dalam tempat produksi sehingga sulit
untuk bersosialisasi dengan manusia lainnya dan tidak diberikan kesempatan
bersosialisasi dengan manusia lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
8
9
Dari paparan kasus yang di analisis diatas dapat disimpulkan bahwa teori marxis
dpat digunakan untuk menganalisi kasus perbudakan buruh kuali tangerang.
DAFTAR PUSTAKA
9
10
Sitorus, Utari Romauli. 2012. Teori Marxis. file://localhost/F. diakses pada tanggal 18 mei
2013.
Giddens, Anthony dan Jonathan Turner. social Teory Today. Yogyakarta: pustaka
pelajar,2008.
10