i
ii
- Dr. Muhammad Lukman Hakim, SIP. M.Si -
KEBIJAKAN PENANGGULANGAN
MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL
Tantangan dan Strateginya
Intelegensia Media
2020
iii
KEBIJAKAN PENANGGULANGAN MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL
Tantangan dan Strateginya
Penulis:
Dr. Muhammad Lukman Hakim, S.IP., M.Si
Editor:
Fathur Rahman, S.IP. MA
ISBN: 978-623-7374-64-0
Edisi I, 2020
iv
Prakata Editor
v
Kajian tentang masalah-masalah sosial sama dengan
kesejahteraan sosial. Hal ini untuk menjawab akar dari masalah-
masalah sosial yang muncul di publik, apakah karena faktor-faktor
dari individu sendiri (intrinsik) maupun dari luar individu
(ekstrinsik). Bahkan menurut Gillin and Gillin dalam buku
(Simanjuntak, 1985) disebutkan ada indeks patologi sosial dalam
membahas masalah-masalah sosial.
Buku ini juga secara utuh menjelaskan indicator kinerja
pembangunan kesejahteraan sosial sebagaimana yang telah dimuat
dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 111
Tahun 2009. Ketiga indikator ini telah disajikan dengan lengkap
dengan bukti, contoh nyata masalah-masalah sosial di Kota Blitar,
Kota Surabaya, Kota Pasuruan. Melalui penelitian dan analisis yang
mendalam di beberapa kota tersebut, buku ini telah menggaris-
bawahi urgensi dalam penanganan masalah-masalah sosial secara
serius, terutama oleh pemerintah daerah.
Besar harapan kami, buku ini dapat memberikan kontribusi
praktis dan akademis untuk menangani masalah-masalah sosial
sehingga bermanfaat bagi khalayak di tingkat lokal, dan global.
Semoga kehadiran buku ini dapat membuka cara pandang, wawasan
dan pemahaman baru mengenai masalah-masalah sosial dalam
menentukan arah kebijakan sosial di Indonesia. Selamat membaca.
vi
Pengantar Penulis
vii
menyewakan anak balitannya untuk diajak mengemis. Agar tertidur
pulas, sang anak biasanya di beri obat tidur.
“astaga, ini kejahatan” teriak seorang teman saat mendengar
komentar narasumber yang menjelaskan tentang sewa menyewa
balita tersebut. Memang Indonesia telah meratifikasi kovenan tentang
Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) sebuah konvensi
internasional yang mengatur hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial,
dan kultural anak anak. Negara-negara yang meratifikasi konvensi
internasional ini terikat untuk menjalankannya sesuai dengan
hukum internasional. Pelaksanaan konvensi ini diawasi oleh Komite
Hak hak Anak. Perserikatan Bangsa-Bangsa yang anggota-anggota-
nya terdiri dari berbagai negara di seluruh dunia.
Di Negara kita, kovenan tersebut di ratifikasi melalui UU No 35
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 202 Tentang
Perlindungan anak. Semua hak anak anak bangsa telah dilindungi
dan diatur dengan cukup detail di dalam undang undnag tersebut.
Atas nama UU ini harusnya tidak ada lagi sewa menyewa balita
sebagaimana di atas.
Cerita lain, lebih mengenaskan, hal itu terjadi saat akan
dilakukan penilaian Adipura disuatu daerah. Para gelandangan
psikotik yang berkeliaran di jalan jalan kota akan diciduk, dibawa
mobil Satpol PP dan dibuang ke Pinggiran Kota atau Kabupaten
sekitar. Istilah “orang Gila Kiriman” sudah menjadi rahasia umum
di kalangan Satpol PP daerah.
“sebenarnya kami juga tidak tega mas, tapi gimana lagi, disini
tidak ada rumah penampungan” ungkap salah seoarang Satpol PP
yang menjadi naras umber kami.
Memang dari hasil penelusuran kami, hanya Kota Surabaya
yang memiliki tempat penampungan (Rumah Singgah) bagi para
penyandang Masalah Kesejahteraan social. Ketiadaan tempat ini
menjadikan penanggulangan PMKS di hampir semua kabupaten
Kota di Jawa Timur tidak dapat dilakukan dengan maksimal.
Anak jalanan, anggota Punk, pengemis, gelandangan, gelan-
dangan psikotik yang diciduk dari jalan jalan kota akan dilepas
kembali tanpa pembinaan. Akibatnya proses penanggulangan
menjadi tidak maksimal.
viii
Untuk itu dari hasil riset Panjang antara tahun 2016-2020 buku
ini menyajikan data data akurat seputar penangulangan PMKS di
Kabupaten Blitar, Kota Pasuruan, dan Kota Surabaya. Kelemahan
dan upaya strategis yang sedianya dilakukan pemerintah daerah
dalam upaya penanggulangan PMKS secara maksimal.
Atas terbitnya buku ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar
besarnya kepada Tim lapangan yang selama ini menggali data secara
maksimal di tiga daerah tersebut yang dikoordinir oleh: Kabupaten
Blitar (Edy Suprianto, SIP. M.Sos) Kota Pasuruan (Mayuko Galuh
Mahardika, SIP. MIP), dan Kota Surabaya (Yustika Citra Mahendra,
SIP. MA)
Dan kepada Istriku tercinta Dr. Indah Dwi Qurbani SH, MH.
Dan anak anakku tersayang Silmi Laura Hakim dan Emily Indira
Hakim terimakasih telah memberi kesempatan pada Papa untuk
menyelesaiakan buku ini.
Kepada Para Narasumber Utama diantaranya para penyandang
PMKS, Bappeda, Dinas Sosial, Satpol PP di Kabupaten Blitar, Kota
Pasuruan, dan Kota Surabaya saya ucapkan terimakasih yang sebesar
besarnya atas komentar dan data yang telah diberikan.
Akhirnya, tak ada gading yang tak retak, semoga buku ini
menjadi bagian dari proses perbaikan masalah kesejahteraan sosial
di daerah daerah.
ix
Pengantar Penerbit
x
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Faktanya, masih
banyak masyarakat di Indonesia yang belum mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya, sehingga untuk mencapai hidup layak sangat
susah.
Buku yang ada di hadapan pembaca ini pada awalnya merupa-
kan hasil riset panjangan terkait penanggulangan PMKS disejumlah
daerah. Penulisnya mengevaluasi kelebihan dan kekurangan dalam
pengananan PMKS, serta merumuskan proyeksi-proyeksi yang
seharusnya dijalankan pemerintah dalam memutus masalah
kesejahteraan sosial dan mengoptimalkan penanganan PMKS.
Selamat membaca!
Rebut perubahan dengan membaca!
xi
Glosarium
Anak Balita Terlantar adalah anak yang berusia 0-4 tahun karena
sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajiban-
nya (karena beberapa kemungkinan: miskin, tidak mampu, salah
seorang sakit, salah seorang atau kedua-duanya meninggal, anak
balita sakit) sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbu-
han dan perkembangan baik secara jasmani, rohani dan sosial.
Anak Terlantar adalah anak yang berusia 5-18 tahun karena sebab
tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya
(karena beberapa kemungkinan: miskin, tidak mampu, salah
seorang sakit, salah seorang atau kedua-duanya meninggal,
keluarga tidak harmonis, tidak ada pengasuh atau pengampu)
sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan
perkembangan baik secara jasmani, rohani dan sosial.
Anak Nakal adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang berperilaku
menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat, lingkungannya sehingga merugikan dirinya,
keluarganya dan orang lain, serta mengganggu ketertiban umum,
akan tetapi karena usia maka belum dapat dituntut secara hukum.
Anak Jalanan adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang meng-
habiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah dan
berkeliaran di jalanan maupun tempat umum.
xii
Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan (BWBLK) adalah
seseorang yang telah selesai atau dalam 3 bulan segera mengakhiri
masa hukuman atau masa pidananya sesuai dengan keputusan
pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri
kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat kesulitan
untuk mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupan-
nya secara normal.
Dunia Usaha yang melakukan UKS adalah organisasi komersial
seluruh lingkungan industri dan produksi barang/jasa termasuk
BUMN dan BUMD serta kewirasusahaan berserta jaringannya
yang dapat melakukan tanggung jawab sosialnya.
Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak
sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat
setempat, serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal
yang tetap serta mengambara di tempat umum.
Indikator kinerja pembangunan kesejahteraan sosial adalah suatu
ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan
tingkat usaha, pencapaian sasaran, dan tujuan pembangunan
kesejahteraan sosial.
Korban Tindak Kekerasan adalah seseorang yang terancam secara
fisik maupun non fisik (psikologis) karena tindak kekerasan,
diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan
keluarga atau lingkungan sosial terdakwa. Dalam hal ini termasuk
anak, wanita, dan lanjut usia korban tindak kekerasan.
Korban Penyalahgunaan Napza adalah seseorang yang mengguna-
kan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk
minuman keras di luar tujuan pengobatan atau tanpa sepenge-
tahuan dokter yang berwenang.
Keluarga Fakir Miskin adalah seseorang atau lepala keluarga yang
sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau
tidak mempunyai kemampuan pokok atau orang yang mempunyai
sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi
kebutuhan pokok keluarga yang layak bagi kemanusiaan.
Keluarga Berumah Tak Layak Huni adalah keluarga yang kondisi
perumahan lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang
xiii
layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun
sosial.
Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis adalah keluarga yang
hubungan antar keluarganya terutama antara suami-isteri
kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak
dapat berjalan dengan wajar.
Komunitas Adat terpencil adalah kelompok orang atau masyarakat
yang hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial kecil yang bersifat
lokal dan terpencil, dan masih sangat terikat pada sumber daya
alam dan habitatnya secara sosial budaya terasing dan terbelakang
dibanding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya,
sehingga memerlukan pemberdayaan dalam menghadapi
perubahan lingkungan dalam arti luas.
Korban Bencana Alam adalah perorangan, keluarga atau kelompok
masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun
sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana alam yang
menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan
tugas-tugas kewajibannya. Termasuk dalam korban bencana
alam adalah korban bencana gempa bumi bumi tektonik, letusan
gunung berapi, tanah longsor, banjir, gelombang pasang atau
tsunami, angin kencang, kekeringan, dan kebakaran hutan atau
lahan, kebakaran pemukiman, kecelakaan pesawat terbang,
kereta api, perahu dan musibah industri (kecelakaan kerja).
Keluarga Rentan adalah keluarga muda yang baru menikah (sampai
dengan 5 tahun usia pernikahan) yang mengalami masalah sosial
dan ekonomi (berpenghasilan sekitar 10% di atas garis kemiskinan)
sehingga kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga.
Korban Bencana Sosial atau Pengungsi adalah perorangan, keluarga
atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik,
mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya
bencana sosial kerusuhan yang menyebabkan mereka mengalami
hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kewajibannya.
Keperintisan dan Kepahlawanan. Perintis Kemerdekaan adalah
mereka yang telah berjuang mengantarkan Bangsa Indonesia
ke depan pintu gerbang kemerdekaan, diakui, dan disyahkan
sebagai Perintis Kemerdekaan. Janda/Duda perintis kemerdekaan
xiv
adalah isteri/suami yang ditinggal (meninggal dunia) oleh
perintis kemerdekaan dan telah disahkan sebagai janda, duda
perintis kemerdekaan. Keluarga Pahlawan adalah suami/isteri
(warakawuri) pahlawan, anak kandung, anak angkat yang diangkat
berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Apabila pahla-
wan yang bersangkutan belum/tidak berkeluarga maka yang
menjadi keluarga adalah orang tuan
Lanjut Usia Terlantar adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial.
Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah seseorang yang dengan
rekomendasi profesional(dokter) atau petugas laboratorium
terbukti tertular virus HIV sehingga mengalami sindrom
penurunan daya tahan tubuh(AIDS) dan hidup terlantar.
Organisasi Sosial adalah suatu perkumpulan sosial yang dibentuk
oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang
tidak berbadan hukum yang berfungsi sebagai sarana partisipasi
masyarakat dalam melaksanakan usaha kesejahteraan sosial.
PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) adalah seseorang,
keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hamba-
tan, kesulitan atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi
sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya
(jasmani, rohani, dan sosial) secara memadai dan wajar. Hambatan,
kesulitan dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan,
keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan,
keterasingan dan perubahan lingkungan (secara mendadak)
yang kurang mendukung, seperti terjadinya bencana.
Penyandang Cacat adalah seseorang yang mempunyai kelainan fisik
maupun mental yang dapat mengganggu atau merupakan rin-
tangan dan hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi jasmani,
rohani maupun sosialnya secara layak, yang terdiri dari
penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental. Dalam hal
ini termasuk anak cacat, penyandang cacat eks penyakit kronis.
Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan meminta-
minta di tempat umum dengan berbagai cara, dengan alasan
untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.
xv
Pekerja Migran Bermasalah Sosial adalah seseorang yang bekerja
di luar tempat asalnya dan menetap sementara di tempat tersebut
mengalami permasalahan sosial sehingga menjadi terlantar.
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) adalah potensi
dan sumber yang ada pada manusia, alam dan institusi sosial
yang dapat digunakan untuk usaha kesejahteraan sosial.
Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) adalah warga masyarakat yang
atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial serta didorong
oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial
secara sukarela mengabdi di bidang kesejahteraan sosial.
Tuna Susila adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual
dengan sesama atau lawan jenis secara berulang-ulang dan
bergantian di luar perkawinan yang sah dengan tujuan mendapat-
kan imbalan uang, materi atau jasa.
Wanita Rawan Sosial Ekonomi adalah seorang wanita dewasa
berusia 19-59 tahun belum menikah atau janda tidak mempunyai
penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari.
Wahana Kesejahteraan adalah sistem kerjasama antar keperangkatan
pelayanan sosial di akar rumput yang terdiri atas usaha
kelompok, lembaga maupun jaringan pendukungnya. Wahana
ini berupa jejaring kerja daripada kelembagaan sosial komunitas
lokal, baik yang tumbuh melalui proses alamiah dan tradisional
maupun lembaga yang sengaja dibentuk dan dikembangkan oleh
masyarakat pada tingkat lokal, sehingga dapat menumbuh-
kembangkan sinergi lokal dalam pelaksanaan tugas di bidang
usaha kesejahteraan sosial
xvi
Daftar Isi
xvii
Bab 6: Penanganan PMKS di Kota Surabaya ... 74
xviii
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
Pendahuluan 1
1
Tantangan dan Strateginya
2
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
3
Tantangan dan Strateginya
4
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
5
Tantangan dan Strateginya
1
Hal ini sesuai dengan sasaran dan indikator dalam topik riset “Pemberdayaan
Masyarakat untuk meningkatkan pendapat keluarga rentan miskin.” Lihat: Agenda Riset
Daerah Jawa Timur 2014—2019 hal 25.
6
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
2
Miles, M.B. and A.M. Huberman.1992, Analisis Data Kualitatf, Tjetjep Rohendi
Rohidi (Penterjemah), Qualitative Data Analysis, UI Press. Jakarta.
7
Tantangan dan Strateginya
8
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
you to present what you have discovered to others. Analisa data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga mudah
dipahami, dan temuannya dapat diinfrormasikan kepada orang lain.
Karenanya Teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan
buku ini adalah analisis dengan menggunakan metode interaktif
(Miles, M.B. and A.M. Huberman, 1992: 78). untuk mengetahui lebih
detail lihat bagan berikut
Bagan 1. Analisis Data
3
Moleong, Lexy, J, 1989, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Karya, Bandung.
4
Sugiono, 2003. Metode Penelitian Administrasi, Alfa beta, Bandung
10
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
11
Tantangan dan Strateginya
12
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
1. Ketergantungan ekonomi
2. Ketidakmampuan menyesuaikan diri
3. Kesehatan yang buruk
4. Kurang atau tidak adanya pengisian waktu senggang dan sarana
rekreasi
5. Kondisi sosial, penyediaan dan pengelolaan pelayanan sosial
yang kurang atau tidak baik.
13
Tantangan dan Strateginya
14
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
15
Tantangan dan Strateginya
16
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
17
Tantangan dan Strateginya
18
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
19
Tantangan dan Strateginya
20
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
21
Tantangan dan Strateginya
22
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
23
Tantangan dan Strateginya
24
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
25
Tantangan dan Strateginya
1
Setelah Ditutup, Bisnis Seks Dolly Pindah ke Kembang Kuning, 17/09/2014 6:15
WIB, http://www.harianaceh.co.id/nasional/2014/09/17/31697/06/15/56/setelah-ditutup-
bisnis-seks-dolly-pindah-ke-kembang-kuning/, 13.14, 25 10 2014, ipuL Hayat
26
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
PSK yang lain di Surabaya. Sedangkan pada tahun 2012 tercatat 118
PSK yang positif HIV/AIDS.
Sedangkan untuk penyebaran HIV/AIDS melalui jarum suntik,
dari hasil pemetaan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Surabaya,
terbanyak berada di Jagir dan Tenggilis. Penyebaran melalui jarum
suntik ini didominasi oleh para kaum muda yang masih rentan terhadap
pemakaian narkoba dengan jarum suntik secara bersama-sama.
Selain melakukan penanggulangan Dinas Kesehatan Kota
Surabaya juga terus menggalakan sosialisasi khusunya untuk
kalangan pelajar. Dinas Kesehatan Kota Surabaya juga melakukan
kerja sama dengan berbagai rumah sakit di Surabaya, seperti RSUD
dr Soewandhie, RSUD Bhakti Darma Husada (BDH), RSUD dr.
Soetomo, RS Jiwa Menur, RSAL dr. Ramelan, RS Karang Tembok
dan RS Byahangkara. Untuk pengobatan dan perawatan hanya di
RSUD dr. Soetomo, yang lain hanya melakukan pemeriksaan saja.
Terkait dengan tingkat kepadatan kota memang masih jauh
dibanding Jakarta. Tetapi, tanda-tanda bahwa pada tahun-tahun
mendatang Surabaya akan berkembang seperti Jakarta bukanlah
sesuatu yang mustahil. Di Jakarta pada tahun 2017, penduduk kota
mencapai 21,2 juta jiwa—di bawah Tokyo (28,7 juta), Bombay (27,4
juta), Lagos (24,4 juta), dan Shanghai (23,4 juta), maka tidak mustahil
jumlah penduduk kota Surabaya akan terus melonjak. Menurut T.G.
McGee—seorang pakar perkotaan dari Universitas British Colombia—
bersama-sama dengan Jakarta-Bandung dan dan Yogyakarta-Semarang,
Surabaya-Malang akan berkembang menjadi kawasan mega-urban
atau Extended Metropolitan Region, yakni sebuah kawasan perkotaan
yang amat luas dengan jumlah penduduk besar, melebihi ukuran
metropolitan. Ini berarti beban yang mesti ditanggung kota Surabaya
bukan saja masalah-masalah internal akibat tekanan pertumbuhan
penduduk asli atau persoalan pengaturan tata ruang dan penyediaan
permukiman serta fasilitas publik bagi penduduk kota Surabaya sendiri,
melainkan juga beban eksternal yang muncul akibat masuknya arus
migran dari kota-kota menengah di sekitarnya, seperti Malang, Sidoarjo,
Gresik, Lamongan, Mojokerto, Pasuruan, Bangkalan, Jombang, dan
bahkan daerah lain yang agak jauh seperti Bojonegoro, Lumajang,
Madiun, dan sebagainya.
27
Tantangan dan Strateginya
28
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
29
Tantangan dan Strateginya
2. Faktor Penyebab
Meluasnya perkembangan jumlah PMKS di Kota Surabaya selain
karena tekanan kemiskinan dan urbanisasi berlebih, sebenarnya juga
berkaitan dengan banyak faktor. Analisis penulis menemukan faktor
penyebab di balik meluasnya PMKS di Kota Surabaya adalah:
30
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
31
Tantangan dan Strateginya
ada, sehingga jalan keluar yang dipilih kemudian adalah mereka men-
coba mencari pekerjaan di tempat lain dengan cara berusaha mengadu
nasib ke kota-kota besar yang dinilai lebih membuka peluang untuk
hidup. Dalam hal ini, perbedaan besar upah antara desa dengan kota
adalah faktor tambahan yang menyebabkan kenapa arus migrasi atau
urbanisasi ke kota senantiasa mengalir dari waktu ke waktu.
32
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
33
Tantangan dan Strateginya
Kondisi Kesehatan
Kesehatan adalah hak dasar manusia dan merupakan salah satu
aspek kualitas sumber daya manusia yang penting untuk dicermati.
Sumber Daya Manusia (SDM) yang sehat secara fisik diharapkan
menjadi manusia berkualitas sehingga dapat ikut berperan dalam
pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Melalui
pembangunan bidang kesehatan diharapkan pelayanan kesehatan
yang memadai dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dilaksanakan
dengan tindakan nyata misalnya melalui penyediaan berbagai fasilitas
dan sarana kesehatan dilengkapi dengan peralatan medis yang
memadai beserta tenaga medis berkualitas. Selain itu juga upaya
meningkatkan kesadaran masyarakat agar berperilaku sehat.
Mengingat pentingnya peran kesehatan dalam investasi sumber
daya manusia, maka upaya kesehatan perlu dilakukan sejak dini dan
berkesinambungan, yaitu sejak bayi masih dalam kandungan, saat
kelahiran, masa balita, sampai dewasa dan tua. Oleh karena itu, sejak
dini pula harus diperhatikan kondisi lingkungan, status gizi, dan
bagaimana berperilaku hidup sehat.
Pembangunan di bidang kesehatan juga bertujuan agar semua
lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara
mudah, murah dan merata serta untuk meningkatkan derajat keseha-
tan dengan memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan dan standar
pelayanan yang baku dengan didukung oleh tenaga medis yang
memadai, disertai dengan peningkatan kepedulian masyarakat
untuk berprilaku sehat dalam lingkungan yang sehat pula. Dengan
adanya upaya tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan
masyarakat yang lebih baik. Tingkat derajat kesehatan menunjukkan
keberhasilan pembangunan suatu bangsa, semakin tinggi tingkat
derajat kesehatan menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan
suatu bangsa semakin baik.
Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dikembangkan melalui
Sistem Kesehatan Nasional. Pelaksanaannya diusahakan dengan
meningkatkan partisipasi aktif masyarakat yang diarahkan terutama
kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Selain
itu, upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit serta peningkatan
pembangunan pusat-pusat kesehatan masyarakat serta sarana
34
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
Kondisi Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek untuk meningkatkan
kualitas SDM. Melalui pendidikan, keterampilan dan kemampuan
berpikir seseorang akan bertambah, dan pada akhirnya dapat
dijadikan bekal dalam memasuki dunia kerja. Dengan demikian,
pendidikan dapat dimasukkan sebagai investasi pembangunan yang
hasilnya dapat dinikmati kemudian hari. Dan sebagaimana
pembangunan di bidang lain, pendidikan menjadi salah satu bidang
utama di samping kesehatan dan ekonomi. Pembangunan di bidang
pendidikan baik secara formal maupun non formal mempunyai andil
besar terhadap kemajuan sosial ekonomi masyarakat dan wilayah.
Ukuran dasar tingkat pendidikan adalah kemampuan penduduk 10
tahun ke atas untuk baca-tulis huruf latin atau huruf lainnya (melek
huruf). Kemampuan baca-tulis merupakan kemampuan intelektual
minimum karena sebagian besar informasi dan ilmu pengetahuan
diperoleh melalui membaca.
35
Tantangan dan Strateginya
36
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
38
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
39
Tantangan dan Strateginya
40
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
41
Tantangan dan Strateginya
42
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
43
Tantangan dan Strateginya
44
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
45
Tantangan dan Strateginya
46
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
Penanganan PMKS 4
di Kota Surabaya
47
Tantangan dan Strateginya
2
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan
Ketertiban Umum Dan Ketentraman Masyarakat
48
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
3
Tim Kaypang Dibentuk Pada Tahun 2013. Saat Itu Sebanyak 15 Anggota Satpol
Yang Terdiri 6 Perempuan Dan Sisanya Laki-Laki Yang Terpilih Menjadi Bagian Dari Tim
Khusus Pembersihan Gelandangan, Pengemis, Anak Jalanan, Pengamen Hingga Orang
Gila. Anggota Yang Terpilih Dalam Tim Kaypang, Mendapatkan Pelatihan Tentang Cara
Menangani Penertiban Sasaran. Tim Kaypang Pun Dibagi Dalam Tiga Regu. Masing-
Masing Regu Berisikan 5 Petugas. Tim Ini Merupakan Tim Gerak Cepat Untuk Operasi
Senyap. Menurut Satpol Pp Terdapat Sejumlah Tim Yang Telah Dibentuk, Yakni Tim
Odong-Odong, Undur-Undur, Kung Fu Panda Hingga Tim Asuhan Rembulan, Pinky
Trail. Nama Nama Tim Khusus Satpol Pp Surabaya Ini Memang Membuat Tersenyum
Yang Mendengarnya.
49
Tantangan dan Strateginya
51
Tantangan dan Strateginya
52
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
53
Tantangan dan Strateginya
55
Tantangan dan Strateginya
56
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
4
Menurut Data Yang Ada Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Di Kota Surabaya,
Jawa Timur, Kelebihan Kapasitas. Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(Pmks) Di Wilayah Ini Mencapai 1.549 Orang. Sementara Kapasitas Gedungnya, Hanya
Berdaya Tampung 1.000 Orang. ýDari 1.549 jiwa di Liponsos itu, didominasi penderita
psikotik (keterbelakangan mental), yaitu 1.316 orang. Disusul gelandang pengemis
sejumlah 211 orang, WTS (Wanita Tuna Susila) ada 12 orang, anAk Jalanan Ada Delapan
Orang Dan Waria Ada Dua Orang.
57
Tantangan dan Strateginya
59
Tantangan dan Strateginya
60
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
61
Tantangan dan Strateginya
Tupoksi Koordinator:
- Memasangkan adik asuh dan kakak pendamping sesuai data
dampingan
- Melakukan update data sesuai data dampingan
- Mengkoordinasikan segala kegiatan CSR dengan menyampaikan
informasi dari atas ke bawah
- Memfasilitasi/mengkoordinasikan kebutuhan dan temuan
Satgas & kakak pendamping kepada Direktur Program
- Merekap laporan kegiatan kakak pendamping dari Satgas
- Melaporkan update data kepada Bidang Rehabsos dan Direktur
Program
- Memonitoring kegiatan kakak pendamping melalui Satgas dan
Pokja Kampus
Tupoksi Satgas dan TKSK:
- Fasilitator pelaksanaan program pendampingan di wilayah
dampingan.
- Memonitoring kegiatan pendampingan yang dilakukan kakak
pendamping setiap melakukan kunjungan.
- Membantu penyelenggaraan kegiatan pendampingan dengan
memberikan penyuluhan dan bimbingan terhadap permasala-
han yang diketemukan kakak pendamping.
- Melakukan koordinasi dengan PSKS lainnya terkait penyele-
saian permasalahan kesejahteraan sosial (pendampingan CSR).
- Membantu mengembangkan partisipasi sosial masyarakat dan
jejaring kerja dengan pihak lain dalam penyelenggaraan kesejah-
teraan sosial (pendampingan CSR).
- Melaporkan pelaksanaan hasil kegiatan pendampingan berupa
rekap laporan dari seluruh kakak pendamping di wilayahnya
setiap bulan.
Tupoksi Pokja Kota:
- Mengkoordinir seluruh mahasiswa pendamping dalam pelaksa-
naan kegiatan CSR.
- Membuat program kerja dalam menunjang kegiatan CSR.
62
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
63
Tantangan dan Strateginya
Penanganan PMKS 5
di Kota Pasuruan
64
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
65
Tantangan dan Strateginya
1
Pernyataan Dinsos
66
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
(lansia) yang terlantar dan dalam kondisi sakit. Mereka ini mendapatkan
jaminan baik berupa uang dari APBN, dimana satu bulan diberikan
dua ratus ribu rupiah untuk lansia terlantar tersebut. Kemudian untuk
jenis PMKS penyandang disabilitas (cacat berat) dan sudah mendekati
kematian ini mendapatkan bantuan uang satu bulan tiga ratus ribu
rupiah sebagai jaminan hidup. Pemberdayaan ini dilakukan sesuai
dengan pengelompokan dari jenis PMKS itu sendiri.
67
Tantangan dan Strateginya
68
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
salah satu anak jalanan yang ada di Kota Pasuruan. Berikut adalah
kutipan wawancaranya dengan Amin salah satu anjal yang mangkal
di perempatan Kebon Agung:4
69
Tantangan dan Strateginya
71
Tantangan dan Strateginya
72
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
8
Ibid
73
Tantangan dan Strateginya
Penanganan PMKS 6
di Kabupaten Blitar
74
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
Sumber: Data jumlah PMKS yang ditangani Dinas Sosial Kabupaten Blitar
Tahun 2015
Dari data di atas, bisa dilihat bahwa seperti yang sudah disinggung
sebelumnya bahwa jumlah total PMKS yang ditangani pemerintah
Kabupaten Blitar pada tahun 2015 adalah sejumlah 26 jenis dengan
75
Tantangan dan Strateginya
76
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
77
Tantangan dan Strateginya
78
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
79
Tantangan dan Strateginya
punk. Hal tersebut bisa dilihat dari aksesoris gitar yang selalu dibawa
kemana-kemana, kebutuhan hidup mereka sepenuhnya dipenuhi
dengan cara mengamen. Kebanyakan anak jalanan atau anak punk ini
turun kejalanan karena kondisi lingkungan, masalah dalam keluarga
dan kebanyakan alasan mereka karena ingin bebas. Keberadaan anak
jalanan ini terkadang juga meresahkan warga bahkan pengguna
jalanan yang melintas karena didapati mereka sering mabuk. Untuk
kondisi anak jalanan di Kabupaten Blitar sendiri, bisa dilihat dari
kutipan wawancara dengan pejabat Satpol PP Kabupaten Blitar:5
“…Para anak jalanan ini sering berkumpul ditenggah-tenggah
perempatan. Anak jalanan disini kebanyakan anak Punk ini sebenarnya
sangat meresahkan warga. Ini juga akan dilakukan operasi gabungan.”
Dari penjelasan informan di atas, sama halnya dengan gelan-
dangan psikotik, anak jalanan yang ada di Kabupaten Blitar juga
sering berkumpul di perempatan lampu merah untuk mengamen.
Pihak satpol PP sebenarnya juga sudah sering melakukan operasi
gabungan untuk menertibkan para anak jalanan tersebut. Akan
tetapi, ketika ditangkap para anak jalanan tersebut hanya diberikan
sosialisasi dan kemudian dilepas lagi.
Kemudian dari hasil observasi lapangan yang dilakukan peneliti
di daerah Pasar Kanigoro, Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar
yang memang merupakan salah satu tempat para anak jalanan
tersebut mengamen. Dari hasil observasi lapangan tersebut, diketahui
bahwa kondisi anak jalanan yang sering beroperasi di pasar Kanigoro
biasanya sekitar dua puluh lima anak. Berikut adalah kutipan wawan-
cara dengan salah satu tukang ojek yang ada di Pasar Kanigoro,
Kecamata Kanigoro Kabupaten Blitar:6
“...Bahwa kondisi anak jalanan yang sering mangkal di pasar Kanigoro
biasanya sekitar dua puluh lima anak. Para anak jalanan itu ada yang
dari Kesamben, Kademangan, Tulungagung, Trenggalek dan daerah
lainnya. Anak jalanan yang sering berkumpul di pasar Kanigoro juga
terdapat anak yang sudah tamat sekolah. Hal itu terjadi karena pergaulan
anak tersebut. Jika malam hari mereka sering tidur di emperan toko-toko
pasar Kanigoro. Para anak jalanan itu juga sering berkolompok-kelompok
5
Wawancara dengan Bapak Suyanto selaku Kabid peraturan perundang-undangan
daerah Satpol PP di Kabupaten Blitar, 24 Maret 2016 Pukul 08.18 WIB.
6
Wawancara dengan Bapak Supardi selaku tukang ojek di pasar Kanigoro Kecamatan
Kanigoro, Kabupaten Blitar, 14 Juni 2016 pukul 09.59 WIB
80
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
81
Tantangan dan Strateginya
7
Wawancara dengan Bapak Salamun selaku penjaga pasar Kanigoro Kecamatan
Kanigoro, Kabupaten Blitar, 14 Juni 2016 pukul 10.10 WIB
8
Wawancara dengan Japri selaku anak jalanan yang sering mangkal di pasar Kanigoro
Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, 14 Juni 2016 pukul 14.10 WIB
9
Data jumlah PMKS yang ditangani Dinas Sosial Kabupaten Blitar Tahun 2015
82
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
83
Tantangan dan Strateginya
Tabel 6.4 Jumlah Wanita Tuna Susila Kabupaten Blitar Tahun 2015
84
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
11
Wawancara dengan Bapak Darmaji selaku warga masyarakat yang tinggal di bekas
lokalisasi bokem di daerah Sutojayan Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar, 14 Juni
2016 pukul 13.10 WIB
12
Wawancara dengan pemilik wisma yang ada di lokalisasi Njaring Kecamatan
Kanigoro Kabupaten Blitar, 14 Juni 2016 Pukul 13.20 WIB
85
Tantangan dan Strateginya
13
Data jumlah PMKS yang ditangani Dinas Sosial Kabupaten Blitar Tahun 2015
86
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
87
Tantangan dan Strateginya
1
Hal yang sama juga disampaikan oleh Dinsos Kota Surabaya Dinsos Kabupaten
blitar.
88
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
memiliki skill untuk langsung terjun ke dunia kerja dan tidak lagi
berkeliaran di jalanan dengan meminta-minta belas kasihan orang
yang lalu lalang di jalan raya.
89
Tantangan dan Strateginya
90
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
91
Tantangan dan Strateginya
93
Tantangan dan Strateginya
94
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
2
Upaya penjangkauan dilakukan dengan mendatangi anak jalanan, gelandangan,
orang gila dan pengemis di tempat-tempat yang biasa disinggahi. Upaya penjangkauan
ini dilakukan oleh instansi dan atau lembaga yang tergabung di dalam satgas
penanggulangan PMKS.
3
Assessment bertujuan melindungi, membina serta menjamin hak asasi anak jalanan,
orang gila, gelandangan, dan pengemis sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka assessment, anak jalanan, gelandangan, dan pengemis ditempatkan pada
penampungan sementara. Assesment dimaksudkan untuk menetapkan kualifikasi anak
jalanan, gelandangan dan pengemis, sebagai dasar untuk menetapkan tindakan selanjutnya
yang meliputi:
- Dilepaskan dengan syarat;
- Dimasukkan dalam panti sosial/balai rehabilitasi sosial dan/atau sebutan lain;
- Dikembalikan ke dalam masyarakat, antara lain kepada orang tua/wali/keluarga, ke
tempat asal, dipekerjakan menurut bakat dan kemampuan masing-masing;
- Dan diberi hak pengasuhan untuk anak jalanan.
4
Upaya pemenuhan hak-hak dasar meliputi: a) pemenuhan hak atas identitas; b)
pemenuhan hak atas kebutuhan dasar; c) pemenuhan hak atas kesehatan; d) pemenuhan
hak atas pendidikan; e) dan pemenuhan hak atas perlindungan dan/atau bantuan hukum.
95
Tantangan dan Strateginya
5
Organisasi sosial kemasyarakatan dapat berperan dalam pembinaan terhadap anak
jalanan, gelandangan, dan pengemis dengan mendirikan panti sosial. Dalam perjalanannya,
panti sosial ini wajib mendaftarkan diri dan memberikan laporan berkala kepada Pemerintah
Kabupaten blitar.
6
Peran badan usaha sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
96
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
98
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
7
Irwanto, 1998. Aspek Ekonomi, Sosial dan Budaya Dalam Prostitusi Anak: Studi Kasus
di Desa Bongas, Kecamatan Indramayu. Jakarta: Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat
Unika Atma Jaya.
99
Tantangan dan Strateginya
100
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
8
Karandikar, Sharvari, 2008. Need for Developing A Sound Prostitution Policy:
Recommendations for Future Action. Journal of Interdiciplinary & Multidiciplinary Re-
search, Volume 2, Issue 1.
101
Tantangan dan Strateginya
102
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
103
Tantangan dan Strateginya
104
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
9
Irwanto, Muhammad Farid & Jeffry Anwar, 1999. Anak yang Membutuhkan
Perlindungan Khusus di Indonesia: Analisis Situasi. Jakarta: Kerjasama PKPM Unika Atmajaya
Jakarta, Departemen Sosia, dan UNICEF.
10
McCoy, Amalee, 2004. Blaming Children for The Their Own Exploitation: The
Situation East Asia. ECPAT 7th Report on The Implementation of the Agenda for Action
Agains the Commercial Sexual Exploitation of Children.
105
Tantangan dan Strateginya
11
Mulandar, Surya (ed.), 1996. Dehumanisasi Anak Marginal, Berbagai Pengalaman
Pemberdayaan. Bandung: AKATIGA Gugus Analisis.
12
Suyanto, Bagong dkk., 2004. Pemetaan Problema da n Penyusunan Program
Penanganan Masalah Anak-anak yang Dilacurkan di Kota Surabaya. Surabaya: Kerjasama
Lembaga Penelitian Universitas Airlangga dengan Dinas Sosial dan Pemberdayaan
Perempuan.
13
David Krniawan, “Pelacuran di Surakarta (studi kasus pasca penutupan resosilaisasi
Silir 1998-2006)”, Universitas Sebelas Maret, 2010.
106
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
107
Tantangan dan Strateginya
108
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
Penutup 8
109
Tantangan dan Strateginya
110
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
Dari studi ini, ada beberapa hal yang perlu untuk dilakukan.
Pertama, Pemerintah melalui Dinas Sosial perlu segera merevisi
Peraturan daerah Penanggulangan anak jalanan, gelandangan, dan
pengemis untuk kemudian memasukkan dua jenis PMKS lainnya
yakni WTS dan Gelandangan Psikotik ke dalam Perda yang baru
selambat lambatnya pada tahun 2018. Kedua, Pemerintah Kota perlu
membentuk Satuan gugus tugas Penanggulangan PMKS selambat
lambatnya pada akhir tahun 2018 agar dapat mensinergikan sejumlah
OPD dan lembaga terkait dalam percepatan penanggulangan PMKS.
Satgas PMKS ini dibentuk atas dasar Surat Keputusan Walikota yang
anggotanya setidaknya meliputi: Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas
Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan, Satpol PP, BNN. Lembaga Kesejahte-
raan Sosial; Pekerja Sosial; dan Tenaga Kesejahteraan Sosial.
Ketiga, Pemerintah Kota melalui Satgas Penanggulangan PMKS
perlu merevisi dokumen Rencana Aksi Daerah (RAD) penanggu-
langan PMKS untuk kemudian memasukkan dua jenis PMKS yang
belum masuk yakni gelandangan Psikotik dan WTS selambat lambat-
nya pada tahun 2018. Keempat, Pemerintah Kota perlu melakukan
upaya pencegahan timbulnya PMKS. Upaya pencegahan setidaknya
meliputi: a) penyuluhan dan bimbingan sosial; b) pembinaan sosial;
c) bantuan sosial; d) perluasan kesempatan kerja; e) dan peningkatan
derajat kesehatan. Kelima, Satgas penanggulangan PMKS perlu
melakukan langkah-langkah Penanggulangan untuk mengurangi
dan/atau meniadakan anak jalanan, gelandangan, orang gila dan
pengemis. Upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud meliputi:
penjangkauan, assesment; dan pemenuhan hak-hak dasar.
Keenam, Pemerintah Kota perlu membangun rumah singgah
dan atau penampungan sosial bagi anak jalanan, gelandangan, dan
orang gila. Rumah singgah sebagaimana dimaksud selambat-
lambatnya telah dibangun pada tahun 2017. Ketujuh, Secara intensif
pemerintah Kota juga perlu melakukan upaya pembekalan bagi lima
jenis PMKS yang direhabilitasi. Kedelapan, Pemerintah Kota perlu
melakukan upaya Rehabilitasi Sosial. Upaya rehablitasi dilakukan
agar anak jalanan, gelandangan, dan pengemis mampu melakukan
kembali fungsi sosialnya dalam tata kehidupan bermasyarakat,
meliputi : a) bimbingan mental spiritual; b) bimbingan fisik; c)
bimbingan sosial; d) dan bimbingan dan pelatihan keterampilan.
111
Tantangan dan Strateginya
112
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
Index
A
A.M. Huberman 7, 9
Anak jalanan 3, 20, 25, 29, 31, 39, 43, 47, 48, 49, 50, 65, 66,
68, 69, 70, 72, 73, 79, 80, 81, 82, 83, 89, 90, 91, 92, 93, 95, 96,
97, 98, 110, 111, 112
B
BAILLUW 45
Bestuurs Politie 45
Bombay 27
C
Campus Connecting People 50
campus connecting people 51
Campus Social Responsibility 57, 59
Catherine Marshall 8
Cemoro Sewu 26
Chambers 22
Chaniago 24
D
Dolly 25, 26
E
Ernest Burgess 11
G
Gelandangan Psikotik 4, 6, 7, 76, 111
113
Tantangan dan Strateginya
114
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
S
Shanghai 27
Silverman 7
Simandjuntak 12
Sugiono 10
Sumarnonugroho 11, 12
Sunarno 88
Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Up. 32/ 45
T
T.G. McGee 27
Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) 43, 60
Tim Kaypang 49
Tokyo 27
Tri Rismaharini 48
U
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 46
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerint 46
V
VOC 45
W
Wanita Tuna Susila 4, 6, 7, 25, 57, 83, 84, 109
115
Tantangan dan Strateginya
Daftar Pustaka
116
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
117
Tantangan dan Strateginya
Richard Osborne & Borin Van Loon. 1996. Mengenal Sosiologi For
Beginner. Bandung: Mizan.
Rofiq Aunu, Teknik Pengumpulan Data dalam Penelitian Kualitatif, Jurnal
Ilmiah Pawiyatan, Vol.20, No. 1, maret 2013.
Rusliwa Gumilar, Memahami Metode Kualitatif, Jurnal Sosial
Humaniora, Vol.58, No.2, Desember 2005.
Saiful Pupu, Penelitian Kualitatif, Equilibrium, Vol. 5, No. 9, Januari-
Juni 2009.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2010.
Supranto J, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2003.
Simanjuntak. 1981. Pengantar Kriminologi dan patologi sosial. Bandung:
Tarsito
Sugiono, 2003. Metode Penelitian Administrasi, Alfa beta, BandunG
Suparlan, Parsudi. 1993. Kemiskinan di Perkotaan. Yayasan Obor,
Indonesia
Sunarto, Kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga
Penerbit FE – UI.
Suyanto, Bagong dkk., 2004. Pemetaan Problema dan Penyusunan
Program Penanganan Masalah Anak-anak yang Dilacurkan di
Kota Surabaya. Surabaya: Kerjasama Lembaga Penelitian Uni-
versitas Airlangga dengan Dinas Sosial dan Pemberdayaan
Perempuan.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor !2, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor a967);
Wirawan, Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma, Jakarta; Kencana,
2012
Winarso Budi, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Presindo 2007.
Dokumen
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 109 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4235);
118
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
119
Tantangan dan Strateginya
120
Kebijakan Penanggulangan Masalah Kesejahteraan Sosial
Tentang Penulis
121
Tantangan dan Strateginya
Dari hasil riset tersebut sejumlah buku telah dihasilkan baik yang
diterbitkan sendiri maupun kelompok, di antaranya: 1) Kebijakan
Pembangunan Pemuda; 2020. 2) Perlawanan Sosial Masyarakat
Lokalisasi Atas Kebijakan Pemerintah; Intelegensia Media; 2015. 3)
Kontributor dalam buku Potret Desentralisasi di Indonesia; IPM
Press; 2014, 4) Kontributor dalam buku Anatomi Teori Sosial; Aditya
Media, 2010. 5) Kontributor dalam buku; Kebijakan Sosial, 2020.
Artikelnya juga tersebar di banyak Jurnal baik terakreditasi Shinta,
terindeks Thomson, maupun Jurnal terindeks Scopus. Penulis dapat
dihubungi di em.lukman79@ub.ac.id atau melalui 08113661195.
122
View publication stats