Anda di halaman 1dari 23

87

BAB IV

KELOMPOK DALAM ORGANISASI INDUSTRI

Tujuan:

Setelah membaca Bab IV ini mahasiswa dapat:

1. Menjelaskan konsep-konsep dasar untuk memperlajari kelompok


2. Menjelaskan kelompok formal dan ciri-cirinya
3. Menjelaskan kelompok informal dan ciri-cirinya
4. Arti penting kelompok informal badi pekerja
5. Aspek positif dan negatif kelompok informal bagi organisasi

Setiap orang pasti menjadi anggota kelompok. Kelompok tersebut bisa berupa
keluarga, kelompok teman sebaya atau kelompok bermain, kelompok berdasarkan
kesamaan hobi, dan kelompok kerja. Karena selalu hidup dalam kelompok inilah maka
manusia sering disebut makhluk sosial. Telah dikemukakan bahwa kegiatan
memproduksi barang atau kegiatan industri biasa dilakukan dalam kelompok. Produksi
barang dalam kelompok lebih memungkinkan untuk menghasilkan barang dalam jumlah
yang besar kalau kelompok tersebut diorganisir atau diatur dengan baik. Dalam
kelompok atau organisasi yang besar selalu muncul kelompok-kelompok yang lebih
kecil di dalamnya. Hal ni merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari. Karena
pentingnya kekompok bagi kehidupan individu maupun dalam kegiatan produksi maka
dalam bab ini akan dibahas tentang kelompok dan proses-proses kelompok.

Kelompok adalah sekumpulan orang yang saling tergantung untuk mencapai


tujuan bersama atau dalam melaksanakan pekerjaan. Para anggota kelompok
berinteraksi secara terus-menerus satu dengan yang lain. Tanpa interaksi secara terus-
menerus maka kelompok akan berhenti sebagai kelompok. Kelompok biasanya
memiliki norma-norma yang mengatur hubungan antar anggotanya. Norma-norma bisa
muncul dengan sendirinya (tanpa sengaja) tetapi bisa juga norma-norma tersebut
dibentuk secara sengaja. Kelompok sebagai suatu kesatuan memiliki batas-batasnya
sehingga bisa dibedakan antara yang menjadi anggota dan yang bukan anggota. Emile
88

Durkheim mengatakan bahwa batas-batas kelompok ditentukan oleh norma-norma


kelompok. Orang-orang yang melanggar norma kelompok dianggap melanggar batas
kelompok. Sanksi diberikan kepada yang melanggar norma supaya yang melanggar
tersebut kembali lagi mengikuti norma-norma kelompok. Tanpa ada sanksi maka
norma-norma kelompok akan hilang dan kelompok dengan sendirinya akan berhenti
sebagai kelompok. Kelompok merupakan sistem (suatu kesatuan) yang bersifat adaptif
yang bisa mengubah para anggotanya, norma-normanya, dan strukturnya. Perubahan
para anggota, norma-norma dan struktur memungkinkan kelompok bisa menyesuaikan
diri dengan lingkungannya.

IV.1. Konsep-konsep Dasar untuk Mempelajari Kelompok dalam Organisasi

Ada beberapa konsep dasar yang dikemukakan oleh Champoux yang bisa
membantu kita untuk memahami dinamika kelompok dalam organisasi (Champoux,
2011:234). Setiap anggota kelompok memiliki peranan tertentu dalam kelompok.
Peranan adalah sperangkat aktivitas, tanggung-jawab, kuwajiban dan perilaku yang
dituntut untuk dilakukan. Peranan juga merupakan seperangkat harapan bersama
tentang bagaimana orang harus bertindak dalam kelompok. Kelompok atau organisasi
memberikan definisi tentang peranan seseorang.

Norma adalah aturan yang tidak tertulis yang mendefinisikan perlaku peranan
yang diterima dari para anggota kelompok. Norma meliputi tingkat kinerja yang dinilai
oleh kelompok, kerja tim dalam kelompok, hubungan-hubungan dengan manajer serta
aspek-aspek lain dari organisasi formal. Para anggota baru kelompok biasanya
mempelajari norma-norma lewat proses sosialisasi.

Suatu kelompok yang kohesif para anggotanya meresa terikat dengan tugas-
tugas kelompok, pada prestise atau gengsi kelompok, dan pada para anggota kelompok
yang lain. Para anggota kelompok yang kohesif menyukai kebersamaan, saling peduli
satu sama lain, dan pada umumnya saling mengenal satu sama lain. Kelompok kohesif
dapat menekan anggotanya yang baru untuk mentaati norma-norma yang ada.
Kelompok-kelompok kohesif juga dapat melaksanakan pekerjaan kelompok dengan
lebih baik daripada kelompok yang kurang kohesif.
89

Terdapat dua jenis kepatuhan pada norma-norma kelompok, yaitu komplian dan
penerimaan personal (Champoux, 2011:234). Komplian berarti orang mentaati norma-
norma kelompok tetapi secara pribadi tidak menerimanya. Komplian akan mentaati
norma-norma kelompok kalau ada orang lain yang melihatnya. Penerimaan personal
berarti bahwa orang mentaati norma-nora kelompok karena keyakinan dan sikap-sikap
seseorang sesuai dengan norma-norma kelompok. Orang yang mentaati norma
kelompok karena penerimaan personal jauh lebih baik bagi kelompok daripada ketaatan
karena komplian. Orang yang menerima secara personal terhadap norma-norma akan
membantu kelompok dalam mensosialisasikan norma-normanya kelompok kepada
anggota kelompok yang baru dan akan membela kelompok jika terjadi pelanggaran
norma kelompok oleh anggota yang lain.

Tindakan dalam kelompok terbagi menjadi dua, yaitu tindakan yang dituntut
(required behavior) dan tindakan yang emerjen (emergent behavior). Tindakan yang
dituntut adalah tindakan yang harus dilakukan karena individu sebagai anggota
organisasi dan sebagai bagian dari peranan individu dalam kelompok. Tindakan ini
meliputi hadir di tempat kerja pada waktu yang telah ditentukan, melaksanakan tugas-
tugas dengancara tertentu dan beinteraksi dengan orang lain yang bekerja di bagian lain
untuk menyelesaikan tugas. Tindakan-tindakan emerjen muncul lewat proses interajsi
di antara para anggota kelompok. Tindakan-tindakan emerjen tersebut bisa berhubungan
dengan pelaksanaan pekerjaan tetapi juga bisa betul-betul bersifat sosial. Norma-norma
kelompok dapat menentukan tindakan-tindakan emerjen. Tindakan-tindakan emerjen
tidak ditentukan oleh organisasi dan organisasi sering tidak mengakui tindakan-tindakan
tersebut. Tidak mengakui tindakan-tindakan emerjen bukan berarti bahwa organisasi
akan melarang tindakan-tindakan tersebut.

IV.2. Kelompok Formal

Kelompok bisa dibagi menjadi dua jenis, yaitu kelompok formal dan kelompok
informal (Bierstedt, 1970). Kelompok formal adalah kelompok yang struktur dan
norma-normanya bersifat tertulis. Struktur kelompok menunjukkan hubungan-hubungan
yang terpola di antara para anggotanya. Kelompok formal merupakan bagian dari desain
organisasi. Kelompok formal dalam organisasi merupakan kelompok yang sengaja
90

dibentuk pada saat pembentukan organisasi atau pada saat organisasi yang sudah ada
membutuhkan kelompok baru untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Kelompok-
kelompok formal dalam organisasi keberadaannya bisa dilihat pada bagan struktur
organisasi.

Hubungan-hubungan antar anggotanya merupakan hubungan yang ditentukan


oleh statusnya. Pada saat anggota yang menduduki status tertentu menjalankan
peranannya maka para anggota tersebut pada dasarnya harus berhubungan satu dengan
yang lain. Norma-norma mengatur cara bagaimana para anggotanya bertindak dalam
menjalankan peranannya. Norma-norma tersebut mencerminkan adanya hak dan
kewajiban para anggota kelompok. Pekerja bagaian produksi yang melaksakan
pekerjaanya pada dasarnya sedang menjalankan peranannya. Kasir yang bekerja pada
bagian keuangan yang membayar upah pada pekerja bagian produksi juga sedang
menjalankan pernanannya. Kemudian bendahara yang juga bekerja pada bagian
keuangan mencatat masuk-keluarnya uang. Dalam menjalankan peranannya tersebut
kasir tersebut pada dasarnya sedang memenuhi hak pekerja bagian produksi dan
sekaligus menjalankan kuwajibannya kasir.

Kelompok formal yang ada dalam organisasi ekonomi atau industri muncul
sebagai akibat dari pembagian kerja dalam organisasi. Dalam organisasi perusahaan ada
bagian atau departemen pembelian, bagian produksi, bagian pemasaran, bagian
penelitian dan pengembangan, bagian personalia, dsb. Bagian-bagian tersebut juga
merupakan kelompok-kelompok formal dalam organisasi. Pada masing-masing bagian
tersebut bisa juga terdapat sub-bagian-sub-bagiannya yang juga merupakan kelompok
formal. Kelompok-kelompok formal seperti bagian pembelian atau bagian produksi
tersebut di atas merupakan kelompok-kelompok fungsional. Kelompok-kelompok
fungsional adalah kelompok-kelompok yang menjalankan fungsi-fungsi atau tugas-
tugas tertentu. Semakin besar organisasi biasanya semakin banyak pula kelompok-
kelompok formal yang ada di dalamnya. Kelompok formal biasanya bertahan lama.
Gambar 1 di bawah merupakan bagan dari struktur organisasi kelompok formal-
fungsional. Organisasi secara keseluruhan merupakan kelompok formal. Dalam
organisasi tersebut terdapat bagian-bagian yang dipimpin oleh manajer. Bagian-bagian
ini merupakan kelompok formal yang para anggotanya adalah semua orang yang
91

bekerja pada bagaian tersebut. Mungkin saja di bagian-bagian tersebut ada sub-sub-
bagiannya lagi, yang juga merupakan kelompok formal.

Gambar 1: Contoh Bentuk Struktur Organisasi Fungsional

Direktur

Manajer Manajer Manajer Manajer Manajer


Personalia Keuangan Pemasaran Pembelian Produksi

Kelompok formal juga bisa berupa kelompok-kelompok yang sengaja dibentuk


untuk menjalankan tugas-tugas yang harus diselesaikan dalam waktu yang relatif
singkat. Segera setelah tugas-tugas tersebut selesai dikerjakan maka kelompok tersebut
dibubarkan. Task-force atau satuan-satuan tugas yang sengaja dibentuk untuk tujuan-
tujuan tertentu yang kalau sudah selesai tugasnya kelompok tersebut dibubarkan.
Kelompok panitia atau komisi untuk menjalankan kegiatan perusahaan yang sifatnya
sementara seperti panitia peringatan 17 Agustus atau panitia donor darah akan segera
dibubarkan kalau kegiatannya sudah selesai.

Kelompok formal bisa berupa kelompok permanen dan kelompok temporer.


Kelompok kerja permanen, atau kelompok komando dalam struktur vertikal, sering
nampak pada bagan organisasi seperti bgian-bagian atau departemen-departemen, atau
team. Kelompok permanen bisa berukuran kecil yang anggotanya jumlahnya sedikit
hingga kelompok yang jumlah anggotanya banyak.. Kelompok-kelompok permanan
secara resmi dibentuk untuk melaksanakan fungsi-fungsi atau tugas-tugas spesifik
secara terus-menerus yang ada dalam organisasi. Kelompok-kelompok tersebut akan
terus berada hingga ada keputusan dibuat untuk merubah atau merekonfigurasi
organisasi.
92

Sebaliknya, kelompok-kelompok temporer adalah kelompok-kelompok tugas


atau satuan-satuan tugas yang secara khusus dibentuk untuk memecahkan suatu masalah
atau mmelaksanakan tugas-tugas tertentu. Kelompok-kelompok temporer akan
dibubarkan kalau masalah-masalah telah diselesaikan (berhasil diatasi) atau kalau-tugas-
tugasnya selesai dikerjakan. Satuan-stauan atau kelompok-kelompo tugas pada saat ini
sering dibentuk untuk usaha-usaha pemecahan masalah-masalah khusus. Misalnya,
pimpinan perusahaan membentuk satuan tugas untuk menguji atau mencoba
menerapkan jam kerja yang fleksibel bagi para pekerja non-manajerial. Satuan-satuan
tugas dipimpin oleh ketua yang diberi tanggung jawab untuk melaksanakan tugas dalam
jangka waktu tertentu. Satuan tugas kemudian dibubarkan kalau tugasnya telah selesai.
Contoh lain adalah tim proyek (project team) yang dibentuk untuk memasang jaringan
kompoter di kantor atau untuk memperkenalkan modifikasi produk yang baru.

IV.3. Kelompok Informal

Kelompok informal adalah kelompok yang norma-normanya tidak tertulis.


Kelompok informal bisa berupa kelompok bermain, kelompok belajar bersama, dsb.
Dalam kelompok formal atau organisasi formal biasanya di dalamnya muncul
kelompok-kelompok informal. Kelompok-kelompok informal biasanya terbentuk secara
tidak sengaja. Dasar pembentukan kelompok informal bisa berupa kesamaan jenis
kelamin, kesamaan suku atau agama, kesamaan asal daerah, kesamaan minat, kesamaan
jenis pekerjaan, dsb. Namun demikian, terbentuknya kelompok informal biasanya
berdasarkan rasa suka atau tidak suka dan kemudahan untuk berkomunikasi dan
berinteraksi. Kelompok informal biasanya tidak dibentuk secara sengaja dan biasanya
muncul dengan sendirinya. Setiap anggota organisasi biasanya menjadi anggota
kelompok informal. Kelompok informal juga tidak memiliki tujuan tertentu yang jelas.
Hal ini berbeda dengan kelompok atau organisasi formal yang tujuannya jelas dan
ditentukan sejak awal pendiriannya. Kelompok informal biasanya memiliki ikatan-
ikatan yang bersifat emosional. Kelompok informal biasanya tidak bisa dengan cepat
dilihat keberadaannya dibandingkan dengan kelompok formal. Misalnya, para pekerja
bagian produksi yang bekerja dalam ruang yang besar merupakan kelompok formal.
Kelompok-kelompok informal akan nampak kalau para pekerja tersebut sedang
beristirahat. Kelompok-kelompok informal akan nampak dalam bentuk kumpulan-
93

kumpulan kecil yang biasanya kalau makan atau pulang selalu bersama-sama. Mungkin
juga di luar lingkungan pekerjaan para anggota kelompok informal saling berkunjung.
Jadi, para pekerja bagian produksi tersebut, yang jumlahnya misalnya 100 orang,
merupakan kelompok formal. Dalam kelompok formal yang beranggotakan 100 orang
pekerja tersebut akan muncul puluhan atau belasan kelompok-kelompok informal yang
kecil-kecil yang anggotanya lima atau sepuluh orang. Sama seperti para mahasiswa
dalam satu kelas matakuliah yang terdiri dari 50 orang. Meskipun jumlah mahasiswa
ada 50 orang, bisa saja dari 50 orang mahasiswa tersebut di dalamnya ada tiga atau
empat kelompok informal yang para anggotanya sering belajar bersama, pergi ke mall
bersama. Bahkan, mungkin juga saling tolong-menolong pada saat ujian semester.

Munculnya kelompok-kelompok informal yang kecil-kecil tersebut tidak berarti


bahwa terjadi perpecahan atau konflik dalam kelompok formal yang beranggotakan 100
orang pekerja. Kelompok-kelompok informal dalam organisasi memiliki fungsi-fungsi
atau manfaat tertentu yang penting bagi organisasi formal. Berikut ini akan diuraikan
tentang fungsi atau manfaat kelompok informal dalam organisasi.

IV.3.1. Fungsi kelompok informal bagi para anggota organaisasi formal

Kelompok informal akan selalu muncul dalam organisasi atau kelompok formal.
Menurut Slocum dan Hellriegel (2007) kelompok informal merupakan tipe jaringan
sosial yang terbentuk tanpa arahan dari organisasi dan muncul serta berkembang dari
kegiatan sehari-hari, interaksi dan perasaan yang dimiliki oleh para pekerja satu
terhadap yang lain. Menurut Greenberg (2010) kelompok informal muncul dalam
organisasi karena adanya kepentingan bersama para anggotanya. Dengan demikian
kelompok informal tidak bisa dihindari kemunculannya dalam organisasi. Greenberg
dan Baron (2003) menyatakan bahwa kelompok informal tidak dapat dibentuk oleh
organisasi dan juga tidak bisa dibubarkan oleh organisasi. Namun demikian, kelompok
formal bisa berpengaruh pada bentuk-bentuk kelompok informal yang ada, dan
sebaliknya kelompok informal juga bisa berpengaruh pada kelompok formal. Mullins
(2010) menjelaskan bahwa para manajer dan pengawas sering menghadapi masalah
karena tidak menyadari bahwa dalam setiap organisasi sering muncul tekanan dari
kelompok informal yang mempengaruhi dan mengatur perilaku individidu para pekerja.
94

Kelompok informal sering membentuk kode etik implisit atau standard perilaku bagi
para pekerja yang tidak sesuai dengan tujuan organisasi. Para pemimpin dan manajer
harus menyadari tentang adanya pengaruh kelompok informal. Berbeda dengan
kelompok formal yang dibentuk untuk mencapai tujuan-tujun organisasi, kelompok
informal muncul secara alamiah untuk memenuhi kebutuhan sosial dan kebutuhan
psikis para anggotanya (Mullins 2010).

Contoh Kelompok Informal dalam


Kelompok Formal Bagian Pemasaran

Manajer
X Y

Gambar 2 tersebut di atas merupakan contoh dari kelompok informal yang ada
dalam kelompok formal, yaitu bagian pemasaran yang dipimpin oleh seorang manajer.
Kelompok informalnya ada dua, yaitu kelompok informal A (warna biru) yang
anggotanya tujuh pekerja, dan kelompok informal B (warna hitam) yang anggotanya
lima pekerja. Dalam kelompok informal A yang paling besar pengaruhnya adalah
pekerja X karena X berhubungan dengan semua anggotanya yang lain yang terdiri dari
enam orang (perhatikan garis-garisnya). Dalam kelompok informal B yang paling
berpengaruh adalah pekerja Y karena Y memiliki hubungan dengan semua anggotanya
yang lain yang terdiri dari empat orang. Para anggota kelompok informal tersebut
mungkin sering berkumpul bersama pada saat istirahat atau saling berkunjung ke
rumahnya. Atau juga mengungkapkan keluhan-keluahannya tentang kondisi kerja yang
95

kurang baik. Jumlah keseluruhan anggota kelompok formal bagian pemasaran adalah 13
orang, termasuk manajernya.

Pemimpin atau orang yang bepengaruh dalam kelompok informal bisa berubah-
ubah sesuai dengan kemampuan pemimpin tersebut dalam memenuhi kebutuhan para
anggotanya. Kalau kelompok informal berhadapan dengan ancaman dari luar maka
orang yang dianggap bisa mengatasi ancaman tersebut akan menjadi orang yang paling
berpengaruh dalam kelompok informal. Tetapi, pada saat para anggota ingin
mendapatkan pemgetahuan tertentu, maka orang yang memiliki banyak pengetahuan
akan menjadi orang yang paling berpengaruh dalam kelompok. Pemimpin atau orang
yang paling berpengaruh dalam kelompok informal tidak dipilih seperti dalam
kelompok formal tetapi akan muncul dengan sendirinya (Spataro, 2004). Kelompok
informal sifatnya lebihh dinamis daripada kelompok formal.

Dalam organisasi seperti perusahaan, kelompok informal anggotanya tidak


hanya orang-orang atau para pekerja dalam satu bagian saja tetapi bisa juga lintas
bagian. Misalnya seorang pekerja pada bagian pemasaran memiliki hubungan yang
lebih erat dengan para pekerja yang ada di bagian produksi atau di bagian pembelian.
Bisa jadi juga bahwa manajer juga menjadi anggota kelompok informal yang para
anggotanya terdiri dari para pekerja di bagiannya. Misalnya, manajer bagian pemasaran
menjadi anggota kelompok informal A. Hal ini tentu bisa berpotensi negatif bagi
keseluruhan kelompok formal bagian pemasaran karena kelompok informal B merasa
kurang diperhatikan oleh manajer.

Ada beberapa kebutuhan dari para anggota organisasi yang bisa dipenuhi oleh
kelompok-kelompok informal. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut
(Nkala dan Barbara, 2014):

1. Kebutuhan untuk berteman atau memiliki teman. Orang yang bekerja dalam
suatu perusahaan atau kantor hanya datang dan bekerja saja sesuasi dengan tugas
dan kuwajiban yang telah ditentukan maka orang tersebut akan merasa kesepian
dan terasing meskipun orang tersebut berada di antara para pekerja yang lain.
Untuk menghindari rasa kesepian dan terasing tersebut pekerja perlu menjadikan
para pekerja yang lain sebagai teman. Tanpa teman di tempat kerja para pekerja
96

tidak akan bertahan di tempat kerja. Kebutuhan seperti ini disebut McClelland
sebagai kebutuhan sosial (social needs).
2. Kebutuhan untuk mendapatkan rasa aman dan perlindungan. Para pekerja
memiliki kebutuhan akan rasa aman dan perlindungan. Rasa aman bisa bersifat
subyektif dan obyektif. Rasa aman dan perlindungan bisa diperoleh kalau
individu menjadi anggota kelompok infomal. Kelompok formal tidak selamanya
bisa memberikan rasa aman dan perlindungan karena kelompok formal berkaitan
dengan pelaksaan tugas pekerjaan organisasi dan norma-normanya bersifat
umum. Rasa tidak aman bisa muncul karena konflik dengan pimpinan atau
dengan teman sekerja. Dengan membangun hubungan yang baik dengan para
anggota kelompok informal yang lain maka rasa aman bisa didapatkannya.
3. Kebutuhan akan dukungan. Dukungan diperlukan pada saat pekerja mengalami
rasa putus asa, pelaksaan pekerjaan yang berat, dan konflik. Rasa putus asa bisa
berkurang kalau pekerja mendapat dukungan semangat dari teman sekerjanya;
pelaksaan tugas yang berat bisa diatasi dengan bantuan teman sekerja; dan
konflik bisa diatasi kalau teman-teman sekerjanya melakukan pembelaan.
Kebutuhan-keutuhan tersebut tidak selalu bisa diberikan oleh organisasi karena
organisasi bisanya hanya memberikan dukungan yang bersifat umum padahal
situasi atau keadaan masing-masing individu pekerja bisa berbeda-beda.
4. Kebutuhan akan nasihat. Seorang pekerja bisa menghadapi kesulitan-kesulitann
dalam lingkungan kerjanya. Kadang-kadang pekerja tidak bisa mengatasi sendiri
karena kurangnya pengetahuan atau karena karakter pribadinya yang khusus.
Untuk itu teman-teman sekerja bisa memberikan nasihat-nasihat untuk
mengatasi masalah yang dihadapinya. Misalnya, pada saat seorang pekerja
mengalami perlakuan buruk dari pimpinan atau sedang mengalami kesulitan
dalam keluarganya, mungkin pekerja bisa mendapat nasihat-nasihat dari teman-
teman kerjanya yang bisa menguatkan semangat pekerja tersebut.
5. Kebutuhan untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan hal yang sangat
penting bagi individu dalam bekerja. Kadang-kadang komunikasi yang bersifat
formal kurang bisa dimengerti oleh individu. Individu membutuhkan informasi
yang lebih detail tentang isi atau pesan komunikasi. Karena itu, kadang-kadang
individu pekerja membutuhkan bantuan teman-teman sekerjanya dalam
97

kelompok informal untuk mendapatkan informasi mengenai pesan tersebut


secara lebih detail.
6. Penguatan identitas diri. Kelompok informal juga bisa untuk mengembangkan
dan memperkuat citra diri atau idetitas pekerja dan memperkuat rasa harga diri
(self-esteem). Penguatan citra diri dan rasa harga diri tersebut bisa diperoleh
lewat pujian yang diberikan oleh para anggota kelompok informal kepada
anggotanya yang dianggap berprestasi atau memiliki kemampuan yang lebih.

Para anggota organisasi seperti pekerja selalu memiliki kebutuhan-kebutuhan


tersebut dan kebutuhan-kebutuhan tersebut sebagian hanya bisa dipenuhi dengan
menjadi anggota kelompok informal. Inilah yang menjadi penyebab mengapa
kelompok-kelompok informal selalu muncul dalam organisasi formal.

IV.3.2. Aspek Positif dan Negatif Kelompok Informal

Kelompok informal selalu muncul dalam organisasi. Kelompok informal


memiliki sisi positif dan sisi negatif bagi organisasi di mana kelompok informal tersebut
berada. Demi tercapainya tujuan organisasi, penting bagi manajer atau pimpinan
organisasi untuk mengidentifikasi sisi positif dan sisi negatif serta mampu
memanfaatkan sisi positif dan mencegah munculnya sisi negatif dari kelompok informal
Berikut ini akan dikemukakan sisi positif dan sisi negatif kelompok informal.

a. Aspek positif kelompok informal bagi organisasi

Kelompok bisa membantu pengembangan keseluruhan sistem organisasi agar


lebih efektif dalam mencapai tujuan. Hal ini dimungkinkan karena beberapa hal.
Biasanya rencana dan kebijakan formal kurang bisa mengatasi situasi dinamis yang ada
karena rencana dan kebijakan formal kurang memperhitungkan situasi-situasi yang akan
dihadapi secara mendetail. Rencana dan kebijakan formal dengan demikian tidak cukup
fleksibel dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Dalam situasi seperti ini kelompok
informal yang sifatnya lebih fleksibel bisa membantu mengatasinya (Griffin, 2002).
Kelompok informal membantu memperbaiki komunikasi sebagai sarana agar antar para
pekerja tetap saling berhubungan erat, sebagai sarana untuk mempelajari tentang
pekerjaan dan memahami apa yang terjadi di lingkungan mereka. Saluran komunikasi
informal memungkinkan interaksi yang lebih cepat dan fleksibel, dan mencegah
98

terjadinya keterkejutan yang bisa mengganggu pelaksanaan pekerjaan oleh pekerja.


Kelompok informal membantu penyebaran pengetahuan tentang organisasi (Dekain,
2006). Kelompok informal membantu proses sosialisasi pekerja baru sehingga perkeja
tersebut bisa dengan segera mendapatkan ketrampilan dalam melaksanakan pekerjaan
yang ada sama seperti para pekerja yang sudahh lama bekerja. Kelompok informal tidak
hanya mensosialisasikan pekerja baru dengan pekerjaan-pekerjaan yang ada tetapi juga
mensosialisasikan pekerja baru dengan norma-norma yang ada dalam organisasi.
Apakah sosialisasi ini mendukung pencapaian tujuan organisasi atau tidak, tergantung
orientasi dari kelompok informal itu sendiri.

Kelompok informal dapat menjadi sumber ganjaran bagi para anggotanya, yaitu
memberikan sistem motivasi bagi para angggotanya. Pujian dan ganjaran-ganjaran lain
dapat memperkuat perilaku para anggotanya. Kelompok juga mmeberikan dukngan bagi
para anggotanya pada saat mereka bekerja. Fungsi kelompok seperti ini sangat penting
bagi orang-orang yang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berbahaya, dimana
kerjasama di antara para anggota kelompok sangat dibutuhkan agar pekerjaan bisa
dilaksanakan dengan aman. Kelompok informal yang kohesif dengan norma-norma
yang mendukung manajemen memberikan manfaat lain yang berguna. Jika pekerjaan
saling bergantung, maka perilau kooperatif kelompok kohesif dapat membantu mereka
dalam menyeesaikan tugas. Kelompok kohesif adalah kelompok yang mengawasi diri
sendiri dan dapat mencegah tindakan yang menyimpang. Kontril atas perilau individu
dalam kelompok kohesif bersifat langsung daripada kontrl oleh manajer.

b. Aspek negatif kelompok informal bagi organisasi

Menurut Sorge and Warner (1997), kelompok informal bisa memiliki kekuasaan
yang besar yang tidak diinginkan oleh para pekerja maupun organisasi. Hak ini
memungkinkan kelompok informal bisa memanipulasi ganjaran dan hubungan serta
memberi tekanan kepada para anggotanya untuk bertindak sesuai dengan norma-norma
kelompok informal. Misalnya, dalam studi Hawthorne kelompok informal menetapkan
batas-batas hasil kerja bagi para anggotanya. Pekerja yang hasil kerjanya melebihi batas
maksimal atau kurang dari batas minimal yang disepakati oleh kelompok bisa mendapat
sanksi dari para anggota kelompok yang lain. Standar hasil kerja yang ditetapkan oleh
kelompok informal bisa jauh di bawah standar yag ditetapkan oleh perusahaan. Dengan
99

demikian, standar yang ditetapkan oleh kelompok informal bisa merugikan perusahaan.
Kelompok informal bisa menyebabkan kerancuan dan inefisiensi dalam organisasi.
Kelompok informal bisa membatasi cara bagaimana kebutuhan sosial dapat dipuaskan
di lingkungan kerja.

Hellriegel dan Slocam (2007) mengatakan bahwa beberapa manajer memandang


kelompok informal sebagai sumber potensial bagi munculnya kekuatan yang menentang
pimpinan atau manajemen perusahaan. Misalnya, kelompok informal akan merintangi
menyebarkan informasi jika informasi tersebut dianggap bisa merugikan pekerja.
Kelompok informal juga bisa menekan kepada para anggotanya untuk menurunkan
produksi atau menekan pekerja yang terlalu rajin bekerja. Para anggota kelompok
informal khawatir bahwa pekerja yang terlalu rajin akan dijadikan ukuran oleh
perusahaan agar pekerja-pekerja yang lain menirunya. Pekerja beranggapan bahwa
produktivitas yang tinggi hanya akan menguntungkan perusahaan. Padahal, kalau
perusahaan produktivitasnya tinggi lebih mungkin gaji pekerja dinaikkan. Greenberg
dan Baron (2003) mengatakan bahwa kelompok-kelompok informal sering
menyebarkan rumor (berita yang tidak benar) yang tidak diinginkan dalam organisasi.
Rumor tersebut bisa merusak merusak reputasi, karir dan semangat kerja seseorang
yang menjadi sasaran rumor. Conway (2002) mengatakan bahwa apa yang dianggap
baik oleh kelompok informal tidak selalu baik bagi organisasi. Misalnya, karena
pengaruh kelompok informal maka para pekerja bisa menunda-nunda bekerja dengan
memperpanjang waktu istirahat serta waktu makan dan minum.

IV.4. Terbentuknya Kelompok Kohesif

Kelompok yang kohesif diperlukan bagi pelaksanaan pekerjaan dalam


organisasi industri. Kelompok kohesif adalah kelompok yang para anggotanya
berinteraksi dengan baik dan para anggotanya memiliki keterikatan dengan kelompok.
Bagaimana proses terbetuknya kelompok yang kohesif? Champoux mengusulkan model
tentang proses terbentuknya kelompok yang kohesif. Model ini bisa digunakan untuk
menganalisis mengapa dan bagaimana kelompok kohesif terbentuk. Model yang
diusulkan oleh Champoux bisa diterapkan untuk kelompok formal dan kelompok
100

informal. Unsur pening dari model adalah konsep aktivitas, interaksi dan sentimen
(Champoux, 2011:236).

Aktivitas adalah aktivitas yang dituntut oleh organisasi formal seperti kuwajiban
kerja dan tanggung-jawab. Aktivitas tersebut muncul karena seseorang menjadi anggota
organisasi dan adanya pembagian kerja dalam organisasi. Bentuk tempat kerja dan
proses-proses teknis organisasi juga memerlukan aktivitas-aktivitas tertentu. Aktivitas
sama dengan tindakan yang dituntut. Tindakan tersebut harus dilakukan oleh pekerja
karena pekerja menjadi anggota organisasi kerja. Interaksi menunjuk pada interaksi
antara dua orang atau lebih. Interaksi bisa bersifat tatap muka dimana dua orang atau
lebih bercakan-cakap satu dengan yang lain atau berinteraksi dengan menggunakan
laporan. Interaksi juga bisa menggunakan peralatan elektronik seperti telpon, personal
computer atau e-mail. Sentimen adalah sikap-sikap, keyakinan-keyakinan dan perasaan-
perasaan yang dimiliki oleh seseorang terhadap orang lain yang berinteraksi dengannya.
Daya tarik (attraction) mempengaruhi pembentukan sentimen selama berinteraksi. Jika
masing-masing individu tertarik satu dengan yang lain, maka sentiment positif satu
dengan yang lain akan muncul dan menjadi dasar bagi terbentuknya kelompok kohehsif
dengan norma-norma yang mengatur perilaku para anggotanya. Kelompok kohesif bisa
terbentuk kalau melibatkan sejumlah orang.

IV.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kelompok Kohesif

Faktor-faktor dalam lingkungan fisik tempat kerja, proses kerja, desain


organisasi dan desain kerja mempengaruhi pembentukan kelompok-kelompok kohesif.
Faktor-faktor tersebut bisa mendorong atau membatasi terjadinya interaksi sosial. Jika
faktor-faktor yang memungkinkan interaksi lebih besar daripada faktor-faktor yang
membatasi interaksi maka interaksi dan sentimen positif akan muncul. Manajer yang
mengerti faktor-faktor tersebut akan dapat memanfaatkannya untuk membentuk
kelompok kohesif atau untuk menghambat terbentuknya kelompok kohesif.

Kedekatan fisik mempengaruhi kemungkinan terjadinya interaksi sosial. Jika


orang berdekatan secara fisik maka interaksi sosialnya akan tinggi, dan sebaliknya jika
orang-orang saling berjauhan maka interaksi sosialnya lebih rendah. Batas-batas yang
didefinisikan dengan jelas meningkatkan potensi terjadinya interaksi sosial dalam
101

kelompok formal. Sebaliknya, batas yang kurang jelas menurunkan potensi terjadinya
interaksi. Tetapi batas-batas yang kabur akan meningkatkan potensi terjadinya
interaksi di antara kelompok-kelompok yang berbeda, tetapi menurunkan kemungkinan
terjadinya kelompok yang kohesif. Gangguan suara yang keras akan mengurangi
kesempatan terjadinya komunikasi verbal.

Aktivitas kerja yang menuntut adanya interaksi di antara para pekerja,


meningkatkan potensi terbentuknya kelompok kohesif. Sama juga, deskripsi kerja yang
kurang lengkap mendorong terjadinya interaksi antar pekerja untuk saling mencari
bantuan. Sebaliknya, deksripsi kerja yang lengkap mengurangi potensi terjadinya
interaksi. Waktu bebas selama jadwal istirahat dan kemudahan untuk bergerak selama
bekerja meningkatkan potensi terjadinya interaksi sosial. Pelaksanaan pekerjaan yang
tidak menuntut perhatian yang tinggi memungkinkan terjadinya interaksi dengan
pekerja-pekerja lain yang berdekatan. Banyaknya pekerja yang tidak masuk kerja
(absentiisme) dalam kelompok formal mengurangi kesempatan dari para pekerja dalam
kelompok yang sama untuk berintarksi. Sebaliknya, absentiisme yang rendah
memungkinkan terjadinya banyak interaksi sosial. Banyaknya pekerja yang keluar
meningkatkan instabilitas keanggotaan kelompok. Adanya banyak pekerja baru
menyebabkan kelompok secara terus-menerus melakukan sosialisasi nilai, norma, dan
peranan kepada para pekerja baru, dan menurunkan stabilitas pola-pola interaksi sosial.

Faktor fisik saja tidak cukup untuk menjelaskan pembentukan kelompok yang
kohesif. Ada dasar lain yang membantu menjelaskan pembentukan kelompok kohesif,
yaitu faktor daya tarik. Faktor daya tarik menjelaskan mengapa orang yang secara
potensial dapat berinteraksi cukup tertarik untuk membentuk kelompok kohesif. Faktor
kesamaan gender, sikap, keyakinan, latar belakang etnik, status sosial dan pendidikan
menjadi daya tarik orang untuk saling berinteraksi. Individu-individu tertarik satu
dengan yang lain karena memiliki pengalaman yang sama. Mereka bisa berbagi
pengalaman dengan lebih mudah. Keanggotaan dalam kelompok juga bisa memberikan
kepuasan bagi individu untuk beriteraksi sosial, menyebabkan orang tertarik pada
anggota kelompok. Orang akan memahami bahwa menjadi anggota kelompok akan
membantu untuk mencapai tujuan-tujuannya.
102

IV.7. Tahap-tahap Pembentukan Kelompok

Beberapa tahap dalam pembentkan kelompok yang kohesif tetapi masing-


masing tahap tersebut tidak selalu mudah diidentifikasi. Aspek awal perkembangan
terpusat pada struktur sosial kelompok, yaitu norma-norma, status sosial, peranan, dan
hubungan peranan. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut (Champoux, 2011:239;
Robbins et al, 2016):

Tahap pembentukan kelompok (forming stage). Pada tahap ini para sejumlah
orang bertemu dan mengawali pembentukan kelompok. Kelompok mendefinisikan
batas-batas sosial (melihat siapa saja yang menjadi anggota kelompo) dan tugas-
tugasnya. Orang yang tak pernah hadir sebelumnya memperkenalkan diri kepada
anggota yang lain, mereka masing-masing berusaha mengenali kelompok itu sendiri.
Masing-masing orang bertanya pada diri mereka sendiri: “Apa yang dapat diberikan
oleh kelompok pada diri saya?” dan “Keuntungan apa yang saya dapatkan dengan
menjadi anggota kelompok?”; “Apa yang dituntut oleh kelompok pada diri saya?” dan
“Hal-hal apa yang harus saya berikan pada kelompok?”; dan “Dapatkah kebutuhan saya
dipenuhi oleh kelompok dan pada saat yang sama saya juga bisa memberikan kontribusi
pada kelompok?” Mereka menunjukkan karakteristinya dan kemampuan-kemampuan
yang dimilikinya. Kemudian para anggota mendikusikan ide-ide awal tentang
bagaimana mengerjakan tugas-tugas kelompok.

Tahap konflik antar anggota kelompok (storming stage). Diskusi memfokuskan


pada tindakan-tindakan, peranan-peranan, dan hubungan-hubungan sosial yang tepat
dalam mengerjakan tugas-tugas kelompok. Pada tahap ini bisa terjadi perselisihan dan
pertengkaran antar anggota kelompok. Pada tahap ini juga muncul koalisi, klik dan
dukung-dukungan karena masing-masing anggota punya pilihan-pilihan sendiri dan
ingin memaksakan agar diterima oleh anggota-anggota yang lain. Anggota-anggota
yang memiliki kesamaan pilihan membentuk koalisi untuk saling mendukung.
Kemudian muncul pemimpin informal, bahkan meskipun pemimpin formal sudah ada.
Perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan akan muncul di antara pemimpin-pemimpin
informal yang bersaing. Konflik muncul tentang bagaimana kelompok harus
melaksanakan tugas-tugasnya. Orang sering berjuang untuk mempertahankan identitas
103

dan otonomi mereka karena kelompok mencoba untuk memberikan identitas pada
individu. Para anggota baru yang masuk ke dalam kelompok ada mengalami kekuatan
dan paksaan dari proses sosialisasi kelompok.

Tahap pembentukan norma-norma kelompok (norming stage). Pada tahap ini


kelompok telah mendefinisikan peranan-peranan dan hubungan-hubungan peranan yang
ada di dalamnya. Tahap ini juga merupakan bentuk integrasi awal karena pada tahap ini
kelompok mulai muncul sebagai unit atau kesatuan yang terkoordinasi. Dampak konflik
atau perselisihan yang terjadi pada tahap storming masih terasa sehingga hubunan antar
anggota masih menyisakan sedikit ketegangan. Kelompok menyepakati perilaku yang
tepat atau pantas dari para anggotanya. Para anggota kelompok saling menerima satu
sama lain, dan mulai muncul budaya kelompok. Pada tahap ini kalau ada konflik
biasanya tidak terlalu keras sebagaimana pada tahap sebelumnya. Jika konflik diterima
sebagai bagian dari norma-norma kelompok, kelompok mendefinisikan perilaku konflik
yang bisa diterima. Konflik pada tahap ini lebih berhubungan dengan cara-cara
bagaimana melaksanakan tugas-tugas kelompo. Konflik tidak berhubungan dengan
struktur sosial kelompok, maksudnya tidak berhubungan dengan masalah penentuan
atau perebutan posisi-posisi dalam kelompok. Pada tahap ini cara bagaimana para
anggota kelompok melaksanakan tugasnya dinilai. Konflik bisa muncul kalau ada
anggota yang terlalu jauh melanggar norma-norma dalamm menjalankan tugas.

Tahap orientasi pada tugas. Pada tahap ini para anggota kelompok sudah
memusatkan perhatiannya pada tujuan-tujuan kelompok. Para anggota kelompok sudah
menerima norma-norma kelompok sebagai pedoman dalam bertindak dan sudah merasa
nyaman bekerja bersama-sama dalam menjalankan tugas. Tahap ini juga disebut sebagai
tahap pelaksanaan atau performing stage. Pada tahap ini integrasi menyeluruh sudah
terjadi dan kelompok muncul sebagai kelompok yang dewasa (matang), terorganisir dan
berfungsi dengan baik. Masing-masing anggota kelompok menjalankan tugas-tugasnya
sesuai dengan pembagian kerja yang ada. Kelompok sudah bisa melaksanakan dan
mengatasi tugas-tugas yang kompleks dan mengatasi perselisihan dengan cara yang
kreatif. Semua sumberdaya diarahkan pada bagaimana mengerjakann tugas kelompok.
104

Tahap penundaan (adjourning stage) atau tahap pembubaran (disbanding stage).


Kelompok yang dibentuk dan menunjukkan keberhasilannya dalam mencapai tujuan
kadang-kadang harus dibubarkan. Ini merupakan hal biasa kalau kelompoknya berupa
kelompok yang sifatnya temporer seperti kelompok panitia, kelompok satuan tugas,
atau tim-tim lain yang sfatnya sementara. Para anggota kelompok yang bersifat
temporer harus bisa mengadakan rapat atau pertemuan dengan cepat, melaksanakan
tugasnya dengan jadwal yang ketat, dan kemudian dibubarkan. Keinginan kelompok
untuk membubarkan diri ketigatugas selesai dikerjakan dan kemudian membentuk
kelompok lagi untuk tugas-tugas yang akan datang merupakan tanda bahwa kelompok
tersebut merupakan kelompok yang berhasil.

IV.5. Kelompok Dunia Maya (Virtual Group)

Perkembangan teknologi komputer dan teknologi informasi memungkinkan


organisasi bekerja dengan lebih baik dalam mencapai tujuan-tujuannya. Perusahaann
sebagai organisasi bisa berkomunikasi dengan semua jaringannya yang ada di seluruh
dunia. Misalnya, perusahaan garmen di dari negara-negara Eropa bisa berhubungan
dengan para designer yang ada di Yogyakarta untuk memesan design untuk T-Shirt
yang akan diproduksinya. Perusahaan juga bisa mengamati pergerakan harga kopra di
berbagai negara produksen kopra. Perkembangan teknologi informasi memungkinkan
munculya apa yang dinamakan kelompok dunia maya (virtual groups) di tempat kerja.
Dalam dunia yang semakin maju teknologi informasinya kelompok dunia maya akan
menjadi semakin umum dalam organisasi kerja. Teknologi informasi memungkinkan
para anggota kelompok untuk saling bertemu seperti pertemuan tatap muka meskipun
secara fisik berjauhan. Pada saat menghadapi wabah virus corona perusahaan
menganjurkan agar sebagian karyawannya bekerja di rumah dan pekerjaan diselesaikan
dengan bantuan internet. Ini merupakan contoh dari kelompok dunia maya.

Kelompok dunia maya (KDM) adalah kelompok kelompok manusia yang


menggunakan sistem jaringan komputer untuk menghubungkan para anggotanya satu
dengan yang lain. Hubungan-hubungan dengan jarngan komputer memunculkan pola-
pola hubungan yang berbeda-beda secara fisik dan temporal yang berupa pertemuan
dalam satu ruang tunggal secara bersamaan atau pertemuan yang melibatkan sejumlah
105

orang dengan lokasi yang berbeda-beda. KDM semakin lama semakin dibutuhkan
dalam dunia yang berkembang dengan cepat. Dalam situasi-situasi tertentu, seperti
pandemi Covid-19), KDM juga sangat diperlukan. Istilah work from home
menggambarkan perlunya KDM dalam masa pandemi dimana orang dalam jumlah yang
cukup banyak dilarang bekerja saling berdekatan satu sama lain. KDM menghadapkan
organisasi dan para manajer dengan tantangan-tantangan sebagai berikut (Campoux,
2011:245):

a. Membangun rasa saling percaya di antara para anggota kelompok.


b. Membangun keeratan (cohesiveness) di antara para anggota kelompok.
c. Mengurangi perasaan terisolasi di antara para anggota kelompok dan
kketerasingan para anggota.
d. Menyeimbangkan tuntutan keahlian personal dan teknis dari para anggota
kelompok.
e. Mengatasi potensi terjadinya konflik di antara para angota kelompok yang
lokasinya berbeda-beda secara geografis.
f. Mengakui kinerja kelompok dan para anggota kelompok.

Tantangan-tantangan tersebut harus bisa diatasi. Kalau tidak bisa diatasi maka KDM
sulit bekerja dengan baik dalam menjalankan tugas organisasi. Ada beberapa usaha
yang bisa dilakukan untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Pertemuan-
pertemuan yang terjadwal dan konsisten di antara para anggota KDM bisa memperkuat
rasa saling percaya di antara para anggota. Pertemuan-pertemuan tatap muka langsung
secara fisik juga diperlukan untuk membantu mengurangi perasaan terasing di antara
para anggota kelompok.

IV.6. Kelompok Yang Mengelola Diri Sendiri (Self-Managing Groups)

Kemajuan dalam kehidupan masyarakat moderen menciptakan saling


ketergantungan baik dalam masyarakat luas maupun dalam organisasi industri. Tim atau
kelompok yang mengelola diri sendiri (self-managing teams) jga menjadi semakain
umum dan penting. Tim yang mengelola diri sendiri (TMS) juga sering dinamakan tim
yang mengarahkan diri sendiri (slef-directing teams), tim yang memimpon diri sendiri
(self-leading teams), dsb. TMS juga semakin dimungkinkan perkembangannya dengan
106

adanya teknologi jaringan internet. TMS adalah kelompok orang yang yang
mengerjakan tugas pekerjaan yang saling tergantung untuk menghasilkan produk atau
menyediakan jasa. Para anggota TMS mengurus sendiri sebagian besar aspek-aspek
pekerjaan mereka seperti menunjuk tuas-tugas yang harus dilakukan oleh mamsing-
masing anggota, memilih pemimpinnya dan menilai kualitas kerja dan hasil kerjanya.
Dalam dunia oleh raga ada kegiatan yang harus dilakuan sendiri dan ada juga yang
harus dilakukan dalam tim yang saling tergantung di antara para anggotanya. Olah raga
renang, lari atau lonat tinggi merupakan olah raga yang dilakukan secara individual,
bukann dalam tim. Sebaliknya sepakbola, volley ball dan basket ball merupakan olah
raga yang dilakukan oleh tim yang para anggotanya saling tergantung untuk mencapai
tujuannya, yanitu memenangkan pertandingan. Sesuai dengan ketrampilannya, tim
sepakbola mengatur sendiri cara bagaimana mereka masing-masing memainkan
peranannya dalam pertandingan.

Organisasi yang menggantungkan kerjanya pada TMS mengalihkan pembuatan


keputusannya pada tim TMS. Para manajer memberi wewenang kepada TMS untuk
memutuskan tentang desain produk, desain proses dan pelayanan kepada para customer.
Desentralisasi dan TMS memembuat flat organisasi dengan menghilangkan satu atau
lebih lapisan manajemen. TMS menjadi alat organisasi yang fleksibel dan lincah dalam
menghadapi kesempatan-kesempatan dan hambatan-hambatan yang sering berubah
dengan cepat yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi. Manajer beranggapan
bahwa anggota TMS mengetahui aspek-aspek dari pekerjaannya dan tugas-tugas
spesifik daripada orang lain. Para anggota TMS berbagi pengetahuan teknis di antara
mereka sendiri dan melatih sendiri para anggotanya yang baru. Manajer beranggapan
bahwa TMS memiliki kuantitas dan kualitas produk yang akan dicapainya. Manajer
memberikan tanggung jawab pada TMS untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dan
membiarkan tim memutuskan sendiri bagaimana mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Pemimpin tim TMS bisa ditunjuk oleh manajer, bisa dipilih oleh menejer atas
dasar rekomendasi para anggota tim, dan bisa pula dipilih sendiri oleh para anggota tim.
Pimpinan tim bisa juga dilaakukan secara bergilir dimana masing-masing anggota tim
secara bergantian menjadi pimpinan tim TMS. Dari segi pemberian ganjaran (upah atau
gaji), organisasi yang menggunakan TMS biasanya ganjaran diberikan berdasarkan
107

hasil kerja kelompok. Ganjaran diberikan atas dasar hasilkerja kelompok, bukan atas
dasar hasil kerja individu. Ganjaran diberikan kepada kelompok, kemudian kelompok
membagi ganjaran tersebut atas dasar kesepakatan bersama.

TMS bisa berinetraksi secara langsung dengan supleyer (pemasok bahan baku)
atau konsumen di dalam mmaupun di luar organisasi. Interaksi secara langung bisa
memberikan umpan balik secara cepat dan akurat. Misalnya, dengan berhubungan
secara langsung dengan konsumen maka keluhan-keluhan atau masukan-masukan dari
konsumen bisa langsung diterima oleh tim sehingga tim bisa dengan cepat memperbaiki
produk atau memperbaiki cara pemberian pelayanan. Kalau tim TSM tidak bisa
berinteraksi secara langsung maka konsumen harus berinteraksi dengan manajer.
Keluhan-keluhan atau masukan-masukan untuk perbaikan produk dan pelayanan
diterima oleh manajer dan baru kemudian diberikan kepada tim TMS. Hal ini bisa
menimbulkan masalah karena apa yang dikeluhkan atau apa yang diusulkan oleh
konsumen tidak dimengerti dengan baik oleh manajer, sehingga apa yang menjadi
masukan dari konsumen tidak diterima oleh tim TMS sebagaimana yang diharapkan
oleh konsumen. Interaksi secara langsung dengan supleyer memungkinkan arus
informasi berjalan dua arah (dari supleyer ke TMS dan dari TMS ke supleyer) dengan
cepat. Supleyer bisa menginformasikan kepada tim TMS tentang perubahan-perubahan
dari apa yang disuplai; dan sebaliknya tim TMS dapat menginformasikan kepada
supleyer tentang kualitas apa yang disuplai atau masalah jadwal kerja sehingga supleyer
bisa melakukan perbaikan terhadap masalah yang ada.

Dalam organisasi yang mengandalkan pada TMS, para manajer memainkan


berbagai peranan dalam mendukung pencapaian pencapaian tujuan tim-tim yang ada.
Umumnya beberapa tim yang ada memberikan laporan kepada manajer. Manajer
berperanan sebagai pendukung bagi tim dalam mendapatkan sumberdaya yang
dibutuhkan serta mengatasi konflik yang mungin terjadi dalam hubungan antara
berbagai tim dan bagian-bagian lain dari organisasi. Manajer juga memberikan
informasi yang penting kepada tim seperti informasi yang penting bagi peningkatan
kinerja tim, kontribusi apa yang harus diberikan oleh tim kepada organisasi yang
merupakan induk dari tim.
108

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya akibat positiv dari TMS
yang dirancang dengan tepat dan yang didukung oleh manajer sebagaimana telah
dikemukakan di atas. TMS menunjukkan hasil kerja yang lebih baik dan lebih tinggi
serta tingkat pelayanan kepada para konsumen yang lebih baik dari pada yang dilakukan
secara individual maupun yang dilakukan oleh bentuk-bentuk kelompok kerja yang lain.
Para anggota tim juga menunjukkan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi serta
komitmen yang lebih besar pada tim dan organisasi secara keseluruhan daripada orang
yang bekerja dalam bentuk-bentuk kelompok kerja yang lain. Penelitian juga
menunjukkan bahwa para anggota tim juga lebih rajin masuk kerja dan lebih sedikit
yang keluar dari tempat kerja.

Kata-kata kunci:

Kelompok Norma
Kelompok formal Peranan
Kelompok informal Kelompok kohesif
Kelompok permanen Kelompok temporer
Tahap-tahap pembentukan kelompok
Kelompok dunia maya

Bacaan:

Champoux, Joseph E., 2011, Organizational Behavior: Integrating Individuals, Groups,


and Organizations, New York, NY: Routledge.
Daniel, Cross Ogohi, 2018, “Impact of Informal Groups on Organisational
Performance,” International Journal of Scientific Research and Management,
Vol. 6, Issues. 9, Pp. 686-694.
Greenberg S., 2010, Organizational design strategy-A case study on a public
Baccalaureate college. NSC Self Study. Available: ttp://www.nsc.nevada.edu/
~PDF/NSCSelfStudy0607.pdf.
Mullins L.J., 2010, Management and Organisational Behaviour: Financial Times,
Prentice Hall.
Nkala, Printah dan Mbuyisa Barbara. 2014, “An Assessment of the effects of informal
groups on employee performance: A case of High Schools in Bulawayo
Province. (2012-2013)”, Journal Of Humanities And Social Science, Vol. 19,
Issues. 7, Ver. I., Pp. 106-112.
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge, 2016, Essentials of Organizational
Behavior, Harlow, Essex: Pearson Education Limited.
109

Slocum, John W. dan Hellriegel, D., 2007, Fundamentals of Orgnizational Behavior,


Mason: Sothwestern/Cengange Learning.

Anda mungkin juga menyukai