Anda di halaman 1dari 37

26

BAB II

PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM
SOSIOLOGI INDUSTRI

Tujuan:

Seletah mempelajari Bab II ini mahasiswa dapat:

1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan industri dan klasifikasinya.


2. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan revolusi industri serta sebab-sebab
terjadinya revolusi tersebut.
3. Menjelaskan tentang perlunya mempelajari industri dari perspektif sosiologi.
4. Menjelaskan tentang pandangan Marx, Durkheim dan Weber tentang
perkembangan masyarakat dislihat dari segi pekerjaan.
5. Menjelaskan tentang industri pekerjaan dan industri dari perspektif psikologi
dan ekonomi.
6. Menjelaskan tentang perspektif-perspektif sosiologis dalam sosiologi industri.

II.1. Tulisan Klasik dalam Sosiologi Industri

Sosiologi muncul di Eropa karena perhatian para sarjana terhadap perubahan-


perubahan sosial, ekonomi dan politik sebagai akibat dari revolusi industri yang terjadi
di Inggris dan revolusi Perancis. Perubahan sosial berupa meningkatnya perpindahan
penduduk dari desa ke kota untuk bekerja di pabrik-pabrik. Perpindahan penduduk ini
menyebabkan kota menjadi padat. Kondisi kota menjadi sangat buruk karena fasilitas
sosial seperti air sangat kurang karena kota-kota yang ada tidak dipersiapkan lebih dulu
untuk menerima para pedatang baru dari pedesaan. Di kota orang tidak saling mengenal
satu dengan yang lain yang menyebabkan melemahnya kontrol sosial. Akibatnya
banyak terjadi kriminalitas di kota dan rasa keterasingan di antara warga masyarakat.
Perubahan sosial dan politik menyebabkan melemahnya otoritas tradisional seperti
pemimpin gereja dan para bangsawan yang sebelumnya mampu mengatur kehidupan
bersama masyarakat. Akibatnya, terjadi kekacauan dalam masyarakat.
27

Para sarjana berusaha mencari tahu mengenai apa yang menjadi penyebab
terjadinya perubahan dan kekacauan. Mereka berusaha mencari tahu bagaimana
keteraturan dan tatanan sosial masyarakat sehingga bisa tercipta kembali seperti
sebelum terjadinya perubahan. Para ahli sosiologi berusaha mencari tahu hukum-hukum
yang menjamin terjadinya tatanan dan keteraturan sosial masyarakat. August Comte
sebagai pendiri sosiologi mengatakan bahwa masyarakat diatur oleh hukum tiga tahap,
yaitu tahap teologis, tahap matafisik, dan tahap positif. Pembagian hukum tiga tahap
tersebut berdasarkan pada cara berpikir sebagaian besar warga masyarakat. Pada tahap
teologis orang menjelaskan kejadian-kejadian di sekitaranya berdasarkan pemikiran
keagamaan. Misalnya kalau terjadi gempa bumi maka orang berpikir bahwa hal itu
disebabkan oleh dewa atau Tuhan yang marah. Orang berpikir bahwa benda-benda
memiliki kekuatan magis. Misalnya tiap-tiap benda memiliki kekuatan magisnya
sendiri-sendiri. Kekuatan-kekuatan tersebut yang menggerakkan benda-benda tersebut.
Tahap metafisik merupakan tahap peralihan dari tahap teologi ke tahap positif. Pada
tahap positif orang menjelaskan kejadian-kejadian di sekitarnya berdasarkan ilmu
pengetahuan. Misalnya, orang menjadi sakit karena terkena infeksi virus atau karena
kelebihan lemak dan kekurangan gizi. Gerhana bulan disebabkan karena bulan tertutup
bumi sehingga sinar matahari tidak mengenai bulan. Ahli sosiologi seperti Karl Marx,
Emile Durkheim, dan Max Weber juga berusaha menjelaskan perkembangan
masyarakat dari masyarakat agraris-feodal ke masyarakat industri.

II.1.1. Karl Marx

Marx dapat dikatakan sebagai pelopor sosiologi industri karena menulis tentang
hubungan antara majikan dengan buruh, meskipun pada saat itu belum dikenal yang
namanya sosiologi industri. Marx berpandangan bahwa masyarakat industri kapitalis
merupakan masyarakat yang penuh dengan konflik antara para pekerja atau kaum buruh
(kaum proletar) dengan para majikan atau para kapitalis (kaum borjuis). Persaingan
antara para kapitalis yang memiliki pabrik atau perusahaan untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya membuat mereka terus-menerus menekan upah para
buruhnya. Menurut Marx pekerjaan yang seharusnya bisa mengembangkan potensi diri
manusia dalam masyarakat industri kapitalis justru dianggap memperbudak manusia.
28

Titik awal pemikiran Marx adalah bahwa ada perbedaan antara manusia dan
hewan. Yang membedakan adalah kerja. Untuk bisa hidup manusia harus bekerja
Hewan tinggal mencari dan makan makanan yang disediakan oleh alam, tanpa perlu
bekerja. Dengan bekerja manusia mengubah alam fisik agar bisa menghasilkan
makanan dan perlindungan diri dari kerasnya alam (membuat pakaian atau rumah)
sehingga bisa bertahan hidup. Bagi Marx kerja memiliki pengertian yang luas. Kerja
adalah semua aktivitas mental dan fisik untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
dirinya. Marx juga berpandangan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak
bisa menjadi manusia kalau hidup sendiri.

Sebagaimana para ahli sosiologi klasik, Marx menaruh perhatian pada


perkembangan masyarakat yang terjadi secara bertahap. Perkembangan masyarakat
menurut Marx sangat ditentukan oleh kondisi ekonomi masyarakat itu sendiri. Marx
juga menghubungkan kerja dengan tahap-tahap perkembangan masyarakat. Dalam
bekerja manusia harus bersama-sama dengan orang lain. Kerja harus diorganisir secara
sosial. Marx melihat bahwa perkembangan masyarakat ditentukan oleh mode
produksinya. Mode produksi (mode of production) atau cara produksi terdiri dari dua
unsur, yaitu kekuatan produksi (power of production) dan hubungan sosial produksi
(social relations of production). Kekuatan produksi terdiri dari dua unsur, yaitu “sarana
produksi” yang berupa tanah, peralatan, mesin, dan bahan baku, dan “tenaga kerja”.
Hubungan sosial produksi adalah hubungan-hubungan sosial dalam kegiatan atau proses
produksi, misalnya hubungan kepemilikan, hubungan antar orang yang bekerja, dan
hubungan-hubungan sosial lain dalam produksi. Dalam kegiatan produksi kekuatan
produksi digerakkan dalam suatu hubungan-hubungan sosial produksi. Kekuatan
produksi selalu ada atau melekat dalam hubungan-hubungan sosial produksi. Dari
hubungan-hubungan sosial tersebut yang paling penting dan menentukan adalah
hubungan kepemilikan, yaitu hubungan antara orang yang memiliki alat produksi atau
modal dengan orang yang tidak memiliki alat produksi. Hubungan kepemilikan ini
mempengaruhi hubungan-hubungan lain dalam proses produksi, misalya orang yang
tidak memiliki alat produksi harus bekerja pada orang yang memiliki alat produksi.
Menurut Marx ada masyarakat dengan mode produksi sederhana, masyarakat dengan
mode produksi feodal, dan masyarakat dengan mode produksi kapitalis. Berikut ini akan
dibahas tentang hubungan antar mode produksi dengan bentuk-bentuk masyarakat.
29

Menurut Marx dalam semua masyarakat dengan mode produksinya masing-


masing selalu terdapat 1) kelas atau sejumlah orang yang memiliki modal tetapi bukan
merupakan produksen langsung dan 2) kelas atau sejumlah orang yang tidak memiliki
modal, dan hanya memiliki tenaga kerja saja, tetapi merupakan produksen langsung.
Yang dimaksud produksen langsung adalah orang-orang yang secara fisik langsung
bekerja untuk menghasilkan barang. Petani yang mengolah tanah sendiri atau pekerja di
perusahaan yang setiap hari secara langsung terlibat dalam memproduksi barang
(misalnya menjahit kain atau mengoperasikan mesin) merupakan produksen langsung.
Pemilik tanah yang tanahnya diolah oleh petani atau pengusaha kepada siapa pekerja
bekerja dan mendapatkan upah, bukan merupakan produksen langsung.

Orang yang mengerjakan pekerjaan (yang menghasilkan barang) tidak selalu


orang yang memiliki hasil kerjanya (barang) dan, sebaliknya, orang yang memiliki
produk (hasil kerja) tidak selalu merupakan orang yang memproduksi produk tersebut.
Ada hubungan-hubungan dengan ciri-ciri tertentu antara orang yang hanya
menghasilkan suatu produk dan orang yang hanya memiliki produk tersebut. Ciri-ciri
spesifik hubungan antara kedua kelas atau kelompok orang tersebut tergantung pada
perkembangan masyarakat dari tingkat yang paling awal hingga tingkat perkembangan
yang terakhir. Orang yang hanya memiliki tenaga kerja saja dan bekerja untuk
menghasilkan suatu produk biasanya dalam posisi terikat atau tidak bebas. Bagi Marx,
sangat penting untuk memperhatikan cara-cara spesifik produksen langsung terikat.
Marx menamakan cara-cara spesifik ini sebagai bentuk kerja sosial. Tiap-tiap mode
produksi memiliki hubungan-hubungan kelas spesifik dimana produksen langsung
secara spesisik terikat. Hubungan-hubungan kelas spesifik tersebut berbeda-beda
berdasarkan tingkat perkembangan masyarakat yang ada. Marx mengidentifikasi ada
empat bentuk mode produksi (Hadden, 1997:51-51)

Pertama adalah mode produksi Asia. Dalam mode produksi ini orang bekerja
dalam suatu masyarakat atau komunitas desa pada tanah-tanah milik negara dan
membayar pajak pada pemungut pajak negara. Masyarakat India dan Cina Kuno adalah
masyarakat dengan mode produksi Asia. Masyarakat Maya kuno di Amerika Latin juga
memiliki mode produksi seperti mode produksi Asia. Orang-orang atau pekerja yang
30

bekerja pada tanah-tanah negara tersebut terikat pada desanya berdasarkan tradisi atau
kebiasaan yang berlaku secara turun-menurun.

Kedua adalah mode produksi kuno atau perbudakan. Dalam mode produksi ini
hubungan-hubungan utamanya adalah hubungan antara tuan (master) dan hamba atau
budak (slave). Pada masa perbudakan (slavery) ini seorang budak terikat dan tunduk
pada tuannya. Tuan bisa menjual budaknya pada saat yang diinginkannya. Produksi
rumah tangga dalam masyarakat Roma, Yunani dan Mesir kuno pada umumnya
dilakukan oleh para budak. Ada kelompok-kelompok orang lain yang jumlahnya sangat
sedikit yaitu para pedagang atau tukang. Pedagang dan tukang adalah orang-orang yang
bebas. Para budak pada saat itu tidak dipandang sebagai manusia yang hak-haknya
harus dihormati seperti zaman sekarang.

Ketiga adalah mode produksi feodal. Mode produksi feodal ada pada masyarakat
Eropa pada zaman peertengahan. Hubungan utama dalam mode produksi feodal adalah
hubungan antara bangsawan (lord) dan petani yang terikat dengan tanah (serf) yang
dimiliki oleh bangsawan. Hubungan antara tuan dengan budaknya berbeda dengan
hubungan antara bangsawan dengan petani yang terikat dengan tanah. Hubungan budak
dengan tuannya adalah hubungan personal antara orang (tuan dan budak). Sedangkan
hubungan antara petani dengan tanahnya diikat oleh hukum tertulis. Jika bangsawan
pemilik tanahnya menjual tanahnya, petani tetap dapat mengerjakan tanah yang dimiliki
oleh pemilik (bangsawan) yang baru.

Masyarakat feodal muncul setelah masyarakat mengenal tehnologi cara


bercocok tanam dan pemeliharaan hewan piaraan (ternak). Kegiatan pertanian
merupakan dasar dari masyarakat feodal, dan karena itu masyarakat feodal juga sering
disebut masyarakat agraris-feodal. Masyarakat feodal telah mampu menghasilkan bahan
makanan dalam jumlah yang besar karena kemajuan tehnologinya. Dalam masyarakat
ini sudah mengenal apa yang namanya pembagian kerja meskipun masih sederhana
(diferensiasi sosial horizontal) dan mulai muncul stratifikasi sosial (diferensiasi vertikal)
sehingga ada apa yang namanya elit (penguasa) dan massa (yang dikuasai), yaitu orang
biasa. Kaum elit adalah raja, bangsawan dan para tuan tanah. Orang biasa atau massa
31

adalah para petani, tukang, pedagang. Para petaninya adalah para petani kecil atau para
petani tanpa tanah yang bekerja pada para tuan tanah.

Karena ada pembagian kerja maka muncul saling ketergantungan antar anggota
masyarakat. Petani atau peternak akan menjual kelebihan hasil pertanian atau ternaknya
dan hasil penjualannya dibelikan barang-barang yang dibutuhkannya. Para petani juga
harus membayar pajak kepada para penguasa. Dalam masyarakat feodal atau agraris,
pertanian dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan bukan untuk mencari
keuntungan. Dalam masyarakat agraris-feodal pertukaran barang terjadi seperti ini:
Barang (C) dijual untuk mendapatkan uang (M), uang digunakan untuk membeli barang
(C). Karena orang memproduksi barang hanya untuk mencukupi kebutuhan sendiri,
maka perdagangan tidak berkembang.

Keempat adalah mode produksi kapitalis. Mode produksi kapitalis merupakan


mode produksi yang secara umum berlaku pada saat ini atau pada zaman moderen.
Dalam mode produksi kaptalis hubungan-hubungan yang utama adalah hubungan antara
kapitalis (pemilik modal) dan pekerja (pekerja upahan). Para kapitalis biasa dinamakan
kaum borjuis dan para pekerja biasa dinamakan kaum proletar. Dalam mode produksi
kapitalis para pekerja secara formal memiliki kebebasan. Tetapi kebebasan ini tidak
memiliki makna apa-apa bagi pekerja karena kebebasannya hanyalah berupa kebebasan
untuk bekerja atau tidak bekerja. Tetapi untuk bisa bertahan hidup pekerja tetap harus
menjual tenaganya kepada para kapitalis yang memiliki modal. Pekerja bebas untuk
memilih atau memutuskan bekerja kepada siapa. Tetapi, biasanya para pekerja memilih
bekerja kepada para kapitalis yang mau membeli tenaganya dengan harga yang lebih
mahal daripada yang lain.

Dalam masyarakat kapitalis orang memproduksi barang dengan tujuan untuk


mendapatkan keuntungan. Dalam masyarakat kapitalis seorang petani mungkin tidak
akan menanam padi karena menanam padi dianggap tidak menguntungkan. Untuk
makan petani tersebut akan membeli beras di pasar. Daripada menanam padi, petani
tersebut lebih suka menanam buah-buahan karena menanam buah-buahan dianggap
lebih menguntungkan daripada menanam padi. Untuk menanam padi dan buah-buahan
sama-sama membutuhkan modal. Modal uang yang dimiliki dianggap lebih
32

menguntungkan kalau diinvestasikan dengan menanam buah-buahan. Jadi dalam


masyarakat kapitalis proses pertukarannya adalah: Uang (M1) sebagai modal ditanam
dalam kegiatan produktif untuk menghasilkan barang (C), barang dijual untuk
mendapatkan uang plus keuntungan (M2). Kalau petani tadi merasa menanam padi dan
buah-buahan tidak menguntungkan maka ada kemungkinan dia akan beternak, atau
membuka usaha lain (misalnya warung), atau tanahnya dijual.

GAMBAR 3: Buruh anak-anak pada jaman revolusi industri

Marx menaruh perhatian yang besar pada masyarakat kapitalis. Dalam


masyarakat kapitalis terdapat pemilikan pribadi atas modal dan alat produksi. Oleh para
kapitalis (para pengusaha) modal dan alat produksi digunakan dalam proses produksi
untuk mendapatkan keuntungan. Dalam masyarakat kapitalis muncul sistem produksi
pabrik dimana para pekerja dikumpulkan untuk bekerja di bawah satu atap. Orang yang
tidak memiliki modal dan alat produksi terpaksa harus bekerja pada para kapitalis
dengan cara menjual tenaga kerjanya dan bekerja sebagai buruh. Karena dalam
masyarakat kapitalis ada persaingan antar para pengusaha maka untuk mendapatkan
keuntungan para pengusaha para buruh menjadi sasaran eksploitasi. Mereka dibayar
dengan murah sehingga pengusaha kapitalis bisa mendapatkan banyak keuntungan.
33

Marx mengatakan bahwa dalam masyarakat kapitalis para pekerja mengalami


alienasi (alienation) atau keterasingan. Alienasi bisa terjadi karena pera kapitalis
berusaha mendapat untung sebanyak-banyaknya dalam memproduksi barang. Karena
para kapitalis bersaing satu dengan yang lain maka untuk mendapatkan banyak
keuntungan para kapitalis berusaha menggunakan mesin dan alat produksi yang lebih
efisien (misalnya hemat tenaga kerja dan energi), membuat produk dengan kualitas
yang lebih baik dan dengan model yang lebih bagus. Dan yang sering dilakukan oleh
para pengusaha kapitalis untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya adalah
dengan membayar pekerja serendah mungkin. Para pekerja hanya dibayar agar bisa
bertahan hidup. Menurut Marx terdapat empat bentuk alienasi (Ritzer, 2018:23-25).

Pertama, alienasi dari aktivitas produksi. Para pekerja mengalami alienasi


karena mereka tidak memproduksi barang sesuai dengan ide-ide dan keinginannya
untuk memuaskan kebutuhannya. Sebaliknya para pekerja bekerja untuk para kapitalis
yang telah membayarnya dan yang mempekerjakannya sesuai dengan keinginan
kapitalis. Karena aktivitas produksi dimiliki oleh kapitaslis dan para kapitalis juga yang
memutuskan semuanya, maka dikatakan bahwa para pekerja teralienasi dari aktivitas
produksinya. Para pekerja hanya bekerja karena terpaksa. Para pekerja tidak menikmati
proses kerja yang dilakukannya dan tidak mencintainya. Para pekerja akhirnya sering
merasa bosan. Di pabrik misalnya, para pekerja dari jam ke jam dan dari hari ke hari
hanya melakukan pekerjaan sederhana secara terus-menerus. Lain halnya dengan para
tukang kayu yang membuat meja atau ibu rumah tangga yang membuat kukis. Tukang
kayu dan ibu rumah tangga tersebut merasa senang dan menikmati proses kerjanya.
Pemusik atau atlit bisa bekerja dengan penuh kegembiraan karena mereka sendirilah
yang menentukan semuanya.

Kedua, para pekerja teralienasi dari obyek kerjanya, yaitu produk atau hasil
kerjanya. Hasil kerja para pekerja tidak dimiliki oleh pekerja tetapi dimiliki oleh para
kapitalis yang telah membayar upahnya. Para kapitalis pula yang akan menggunkan
hasil kerjanya sesukanya sendiri. Para kapitalis menggunakan barang hasil kerja para
pekerja untuk dijual dengan keuntungan sebanyak mungkin. Jika pekerja ingin
menggunakan produk hasil kerjanya para pekerja harus membelinya di tempat lain.
34

Meskipun para pekerja di pabrik roti, bisa saja para pekerja tersebut kelaparan kalau
tidak bisa membelinya.

Ketiga, para pekerja dalam masyarakat kapitalis teralienasi satu dengan yang
lain meski bekerja pada pada pabrik yang sama. Pekerja terasing dari teman-teman
kerjanya. Pada mulanya dalam masyarakat yang masih sederhana orang bisa dan harus
bekerja bersama-sama dengan orang lain untuk menghasilkan barang kebutuhan sehari-
harinya. Dalam perusahaan kapitalis, para pekerja dipaksa untuk bekerja berdampingan
dengan para pekerja lain yang mungkin berbeda latar belakang sosialnya, yang mungkin
tidak disukainya. Para pekerja tentu lebih suka kalau bekerja dengan teman-teman yang
disukainya. Tetapi dalam perusahaan kapitalis hal itu sulit terjadi karena mereka tidak
memiliki kebebasan dan dipaksa oleh para pemiliknya untuk mengerjakan pekerjaan
tertantu. Para pekerjapun kadang-kadang harus bersaing satu dengan yang lain untuk
mendapatkan upah yang lebih tinggi. Persaingan ini bisa menimbulkan konflik atau
ketegangan antar sesama pekerja. Kadang-kadang para pemilik perusahaan kapitalis
berusaha agar para pekerja tidak bekerja sama atau berteman satu dengan yang lain
karena dianggap bisa membahayakan perusahaan. Misalnya, dengan bekerjasama atau
berteman mereka bisa mengembangkan rasa solidaritas untuk melakukan pemogokan.

Keempat, para pekerja dalam perusahaan kapitalis sering teralienasi dari potensi-
potensi dirinya atau bakatnya sebagai manusia. Manusia akan berkembang sesuai
dengan potensi-potensi atau bakat yang ada pada dirinya kalau memiliki kebebasan
untuk memilih pekerjaan. Orang yang berbakat menyanyi akan senang kalaau bekerja
sesuai dengan bakat tersebut. Dalam perusahaan atau pabrik orang bekerja seperti mesin
yang tidak mempunyai perasaan. Orang yang berbakat senang dengan biologi akan bisa
mengembangkan dirinya kalau belajar di bidang kedokteran atau pertanian. Dalam
masyarakat kapitalis karena adanya persaingan orang sering terpaksa bekerja di bidang
yang tidak sesuai dengan potensi dan bakatnya.

Menurut Marx untuk mengatasi terjadinya alienasi masyarakat perlu diubah


menjadi masyarakat sosialis. Dalam masyarakat sosialis tidak ada pemilikan pribadi
karena semua dimiliki bersama atau dimiliki oleh negara. Karena dimiliki oleh negara
maka tidak ada lagi persaingan yang menjadi penyebab dari alienasi.
35

II.1.2. Emile Durkheim

Emile Durkheim juga menaruh perhatian pada masalah industri. Durkheim


membedakan dua bentuk masyarakat atas dasar bentuk solidaritasnya, yaitu masyarakat
dengan solidaritas mekanik dan masyarakat dengan solidaritas organik (Durkheim,
1984). Masyarakat dengan solidaritas mekanik adalah masyarakat yang belum memiliki
pembagian kerja yang komplek. Pembagian kerja yang ada hanya atas dasar jenis
kelamin dan atas dasar umur. Misalnya laki-laki bekerja berat di luar rumah dan
perempuan melakukan pekerjaan rumah dan pekerjaan rngan di sekitar rumah, anak-
anak membantu orang tua dan orang yang tua melakukan pekerjaan yang utama.
Masyarakat dengan solidaritas mekanik solidaritasnya mendasarkan pada kesamaan,
terutama kesamaan pekerjaan. Karena kesamaan pekerjaan inilah maka warga
masyarakat juga memiliki kesamaan dalam cara bertindak, berperasaan dan bepikir.
Kesamaan-kesamaan inilah yang menyebabkan mereka menjadi solider, atau menyatu.
Masyarakat dengan solidaritas organik adalah masyarakat yang solidaritasnya
didasarkan pada pembagian pekerjaan, Jadi dalam masyarakat ada spesialisasi
pekerjaan. Perbedaan-perbedaan pekerjaan menyebabkan mereka saling tergantung satu
dengan yang lain karena masing-masing anggota masyaraat tidak bisa menenuhi
kebutuhannya sendiri. Saling ketergantungan inilah yang menyebabkan mereka menjadi
solider, atau menjadi satu. Masyarakat dengan industri yang telah maju merupakan
masyarakat dengan bentuk solidaritas organik. Pembagian kerja dalam masyarakat
dengan solidartas organik tidak hanya terjadi dalam pabrik atau perusahaan tetapi juga
dalam masyarakat secara keselurhan. Misalnya, dalam masyarakat ada kelompok orang
yang bekerja sebagai pedagang, sebagai pegawai, sebagai sopir oto, dsb. Antara
pedagang dan sopir oto ada saling ketergantungan, pedagang membutuhkan jasa
angkutan dan sopir oto membutuhkan barang kebutuhan sehari-hari yang disediakan
oleh pedagang. Pedagang dan sopir oto tergantung pada pelayanan yang diberikan oleh
pegawai pemerintah atau pegawai bank.

Durkheim mengatakan bahwa dalam masyarakat industri yang telah maju bisa
menyebabkan para anggotanya menjadi individualis karena tidak lagi memiliki
kesadaran bersama. Individualisme inilah yang bisa menyebakan terjadinya tindakan-
tindakan yang melanggar norma-norma sosial. Kalau banyak orang yang melanggar
36

norma maka akan tercipta keadaan anomie, yaitu keadaan tanpa norma, yang pada
akhirnya bisa menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Hal inilah yang
menimbulkan kekhawatiran Durkheim. Meski demikian Durkheim juga memiliki
perasaan optimis bahwa dalam masyarakat industri yang maju akan muncul kelompok-
kelompok dimana para anggota masyarakat menjadi anggotanya. Kelompok-kelompok
dalam masyarakat industri maju bisa berupa kelompok-kelompok yang berdasarkan
kesamaan pekerjaan. Misalnya kelompok buruh, kelompok pekerja angkutan, kelompok
pedagang, kelompok yang memiliki minat yang sama, dsb. Dengan menjadi anggota
kelompok maka individu dalam masyarakat industri akan merasa lebih aman, mendapat
perlindungan, mendapatkan kekuatan, dan individu tidak merasa hidup sendiri. Lewat
kelompok-kelompok kecil yang ada di masyarakat norma-norma sosial dapat
ditegakkan dan lewat kelompok itu pula sanksi sosial diberikan pada yang melakukan
penyimpangan. Dalam kelompok-kelompok kecil inilah maka keinginan-keinginan
egois individu bisa ditekan atau dibatasi. Lewat kelompok-kelompok inilah norma-
norma masyarakat terjaga keutuhannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok-
kelompok inilah yang menjamin adanya keutuhan masyarakat.

Durkheim melihat bahaya lain yang mungkin muncul dalam masyarakat


industri, yaitu bahaya dari apa yang disebut Durkheim sebagai pembagian kerja
paksaan. Pembagian kerja paksaan adalah pembagian kerja dimana orang atau pekerja
menduduki posisi pekerjaan yang tidak sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Hal
seperti ini bisa menyebabkan individu tidak bisa berkembang dan tidak nyaman dalam
menjalankan pekerjaannya, dan individu tidak bisa menghasilkan hasil kerja yang
terbaik. Pembagian kerja paksaan ini bisa terjadi karena kesulitan individu untuk
mendapatkan pekerjaan atau karena praktik kolusi.

II.1.3. Max Weber

Perkembangan masyarakat ke arah masyarakat industri juga tidak lepas dari


perhatian Weber. Weber melihat kegiatan produksi ekomi mengarah pada rasionalisasi.
37

Rasionalisasi merupakan kata kunci dalam tulisan-tulisan Weber. Pada awalnya


masyarakatnya melakukan kegiatan produksi ekonomi dengan cara-cara tradisional.
Masyarakat memproduksi hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan
kelompok-kelompok masyarakat yang lain dalam jumlah yang terbatas. Kegiatan
produksi dilakukan dalam rumahtangga-rumahtangga atau dalam gilda. Dalam
rumahtangga kegiatan produksi kurang memperhatikan efisiensi dan untung-rugi secara
ketat. Pada perkembangan berikutnya para anggota masyarakat semakin rasional dalam
cara bertindak. Rasional berarti bahwa dalam bertindak orang selalu
mempertimbangakan atau memikirkan sarana-sarana yang tepat untuk mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan.

Proses rasionalisasi pada akhirnya juga terjadi dalam kegiatan produksi


ekonomi. Orang mulai menggunakan cara-cara yang efisien dalam berproduksi,
perhatian pada untung-rugi juga semakin meningkat. Kegiatan produksi yang rasional
kemudian dilakukan dengan organisasi yang rasional. Pabrik besar yang menggantikan
kegiatan produksi dalam rumah tangga dengan cara memusatkan banyak tenaga kerja di
bawah satu atap. Dengan cara demikian para pekerja bisa dikontrol dan berdisiplin
waktu. Dalam pabrik produksi jadi bisa meningkat. Dalam pandangan Weber, semakin
kegiatan produksi membesar maka kegiatan produksi akan dilakukan dalam organisasi
yang birokratis. Dalam organisasi yang birokratis ini dilakukan pembagian kerja. Mulai
ada hirarkhi dalam organisasi dimana kekuasaan dan wewenang terbagi-bagi secara
hirarkhis antara atasan dan bawahan. Tiap-tiap orang menduduki posisi dengan
pekerjaan dan wewenang yang diatur berdasarkan aturan tertulis.

Contoh dari proses rasionalisasi yang ada dalam bidang bisnis adalah restoran
Kentucky Fried Chicken dan pasar atau toko swalayan modern. Dalam restoran
Kentucky baik kentang dan daging ayam dibuat dengan potongan-potongan yang sama
ukurannya. Resep dibuat sama untuk semua retoran. Karyawannya dibagi-bagi tugasnya
(pembagian kerja) dan para kosumen yang datang antri untuk dilayani. Dengan cara
begitu, restoran bisa melayani banyak konsumen dan dengan waktu yang cepat. Toko
atau pasar swalayan modern menjual banyak sekali barang. Para pembeli diminta
melayani sendiri dengan memilih barang yang dibutuhkannya dan membawanya ke
38

kasir untuk membayar. Dengan cara seperti itu, pasar sawalayan yang besar tidak
membutuhkan banyak karyawan untuk melayai para pembeli.

II.2. Perspektif-Perspektif Sosiologi Industri

Sosiologi industri berusaha untuk menjelaskan masalah-masalah yang berupa


tindakan-tindakan manusia atau pekerja dalam organisasi industri seperti perusahaan
atau pabrik. Para ahli melihat masalah-masalah tersebut sesuai dengan anggapan-
anggapan atau pandangan-pandangannya mengenai sifat manusia dan kelompok.
Anggapan-anggapan tersebut membentuk perspektif-perspektif teoritis dalam sosiologi
industri. Perspektif-perspektif teoritis tersebut terbagi dalam dua kelompok, yaitu
perspektif yang bersifat psikologis dan perspektif yang bersifat sosiologis.

II.2.1. Manajemen Ilmiah

Manajemen ilmiah merupakan teori organisasi dan manajemen yang mengarah


pada usaha perbaikan produktivitas kerja dengan cara menganalisis dan mendesain
pelaksanaan tugas individu para pekerja. Manajemen ilmiah didasarkan pada asumsi
atau anggapan bahwa manajer harus mengontrol tempat kerja dan ada satu cara terbaik
untuk melaksanakan tugas pekerjaan. Manajemen ilmiah bertujuan untuk mengurangi
sebanyak mungkin sumberdaya kegiatan produksi dan memaksimalkan hasil produksi.
Manajemen ilmiah mengarah pada efisiensi (Castell, 2011). Meskipun ada beberapa
kritik terhadap manajemen ilmiah, karena efisiensi inilah maka manejemen ilmiah
hingga pada saat ini mmasih tetap diterapkan dalam kegiatan industri.

Manajemen ilmiah dikembangkan oleh Frederick W. Taylor, seorang insinyur


yang menaruh perhatian pada masalah bagaimana tugas pekerjaan diorganisir pada
tingkat individu dan bagaimana tugas-tugas individu diorganisir pada tingkat mikro
individu, dan pada tingkat yang lebih besar dimana tugas dari masing-masing individu
pekerja diorganisir secara kolektif. Pada awalnya Taylor mengamati bahwa pada
pelaksanaan tugas pekerjaan yang persis sama oleh para pekerja, ternyata masing-
masing pekerja menunjukkan hasil produksi yang berbeda-beda. Taylor ingin tahu
faktor-faktor apa yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi masing-masing pekerja
tersebut.
39

Pada zaman Taylor kebanyakan orang melihat hubungan antara manajer dengan
pekerja dari sisi hubungan yang bersifat antagonistik (penuh pertentangan) dimana
manajer menginginkan hasil kerja sebanyak mungkin dari para pekerja dan membayar
upah serendah mungkin. Di pihak pekerja mengharapkan gaji sebanyak mungkin
dengan bekerja seminimal mungkin. Taylor berpendapat bahwa pertentangan antara
manajer dan pekerja bisa diatasi dengan mendisain pekerjaan sebaik mungkin sehingga
hasil kerja para pekerja sama-sama menguntungkan bagi manajer dan bagi para pekerja.

Taylor percaya bahwa untuk meningkatkan produktivitas diperlukan


standardisasi metode pelaksanan pekerjaan. Standardisasi tersebut harus berdasarkan
analisis mengenai unsur-unsur pelaksanaan pekerjaan yang ada dan bagaimana unsur-
unsur tersebut harus dilaksanakan. Hasil analisis tersebut kemudian dijadikan dasar
untuk mendisain metode pelaksanaan pekerjaan yang efisien dan dengan hasil produksi
yang standar. Taylor beranggapan bahwa kontrol atau pengawasan dan koordinasi oleh
para manajer di tempat kerja sangat penting. Para menejer harus mengurusi satu bidang
tanggung jawab saja dan seorang pekerja memberikan laporan dan bertanggung jawab
pada beberapa manajer sesuai dengan bidang tanggung jawabnya. Kemudian para
pekerja akan menerima upah jika mereka bisa menghasilkan produksi sesuai dengan
jadwal waktu.

Analisis tugas pekerjaan dilakukan dengan apa yang dinamakan analisis waktu
dan gerakan (time and motion). Dalam analisis waktu dan gerak ini digunakan peralatan
seperti stopwatch dan film untuk melihat dengan teliti gerakan pelaksanaan pekerjaan
serta waktu yang dibutuhkan. Atas dasar hasil pengamatan waktu dan gerakan,
kemudian didisaian pelaksanaan pekerjaan. Tugas pekerjaan yang komplek diurai atau
dibagi-bagi menjadi bagian-bagian tugas yang sederhana. Tiap-tiap bagian tugas
tersebut dikerjakan oleh masing-masing pekerja secara individual. Dalam disain
tersebut pelaksanaan pekerjaan dibuat sesederhana mungkin sehingga dalam jangka
waktu tertentu gerakan fisik pekerja sangat sedikit.

Kalau kita melihat film atau video youtube tentang pabrik mobil, kita bisa
melihat bagaimana masing-masing pekerja hanya melaksanakan tugas pekerjaan yang
sangat sederhana, misalnya hanya memasang ban saja atau hanya mengecat saja. Tugas
40

pekerjaan yang lain dikerjakan oleh pekerja yang lain lagi. Tugas-tugas pekerjaan
tersebut dilakukan secara berurutan lewat assembly line sehingga pada akhirnya muncul
mobil yang sudah jadi. Dengan pembagian tugas pekerjaan tersebut maka produktivitas
menjadi meningkat. Kita bisa membandingkan antara seorang tukang kayu yang
membuat lemari sendiri dimana dia harus memotong-motong kayu, membuat bagian-
bagian lemari, menghaluskan kayu, merangkai bagian-bagian tersebut menjadi lemari
utuh, diberi kunci, dan akhirnya dicat. Tukang kayu tersebut mungkin dalam satu hari
hanya bisa menghasilkan satu lemari. Kemudian kita perhatikan pada pabrik mebel atau
furnitur yang juga membuat lemari, dengan cara membagi-bagi tugas untuk tiap
pekerjanya yang berjumlah 5 orang. Dalam satu hari pabrik tersebut bisa menghasilkan
20 lemari. Jadi, dengan membagi-bagi tugas maka produktivitasnya menjadi 4 kali lipat.
Ada perbedaan antara tukang kayu dengan pekerja dalam pabrik mebel yang membuat
lemari. Tukang kayu bisa membuat lemari sendiri dengan mengerjakan semua bagian
lemari dan kemudian menyatukan bagian-bagian tersebut menjadi lemari.

GAMBAR 4: Pabrik suku cadang dan pabrik


perakitan

Sedangkan pekerja pada pabrk mebel tersebut belum tentu bisa membuat lemari karena
dia hanya bisa mengerjakan satu bagian pekerjaan saja.
41

Pandangan manajemen ilmiah sebenarnya bukan merupakan pandangan yang


bersifat sosiologis karena manajemen ilmiah hanya memperhatikan individu pekerja
secara individual saja. Manajemen ilmiah memandang individu hanya sebagai manusia
ekonomi yang tindakan-tindakannya sangat dipengaruhi oleh rangsangan yang bersifat
ekonomis. Misalnya kalau upah naik maka pekerja akan lebih bekerja keras, kalau upah
turun maka pekerja akan bekerja malas-malasan, sering tidak masuk kerja, dsb.
Hubungan antar individu pekerja tidak diperhatikan. Unsur-unsur penting dalam
manajemen ilmiah adalah sebagai berikut:

a. Melakukan analisa secara ilmiah terhadap tugas-tugas pekerjaan yang perlu


dilakukan untuk membuat pelaksanaan pekerjaan di tempat kerja menjadi
seefisien mungkin
b. Manajer membuat disaian kerja untuk mencapai pembagian kerja yang
maksimal secara teknik.
c. Pemisahan antara perencaanaan pekerjaan dengan pelaksanaan pekerjaan.
d. Pengurangan tuntutan keahlian kerja dan waktu mempelajari pekerjaan oleh
pekerja dibuat menjadi sesedikit mungkin.
e. Meminimalisir penanganan bahan baku oleh pekerja dan pemisahan antara
pekerjaan persiapan dan pekerjaan produktf.
f. Penggunaan jadwal dan sistem monitoring untuk mengkoordinasikan unsur-
unsur pekerjaan yang terpisah-pisah dan pelaksanaan pekerjaan dari para
pekerja yang keahliannya semakin berkurang.
g. Penggunaan sistem pembayaran sebagai insentif untuk menstabilkan dan
mengintensifkan pelaksanaan pekerjaan oleh pekerja.
h. Hubungan sosial yang dibatasi antara manajer dan para pekerja.

II.2.2. Humanisme Psikologi

Humanisme psikologi memiliki pandangan yang berbeda dari manajemen ilmiah


mengenai psikologi manusia. Humanisme psikologi berpandangan bahwa untuk
mencapai tujuan organisasi seara efisien dan efektif para pekerja boleh ikut dalam
proses pembuatan keputusan oleh manajer mengenai bagaimana pekerjaan harus
dilakukan. Para pekerja justru perlu diikutsertakan dalam membuat keputusan.
42

Manajemen ilmiah menganggap bahwa mengikutsertaan pekerja dalam mendisain


pelaksanaan pekerjaan dan membuat keputusan merupakan hal yang harus dihindari.
Berikut ini padangan humanisme psikologi:

a. Para pekerja non-manajerial perlu dilibatkan dalam menentukan tujuan-


tujuannya sendiri.
b. Pelaksanaan tugas-tugas pekerjaan akan diperkaya dan pekerja lebih menyukai
kalau pengawasan dan monitoring tidak terlalu luas, ketat dan rinci.
c. Hubungan diantara sesama pekerja yang terbuka dan otentik perlu
dikembangkan dalam tim kerja.

Pandangan-pandangan humanisme psikologi tersebut di atas berlawanan dengan


padangan manajemen ilmiah. Padangan humanisme psikologi mengenai psikologi
manusia berbeda pandangan psikologi manusia yang dianut oleh manajemen ilmiah.

Douglass McGregor (1964), seorang ahli psikologi, berpendapat tentang adanya


asumsi-asumsi (anggapan-anggapan yang diyakini benar) mengenai motivasi manusia
yang diyakini atau dipegang oleh para manajer. Bagaimana para manajer
memperlakukan para pekeja atau karyawannya dalam bekerja tergantung pada asumsi-
asumsi yang diyakininya. Asumsi-asumsi tersebut oleh McGregor disebut sebagai Teori
X dan Teori Y. Teori X beranggapan bahwa:

a. Manusia pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan, kalau dimungkinkan,


akan menghindari pekerjaan.
b. Manusia lebih suka menghindari tanggung jawab dan lebih suka diberi perintah
atau pengarahan.
c. Manusia memiliki ambisi yang terbatas dan melihat keamanan atau rasa aman
sebagai prioritas utama.
d. Manusia harus dikontrol dan dipaksa untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
e. Manusia memiliki sifat kurang kreatif dan inisiatif.
f. Manusia suka mengeluh, agresif dan tidak bisa bekerja sama.

McGregor memandang bahwa para manajer umumnya memegang Teori X ini.


Para manajer yang memegang Teori X cederung memberi sedikit kebebasan kepada
43

para pekerja, mengontrol secara ketat para pekerja, jarang memberikan pujian atau
ganjaran, dan suka menghukum pekerja yang kerjanya kurang baik. Berbeda dengan
Teori X, Teori Y berpandangan bahwa:

a. Pada umumnya manusia menyukai pekerjaan, sama seperti orang menyukai


permainan.
b. Orang yang mempunyai tekat untuk mencapai sejumlah tujuan akan bekerja
sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut tanpa haruus dawasi
orang lain.
c. Tekat atau komitmen untuk mencapai tujuan muncul karena rasa puas bisa
mencapai tujuan tersebut.
d. Pada umumnya orang bisa belajar untuk menerima tanggung jawab. Kurang atau
lemahnya ambisi bukan merupakan ciri dasar manusia.
e. Kreativitas, rasa ingin tahu, dan imajinasi merupakan ciri yang dimiliki oleh
manusia yang dimiliki oleh kebanakan orang.
f. Organisasi-organisasi moderen hanya mengggunakan sebagian saja dari potensi-
potensi yang dimiliki oleh manusia.
g. Jika diberi kesempatan, para pekerja akan dengan senang hati untuk ikut
mengatasi masalah-masalah organisasi.

Para manajer atau pimpinan perusahaan yang menganut Teori Y akan


berpandangan positif kepada para pekerja atau karyawannya. Mereka percaya bahwa
para pekerjanya memiliki potensi-potensi yang tersebunyi yang bisa dikembangkan
pada saat bekerja, mereka juga percaya bahwa pada dasarnya para pekerja akan bekerja
dengan baik untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan atau organisasi. Para manajer
juga akan memberikan tanggung jawab kerja yang lebih banyak dan tidak akan terus
melakukan pengawasan secara ketat.

Para pekerja dalam pandangan humanisme psikologi merupakan individu yang


ingin mengembangkan dirinya sendiri dan bukan semata-mata mengejar keuntungan
materi dalam bekerja. Keinginannya untuk mengembangkan diri ini yang disebut
Maslow sebagai aktualisasi diri (self-actualization) atau pengembangan potensi diri.
Maslow berpendapat bahwa manusia memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi dari
44

yang paling mendasar hingga kebutuhan yang tertinggi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut


membentuk hirarkhi kebutuhan. Artinya, kalau kebutuhan pertama sudah terpenuhi
maka kebutuhan kedua harus dipenuhi, dan kalau kebutuhan kedua sudah terpenuhi
maka kebutuhan ketiga harus dipenuhi, dan seterusnya. Hirarkhi kebutuhan tersebut
adalah (Maslow, 1954):

a. Kebutuhan fisiologis (physiological needs), yaitu kebutuhan makan, minum,


seks dan pemenuhan rasa.
b. Kebutuhan rasa aman (safety needs), yaitu kebutuhan untuk menghindari bahaya
yang mengancam dirinya. Kebutuhan ini berupa kebutuhan akan sandang,
perumahan, dan perlindungan lain yang bersifat fisik.
c. Kebutuhan akan pemenuhan rasa cinta (love needs) atau kebutuhan sosial.
Kebutuhan ini berupa kebutuhan untuk berteman, berkelompok, kebutuhan
untuk memberi dan menerima.
d. Kebutuhan akan rasa harga diri (esteem needs), kebutuhan untuk dihormati aau
dihargai, mendapatkan status sosial, dsb.
e. Kebutuhan untuk mengembanagkan diri (self-actualization needs). Ini berupa
kebutuhan untuk mewujudkan keinginan-keinginan yang utama atau bakat yang
terpendam.

Menurut Watson benar-tidaknya pendekatan humanisme psikologi tersebut di


atas kalau diterapkan, sebenarnya sangat tergantung pada kondisi struktural dan kultural
(budaya) yang ada. Yang dimaksud dengan kondisi struktural adalah kondisi-kondisi
yang sulit dirubah dengan mudah, seperti tingkat pengangguran atau kesulitan
mendapatkan pekerjaan dan ketimpangan sosial-ekonomi antara bebagai kelompok
dalam masyarakat. Kondisi budaya adalah apakah suatu budaya menghargai kebebasan
dan kemandirian atau apakah budaya suatu masyarakat sangat menghargai atau
menjunjung tinggi nilai uang atau tidak. Kalau suatu suatu masyarakat memberikan
penghargaan yang sangat tinggi pada uang maka orang akan tetap bersedia bekerja pada
suatu perusahaan meskipun pekerjaannya bersifat rutin atau monoton dan diawasi secara
ketat. Tetapi kalau budaya suatu masyaakat sangat menghargai kemandirian, kebebasan
dan prestasi maka orang tidak akan mau bekerja pada perusahaan yang pekerjaannya
45

bersifat monoton, membosankan, dan tidak memberi kesempatan untuk berkreasi


meskipun gajinya tinggi.

II.2.3. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan psikologis terhadap para pekerja dalam bekerja dan dalam hal
produktivitas para pekerja lebih menekankan pada individu manusia dan kebutuhan-
kebutuhan yang dimiliki dan harus dipenuhi oleh setiap manusia. Pendekatan psikologis
tersebut tidak salah semuanya. Namun pendekatan psikologis terhadap perilaku para
pekerja dalam organisasi kerja, seperti perusahaan atau pabrik, tidak mencukupi karena
perilaku pekerja juga dipengaruhi oleh faktor-faktor kelompok dan budaya masyarakat.
Itulah sebabnya pendekatan psikologis perlu dilengkapi dengan pendekatan yang lebih
sosiologis. Pendekatan yang lebih sosiologs yang akan dibahas disini adalah pendekatan
yang dipengaruhi oleh Emile Durkheim, yaitu pendekatan human relation, pendekatan
sistem, pendekatan Weberian, pendekatan Marxian, dan pendekatan interaksionis
simbolis.

Durkheim, sebagaimana telah dikemukakan di atas adalah seorang sosiolog yang


menyatakan bahwa indidu dalam tindakannya selalu dipengaruhi oleh kelompok,
apakah itu masyarakat, negara atau organisasi. Durkheim memandang bahwa kelompok
memang terdiri dari kumpulan individu para anggotanya. Tetapi kelompok bukan
sekedar kumpulan dari sejumlah individu. Untuk mencari penjelasan tentang perilaku
atau karakteristik suatu kelompok tidak bisa dilakukan dengan menjelaskan perilaku
atau karakteristik individu para anggota. Sama halnya, tinutuan dibuat dengan bahan
baku sayur-sayuran seperti bayam, kangkung, jagung, sambiki, beras serta rempah-
rempah dan garam. Kita tidak bisa menjelaskan rasa tinutuan dengan menjelaskan
bagaimana rasa kangkung saja, rasa jagung, saja atau rasa sambiki saja, karena rasa
kangkung berbeda dengan rasa tinutuan, rasa jagung juga berbeda dengan rasa tinutuan.
Untuk menjelaskan rasa tinutuan ya menjelaskan rasa tinutuan dengan mencoba makan
tinutuan. Sebaliknya, kita tidak bisa menjelaskan rasa kangkung dengana cara
menjelaskan rasa tinutuan.

Karakteristik dan perilaku kelompok berbeda dengan karakteristik dan perilaku


individu para anggotanya. Kalau sejumlah individu yang tidak saling mengenal
46

kemudian berkumpul bersama-sama, maka dalam jangka waktu yang tidak lama akan
muncul sifat-sifat yang hanya dimiliki oleh kelompok tersebut. Misalnya norma-norma
dan kebiasaan-kebiasaan kelompok. Durkheim menyatakan bahwa bukan saja perilaku
individu sangat dipengaruhi oleh kelompok tetapi bahkan individu sangat tergantung
pada kelompoknya. Individu tidak bisa hidup lepas dari kelompok atau masyarakat.
Tanpa hidup dalam kelompok atau masyarakat individu perilaku individu menjadi tidak
terkontrol dan menjadi egois. Individu bisa memiliki keinginan-keinginan yang
berlebihan. Keinginan-keinginan tersebut tidak selamanya bisa terpenuhi sehingga
individu bisa mengalami frustasi atau putus asa. Durkheim mengatakan bahwa biasanya
apa yang dianggap baik dan dihargai oleh individu adalah juga dianggap baik dan
dihargai oleh kelompok. Misalnya, norma-norma atau kebiasaan suatu kelompok
biasanya juga dianggap baaik, dikui dan didukung oleh para anggota kelompok. Karena
itu, biasanya para individu anggota kelompok akan mengikuti atau mematuhi norma-
norma dan kebiasaan-kebiasaan kelompok.

a. Pendekatan Human Relation

Pendekatan human relation menunjukkan bagaimana pengaruh kelompok


terhadap perilaku kerja individu dalam organisasi kerja. Pendekatan human relation
muncul dari hasil penelitian pada sebuah perusahaan yang memproduksi telpon.
Penelitian Hawthrone merupakan penelitian di pabrik yang menghasilkan peralatan
telpon, yaitu Western Electric Company pada tahun 1920-1930. Penelitian ini menjadi
dasar perkembangan ilmu sosial di Amerika Serikat. Penelitian Hawthrone didahului
dengan ekperimen tentang bagaimana pengaruh penerangan terhadap produktivitas
pekerja (Miner, 2006). Dalam eksperimen peneliti menetapkan membagi dua kelompok
pekerja, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Tujuan membentuk
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah untuk mengetahui apakah ada
perbedaan antara kelompok kerja yang tempat kerjanya penerangannya tetap (tidak
diubah-ubah), yaitu kelompok kontrol, dengan kelompok eksperimen yang tempat
kerjanya penerangannya diubah-ubah (eksperimen). Kelompok ekperimen
penerangannya diperbesar (dibuat lebih terang), kemudian diperbesar lagi, dan
kemudian lebih diperbesar lagi hingga sangat terang. Bukan cuma itu, kelompok
eksperimen kemudian penerangannya diubah menjadi sangat kecil (redup).
47

Pada saat penerangan diperbesar produktivitas naik, pada saat penerangan


diperkecil produktivitas juga naik. Penerangan pada kelompok kontrol tidak diubah-
ubah. Hasil eksperimen mengejutkan para peneliti. Ternyata produkivitas kelompok
kontrol juga meningkat meskipun penerangannya tidak diubah-ubah. Padahal para
peneliti semua menduga bahwa kelompok kontrol produktivitasnya kelompoknya tetap
(tidak naik atau turun) karena penerangannya tidak diubah-ubah. Akhirnya, para peneliti
menyimpulkan bahwa hanya dengan menjadi bagian eksperimen saja, karena para
anggotanya mendapatkan perhatian yang lebih besar, produktivitasnya meningkat.
Sebelum eksperimen interaksi antara supervisor dan para pekerja sangat terbatas.
Perhatiannya pun hanya berpusat pada pekerjaan dan bukan pada para pekerja itu
sendiri. Pada saat eksperimen baik kelompok kontrol dan kelompok eksperimen para
anggotanya mendapat perhatian yang sama dari supervisor dan peneliti.

Berdasarkan eksperimen penerangan tersebut, beberapa peneliti dari Universitas


Harvard mulai mempelajari kelompok pekerja di pabrik. Tujuan mereka adalah untuk
memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan produkivitas pekerja. Dalam
eksperimen tersebut para peneliti juga memberikan kesempatan bagai para pekerja
untuk mengungkapkan perasaan dan pendapatnya mengenai pekerjaan mereka. Para
peneliti berpendapat bahwa para manajer yang lebih empatik dan memperhatikan para
pekerjanya akan meningkatkan produktivitas daripada manajer yang suka mengatur,
otoriter dan berorientasi ada uang. Para pekerja membutuhkan lebih banyak hal
daripada sekedar insentif dalam bentuk uang. Hasil penelitian kemudian menyimpulkan
bahwa:

a. Perhatian yang diberikan pada para pekerja oleh peneliti, pola-pola komunikasi
yang efektif yang dikembangkan dan kohesi sosial yang tinggi yang muncul
dalam kelompok memunculkan kebutuhan kelompok untuk berinteraksi yang
baik dan kerjasama utuk menghasilkan output yang diinginkan manajemen.
b. Organisasi atau kelompok informal mempengaruhi produktivitas. Peneliti
menemukan bahwa kehidupan suatu kelompok di antara para pekerja.
Hubungan antara pengawas dengan para pekerja cederung mempengaruhi ara
bagaimana para pekerja mengikuuti arahan-arahannya.
48

c. Norma kelompok kerja mempengaruh produktivitas. Para peneliti menemukan


bahwa kelompok-kelompok kerja cenderung membentuk norma mengenai kerja
yang adil. Misalnya, para anggota kelompok tidak menyukai pekerja yang
terlalu rajin dan juga pekerja yang terlalu malas.
d. Tempat kerja merupakan sistem sosial. Tempat kerja merupakan sistem sosial
yang terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung. Para pekerja adalah
orang yang sikap dan efektivitasnya dipengaruhi oleh tuntutan kelompok dari
dalam maupun dari luar tempay kerja. Kelompok informal di tempat kerja
melakukan kontrol sosial atas kebiasaan kerja dan sikap para pekerja secara
individual.
e. Para pekerja membutuhkan pengakuan, keamanan dan perasaan menadi bagian
dari kelompok. Kebutuhan-kebutuhan tersebut lebih penting dalam menentukan
morale (semangat) para pekerja dan produktivitas daripada kondisi fisik dimana
para pekerja bekerja.
f. Alasan mengapa produksi tetap meningkat meskipun ada perubahan-perubahan
kondisi kerja adalah bahwa pada saat dilakukan eksperimen para pekerja
mendapat perhatian dari para peneliti. Para pekerja juga bisa mengungkapkan
perasaan dan pendapatnya.

Menurut Smith (1959) pendekatan human relation mendapat beberapa kritik dari para
ahli sosiologi. Kritik tersebut menyatakan bahwa:

a. Ada kecenderungan untuk menganggap bahwa masyarakat modern ada dalam


kondisi anomie, yaitu kondisi dimana norma-norma sosial tidak bisa lagi
dijadikan sebagai pedoman dalam bertindak. Kenyataan tidak selalu demikian,
bahkan dalam pabrik atau perusahanpun ada solidaritas di antara para pekerja.
b. Ada anggapan bahwa para pekerja hanya dilihat dari sisi kacamata pihak
manajemen. Artinya, pendekatan human relations kurang memperhatikan sudut
pandang dari kepentingan para pekerja, dan hanya memperhatikan kepentingan
para manajer dan pemilik perusahaan.
c. Kurang adanya perhatian pada metode untuk mengatasi konflik antara
manajemen dan pekerja misalnya melalui musyawarah bersama atau tawar
menawar bersama (collective bargaining).
49

d. Kurangnya perhatian pada peranan organisasi pekerja.

b. Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem dalam sosiologi dan sosiologi industri mendapat pengaruh


dari August Comte dan Emile Durkheim. Comte dan Durkheim memandang masyarakat
seperti organisme biologi, misalnya tubuh hewan atau manusia. Manusia yang
merupakan sistem yang memiliki bagian-bagian yang berfungsi seperti jantung, paru-
paru, tangan, dsb. Kalau salah satu bagian tidak berfungsi dengan baik maka bagian-
bagian yang lain juga akan mengalami gangguan sehingga tidak berfungsi dengan baik.
Akibatnya, manusia bisa sakit atau bahkan menemui kematian. Masyarakat juga dapat
dipandang sebagai suatu sistem yang memiliki bagian-bagian. Bagian-bagiannya berupa
sejumlah pola-pola perilaku yang dilakukan oleh anggota masyarakat, misalnya ada
pola perilakau dalam kegiatan ekonomi, pola perilaku dalam kegiatan politik, pola
perilaku dalam agama, dsb. Pola-pola perilaku tersebut sangat penting agar masyarakat
tetap bisa bertahan sebagai masyarakat. Pola-pola perilaku dalam hal ekonomi bertujuan
agar warga masyarakat bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari terkait dengan
makan, minum, dsb. secara terus-menerus dan teratur. Perilaku-perilaku manusia
menjadi terpola (menjadi pola-pola perilaku) karena perilaku tersebut diatur oleh
norma-norma baik yang tertulis (seperti hukum) maupun yang tidak tertulis (seperti adat
kebiasaan) dan kesepakatan-kesepakatan bersama lainya. Norma-norma yang mengatur
perilaku dalam bidang ekonomi disebut sebagai institusi (lembaga) ekonomi, norma-
norma yang mengatur perilaku dalam bidang politik disebut sebagai institusi politik.

Organisasi produksi seperti perusahaan atau pabrik dapat juga dipandang


sebagai suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian. Misalnya dalam perusahaan ada
pimpinan, ada bagian produksi, bagian keuangan, bagian pembelian bahan baku, bagian
penjualan hasil produksi, bagian pemeliharaan, bagian pemasaran, dsb. Bagian tersebut
menjalankan fungsi-fungsi tertentu. Fungsi adalah aktivitas yang harus dilakukan agar
suatu sistem bisa bertahan hidup. Bagian-bagian tersebut dapat dilihat pada struktur
organisasi perusahaan. Berapa banyak bagian dalam struktur organisasi perusahaan
tergantung pada besar kecilnya perusahaan. Pada perusahaan yang besar bagian-
bagiannya banyak sekali, sedangkan pada perusahaan kecil bagian-bagiannya sedikit
50

sekali. Jadi semakin besar perusahaan semakin banyak bagian-bagiannya, semakin kecil
perusahaan semakin sedikit pula bagian-bagiannya. Misalnya pada perusahaan besar
akan ada bagian penelitian dan pengembanga (litbang) serta bagian humas, sedangkan
perusahaan kecil tidak memiliki bagian libang dan humas. Bahkan mungkin bagian
keuangannya tidak ada, karena perusahaan yang kecil biasanya hanya dikelola oleh
pemiliknya sendiri. Pada perusahaan kecil pemilikya mengurusi semua pekerjaan.

Agar perusahaan sebagai suatu sistem bisa bertahan hidup, maka perusahaan
tersebut harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ada banyak jenis
lingkungan dari suatu perusahaan, misalnya pemerintah, masyarakat sekitar, konsumen
produk perusahaan, penyedia bahan baku yang dibutuhkan perusahaan, dan perusahaan-
perusahaan lain yang menjadi pesaingnya. Misalnya, salah satu lingkungan perusahaan
handphone adalah para konsumen handphone. Maka agar perusahaan handphone
tersebut bisa bertahan dan berkembang maka perusahaan tersebut harus bisa
menghasilkan handphone yang diminati oleh para konsumen. Kalau tidak bisa
menghasilkan handphone yang diminati oleh para konsumen maka perusahaan tersebut
bisa bangkrut. Misalnya, dulu ada handphone dengan merek Motorola dan Ericson.
Mungkin karena kedua handphone tersebut tidak diminati oleh para konsumen. Salah
satu penyebab kemunduran Motorola adalah kurang mengembangkan vers-versi baru
smartphone dan lebih memilih penjualan dengan potongan harga
(https://www.liputan6.com 14 Juli 2014). Motorola dan Ericson kalah bersaing dengan
handphone merek Samsung dan Lenovo. Mengapa Motorola dan Ericson kalah
bersaing? Mungkin hal ini disebabkan karena bagian penelitian dan pengembangan
(RD/research and development) tidak berfungsi dengan baik, atau bisa juga karena
bagian pemasarannya kurang berfungsi dengan baik. Dengan kata lain, karena kedua
bagian tersebut tidak berfungsi dengan baik maka perusahaan Motorola tidak bisa
menyesuaikan dengan tuntutan lingkungannya, yaitu para pesaingnya dan para
konsumen handphone. Pada saat ini terdapat penjualan 408.97 juta handphone dimana
penjualan yang tertinggi adalah Samsung (70.78 juta), yang kedua Apple 64.52 juta, dan
ketiga Huwai (60.40 juta). Kemudian disusul oleh Oppo, Xiaomi dan lain-lain
(detikinet, https://m.etik.com)
51

Lingkungan juga bisa berupa pemerintah dan masyarakat sekitar. Pemerintah


mengeluarkan undang-undang pencemaran lingkungan yang melarang suatu perusahaan
melakukan pencemaran lingkungan atau merusak lingkungan. Kalau ada pabrik yang
mencemari lingkungannya maka pabrik atau perusahaan tersebut bisa dipidana. Karena
itu perusahaan berusaha membangun instalasi pengolah limbah. Perusahaan air kemasan
Aqua di Sulawesi Utara pernah mendapat protes dari masyarakat karena perusahaan
tersebut menyedot banyak air sehingga banyak sumur disekitar perusahaan mengalami
kekeringan. Kalau perusahaan terus merusak lingkungan dan merugikan masyarakat
sekitar maka pemerintah atas desakan masyarakat bisa menutup perusahaan. Agar
perusahaan bisa bertahan, maka perusahaan Aqua melakukan kegiatan penghijauan
terhadap hutan yang gundul, melakukan penanaman pohon di tepi jalan, memberikan
bantuan air minum dan sumur kepada masyarakat sekitar. Bukan cuma itu, perusahaan
juga memberikan batuan kepada pemerintah kelurahan pada setiap Hari Kemerdekaan
17 Agustus dan para anggota masyarakat modal untuk kegian usaha.

Hasil kajian Komisi Eropa menyatakan, sekitar 45% dari ekspansi perkebunan
kelapa sawit sejak tahun 2008 telah berujung pada kehancuran hutan, lahan gambut
(peatlands) dan lahan basah (wetlands) serta menghasilkan emisi gas rumah kaca secara
terus-menerus. Oleh karena itu, pemerintah Uni Eropa berencana menghapus secara
bertahap pemakaian biofuel berbasis minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO)
hingga 0% pada 2030 (CNBC Indonesia, 28 Maret 2019). Hal ini memaksa perusahaan
kelapa sawit memikirkan bagaimana cara mengatasi masalah tersebut.

c. Pendekatan Interaksionis Simbolis

Interaksionis simbolis merupakan teori sosiologi yang dikembangkan di


Universitas Chicago oleh Charles Horton Cooley dan George Herbert Mead. Teori
interaksionis simbolis menyatakan bahwa interaksi dan komunikasi antar manusia
tergantung pada penggunaan simbol-simbol yang berupa kata-kata, gerakan tubuh atau
wajah, pakaian, warna, dsb. Kata-kata jelas merupakan simbol. Gerakan yang berupa
lambaian tangan merupakan tindakan simbolis yang bermakna selamat datang atau
selamat tinggal. Pakaian dengan model atau warna tertentu juga menyimbolkan apa
pekerjaan orang yang memakainya, apakah buruh (blue collar/pekerja kasar) atau
52

manajer (white collar/pekerja halus). Dalam pandangan interaksionis simbolis semua


tindakan selalu merupakan tindakan simbolis yang mengandung makna. Pekerja yang
sering datang terlambat bisa jadi menyimbolkan bahwa pekerja tersebut merasa tidak
puas dengan gajinya atau dengan tempat kerjanya, dan bisa juga merupakan simbol
perlawanan kepada pimpinan perusahaan.

Kesadaran tentang diri (self) atau identitas berkenaan dengan pertanyaan siapa
saya (atau kita) atau siapa dia (atau mereka). Individu mendapatkan kesadaran tentang
dirinya lewat proses sosialisasi atau belajar sosial. Dalam proses tersebut terjadi apa
yang dinamakan internalisasi simbol yang terkait dengan dirinya sendiri dalam
hubungannya dengan orang lain sehingga kehidupan menjadi bermakna. Kesadaran
tentang diri diperoleh lewat taking the role of the other atau mengambil peranan orang
lain. Maksudnya, seseorang membayangkan bagaimana menjadi orang lain. Di samping
itu kesadaran tentang diri juga diperoleh lewat looking glass self atau melihat diri
sendiri dengan melihat bagaimana orang lain bertindak terhadap diri kita. Misalnya,
orang baru tahu kalau dirinya kurang disukai setelah melihat beberapa orang yang
menjahuinya. Lewat proses taking the role of the other dan looking glass self maka
orang bisa mengatur hubungannya dengan orang lain dan menghindari terjadinya
konflik. Interaksionis simbolis memandang bahwa ada saling ketergantungan antara
individu dan kelompok. Kelompok adalah sekumpulan individu yang berinteraksi satu
dengan yang lain dengan menggunakan simbol-simbol bersama, yaitu simbol-simbol
yang maknanya dimengerti secara sama oleh semua anggota kelompok. Dikatakan ada
saling ketergantungan antara individu dan kelompok karena individu bisa
mempengaruhi kelompok dan kelompok bisa mempengaruhi individu.

Pekerjaan memberikan seseorang sebuah identitas, misalnya seseorang sebagai


anggota Satpam, kasir atau sebagai manajer. Dalam organisasi atau perusahaan orang
biasanya dalam bertindak dipengaruhi oleh identitasnya. Orang yang mencintai
pekerjaannya akan menunjukkan identitasnya pada orang lain karena dia merasa bangga
dengan identitasnya. Orang yang tidak suka dengan pekerjaannya atau merasa malu
dengan pekerjaanya biasanya akan menyembunyikan identitasnya. Orang-orang yang
memiliki pekerjaan yang sama atau identitas yang sama akan menunjukkan solidaritas
dengan sesamanya dan menjaga jarak atau sedikit menjaga jarak dengan orang yang lain
53

identitasnya. Simbol-simbol identitas, seperti pakaian, topi atau tanda pangkat pada
dasarnya menjadi sarana untuk mendekatkan dengan orang yang sama identitasnya dan
membedakan dengan orang lain yang berbeda pekerjaan dan identitasnya. Simbol-
simbol identitas tersebut juga berguna sebagai sarana untuk memudahkan proses
interaksi orang-orang yang sama identitasnya dan antara orang-orang yang berbeda
identitasnya. Simbol-simbol identitas juga berguna sebagai sarana untuk mengontrol
perilaku seseorang. Karena simbol-simbol identitas bisa menjadi sarana untuk
mengontrol perilaku seseorang, maka simbol-simbol identitas juga bisa menjadi sarana
untuk menciptakan dan mempertahankan keteraturan dalam organisasi kerja.

Bagaimana pentingnya simbol-simbol identitas dalam menciptakan dan


mempertahankan keteraturan bisa kita lihat pada kenyataan bahwa perusahaan besar
atau rumah sakit biasanya para karyawan atau pegawainya diwajibkan menggunakan
seragam sesuai dengan jabatannya. Kalau semua pegawai rumah sakit semuanya bebas
menggunakan pakaian sesuai dengan seleranya akan sangat sulit bagi para pasien atau
pengunjung untuk menemui perawat atau dokter yang dibutuhkannya. Akan sangat sulit
bagi pimpinan rumah sakit untuk perawat atau dokter yang diinginkannya karena tidak
bisa membedakan antara perawat dan dokter dengan para pengunjung rumah sakit. Hal
yang sama juga bisa terjadi di perusahaan kalau para karyawannya tidak diwajibkan
menggunakan seragam. Biasanya di rumah sakit atau di perusahaan besar seragam
dibedakan berdasarkan jabatan atau jenis pekerjaanya. Di perusahaan atau pabrik yang
besar biasanya para pucuk pimpinan (top manager) menggunakan pakaian yang lebih
bebas meskipun tetap harus rapi. Sedangkan para pegawai bawahannya dan buruhnya
yang lebih rendah lagi statusnya biasanya diharuskan menggunakan seragam.
Keharusan menggunakan seragam ini, disamping sebagai tanda status, juga berfungsi
untuk memudahkan interaksi dan komunikasi antar sesama kelompok kerja dan antara
anggota-anggota satu kelompok kerja dengan kelompok kerja yang lain. Seragam juga
menunjukkan tinggi rendahnya status. Orang yang status pekerjaanya berbeda
seragamnya juga berbeda. Penggunaan seragam dan perbedaan seragam ini juga sangat
penting untuk memudahkan kontrol dan menjaga keteraturan. Misalnya, kalau tidak
diwajibkan menggunakan seragam maka pimpinan akan sulit untuk mengontrol para
pekerja. Pekerja bisa berkeliaran tanpa kesana kemari. Seragam juga berfungsi untuk
meningkatkan solidaritas.
54

Organisasi sebagai Negotiated Order

Biasanya orang melihat organisasi dari struktur resminya. Pada struktur resmi
ada status atau jabatan ketua atau direktur, sekretaris, wakil ketua, bendahara, dsb. Itu
yang biasa kita lihat pada organisasi. Pada organisasi kerja atau organisasi produksi,
seperti perusahaan, juga ada struktur resminya. Tergantung besar-kecilnya perusahaan.
Pada perusahaan besar tentu ada banyak jenis status atau jabatannya. Misalnya,
disamping direktur, sekretaris dan bendahara, masih ada bagian-bagian atau divisi-
divisi. Ada bagian produksi, bagian pembelian, bagian pemasaran, bagian humas,
bagian promosi, dsb. Pada masing-masing bagian ada kepala dan karyawan
bawahannya. Orang-orang yang menduduki status atau jabatam tersebut sudah
ditentukan secara tertulis tugas-tugas dan tanggung jawab apa yang harus dilakukan.
Bukan cuma tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan tetai juga hak-hak dari
orang-orang yang menduduki jabatan juga diatur secara tertulis. Jika semua orang
bertindak dan bekerja sesuai dengan aturan maka organisasi akan berjalan dengan baik.

Kalau memperhatikan struktur, jabatan, dan aturan-aturan yang ada pada


organisasi, nampak bahwa keteraturan yang ada bersifat statis. Kenyataan tidak
demikian, organisasi bersifat dinamis. Ada orang-orang yang merasa jabatannya tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan, tidak sesuai dengan kemampuannya, merasa
pekerjaannya terlalu berat bebannya. Tetapi, ada juga orang yang merasa jabatannya
sangat sesuai dengan harapan dan kemampuannya sehingga tugas-tugas yang melekat
pada jabatannya dikerjakan dengan sangat baik. Orang-orang yang merasa beban
kerjanya terlalu berat, membosankan kemungkinan besar akan banyak mengeluh.
Kondisi tersebut membuat organisasi yang secara kasat mata nampak berjalan dengan
mulus tetapi kalau diamati ternyata penuh dengan ketegangan dan konflik. Ada aturan-
aturan yang dilanggar, ada aturan-aturan yang sangat ditaati. Dalam organisasi ada
pengelompokan-pengelompokan. Orang-orang dalam organsasi berusaha menyesuaikan
diri dengan situasi yang ada meskipun tidak menyenangkan. Ada juga orang-orang yang
berisaha merubah keadaan supanya menjadi lebih baik.

Dalam kondisi tersebut biasanya dalam organisasi akan ada kesepakatan-


kesepakatan yang diikuti oleh semua anggota organisasi, mekipun mungkin dengan
55

terpaksa. Bagi orang yang memiliki jabatan tinggi dan besar kekuasaanya mungkin akan
lebih mudah memaksakan kesepakatan, sedangkan yang jabatannya rendah dan lemah,
dengan terpaksa mengikuti kesepakatan. Pekerja yang lebih rendah dan sedikit
kekuasaannya membentuk kelompok-kelompok. Kelompok tersebut bisa mendesak
pimpinann untuk melakukan perubahan-perubahan paraturan sehingga bisa
memperlancar pelaksanaan pekerjaan atau memberikan beban kerja yang lebih sedikit.
Kesepakatan-kesepakatan tersebut merupakan bentuk negotiated order. Negotiated
order adalah keteraturan atau tatanan yang merupakan hasil dari tawar-menawar.
Tawar-menawar yang menghasilkan kesepakatan-kesepakatan tersebut tidak selalu
diungkapkan secara verbal dengan kata-kata. Sama seperti dalam kuliah. Kuliah sesuai
jadwal dimulai Jam 7 pagi. Pada awalnya dosen datang tepat pada waktunya, sedikit
saja mahasiswa yang datang tepat pada waktunya. Setelah kuliah 2 atau 3 kali tetap saja
mahasiswa yang datang cumua sedikit, akhirnya dosen datang dan kuliah mulai jam
7.30. Akhirnya mahasiswa sebagian besar datang jam 7.30. Untuk hari-hari kuliah
berikutnya kuliah dimulai jam 7.30. Meskipun dosen tidak pernah menyatakan kuliah
mulai jam 7.30, baik mahaiswa maupun dosen datang dan mulai kuliah jam 7.30. Inilah
negoitated order, aturan-aturan hasil tawar-menawar.

Dalam pandangan organisasi sebagai negoitated order kita tidak bisa melihat
organisasi hanya dengan melihat bagan organisasinya saja. Hanya dengan melihat bagan
organisasi saja kita seolah-oah sudah tahu persis siapa yang berkuasa dan siapa yang
dikuasai. Seolah-olah semuanya berjalan dengan mulus. Dengan memadang organisasi
sebagai negoitated order kita harus melihat organisasi tidak hanya dengan melihat
bagan atau struktur organisasinya saja tetapi harus melihat bagaimana kenyataan yang
sebenarnya mengenai hubungan-hubungan antara atasan dan bawahan, antara satu
bagiann atau departemen dengan bagian yang lain.

d. Pendekatan Weberian

Max Weber mengatakan bahwa tindakan sosial adalah tindakan yang memiliki
makna dan tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan tindakan-tindakan
orang lain (individu atau kelompok). Bagi Weber tindakan dari dua orang yang secara
lahiriah nampak sama tetapi makna-makna bisa berbeda. Karena itu untuk mempelajari
56

akibat tindakan seseorang seorang sosiolog harus berusaha memahami makna-makna


tindakan orang tersebut. Orang-orang, misalnya A dan B, yang bekerja di suatu
perusahaan misalnya, bisa jadi memiliki makna-makna yang berbeda. A memaknai
bahwa bekerja tersebut sebagai sarana untuk mendapatkan gaji atau upah saja,
sedangkan B memaknai bahwa bekerja tersebut sebagai sarana untuk mendapatkan
pengalaman kerja. Bagi A karena tujuan bekerjanya adalah untuk mendapatkan gaji atau
upah semata maka A akan sangat berharap bahwa gajinya terus mengalami kenaikan.
Berbeda dengan A, B tidak terlalu mempersoalkan berapa gajinya. B lebih
mengharapkan pimpinannya bisa memindahkan dirinya dari satu bagian ke bagian lain
supaya mendapatkan banyak pengalaman dan pengetahuan di beberapa jenis pekerjaan.

Makna-makna kerja tersebut juga sering disebut dengan istilah orientasi kerja.
Orientasi kerja sering dipengaruhi oleh budaya masyarakat dimana para pekerja menjadi
anggotanya. Ada macam-macam orientasi kerja. Orientasi kerja ini perlu juga dipelajari
karena orientasi kerja bisa berpengaruh kepada kepuasan para pekerja di tempat kerja
(workplace)-nya. Orientasi kerja bisa mendukung pelaksanaan pekerjaan dan tujuan
perusahaan dan bisa juga bertentangan. Orientasi kerja yang tidak mendukung bisa
menurunkan produktivitas perusahaan, dan akhirnya merugikan perusahaan..

Weber mengatakan bahwa semakin maju masyarakat maka masyarakat akan


semakin berpikir dan bertindak secara rasional. Bertindak secara rasional berarti dalam
bertindak orang memperhitungkan sarana atau cara-cara (means) yang paling efisien
(atau menguntungkan) dalam mencapai tujuan (goal/end/objective). Kegiatan produksi
atau industri merupakan kegiatan mengubah bahan baku menjadi barang jadi yang
dilakukan secara berulang dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Dalam
kegiatan industri yang besar cara yang paling rasional adalah dengan mengorganisir
kegiatan tersebut dalam suatu organisasi birokrasi. Ciri-ciri utama birokrasi adalah
sebagai berikut:

a. Birokrasi terdiri dari organisasi fungsi-fungsi jabatan yang diikat dengann


aturan.
b. Tiap-tiap jabatan memiliki bidang kompetensi spesifik. Setiap jabatan
bertanggung jawab untuk melaksanakan berbagai fungsi, wewenang untuk
57

melaksanakan fungsi, dan sarana paksa yang dibutuhkan untuk melaksanakan


fungsi tersebut.
c. Jabatan-jabatan yang ada diorganisir dalam suatu sistem yang hirarkhis.
d. Pejabat yang menduduki jabatan tersebut memiliki kualifikasi ketrampilan
teknis yang memerlukan sejumlah pelatihan.
e. Para staf yang menduduki jabatan tersebut tidak menggunakan alat atau
perlengkapan tugas yang dimilikinya sendiri. Organisasilah yang bertanggung
jawab untuk menyediakan alat atau perlengkapan yang digunakan untuk
menjalankan fungsi. Alat atau perlengkapan tersebut tidak boleh digunakan
untuk tujuan kepentingan sendiri.
f. Staf yang menduduki jabatan tidak boleh memanfaatkan jabatannya untuk
kepentingan pribadi.
g. Setiap tindakan administratif, keputusan atau kebijakan, dan aturan-aturan harus
dicatat dalam bentuk tertulis.
h. Para staf yang menduduki jabatan dan melaksanakan fungsinya diberi gaji
secara tetap dan teratur.

Industri kecil yang hasil produksinya tidak banyak biasanya tidak diorganasir
secara birokratis. Misalnya, industri kecil yang mempekerjakan anggota keluarga atau
orang sekampung. Dalam industri seperti ini biasanya pimpinannya adalah yang
memiliki usaha. Pada umumnya tidak atauran-aturan tertulis. Tidak ada pemisahaan
antara keuangan usaha dan keungan keluarga, sehingga sulit menghitung keuntungan
atau kerugian. Weber menganggap industri kecil seperti ini tidak dikelola secara
rasional.

George Ritzer (2019) mengatakan bahwa sebagian besar kegiatan usaha akan
mengarah pada proses rasionalisasi. Ritzer memberikan contoh mengenai restoran cepat
saji McDonald (sama seperti Kentucky Fried Chicken). Restoran McDonald dikelola
secara rasional sehingga sangat efisien. Misalnya, para pembeli diminta untuk melayani
diri sendiri dengan cara antre dan membayar begitu mendapatkan makanan yang
dipesannya. Di bagian depan restoran karyawannya melayani pembeli sambil menerima
uang, ada karyawan yang membawa makanan dari dapur (bagian belakang) ke bagian
depan, di belakang ada karyawan yang khusus memasak, dsb. Semua gerakkan
58

karyawan sudah diperhitungkan dengan sangat cermat oleh perancang restoran. Daging
ayamnya dipotong-potong dengan ukuran yang persis sama, demikian juga kentangnya.
Bumbu atau rempah-rempahnya juga diukur dengan tepat sehingga menghasilkan rasa
yang tidak berubah-ubah dari waktu ke waktu selama bertahun-tahun. Semuanya itu
dilakukan demi efisiensi keuangan dan tenaga kerja. Pengelolaan restoran McDonald
maupun Kentucky Fried Chicken sangat berbeda dengan restoran-restoran tradisional
yang kurang dikelola secara rasional. Restoran tradisional yang banyak pengunjungnya,
kemudian pemiliknya membuka cabang di tempat lain. Tetapi, rasa makanan di restoran
cabangnya bisa berbeda dengan restoran induknya. Berbeda dengan restoran McDonald,
antara ayam goreng yang di McDonald Manado rasanya tidak berbeda dengan yang ada
di McDonald Jakarta atau Medan.

McDonalization atau MacDonaldisasi sebenarnya merupakan suatu istilah yang


digunakan oleh Ritzer terhadap praktek kerja yang didasarkan pada perhitungan yang
rasional demi efisiensi kerja dalam proses produksi. Karena itu, proses McDonaldisasi
tidak hanya ada pada restran cepat saji saja tetapi juga dalam pasar swalayan,
pembangunan perumahan, dsb. Dalam pembangunan perumahan di real estate rumah-
rumah dibangun dengan ukuran model yang seragam dengan ukuran yang sama.
Dengan cara seperti itu, pengerjaannya bisa lebih cepat dan lebih bisa menghemat
material bahan bangunan.

e. Pendekatan Marxian

Menurut Marx, manusia bisa mencapai kepenuhannya sebagai manusia lewat


pekerjaannya. Manusia berbeda dengan hewan yang bisa mendapatkan makanan tanpa
pekerja. Hewan bisa mendapatkan makanan yang tersedia di alam sekitarnya tanpa
harus mengolah alam terlebih dulu seperti manusia agar bisa mendapatkan makanan.
Kerja merupakan proses sosial dan lewat kerja maka dunia diciptakan agar sesuai
dengan kebutuhan hidup manusia, misalnya manusia membangun rumah sebagai tempat
untuk berlindung dari panasnya terik matahari dan dinginnya guyuran air hujan. Lewat
kerja pula potensi-potensi diri manusia bisa tumbuh dan berkembang. Orang yang
senang dengan seni akan lebih baik kalau bekerja di bidang seni; orang yang senang
dengan tehnik akan lebih baik kalau bekerja di bidang teknik. Orang yang bekerja
59

sesuai dengan bidang yang disenanginya maka potensi-potensi yang ada dalam dirinya
bisa tumbuh dan berkembang. Seperti bijih tanaman yang jatuh di tanah yang subur,
akan tumbuh dengan subur pula tanamannya.

Masyarakat kapitalis adalah masyarakat yang ciri-cirinya: (1) didasarkan pada


pemilikan pribadi, (2) yang dalam memproduksi sesuatu orientasinya keuntungan, (3)
adanya buruh yang bebas, (4) adanya pasar dengan persaingan bebas, dan (5) adanya
peraturan hukum yang rasional dan tertulis untuk menjamin adanya keteraturan dan
perlindungan hak milik. Dalam masyarakat kapitalis ada sekelompok kecil yang
memiliki banyak kekayaan yang berupa uang atau tanah, dan sebagian besar orang yang
tidak memiliki kekayaan. Yang tidak memiliki kekayaan ini hanya memiliki tenaga
untuk bisa bekerja. Dengan kekayaan yang dimiliknya orang mendirikan perusahaan.
Orang yang tidak memiliki kekayaan dan hanya memiliki tenaga hanya bisa memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja atau menjual tenaganya pada perusahaan milik
para kapitalis. Dalam masyarakat kapialis ada persaingan yang keras antar perusahaan
kapitalis untuk mendapatkan keuntungan. Karena ada persaingan yang keras, maka
keuntungan yang diperoleh akan diinvestasikan lagi untuk memperluas atau
memperbesar perusahaan. Para kapitalis harus membeli bahan baku dan sumber enerji
seperti listrik atau gas. Bahan baku dann sumber enerji sering tidak bisa ditekan
harganya. Karena itu, dalam persiangan untuk mendapatkan banyak keuntungan meski
barang hasil produksinya tidak naik, maka yang biasa ditekan harganya adalah harga
tenaga kerja manusia. Artinya, agar mendapat banyak keuntungan dan memenangkan
persingan maka upah pekerja tidak dinaikan, meskipun kebutuhan pangan untuk para
pekerja meningkat. Kalau para pengusaha kapitalis ingin mendapatkan keuntungan,
maka cara lain adalah dengan menggunakan mesin-mesin dan komputer untuk
menggantikan pekerja sehingga jumlah pekerjanya tidak perlu dalam jumlah yang besar.
Bagi pengusaha, jauh lebih mudah mengatasi mesin-mesin atau komputer yang rusak
daripada mengatasi masalah ratusan atau bahkan ribuan tenaga kerja. Akibatnya adalah
adanya pengangguran yang melimpah.

Pada dasarnya dalam masyarakat kapitalis mengandung unsur-unsur konflik


antara para kapitalis pemilik perusahaan dengan para buruh karena keduanya memiliki
kepentingan yang saling bertentangan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sandang,
60

pangan dan papan, buruh mengharapkan kenaikan upah. Sebaliknya, untuk mendapat
banyak keuntungan para kapitalis enggan menaikkan upah. Meskipun para buruh bebas
untuk memilih pekerjaan, tetapi pada kenyataanya tidak, karena buruh mau tidak mau
tetap harus bekerja untuk bisa mempertahankan hidupnya sendiri dan keluarganya.
Buruh terpaksa harus bekerja. Menurut Marx, karena buruh tidak memiliki kebebasan
untuk memilih pekerjaan, buruh akan mengalami apa yang disebut keterasingan atau
alienasi (alienation). Ada empat bentuk alienasi yang dialami buruh:

Istilah-istilah penting dalam sosiologi Marx adalah kelas, eksplotasi, proses


kerja daan alienasi. Istilah-istilah tersebut digunakan untuk menjelaskan tentang
kegiatan industri dan pekerjaan. Dalam sosiologi industri Marx selalu beranggapan
bahwa kelas kapitalis atau pemilik perusahaan industri selalu mengeksplotasi kelas
pekerja yang bekerja di pabrik dengan tujuan untuk mendapat keuntungan yang sebesar-
besarnya, misalnya dengan membayar upah yang rendah dan waktu kerja yang panjang.
Dengan cara demikian para kapitalis bisa bertahan dan memenangkan persaingan serta
mengakumulasi kekayaan dan modal. Dalam industri perdagangan misalnya, pada saat
ini banyak bermunculan mini market di Manado dan wilayah perdesaan. Akibatnya
banyak warung kecil yang tutup atau tidak laku barang dagangannya.

Harry Braverman adalah ahli sosiologi yang mengikuti pandangan Marx.


Braverman melihat berbagai kecenderungan dimana pekerjaan didesain dalam rangka
meningkatkan produktivitas para pekerja. Braverman beranggapan bahwa dalam
mengejar kepentingannya, yaitu keuntungan, disain kerja tersebut mengarah pada
kecenderungan umum yang berupa deskilling, rutinisasi, dan penggunaan mesin
(mekanisasi). Kecenderungan seperti itu terjadi dalam segala bidang dari pabrik hingga
perdagangan eceran (seperti pasar swalayan dan mini market). Model Taylorisme
diterapkan (Braverman, 1974). Deskilling adalah proses dimana para pekerja
menjadi semakin rendah tuntutan ketrampilan atau keahliannya. Pekerja terbiasa
melakukan pekerjaan yang sederhana secara terus-menerus. Pekerja yang tidak trampil
dan rendah pengetahuannya ini mudah dikontrol dan dikuasai oleh para manajer.
Manajerlah yang memiliki banyak pengetahuan dan pengetahuannya tentang pekerjaan
semakin mendalam. Para insinyur industri dan para ahli human relations bekerja
61

bersama-sama merancang atau mendisain bagaimana pekerjaan harus dilaksanakan


seefisien mungkin.

Kata-kata Kunci:

Mode produksi Pendekatan human relation


Kekuatan produksi Teori X dan teori Y Hirarkhi kebutuhan
Hubungan sosial produksi Tindakan rasional
Eksploitasi Rasionalisasi
Alienasi Birokrasi
Pembagian kerja Interaksionis simbolis
Solidaritas mekanik Deskilling
Solidaritas organik Negoitated order
Anomi
Pembagian kerja paksaan

Bacaan:

Braverman, Harry, 1974, Labor and Monopoly Capital, New York: Monty Review
Press.
Castell, P.D, 2011, “Taylorism, Fordism & Post-Fordism”, dalam The Social
Organization of Work (Salem Eds), Pasadena, California: Salem Press.
Durkheim, Emile, 1984, The Division of Labor in Society, New York: Free Press.
Gregor, Douglass C., 1960, The Human Side of Entreprise, New York: McGraw-Hill.
Hadden, Richard W., 1997, “Sociological Theory: An Introduction to Classical
Tradition,” Ontario: Broadview Press.
Maslow, Abraham, 1954, Motivation and Personality, New York: Harper & Row.
Miner, John B., 2006, Organizational Behavior 3: Historical Origins, Theoretical
Foundations and the Future, Armonk, New York: M.E. Sharpe Inc.
Ritzer, George, 2018, Classical Sociological Theory, Thousand Oaks, California: Sage
Publication.
- , 2019, The McDonaldization of Society: Into the Digital Age, Thousand
Oaks, California: Sage Publications, Inc.
Watson, Tony J., 2003, Sociology, Work, and Industry, London: Routledge.
Weber, Max, 1947, The Theory of Social and Economic Organization, New york: The
Free Press.
- , 2002, “Economy and Society: An Ouline of Interpretive Sociology”, dalam
Economic Sociology (Nicole W. Biggart, Ed.), Malden, Massachussett:
Blackwell Publihers Ltd.
Lainnya:
CNBC Indonesia, 28 Maret 2019
62

Salah Kembangkan Produk, Motorola Ambruk dari Kesuksesannya. http://www.


Liputan6.com (14 Juli 2014).
5 Penguasa Pasar Ponsel Dunia Detikinet (22 Februari 2019).

Anda mungkin juga menyukai