Anda di halaman 1dari 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/336764610

Pemikiran-Pemikiran Karl Marx

Preprint · October 2019


DOI: 10.31219/osf.io/5q2ts

CITATIONS READS

0 51,497

1 author:

M Chairul Basrun Umanailo


Universitas Iqra Buru
329 PUBLICATIONS   1,921 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

MULTILINGUAL MATERIAL DEVELOPMENT FOR PESANTREN STUDENTS View project

Sosiologi politik View project

All content following this page was uploaded by M Chairul Basrun Umanailo on 28 October 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Pemikiran-Pemikiran Karl Marx
M Chairul Basrun Umanailo

Materialisme Historis
Materialisme Historis merupakan istilah yang sangat berguna untuk memberi nama pada asumsi-
asumsi dasar menganai teorinya. Dari The Communist Manifesto dan Das Kapital, dimana
penekanan Marx adalah pada kebutuhan materil dan perjuangan kelas sebagai akibat dari usaha-
usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Menurut pandangan ini, ide-ide dan kesadaran manusia
tidak lain daripada refleksi yang salah tentang kondisi-kondisi materil. Perhatian ini dipusatkan
Marx sebagai uasaha Marx untuk meningkatkan revolusi sosialis sehingga kaum proletariat dapat
menikmati sebagian besar kelimpahan materil yang dihasilkan oleh industrialisme.
Menurut Marx, suatu pemahaman ilmiah yang dapat diterima tentang gejala sosial menuntut si
ilmuwan untuk mengambil sikap yang benar terhadap hakikat permasalahan itu. hal ini mencakupi
pengakuan bahwa manusia tidak hanya sekedar organisme materil, sebaliknya manusia memiliki
kesadaran diri. Dimana, mereka memiliki suatu kesadaran subyektif tentang dirinya sendiri dan
situasi-situasi materialnya.
Penjelasan Marx pada Materialistis tentang perubahan sejarah, diterapkan pada pola-pola perubahan
sejarah yang luas, penekanan materialistis ini berpusat pada perubahan-perubahan cara atau teknik-
teknik produksi materil sebagai sumber utama perubahan sosial budaya. Dalam The German
Ideology Marx menunjukkan bahwa manusia menciptakan sejarahnya sendiri selama mereka
berjuang menghadapi lingkungan materilnya dan terlibat dalam hubungan-hubungan sosial yang
terbatas dalam proses-proses ini. Tetapi kemampuan manusia untuk membuat sejarahnya sendiri,
dibatasi oleh keadaan lingkungan materil dan sosial yang sudah ada. Ketegangan-ketegangan yang
khas dan kontradiksi-kontradiksi yang menonjol akan berbeda-beda menurut tahap sejarahnya serta
perkembangan materil sosialnya. Tetapi dalam semua tahap, perjuangan individu dalam kelas-kelas
yang berbeda untuk menghadapi lingkungan materil dan sosialnya yang khusus agar bisa tetap
hidup dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, merupakan sumber utama perubahan untuk tahap
berikutnya. Marx mengandaikan bahwa pemilikan daya-daya produksi masyarakat secara komunal
dan suatu distribusi yang lebih merata yang didasarkan pada kebutuhan manusia, bukan kerakusan
borjuis.

Infrastruktur Ekonomi dan Superstruktur Sosio Budaya


Marx berulang-ulang menekankan ketergantungan politik pada struktur ekonomi, tipe analisa yang
sama berlaku untuk pendidikan, agama, keluarga, dan semua institusi sosial lainnya. Sama halnya
dengan kebudayaan suatu masyarakat, termasuk standar-standar moralitasnya, kepercayaan-
kepercayaan agama, sistem-sistem filsafat, ideologi politik, dan pola-pola seni serta kreativitas
sastra juga mencerminkan pengalaman hidup yang riil dari orang-orang dalam hubungan-hubungan
ekonomi mereka. Hubungan antara infrastruktur ekonomi dan superstruktur budaya dan struktur
sosial yang dibangun atas dasar itu merupakan akibat langsung yang wajar dari kedudukan
materialisme historis. Adaptasi manusia terhadap lingkungan materilnya selalu melalui hubungan-
hubungan ekonomi tertentu, dan hubungan-hubungan ini sedemikian meresapnya hingga semua
hubungan-hubungan sosial lainnya dan juga bentuk-bentuk kesadaran, dibentuk oleh hubungan
ekonomi itu.
Mengenai determinisme ekonomi Marx tidak menjelaskan secara konsisten, sekalipun ekonomi
merupakan dasar seluruh sistem sosio budaya, institusi-institusi lain dapat memperoleh otonomi
dalam batas tertentu, dan malah memperlihatkan pengaruh tertentu pada struktur ekonomi. Pada
akhirnya struktur ekonomi itu tergantung terhadapnya

Kelas Sosial, Kesadaran Kelas, dan Perubahan Sosial


Seperti dikatakan oleh Paul Doyle Johnson dalam bukunya Teori Sosiologi Klasik Dan Modern
yang diterjemahkan oleh Robert M. Z. Lawang (1986) bahwa Karl Marx bukanlah orang pertama
yang menemukan kelas sosial dalam masyarakat. Meskipun dia sendiri sering menggunakan konsep
itu, namun dia tidak memberikan analisa yang sistematis dan komprehensif tentang itu. Walaupun
konsep kelas begitu meluasnya ke hampir seluruh tulisan-tulisan pokoknya, perlu dikatakan bahwa
dia melihatnya sebagai kategori yang paling mendasar dalam struktur sosial. 1 Jadi sebenarnya Marx
tidak secara jelas mendefinisikan konsep kelas tetapi dia lebih kepada memaparkan situasi dan
kondisi yang terjadi pada masa tersebut yang diamatinya.
Kelas-kelas sosial muncul menurut Doyle (1986: 146) sangat erat kaitannya dengan konsep Marx
mengenai materialisme historis. Di mana kemampuan manusia untuk memenuhi berbagai
kebutuhannya tergantung pada terlibatnya mereka dalam hubungan sosial dengan orang lain untuk
mengubah lingkungan materil melalui kegiatan produktifnya.
Menurut Marx, kelas-kelas akan timbul apabila hubungan-hubungan produksi melibatkan suatu
pembagian tenaga kerja yang beraneka ragam, yang memungkinkan terjadinya surplus produksi
sehingga merupakan pola hubungan memeras terhadap masa para memproduksi. Dengan demikian
dapat disimpulkan dari pemikiran Marx bahwa kelas-kelas sosial akan muncul karena faktor
ekonomi terutama kepemilikan dan ketiadapemilikan alat produksi dan hubungan-hubungan sosial
dalam produksi.
Kutipan dari The Communist Manifesto di pendahuluan dengan jelas menegaskan model dua kelas
dalam masyarakat, meskipun Marx tidak selalu konsisten dalam hal ini. Dalam satu bagian dari Das
Kapital jilid ketiga, Marx mulai dengan suatu penjelasan yang sistematis mengenai konsep kelas itu,
di mana dia mengidentifikasikan tiga kelas utama dalam msasyarakat kapitalis: buruh upahan,
kapitalis, dan pemilik tanah. Kelas-kelas ini dibedakan terutama karena perbedaan-perbedaan dalam
sumber-sumber pendapatan pokok, yakni upah, keuntungan dan sewa tanah.... Tetapi ide bahwa
masyarakat-masyarakat kapitalis di masa Marx hidup ada pada proses gerak menuju sistem dua
kelas saja, juga dikemukakannya dalam The Communist Manifesto: “Masyarakat sebagai satu
keseluruhan menjadi semakin terbagi dalam dua kelompok besar yang saling bermusuhan ke dalam
dua kelas yang saling berhadapan secara langsung: Borjuis dan Proletariat”.2 Untuk lebih jelasnya
mengenai dua istilah kelas tersebut akan dijelaskan di bawah ini:
1. Kelas Borjuis (Bourgeoisie)
“The Bourgeoisie is the particular name for the capitalist in the modern economy. They own
the means of production and employ wage labor...” (Ritzer & Goodman)3
Istilah Borjuis (Bourgeoisie) lebih sering dan lebih praktisnya diartikan sebagai kelas yang
memiliki alat produksi. Dalam masyarakat kapitalis, kelas yang paling dominan adalah kelas
borjuis. Kelas borjuis dikutip dalam Doyle (1986: 148) dapat dibagi lagi ke dalam borjuis yang
dominan dan borjuis kecil.
a). Borjuis yang dominan terdiri dari kapitalis-kapitalis besar dengan perusahaan raksasa yang
mempekerjakan banyak buruh. Di antara kapitalis-kapitalis yang dominan, juga dapat
dibedakan antara kapitalis uang dan kapitalis industri (David McCellan, “karl Marx”,
1975: 44);
b). Borjuis kecil dapat terdiri dari pengusaha-pengusaha toko, pengrajin-pengrajin kecil, dan
semacamnya, yang kegiatan operasinya jauh lebih kecil.
2. Kelas Proletar (Proletariat)
“Proletariat are workers who sell their labor and who do not own their oen means of
production. They do not own their own tools or their factories, but Marx (1867/1967: 714-15)
further believed that the proletariat would even lose their own skills as they increasingly just
serviced the machines which had the workers‟ skillsn built into them. Because the proletariat
produce only for exchange, they are also consumers...” (Ritzer & Goodman).4
Proletariat merupakan „suatu kelas yang memiliki mata rantai yang radikal‟; proletariat merupakan
suatu lingkungan masyarakat yang mempunyai suatu sifat universal, karena penderitaan

1
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, hal: 146
2
ibid, Hal: 148
3
Ritzer & Goodman, Sociological Theory, 6th ed (NY: McGraw-Hill Companies, 2004), hal:59
4
Ibid, Hal:56
universalnya, yang tidak menuntut satu hak khusus pun karena ketidak tidak ada kesalahan khusus
namun malah kesalahan tanpa syarat yang dibebeankan kepadanya. Proletariat melokalisasi diri di
dalam dirinya sendiri semua keburukan yang paling dahsyat dalam masyarakat. Proletariat hidup
dalam kondisi kemiskinan alamiah yang diakibatkan oleh kekurangan sumber-sumber daya, akan
tetapi merupakan hasil „buatan‟ organisasi kontemporer dari produksi industri. Sebab proletariat
merupakan penerima dari ketidakrasionalan dalam masyarakat yang terkonsentrasi, akibatnya ialah
emansipasi proletariat pada saat yang sama juga merupakan emansipasi masyarakat dalam
keseluruhannya.5
Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa proletariat itu merupakan kelas yang masyarakatnya
tidak memiliki alat produksi yang tertindas sehingga Ia hanya bisa menjadi buruh bagi kaum
pemilik modal atau alat produksi. Seperti dikutip Doyle dalam Tucker bahwa dalam masyarakat
kapitalis masih terdapat kategori proletar selain buruh proletar yang tingkat upahnya di bawah
buruh proletar yaitu kategori dropout dan ne‟er-do-well‟s yang Marx istilahkan sebagai Lumpen
proletariat (proletariat yang tidak laku); kategori ini mencakup “pencuri, penjahat dari segala jenis,
yang hidup dari remah-remah masyarakat, pedagang tak menentu, gelandangan, tunawisma.6
Sebenarnya Marx tidak hanya terpaku kepada model dua kelas ataupun tiga kelas saja, tetapi Marx
berpandangan tentang struktur sosial yang terus menerus mengalami perubahan dan variasi dalam
periode sejarah yang berbeda-beda mengakibatkan munculnya model-model kelas baru terutama di
kelas sekunder atau menengah. Seperti analisis Marx dalam karyanya Class Struggle In France yang
dikutip oleh Lefebvre (121) di situ Marx mengelompokkan masyarakat ke dalam tujuh kelas yang
berbeda-beda yaitu: “Borjuis pemodal, Borjuis Industri, Pedagang, Borjuis Kecil, Petani, Kaum
Proletar, Proletar yang tidak laku.

Kesadaran Sosial
Setelah terbentuknya kelas-kelas pada masyarakat kapitalis, maka akan muncul kesadaran kelas
mengenai kepentingan kelas-kelas mereka. Yang dimaksud kesadaran kelas itu sendiri menurut
Marx seperti dikutip dalam Doyle (1986) ialah satu kesadaran subyektif akan kepentingan kelas
obyektif yang mereka miliki bersama orang-orang lain dalam posisi yang serupa dalam sistem
produksi. Konsep kepentingan mengacu pada sumber-sumber materil yang aktual yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan individu. Jadi Doyle memberikan contoh, kepentingan
kelas kapitalis terletak pada keuntungan yang semakin meningkat, sedangkan kepentingan kelas
proletar secara sempit meliputi kenaikan upah, sedangkan secara luas meliputi penguasaan terhadap
proses produksi yang lebih luas.7
Menurut Marx seperti yang dilansir oleh Giddens (1986) bahwa kesadaran itu berakar pada praxis
manusia, yang pada gilirannya bersifat sosial. Inilah pengertian dari yang dikatakan, bahwa „bukan
kesadaran yang menentukan eksistensi orang, tetapi sebaliknya, kehidupan sosial merekalah yang
menentukan kesadaran mereka.8
Pengaruh ideologi sangat berhubungan dengan kesadaran kelas, karena pengaruh ideologi dapat
mengakibatkan kurangnya kesadaran penuh akan kepentingan-kepentingan kelasnya sendiri. Selain
mengakibatkan kurangnya kesadaran penuh terhadap kepentingan-kepentingan kelasnya,
penerimaan ideologi yang dikembangkan untuk mendukung kelas yang dominan dan struktur yang
telah ada menurut Doyle juga akan menimbulkan kesadaran palsu.9
Munculnya kesadaran palsu akibat pengaruh ideologi yang dikembangkan untuk mendukung kelas
yang dominan dan struktur yang telah ada menurut Marx seperti dikutip oleh Doyle dapat
digantikan dengan kesadaran kelas yang benar dengan cara kesengsaraan yang diderita bersama-
sama. Marx memusatkan munculnya kesadaran kelas yang benar dengan analisisnya pada

5
Anthony Giddens, Kapitalisme Dan Teori Sosial Modern suatu analisis karya tulis Marx, Durkheim dan Max Weber,
penerjemah Soeheba Kramadibrata (Jakarta: UI Press, 1986), Hal:10
6
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, Hal:149
7
ibid, Hal:149
8
Giddens, Kapitalisme Dan Teori Sosial Modern..., penerjemah Soeheba Kramadibrata, Hal: 50
9
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, Hal:150
perkembangan yang terjadi di dalam kelas proletar di daerah-daerah industri di kota. Alasannya
adalah karena mereka bekerja bersama-sama di suatu pabrik dalam kondisi yang kurang manusiawi
dan hidup berdampingan satu sama lain (antar buruh satu pabrik) sebagai tetangga di satu kota juga,
kaum proletar menjadi sadar akan penderitaan bersama dan kemelaratan ekonominya. Singkatnya,
terpusatnya mereka pada satu tempat memungkinkan terbentuknya jaringan komunikasi dan
menghasilkan kesadaran bersama.

Perubahan Sosial
Kesadaran kelas yang diperoleh oleh kaum proletar pada akhirnya akan membentuk jaringan
komunikasi untuk menjelaskan kepentingan bersama kaum proletar. Jaringan komunikasi ini pada
akhirnya menurut Doyle dapat membentuk suatu organisasi yang bisa berbentuk serikat-serikat
buruh atau serikat-serikat kerja lainnya yang tujuan kepentingannya untuk mendesak upah yang
lebih tinggi, perbaikan kondisi kerja dan sebagainya. Namun akhirnya tambah Doyle, organisasi
kelas buruh itu akan menjadi cukup kuat untuk menghancurkan seluruh struktur sosial kapitalis dan
menggantikan dengan struktur sosial yang akan menghargai kebutuhan dan kepentingan umat
manusia seluruhnya. Bersamaan dengan proses organisasi politik ini dikembangkan juga satu
ideologi yang mengungkapkan kepentingan kelas buruh yang sesungguhnya dan memberikan suatu
penjelasan mengenai peranan sejarahnya dalam mengubah struktur sosial... Tetapi ingatlah, bahwa
perjuangan ideologis antara titik pandang revolusioner dan konservatif hanya merupakan suatu
cerminan dari perjuangan riil yang sedang berlangsung.10
Sebenarnya cara Marx menganalisis suatu perubahan sosial pada masyarakat adalah dengan
menggunakan analisa dialektika cara analisa dialektika seperti dikutip dari Doyle, merupakan inti
model bagaimana konflik kelas mengakibatkan perubahan sosial. Umumnya analisa dialektika
meliputi suatu pandangan tentang masyarakat yang terdiri dari kekuatan-kekuatan yang berlawanan
yang sewaktu-waktu menjadi seimbang. Analisa dialektik peka terhadap kontradiksi internal dalam
masyarakat, memecahkan kontradiksi dengan analisa dialektik itu mempercepat tahap baru dalam
sejarah masyarakat... Namun gerak sejarah yang bersifat dialektik itu tidak terlepas dari kemauan
atau usaha manusia (praxis). Marx tidak pernah mengemukakan suatu pandangan sejarah di mana
individu manusia hanya bersikap pasif belaka. Menurut Marx manusialah yang menciptakan
sejarahnya sendiri, meskipun kegiatan kreatifnya ditentukan dan terikat materil dan sosial yang ada.
Meskipun manusia bisa membuat sejarahnya sendiri, Ia tidak dapat membuat semaunya sendiri.11
Jadi dapat disimpulkan perubahan sosial dapat dilakukan dengan perjuangan kelas dalam konteks
ini adalah proletar, yang perjuangan kelas tersebut dilakukan dengan cara revolusi baik dengan
menggunakan kekerasan maupun dengan damai. Sehingga revolusi tersebut dapat menghasilkan
sesuai apa yang diramalkan marx yaitu masyarakat ideal yang tanpa kelas yang istilah populernya
komunisme.

10
ibid, Hal:152
11
ibid, Hal:153
Teori Kelas

Seluruh pemikiran Karl Marx berdasarkan tanggapan bahwa pelaku utama dalam masyarakat adalah
kelas-kelas social. Teori kelas bukanlah sebuah teori eksplisit, melainkan melatarbelakangi uraian
Marx tentang hukum perkembangan sejarah, tentang kapitalisme dan tentang sosialisme. Kelas
social adalah golongan dalam masyarakat yang di tentukan oleh posisi tertentu dalam proses
produksi.
Bagi Marx sebuah kelas baru dianggap kelas dalam arti sebenarnya, apabila dia bukan hanya
“secara objektif” merupakan golongan social dengan kepentingan tersendiri, melainkan juga “secara
subyektif” menyadari diri sebagai kelas, sebagai golongan khusus dalam masyarakat yang
mempunyai kepentingan-kepentingan spesifik serta mau memperjuangkanya. Menurut Marx
masyarkat kapitalis terdiri dari tiga kelas yaitu kaum buruh (mereka hidup dari upah), kaum pemilik
modal (hidup dari laba), dan para tuan tanah (hidup dari rente tanah). Tetapi, karena dalam analisis
keterasingan tuan tanah tidak dibicarakan dan pada akhir kapitalisme para tuan tanah akan menjadi
sama dengan para pemilik modal, sehingga saat ini hanya terdapat dua kelas saja. Dalam system
produksi kapitalis, dua kelas saling berhadapan antara kelas buruh dan kelas pemilik, keduanya
saling membutuhkan.
Ciri khas masyarakat kapitalis adalah keterbagian dalam kelas atas dan kelas bawah. Kelas atas
adalah para pemilik alat-alat produksi dan kelas bawah adalah kaum buruh. Hubungan antara kelas
atas dan kelas bawah pada hakikatnya merupakan hubungan penghisapan atau eksploitasi12.

Teori Ekonomi Marxian

Revolusi 1870 menghasilkan dua perubahan yang amat berkaitan satu sama lain. Pertama, ia
mengubah focus dalam teori ekonomi dari masalah-masalah ekonomi makro tentang pertumbuhan
dan distribusi ke masalah-masalah ekonomi mikro tentang pengambilan keputusan ekonomi. Kedua,
ia memperkenalkan teknik-teknik “marginalis”, sebuah cabang dari matematika terapan yang secara
khusus ditambahkan untuk menganalisis pilihan rasional.13
Ajaran tentang nilai lebih terdiri atas empat subteori: teori tentang nilai pekerjaan, teori tentang nilai
tenaga kerja, teori tentang nilai-lebih, dan teori tentang laba (provit). Nilai pakai adalah nilai barang
yang diukur dari kegunaanya untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Sedangkan nilai tukar adalah
nilai barang kalau dijual belikan dipasar (nilainya dalam bentuk uang). Marx berpendapat bahwa
“waktu kerja social yang perlu”. Maksudnya waktu rata-rata yang diperlukan dalam sebuah
masyarakat dengan kepandaian kerja tertentu untuk membuat barang itu. Sedangkan yang
dimaksudkan dengan teori nilai pekerjaan adalah nilai tukar segenap barang ditentukan oleh jumlah
pekerjaan yang masuk kedalam produksinya. Menurut Marx dalam system ekonomi kapitalis tinggi
upah buruh yang tepat ditentukan oleh cara yang sama. Nilai tenaga kerja sama seperti nilai setiap
komoditi ditentukan oleh jumlah pekerjaan yang perlu untuk menciptakanya. Maka nilai tenaga
kerja adalah jumlah nilai semua komoditi yang perlu dibeli oleh buruh agar ia dapat hidup. Marx
mengandaikan bahwa dalam keadaan ekonomi normal majikan yang membeli tenaga kerja buruh itu
akan membayar upah yang sesuai. Jadi nilai lebih adalah diferensi antara nilai yang diproduksikan
selama satu hari oleh seorang pekerja dan biaya pemulihan tenaga kerjanya. Menurut Marx nilai
lebih itulah satu-satunya sumber laba sang kapitalis.14

Kritik Terhadap Masyarakat Kapitalis


Menurut Marx dalam Das kapital, ia menekankan bahwa untuk mengungkapkan dinamika-dinamika
yang mendasar dalam sistem kapitalis sebagai sistem yang bekerja secara aktual, yang berlawanan
dengan versi yang diberikan oleh para ahli ekonomi politik sangat bersifat naif.

12
Magnis,Franz-suseno.2001.Pemikiran Karl Marx.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. Hal:110-115
13
Elster,Jon.1986.Karl Marx ”Marxisme-Analisis Kritis”.Jakarta:PT Prestasi Pustakaraya. Hal:82-83
14
Magnis,Franz-suseno.2001.Pemikiran Karl Marx.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. Hal:181-187
Marx menerima teori nilai tenaga kerja dari nilai pasar suatu komoditi ditentukan oleh jumlah
tenaga kerja yang menghasilkan produksi itu. nilai merupakan faktor utama menetukan harga
komoditi.
Gagasan Marx dalam hal ini selanjutnya dikenal dengan istilah “surplus Value” atau teori nilai lebih
yaitu pertukaran yang tidak proporsional antara nilai pakai dan nilai tukar. Dalam hal ini
keuntungan yanng lebih besar dimiliki oleh para kapitalis, dan buruh tidak berkuasa atas nilai lebih
yng telah dihasilkannya sebagai tenaga kerja.
Ketika Marx hidup waktu Di Eropa sedang terjadi revolusi industri, lalu dalam hal ini Marx
melakukan kritik atas ekspansi kapitaslis dan korelasinya dengan krisis ekonomi. Menurut marx
penggunaan mesin baru yang hemat buruh merusakkan keseimbangan antara kemampuan produktif
dan permintaan, dan karena itu mempercepat krisis ekonomi. Selain itu juga menurut marx eskpansi
Kapitalis akan membuat individu-individu semakin teralienasi dan paradoks atas kapitalisme akan
muncul.

Daftar Pustaka
Foucault, Michel. Arkeologi Pengetahuan.(edisi baru) 2012. Yogyakarta:IRCiSoD.
Kali, Ampy. Diskursus Seksualitas Michel Foucault. 2013. Maumere:Ledalero.
Umanailo, M. C. B. (2014) „Pierre Bourdieu; Menyikap Kuasa Simbol‟, OSF. doi: 10.31235/osf.io/4txzu.
Umanailo, M. C. B. (2015) „Desa Sebagai Poros Pembangunan Daerah‟. doi: 10.31219/osf.io/gp97z.
Umanailo, M. C. B. (2015) Ilmu Sosial Budaya Dasar. 1st edn. Namlea: FAM PUBLISHING. doi:
10.17605/OSF.IO/4HPWC.
Umanailo, M. C. B. (2015) Masyarakat Buru Dalam Perspektif Kontemporer (Kajian Kritis Perubahan Sosial
di Kabupaten Buru), Mega Utama. doi: 10.31219/osf.io/6d2g8.
Umanailo, M. C. B. (2016) „Keterbatasan penggunaan teknologi informasi pada pelayanan dan pembelajaran
di universitas iqra buru‟.
Umanailo, M. C. B. (2016) Sosiologi Hukum. 1st edn, FAM Publishing. 1st edn. Namlea: FAM
PUBLISHING. doi: 10.17605/OSF.IO/KHFNU.
Umanailo, M. C. B. (2017) „Adakah Ukuran Kemiskinan Buat Masyarakat Di Kabupaten Buru?‟ doi:
10.31219/osf.io/8ksn2.
Umanailo, M. C. B. (2017) „Eksistensi Waranggana Dalam Ritual Tayub‟. doi: 10.31219/osf.io/vkdb5.
Umanailo, M. C. B. (2017) „Mengurai Kemiskinan Di Kabupaten Buru‟. doi: 10.31219/osf.io/cpgd5.
Umanailo, M. C. B. (2017) „Mereduksi Multi Partai Untuk Kestabilan Pembangunan Nasional‟. doi:
10.31219/osf.io/e37fp.
Umanailo, M. C. B. (2017) „Penciptaan Sumberdaya Manusia Yang Berkarakter‟. doi:
10.31219/osf.io/xnc93.
Umanailo, M. C. B. (2018) „Studi pada Masyarakat Desa Waimangit Kabupaten Buru‟, SOCA, 12(12), pp.
63–74. doi: 10.24843/SOCA.2018.v12.i01.p05.
Umanailo, M. C. B. and Yatno, T. (2015) Kajian dan Analisis Sosiologi Dalam Bentuk Kumpulan Essay,
Makalah dan Opini. doi: 10.31219/osf.io/jd2qp.Veeger, Karel J, 1997, Pengantar Sosiologi. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Yanti, Syafieh. Pengetahuan dan Kekuasaan dalam Perspektif Foucault.
http://syafieh.blogspot.com/2013/03/pengetahuan-dan-kekuasaan-dalam.html diunduh tanggal 5
Januari 2014

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai