Anda di halaman 1dari 52

Clinical Science Session

GAMBARAN RADIOLOGI PADA KANKER PAYUDARA

Oleh
Hans Everald 0910312126
Endri Pristiwadi 0910312144
Elsa Prima Putri 1010313087
Ranny Anneliza 1210313056

Preseptor:
dr. Sylvia Rachman, Sp.Rad(K)

BAGIAN ILMU RADIOLOGI, RADIOTERAPI,


DAN KEDOKTERAN NUKLIR
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena berkat rahmat

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Gambaran

Radiologi pada Kanker Payudara. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu

syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Radiologi, Radioterapi,

dan Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr.Sylvia Rachman, Sp.Rad(K)

selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan petunjuk, dan semua

pihak yang telah membantu dalam penulisan referat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih memiliki banyak

kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata,

semoga referat ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Padang, Oktober 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman judul 1

Kata pengantar 2

Daftar Isi 3

Daftar Gambar 4

Daftar Tabel 5

Bab 1 Pendahuluan 6

1.1 Latar Belakang 6

1.2 Rumusan Masalah 8

1.3 Tujuan Penulisan 8

1.4 Metode Penulisan 8

Bab 2 Tinjauan Pustaka 9

2.1 Anatomi Payudara 9

2.2 Klasifikasi Kanker Payudara 13

2.3 Penentuan Staging 16

2.3 Etiologi dan Faktor resiko 22

2.4 Patogenesis 24

2.6 Diagnosis 25

2.6 Pemeriksaan Penunjang Radiologi 27

2.7 Penatalaksanaan 44

Bab 3 Penutup 49

Daftar Pustaka 50

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Payudara 9

Gambar 1.2 Pembuluh darah payudara 10

Gambar 2.3 Aliran limfe payudara 12

Gambar 2.4 Persarafan payudara 12

Gambar 2.5 Ductal Carsinoma In Situ 13

Gambar 2.6. Lobular Carsinoma In Situ 14

Gambar 2.7 Inspeksi Payudara 26

Gambar 2.8 Palpasi Payudara 27

Gambar 2.9 Proyeksi MLO dan CC 30

Gambar 2.10 Gambaran Normal Proyeksi Mediolateral dan 31


Sketsa Proyeksi Mediolateral

Gambar 2.11 Gambaran Payudara Normal Proyeksi MLO 32

Gambar 2.12 Gambaran Massa Spikula di Kuadran Lateral Atas 33


Gambar 2.13 Architectur Distortion 35

Gambar 2.14 Tampak Karsinoma pada Payudara Kanan 37


Gambar 2.15 Sono- Anatomi Payudara Normal 36

Gambar 2.16. Gambaran Lesi Hipoekoik Inhomogen 37


Berbatas Tidak Tegas

Gambar 2.17. Massa dengan Batas Irregular 38

Gambar 2.18. Neovaskularisasi pada CDUS Dan Nodul di Axilla 39

Gambar 2.19. Gambaran MRI pada Kanker Payudara 41

Gambar 2.20 Gambaran PET Scan pada Kanker Payudara 43

Gambar 2.21 Gambaran Metastase Kanker Payudara 43

4
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Stadium berdasarkan TNM pada Kanker Payudara 16

Tabel 2. TNM Stage Grouping 21

5
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat

berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya.1 Kanker payudara termasuk

kedalam satu di antara tiga serangkai keganasan yang menyerang perempuan di

Indonesia, yakni kanker payudara, kanker serviks dan kanker kulit.2

Kanker payudara saat ini menjadi kanker yang paling sering menyerang

perempuan di seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian tersering pada

perempuan dengan rerata 1,3 juta kasus baru dan terdapat sekitar 458.000

kematian akibat kanker payudara.3 Berdasarkan data Globocan 2008, terdapat 30

kasus per 100.000 penduduk, dan kanker payudara menempati urutan pertama

yaitu sebesar 38% dari seluruh kanker pada wanita.4

Menurut data statistik Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2007, kanker payudara adalah kanker

terbanyak yang diderita wanita Indonesia dengan angka kejadian 26 per 100.000

wanita, disusul kanker leher rahim dengan angka kejadian 16 per 100.000 wanita.

Selain itu, kanker payudara menempati urutan pertama jumlah pasien rawat inap

kanker di seluruh Rumah Sakit di Indonesia (16,85%), disusul kanker serviks

(11,78%).5

Di Sumatera Barat angka kejadian kanker payudara adalah 5,6%. Angka ini

lebih tinggi dibandingkan dengan angka kejadian rerata nasional yang hanya

sekitar 4,3% sehingga menempatkan Sumatera Barat pada urutan keenam dari tiga

6
puluh tiga provinsi di Indonesia.6 Pada tahun 2012 terdapat 112 kasus baru

kanker payudara primer di RSUP Dr. M.Djamil Padang.7

Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang

penting untuk kanker payudara. Pemeriksaan radiologi yang terkait dengan kanker

payudara adalah mamografi, ultrasonografi (USG), MRI, dan PET scan.8

Semua benjolan di payudara harus diuji dengan triple test yang terdiri dari

pemeriksaan fisik, mamografi , dan biopsi.9 Mammografi merupakan pemeriksaan

payudara menggunakan sinar X. American Cancer Society merekomendasikan

pemeriksaan mamografi dilakukan setiap tahun pada wanita di atas 40 tahun.

Mamografi dilakukan sebagai alat bantu diagnostik utama, terutama pada usia di

atas 30 tahun. Ultrasonografi (USG) merupakan teknologi yang menggunakan

gelombang suara. USG dapat membedakan benjolan berupa tumor padat atau

kistik. MRI merupakan modalitas pemeriksaan terakurat. MRI menggunakan

medan magnet kuat dan gelombang radio untuk mendeteksi kelainan payudara

dengan sensitivitas tinggi (> 90%) pada benjolan yang kecil. PET scan

merupakan alat pencitra tiga dimensi berwarna untuk mendeteksi perubahan sel di

dalam tubuh dengan menggunakan zat radiofarmaka. Pemeriksaan PET scan dapat

menggambarkan anatomi dan metabolisme sel kanker serta penyebarannya.8

Oleh karena itu, penulis mengangkat judul Gambaran Radiologi pada

Kanker Payudara sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

pembaca.

7
1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang anatomi payudara, klasifikasi, penentuan

staging, etiolog, faktor risiko, patogenesis, diagnosis (anamnesis, pemeriksaan

fisik, diagnosis banding, dan pemeriksaan penunjang mamografi, USG, MRI, PET

scan), dan tatalaksana pada kanker payudara.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan

pembaca mengenai kanker payudara.

1.4 Metode Penelitian

Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang

merujuk kepada berbagai literatur.

8
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Payudara

Epidermis puting dan areola lebih gelap dan berkulit, dan kulit puting

mengandung sejumlah kelenjar keringat apokrin dan sebasea dan relatif berambut.

Sekitar 15-25 duktus memasuki dasar puting dimana mereka berdilatasi

membentuk milk sinuses. Sedikit di bawah permukaan puting, sinus-sinus tersebut

berakhir pada ampula berbentuk kerucut. Areola mengelilingi puting dan

berdiameter antara 15-60 mm. Kulitnya terdiri dari rambut lanugo, kelenjar

keringat, kelenjar sebasea, dan kelenjar Montgomery, yang besar, merubah

kelenjar sebasea dengan miniatur duktus yang terbuka ke tuberkel Morgagni di

epidermis areola. Di dalam areola dan puting terdapat serabut-serabut otot polos

yang tersusun radiel dan sirkuler sebagai jaringan konektif dan secara longitudinal

sepanjang duktus laktiferus yang meluas ke puting. Serabut otot ini bertanggung

jawab untuk kontraksi areola, ereksi puting, dan pengosongan milk sinuses.10

Gambar 2.2Anatomi payudara10

9
Parenkim payudara meluas dari bawah setinggi iga dua atau tiga sampai ke

lipatan inframammari yang terletak di sekitar iga enam atau tujuh dan secara

lateral dari ujung sternum sampai garis aksilaris anterior. Jaringan payudara juga

meluas sampai ke aksila sebagai kelenjar Tail of Spence. Permukaan posterior

payudara adalah fasia pektoralis mayor, seratus anterior, eksternal abdominal

oblik, dan otot rectus abdominis.10

Ada tiga rute arteri utama yang memperdarahi payudara : arteri mammaria

internal, arteri thoracic lateral, dan arteri interkostal.

1. Arteri mammaria internal, cabang arteri subklavia, yang memperdarahi

sekitar 60% dari total aliran payudara, terutama ke bagian medial.

2. Arteri thoracic lateral berjalan dari arteri aksilaris, atau terkadang arteri

subskapular atau thoracoacromial. Arteri ini menyuplai sampai 30% dari

aliran payudara ke lateral dan bagian luar atas payudara.

3. Arteri interkostal posterior 3, 4, dan 5 adalah yang paling sedikit

memperdarahi payudara. Arteri tersebut terletak di ruang interkostal dan

berasal dari aorta, terutama memperdarahi kuadran inferoeksternal.10

Gambar 3.2 Pembuluh darah payudara. IM : Internal

Mammaria, LT : Lateral Thoracic, dan IC : Intercostal

10
Aliran vena payudara dibagi menjadi dua, yaitu :

1.1 Sistem superfisial

Aliran vena ini berjalan dari bawah lapisan superfisial pada fasia superfisial

dan dibagi menjadi 2 tipe yaitu transversal dan longitudinal. Vena

transversal (91%) berjalan secara medial pada jaringan subkutan menuju

vena mammaria interna. Vena longitudinal (9 %) berjalan naik ke

suprasternal notch menuju vena superfisial leher bawah.

1.2 Sistem vena dalam

Tiga grup vena yang termasuk sistem vena dalam pada payudara adalah :

(a) Cabang vena mammaria internal, pembuluh terbesar pada sistem vena

dalam

(b) Aliran menuju vena aksilaris

(c) Cabang dari vena intercostal posterior. Vena ini berhubungan dengan

vena vertebra dan vena azigos menuju vena kava superior.

Ketiga jalur vena ini menuju jaringan kapiler pulmoner dan merupakan

rute terjadinya metastasis ke paru. Ketiga vena ini membentuk pleksus

vena vertebra dan menjadi jalur langsung metastasis ke tulang belakang,

paha, bahu, humerus, dan tengkorak.10

Sistem limfe penting diketahui karena merupakan salah satu cara

kanker dapat menyebar. Sel kanker payudara bisa memasuki pembuluh

limfe dan mulai tumbuh di kelenjar limfe. Kebanyakan pembuluh limfe

payudara berhubungan dengan kelenjar limfe di aksila. Beberapa

pembuluh limfe berhubungan dengan kelenjar limfe dalam dada (kelenjar

mammaria internal) dan yang lainnya di kelenjar supraklavikula atau

11
infraklavikula. Jika sel kanker menyebar ke kelenjar limfe, ada

kesempatan besar sel masuk ke aliran darah dan meyebar ke tempat lain di

tubuh.11

Gambar 2.3 Aliran limfe payudara3

Payudara dipersarafi oleh cabang kutaneus lateral dan anterior dari

saraf interkostal 2-6. Cabang kutaneus lateral memotong otot interkostal

dan di dalam fasia garis mid aksilaris dan mengalir ke inferomedial.

Cabang kutaneus anterior mempersarafi bagian medial payudara.10

Gambar 2.4Persarafan payudara10

12
2.2. Klasifikasi

Kanker payudara dapat dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan tampilan

sel kanker di bawah mikroskop. Kebanyakan kanker adalah karsinoma, tipe

kanker yang mengenai sel epitelial. Sering juga jenis adenokarsinoma yang

mengenai jaringan kelenjar. Tipe lainnya yaitu sarkoma yang mengenai sel otot,

lemak, dan jaringan penghubung. Kanker payudara juga dapat dibagi berdasarkan

protein alam sel kanker menjadi hormon reseptor positif atau triple negatif.11

1. Karsinoma non invasif

a. Ductal Carcinoma In Situ (DCIS)

DCIS dikenal juga dengan intraductal carcinoma adalah kanker payudara

non-invasif. DCIS berarti sel yang berada di duktus berubah menjadi sel

kanker.Perbedaan DCIS dengan kanker invasif adalah sel yang belum menyebar

melalui dinding duktus ke sekitar jaringan payudara. Karena tidak invasif, DCIS

tidak bermetastasis ke luar payudara. DCIS dikatakan pre-kanker karena pada

beberapa kasus bisa menjadi kanker invasif. Sekitar 1 dari 5 kanker payudara baru

merupakan DCIS. Hampir semua pasien yang didiagnosa pada stadium awal bisa

disembuhkan.11

13
b. Lobular Carsinoma In Situ (LCIS)

Pada LCIS, sel yang terlihat seperti sel kanker tumbuh di lobulus kelenjar

susu, tapi tidak tumbuh menembus dinding lobulus. LCIS disebut juga neoplasia

lobular. LCIS berbeda dengan DCIS, karena ia tidak akan berkembang menjadi

invasif jika ditatalaksana.11

Gambar 2.6. Lobular Carsinoma In Situ

2. Karsinoma Invasif

a. Invasive (or infiltrating) ductal carcinoma

Ini adalah tipe terbanyak kanker payudara. Karsinoma ductal invasif mulai

dari duktus payudara, menembus dinding duktus, dan tumbuh ke jaringan lemak

payudara. Tipe ini juga dapat bermetastasis ke bagian tubuh lain melalui sistem

limfatik dan aliran darah. Sekitar 8 dai 10 kanker payudara invasif adalah

infiltrating ductal carcinoma.11

Ada beberapa subtipe karsinoma invasif yang dinamai berdasarkan temuan

mikroskopik. Beberapa diantaranya mempunyai prognosis yang baik yaitu

karsinoma kistik adenoid (adenocystic), karsinoma adenoskuamosa grade rendah,

14
karsinoma medular, karsinoma papiler, dan karsinoma tubular. Beberapa subtipe

lain mempunyai prognosis lebih buruk karsinoma duktal invasif standar yaitu

karsinoma metaplastik, karsinoma mikropapiler, dan mixed carcinoma (campuran

invasif duktal dan lobular).11

b. Invasive (or infiltrating) lobular carcinoma

Karsinoma lobular invasif berawal dari lobullus payudara. Seperti

karsinoma duktal invasif, ia dapat bermetastasis ke bagian lain tubuh. Sekitar 1

dari 10 kanker invasif payudara adalah karsinoma lobular invasif.11

c. Paget disease pada nipple

Tipe kanker payudara ini berawal dari duktus payudara dan menyebar ke

kulit puting dan kemudian areola. Tipe ini jarang hanya sekitar 1% dari semua

kanker payudara. Kulit dari puting dan areola keras, kasar, dan merah dengan area

yang berdarah atau transudasi. Juga ada rasa terbakar dan gatal. Paget disease

hampir selalu berhubungan dengan DCIS. Tatalaksana dengan mastektomi. Jika

tidak ada benjolan yang teraba pada jaringan payudara, dan biopsi menunjukkan

DCIS tapi bukan kanker invasif, maka prognosisnya baik. Namun bila hasilnya

merupakan kanker invasif, maka prognosis tidak baik dan dibuat stadium dan

ditatalaksana seperti kanker invasif.11

3. Tipe kanker payudara lainnya

Inflammatory breast cancer

Tipe ini tidak umum, hanya sekitar 1%-3% dari semua kanker payudara.

Biasanyatidak ada benjolan, namun kulit payudara terlihat merah dan teraba

panas. Kulit payudara juga terlihat tebal dan seperti kulit jeruk. Hal ini terjadi

15
karena sel kanker menghambat pembuluh limfe di kulit. Payudara yang terkena

menjadi besar, nyeri, atau gatal. Pada stadium awal, inflammatory breast cancer

terlihat seperti infeksi payudara (mastitis) dan ditatalaksana dengan antibiotik.

Jika gejala disebabkan oleh antibiotik, maka gejala tidak akan membaik, dan dari

hasil biopsi akan ditemkan sel kanker. Karena tidak ada benjolan, maka tidak akan

terlihat pada mammogram, yang membuatnya semakin sulit ditemukan. Tipe

kanker ini mudah menyebar dan punya prognosis lebih buruk daripada tipe

karsinoma lobular atau duktal invasif.11

2.3. Penentuan Stadium

Tabel 1. Stadium berdasarkan TNM pada kanker payudara12

Tumor Primer (T)

TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada bukti terdapat tumor primer

Tis Carcinoma in situ

Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ

Tis(LCIS) Lobular carcinoma in situ

Tis(Paget's) Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan :

Paget's disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan

menurut ukuran tumor)

T1 Tumor 2 cm

T1mic Microinvasion 0.1

16
T1a Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm

T1b Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm

T1c Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm

T2 Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm

T3 Tumor > 5 cm

T4 Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke dinding

dada atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :

T4a Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis

T4b Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau

ada nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama

T4c Kriteria T4a dan T4b

T4d Inflammatory carcinoma

Kelenjar Getah BeningKlinis (N)

NX KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah

diangkat)

N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1 Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan

N2 Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat digerakkan

atau terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB internal

mammary ipsilateral tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat

17
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral

N2a Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling melekat

atau melekat ke struktur lain sekitarnya.

N2b Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal mammary

ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat metastasis ke

KGB aksilla ipsilateral

N3 Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa

keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB internal

mammary ipsilateral tetapi secara klinis terbukti terdapat

metastasis ke KGB aksilla ipsilateral; atau metastasis ke KGB

supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB

infraklavikula atau aksilla ipsilateral

N3a Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral

N3b Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla

N3c Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral

Kelenjar Getah Bening RegionalPatologia anatomi (pN)

pNX KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau

tidak dilakukan pemeriksaan patologi)

pN0b Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada

pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan :

Isolated tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor

kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya

18
dengan immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler

pN0(i) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (-)

pN0(i+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+),

IHC cluster tidak lebih dari 0.2 mm

pN0(mol) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,

pemeriksaan molekuler (-) (RT-PCR)

pN0(mol+) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,

pemeriksaan molekuler (+) (RT-PCR)

pN1 Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal mammary

terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB,

secara klinis tidak tampak

pN1mi Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)

pN1a Metastasis ke 1-3 KGB aksila

pN1b Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara

mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak

tampak

pN1c Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary

terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB,

secara klinis tidak tampak (jika berhubungan dengan >3 (+) KGB

aksila, KGB internal mammary diklasifikasikan sebagai pN3b)

pN2 Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB

19
internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat

metastasis ke KGB aksilla

pN2a Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)

pN2b tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara

klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla

pN3 Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau

secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan terdapat 1

atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3 metastasis ke KGB

aksilla tetapi secara klinis microscopic metastasis (-) ke KGB

internal mammary; atau ke KGB supraklavikular ipsilateral

pN3a Metastasis ke 10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm), atau

metastasis ke KGB infraklavikula

pN3b Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral dan

terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3

metastasis ke KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary

dengan kelainan mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi KGB

sentinel, tidak tampak secara klinis

pN3c Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral

Metastasis Jauh (M)

MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak terdapat metastasis jauh

20
M1 Terdapat metastasis jauh

Tabel 2. TNM stage grouping

Stage 0 Tis N0 M0

Stage I T1a N0 M0

Stage IIA T0 N1 M0

T1a N1 M0

T2 N0 M0

Stage IIB T2 N1 M0

T3 N0 M0

Stage IIIA T0 N2 M0

T1a N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stage IIIB T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

Stage IIIC Any T N3 M0

Stage IV Any T Any N M1

21
2.4. Etiologi dan Faktor Risiko

Studi tentang keganasan pada payudara telah menemukan beberapa hal

dapat meningkatkan resiko, antara lain:

a. Usia: semakin bertambah usia maka resiko akan semakin meningkat

terutama pada usia 30-50 tahun, tetapi resiko akan berkurang pada saat

menopause.13

b. Genetik dan Riwayat keluarga: sebanyak 20-25% penderita kanker

payudara memiliki keluarga dengan riwayat keganasan dan 5-10% kanker

payudara terjadi akibat adanya predisposisi genetik.Gen yang memiliki

prediposisi resiko tinggi (40-85%) dengan kanker payudara yaitu BRCA1,

BRCA2, TP53, PTEN, STK11, NF1, dan CDH-1. Sedangkan untuk gen

yang memiliki predisposisi sedang (20-40%) antara lain mutasi pada

ATM, CHEK2, dan BRCA1 dan BRCA2 modifer gen BRIP1 dan

PALB2.14

c. Hormonal dan riwayat reproduksi: perkembangan kanker payudara erat

kaitannya dengan hormonal. Early menarche ( 13 tahun), nullipara,

hormone replacement terapy (HRT), abortus pada kehamilan pertama,

kelahiran pertama setelah usia 30 tahun, dan usia menopause lambat (> 50

tahun) dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara. Sedangkan

wanita yang melahirkan pertama sebelum usia 20 tahun, paritas tinggi,

dan menyusui dapat mengurangi resiko kanker payudara.13,14

d. Gaya hidup

22
o Alkohol: konsumsi alkohol sebanyak 60 g perhari akan meningkatkan

resiko, dan tiap kenaikan 10 g perhari akan meningkatkan resiko

sebanyak 9%.14,15

o Pola makan: Makan tinggi lemak berhubungan dengan insiden kanker

payudara. Hal ini karena makanan yang tinggi lemak berarti tinggi

kolesterol, yang mana ini merupakan precursor dan sintesis esterogen

dan hormon steroid lain. Paparan esterogen yang tinggi ini akan

menstimulasi perkembangan kanker payudara. Sedangkan pola makan

yang banyak mengandung serat (35-45 g perhari), kedelai, dan vitamin

akan mengurangi resiko kanker payudara.15

o Aktifitas fisik: aktivitas fisik telah terbukti dapat menurunkan resiko

kanker payudara. Kegiatan sederhana yang dilakukan secara rutin

dapat menurunkan resiko kanker sebesar 2%, sedangkan kegiatan aktif

dapat mengurangi resiko kanker payudara hingga 5%.14

o Radiasi: Jumlah paparan radiasi berbading lurus dengan resiko kanker

payudara. Peningkatan resiko untuk setiap radiasi pada perempuan

muda dan anak-anak yang akan bermenifes pada usia 30 tahun. 13 Efek

peningkatan kasus kanker payudara akibat radiasi dapat terlihat dengan

jelas di kota Hirosima, Nagasaki, dan di sekitar Chernobyl.14

o Obesitas: obesitas khususnya pada wanita postmenopouse diketahui

meningkatkan resiko kanker payudara. Penelitian menunjukan bahwa

tiap bertambah berat badan sebesar 5 kg dapat meningkatkan resiko

terjadinya kanker payudara 8%.14

23
2.5. Patogenesis

Patogenesis kanker payudara merupakan proses multitahap, tiap tahapnya

berkaitan dengan satu mutasi tertentu atau lebih di gen regulator minor atau

mayor. Terdapat dua jenis sel utama pada payudara orang dewasa, sel

mioepitel dan sekretorik lumen.13,16

Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam tahap morfologis dalam

perjalanan menuju keganasan. Hiperplasia duktal, ditandai oleh proliferasi sel-

sel epitel poliklonal yang tersebar tidak rata yang pola kromatin dan bentuk

inti-intinya saling tumpang tindih dan lumen duktus yang tidak teratur, sering

menjadi tanda awal kecenderungan keganasan. Sel-sel di atas relatif memiliki

sedikit sitoplasma dan batas selnya tidak jelas dan secara sitologik jinak.

Perubahan dari hiperplasia ke hiperplasia atipik (klonal), dimana sitoplasma

selnya lebih jelas, intinya lebih jelas dan tidak tumpang tindih serta lumen

duktus yang teratur, secara klinis dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker

payudara. Setelah hiperplasia atipik, tahap berikutnya adalah timbulnya

karsinoma insitu, terjadi proliferasi sel yang memiliki gambaran sitologi

sesuai dengan keganasan, tetapi proliferasi sel tersebut belum menginvasi

stroma dan menembus membran basal. Karsinoma insitu lobular biasanya

menyebar ke seluruh jaringan payudara (bahkan bilateral) dan biasanya tidak

teraba dan tidak terlihat pada pencitraan. Sebaliknya, karsinoma insitu duktal

merupakan lesi duktus segmental yang dapat mengalami kalsifikasi sehingga

memberi penampilan yang beragam. Setelah sel-sel tumor menembus

membran basal dan menginvasi stroma, tumor menjadi invasif dan dapat

24
menyebar secara hematogen dan limfogen sehingga menimbulkan

metastasis.13,16

Mekanisme yang digunakan oleh tubuh untuk bereaksi melawan setiap

antigen yang diekspresikan oleh neoplasma disebut Immunosurveilance.

Fungsi primer dari sistem imun adalah untuk mengenal dan mendegradasi

antigen asing (nonself) yang timbul dalam tubuh. Dalam Immunosurveilance,

sel mutan dianggap akan mengekspresikan satu atau lebih antigen yang dapat

dikenal sebagai nonself. Sel NK, CTL dan makrofag ternyata paling berperan

dalam Immunosurveilance tumor, setelah mengenal sel kanker sebagai sel

asing, ketiga sel imun tersebut akan menghancurkan sel kanker. Sel CTL dan

sel NK melakukan cara sitotoksisitas yang sama yaitu dengan mengeluarkan

perforin, sedangkan makrofag menggunakan cara fagositosis.16

2.6. Diagnosis

a. Gejala

Gejala yang yang paling sering meliputi :17

1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting

susunya

a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah

ketiak

b. Puting susu terasa mengeras

2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya

a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara

b. Puting susu tertarik ke dalam payudara

25
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak.

Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.

3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu

Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika

sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar

limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke

berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.

Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada

payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang

ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada

puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit

payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita

dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun.17

b. Pemeriksaan fisik

1. Inspeksi

Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah

terdapat edema (peau dorange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema. 18

Gambar 2.7 Inspeksi Payudara

26
2. Palpasi

Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi

kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang

teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya,

konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya.

Gambar 2.8 Palpasi Payudara

2.7 Pemeriksaan penunjang radiologi

a. Mamografi

Mammografi merupakan pemeriksaan radiologis khusus pada payudara

menggunakan sinar X dosis rendah. Pemeriksaan mamografi pada pasien tanpa

gejala disebut dengan mamografi skrining, sedangkan pemeriksaan pada pasien

dengan tanda dan gejala kanker payudara disebut dengan mamografi diagnostik.19

Sampai saat ini Mamografi adalah metode pencitraan yang cocok untuk

melakukan skrining. Secara umum mamografi memiliki sensitivitas hingga 90%,

sekitar 10% sisanya tidak dapat dideteksi. Pada saat digunakan untuk skrining,

mamografi mampu mendeteksi karsinoma yang tidak dapat dideteksi dengan

palpasi. Kelebihan lain mamografi yaitu sangat baik untuk pencitraan pada

jaringan yang banyak mengandung lemak, dan memiliki sensitifitas yang tinggi

pada kegananasan yang mengalami mikrokalsifikasi.20

27
Meskipun memiliki sensitivitas yang cukup tinggi, spesifisitas

pemeriksaan mamografi hanya pada beberapa kasus saja seperti dalam

mendiagnosa lesi jinak seperti typically oil cyst, hamartoma, lipoma, typically

calcified fibroadenoma atau KGB.20

Skrining dengan mamografi dapat mengurangi 30-70% mortalitas. Selain

sensitivitas yang tinggi, keuntungan lain yang diperoleh skrining dengan

mamografi yaitu:

Pemeriksaan noninvasive yang murah.

Mudah dipelajari dan mudah untuk di dokumentasikan.

Dapat dengan meudah menemukan kalsifikasi pada keganasan.20

Adapun kekurangan mamografi pada saat skrining yaitu:

Hasil negative (false negative) tidak menghilangkan kemungkinan tetap

ada keganasan.

Pada saat skrining maupun diagnostik, untuk mendapatkan hasil terbaik

dibutuhkan data klinis dan rekam medik pasien. Kedua hal tersebut tidak

dapat diabaikan, karena sekitar 10% keganasan pada payudara dapat

dideteksi hanya dengan pemeriksaan fisik.

Hasil pemeriksaan tergantung pada kualitas gambar dan keahlian

pemeriksa.20

Indikasi Pemeriksaan Mamografi

Indikasi pemeriksaan skrining mamografi antara lain adalah:20

Mencari tanda keganasan yang tersembunyi pada pasien wanita

asimptomatis berusia 40 tahun atau lebih,

28
Mencari tanda keganasan pada pasien wanita asimtomatis berusia 35

tahun atau lebih yang memiliki resiko tinggi terkena kanker payudara

yaitu:

o Pasien dengan keluarga derajat pertama terdiagnosa kanker

payudara premenopause

o Pasien dengan faktor resiko histologis yang ditemukan saat

prosedur pembedahan seperti hyperplasia ductus atipikal.

Sedangkan indikasi pemeriksaan diagnostik mamografi adalah:

Terdapatnya benjolan pada payudara atau tanda dan gejala keganasan

seperti kulit payudara berkerut, retraksi puting, dan keluarnya discharge

dari payudara

Hasil pemeriksaan skrining mamografi yang abnormal

Pasien dengan riwayat resiko tinggi untuk keganasan payudara

Pembesaran kelenjar aksiler yang meragukan

Adanya metastasis tanpa diketahui asal tumor primer.19

Pemeriksaan standar mamografi menggunakan 2 posisi yaitu mediolateral

obligue (MLO) dan craniocaudal (CC). Pada proyeksi CC standar, sinar X-ray

diarahkan dari atas ke inferior. Posisi ini dicapai dengan menarik payudara ke atas

dan ke depan menjauh dari dinding dada, dengan kompresi diterapkan dari atas.

Kompresi yang dilakukan pada pemeriksaan mamografi memberikan imobilisasi

payudara selama eksposure dan dispersi dari bayangan jaringan payudara,

sehingga memungkinkan pemisahan visual yang lebih baik dari struktur payudara.

Pada proyeksi CC hampir semua bagian payudara tercakup kecuali bagian

lateralnya. Proyeksi CC dengan posisi yang baik menunjukkan bagian subareolar,

29
medial dan teral dari payudara. Otot pektoralis mayor terletak di tengah film CC

pada sekitar 30% dari individu.20

Pada proyeksi MLO, sinar X-ray diarahkan dari superomedial ke

inferolateral, pada sudut 30-60o, dengan kompresi yang diterapkan miring di

dinding dada, tegak lurus dengan sumbu panjang dari otot pektoralis mayor.

Proyeksi MLO sangat penting karena merupakan satu-satunya proyeksi yang

dapat menunjukkan gambaran seluruh jaringan payudara. Proyeksi MLO dengan

posisi yang adekuat menunjukkan profil puting susu, permukaan anterior otot

pektoralis terlihat sejajar sampai puting, lipatan kulit inframmary harus terlihat,

payudara harus terangkat dengan baik dan terkompresi dengan baik sehingga

jaringan payudara tersebar dengan rata diantara piringan kompresi dan film.20

Gambar 2.9 Proyeksi MLO(kiri) dan CC (kanan)

Kelainan pada mammogram dapat diketahui dengan melihat tanda-tanda

primer dan sekunder. Tanda-tanda primer pada kelainan antara lain:

Kepadatan tumor dengan peningkatan densitas, batas tumor tak teratur,

memberikan gambaran seperti komet.

30
Terdapat perbedaan besar tumor pada pemeriksaan klinis dan

mamografi

Adanya mikrokalsifikasi yang spesifik

Tanda-tanda sekunder pada kelainan ini adalah:

Perubahan pada kulit berupa penebalan dan retraksi

Kepadatan asimetris

Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglanular yang tak teratur

Bertambahnya vaskularisasi yang asimetris

Pembesaran kelenjar aksila

Sedangkan pada tumor jinak akan memberikan tanda-tanda sekunder berupa:

Lesi dengan densitas meningkat, batas tegas, licin, dan teratur

Adanya halo

Kadang-kadang tampak pengapuran yang kasar dan umumnya dapat

dihitung.19

Gambar 2.10 Gambaran Normal Proyeksi Mediolateral dan


Sketsa Proyeksi Mediolateral

31
Dalam pembacaan mamogram, mamografi kiri dan kanan harus diletakan

berdampingan untuk melakukan penilainan kesimetrian payudara, ukuran,

densitas, dan distribusi galndular. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara

sistematis tanda-tanda mamografi abnormal seperti massa, perubahan densitas,

kalsifikasi, dan architectural distortion.

Gambar 2.8 Gambaran Normal Proyeksi Mediolateral dan Sketsa


Proyeksi Mediolateral

Gambar 2.11 Gambaran Payudara normal proyeksi MLO A. glandular B.

involuting C. Adiposa D. Tidak ada M. pektoralis di payudara kiri 21

32
Gambaran keganasan pada payudara:

a. Speculates mass (stellate mass)

Gambaran speculates mass merupakan gambaran yang paling umum

ditemukan. Gambarannya berupa massa di central dengan spikula yang ada di

sekitarnya. Posisi massa yang berada jauh di dalam dapat berhubungan dengan

m. pectoralis. Sedangkan batas yang irregular dapat kita curigai merupakan

ductus carcinoma in situ. Dalam mendiagnosa adanya keganasan perlu kiranya

untuk memperhatikan tanda-tanda keganasan seperti distorsi parenkim,

retraksi, dan trabekular payudara yang lebih lurus.

Gambar 2.12 Gambaran massa spikula di kuadran lateral atas

Sekitar 95% gambaran speculated mass merupakan gambaran kanker

payudara invasif. Diagnosa lain yang dapat dipikirkan yaitu non-invasive

33
carcinoma, complex sclerosing lesion/radialscar, fibromatosis, dan granular

cell tumor.21

b. Architectural distortion (parenchymal distortion, stellate lesion)

Architectural distortion merupakan gambaran seperti garis lurus

pada mamografi yang biasanya berukuran 1-4 cm yang menyebardi sekitar

area sentral. Lesi pada bagian sentral biasanya tidak terlihat baik pada

proyeksi standar maupun lokal, oleh karenanya kadang diperlukan

pemeriksaan ulang untuk konfirmasi ulang apakah memang tidak ada

kelainan atau lesi tersebut overlying dengan normal stroma.21

Gambaran Architectural distortion dapat didiagnosa sebagai

complex scleroting lesion/radial scar, karsinoma, dan surgical scar.

Gambar 2.13 1a, b: Architectur distortion dengan mikrocalsifikasi c: Architectur

distortionpada invasive tubular carcinoma

34
c. Densitas soft-tissue asimetris

Sangat sulit untuk mendiagnosa pada gambaran soft-tissue asimetris.

Oleh karenanya mungkin dibutuhkan pemeriksaan ulang dengan

memperhatikan hal-hal berikut:

3-4 cm di sekitar anterior m. pectoralis pada pemeriksaan MLO

Ruang retroglandular diantara posterior parenkim dengan dinding

dada baik pada proyeksi MLO maupun CC

Bagian medial pada proyeksi CC

Karsinoma pada bagian retroaeoral mungkin sulit untuk dinilai karena

superposisi dengan duktus dan stroma.

Bagian inferior dari payudara21

Gambar 2.14 Tampak Karsinoma pada payudara kanan

b. USG

Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk

membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan

35
untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Hal yang perlu

diketahui mengenai pemeriksaan USG payudara dan mammografi yakni : Bila

usia dibawah 25 tahun dilakukan pemeriksaan USG payudara saja.Tidak

dianjurkan mammografi Karena gambaran mammografi kurang informative

yang disebabkan oleh karena jaringan fibroglandularnya masih padat sehingga

gambaran mammografinya putih (Opaque). Sehingga susah untuk mendeteksi

kelainan payudara. Untuk usia 25-34 tahun dilakukan USG payudara dan

pemeriksaan mammografi jika diperlukan saja. Untuk usia di atas 35 tahun

diutamakan mammografi dan pemeriksaan USG sebagai konfirmasinya.

Gambar 2.15. Sono- anatomi payudara normal, wanita umur 21 tahun.

FG = fibro glandular, C = iga, OP= otot pektoralis

Pada pemeriksaan dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran

dengan batas yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di

bagian tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang

halus, berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan

batas yang tegas. 18

36
Sebagian besar keganasan payudara yang dapat terdeteksi secara USG

mempunyai batas yang kabur. Hal ini disebabkan oleh Karena adanya infiltrasi

kanker payudara ke jaringan sekitarnya/ spiculated.22

Tanda primer:

1. Bentuk: bervariasi dapat bundar, oval, berlobulasi atau tak teratur.

2. Batas: tidak teratur

3. Eko internal: lemah dan inhomegen

4. Bayangan akustik posterior: untuk sebagian besar kasus.

5. Mikrokalsifikasi: dapat dijumpai untuk sebagian besar kasus dengan

diameter lebih dari 1 cm.

Tanda sekunder:

1. Perubahan atau distorsi susunan anatomi normal jaringan payudara sekitar

tumor.

2. Penebalan/ kekakuan ligamentum cooperi.

3. Retraksi dan penebalan kutis

4. Perubahan/ distorsi jaringan lemak subkutis

Gambar 2.16. Gambaran lesi hipoekoik inhomogen berbatas tidak tegas

37
Gambar 2.17. Tampak massa dengan batas irregular, kemungkinan malignancy

tidak dapat disingkirkan

Tumor ganas payudara dengan ukuran beberapa millimeter saja

akan merangsang tumbuhnya pembuluh darah baru (neovaskularization).

Pembuluh ini akan memasuki lesi ganas payudara dari arah perifer dimana

pada umumnya pembuluh dara ini berdinding tipis serta tidak memiliki

lapisan otot dan sering memperlihatkan pintasan arteri-vena (A-V

shunt).Oleh karena itu para ahli akhir-akhir ini telah mencoba

menggunakan Colour Doppler Ultrasound (CDUS) guna mendeteksi

dan menilai Feeding Arteri dan Tumour Vessel. Menurut berbagai

penyelidikan umumnya dijumpai peningkatan Velositas aliran darah pada

tumour vessel dan feeding Arteri. Jadi,penggunaan CDUS dapat

merupakan sarana yang penting dalam membantu membedakan suatu lesi

ganas dari suatu lesi jinak payudara. 22

38
Gambar 2.18. Pasien yang sama. Adanya neovaskularisasi pada CDUS dan nodul

di daerah axilla mengindikasikan karsinoma

c. MRI

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan suatu teknik penggambaran

penampang tubuh dengan menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064

1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom

hidrogen. MRI memiliki kelebihan, terutama kemampuannya membuat potongan

koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien

sehingga sangat sesuiai untuk diagnostik jaringan lunak. 25

MRI merupakan modalitas pemeriksaan terakurat. MRI dapat mendeteksi

kelainan payudara dengan sensitivitas tinggi (> 90%) pada benjolan yang kecil.

MRI direkomendasikan hanya pada beberapa kasus tertentu, seperti kecurigaan

adanya beberapa benjolan, benjolan tak teraba, benjolan sangat kecil, atau

implan.8 Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik daripada mamografi,

namun secara umum tidak digunakan sebagai pemeriksaan skrining karena biaya

mahal dan memerlukan waktu pemeriksaan yang lama. Akan tetapi MRI dapat

dipertimbangkan pada wanita muda dengan payudara yang padat atau pada

39
payudara dengan implant, dipertimbangkan pasien dengan risiko tinggi untuk

menderita kanker payudara.1

MRI dengan kontras merupakan pemeriksaan paling akurat untuk

menemukan fokus primer yang invasif pada kanker payudara. Paramagnetik

kontras yang digunakan adalah Gd-DTPA, yang dimasukkan secara intravena.

MRI tidak digunakan sebagai skrining, tetapi dapat digunakan sebagai

pemeriksaan pelengkap mamografi, karena MRI dapat memberikan informasi

berharga dalam kasus yang tidak jelas. 26

Gambaran Keganasan pada MRI 26:

a. Focal, isointens sampai hiperintens (85-90% kasus karsinoma)

- lebih sering ditemukan batas luar irreguler

- terkadang terdapat struktur duktus pada batas luar

- terkadang nodular

- jarang ditemukan batas licin

- pada karsinoma terdapat gambaran lebih intens pada daerah perifer, hal

ini disebabkan karena daerah perifer merupakan zona pertumbuhan

hiperseluler pada karsinoma.

b. Hiperintens yang bersifat difus (10-15% kasus karsinoma), tidak terlihat

batas yang jelas, dan meliputi sebagian besar parenkim mammae.

c. Kebanyakan karsinoma menunjukkan peningkatan hiperintens yang cepat

(sekitar 1-3 menit) setelah penyuntikan kontras, kemudian terjadi

penurunan sinyal intensitas setelah 3-5 menit (pada 50-70% kasus

karsinoma), tetapi hal ini tidak ditemukan pada 12% kasus karsinoma.

40
Gambar 2.19. Gambaran MRI pada kanker payudara.

d. PET Scan

PET (Positron Emission Tomography) merupakan salah satu

modalitas kedokteran nuklir. Selama dekade terakhir PET telah digunakan

dalam pengelolaan pasien kanker. Radiotracer paling banyak digunakan

dalam praktek klinis adalah analog glukosa 2-[F18]fluoro-2-deoksi-D-glukosa

(FDG). PET menunjukkan peningkatan nilai dalam perbedaan antara lesi

ganas dan jinak, dalam staging penyakit, restaging dan dalam perencanaan

terapi.23

PET bertujuan untuk memberikan gambaran metabolik dari patologi

yang terjadi pada seluruh tubuh menggunakan radio isotope (nuklir) .

Kombinasi PET dengan CTScan/MRI memberikan informasi aspek anatomi

dan metabolic dari sel kanker dan aktifitasnya diseluruh tubuh sehingga sangat

baik untuk deteksi, penyebaran dan residif keganasan. Pemeriksaan PET lebih

dianjurkan untuk follow up ataupun perencanaan radiotherapy, karena tidak

memberikan detail anatomi dan beresiko radiasi.24

PET menunjukkan sensitivitas diagnostik berkisar antara 80% dan

96% dan spesifitas antara 83% dan 100%, tetapi kemampuannya untuk

41
mendeteksi kanker payudara sangat tergantung pada ukuran tumor. Mengenai

tumor kecil, hanya 68,2% dari karsinoma payudara pada tahap pT1 (<2 cm)

dengan benar diidentifikasi dibandingkan dengan 91,9% dari pada tahap pT2

(> 2-5 cm).Karena resolusi yang terbatas, PET tidak dianjurkan untuk lesi

yang lebih kecil dari 1 cm diameter .23

Ukuran kelenjar getah bening tertentu adalah sangat penting dalam

menentukan keterlibatan tumor terutama pembesaran kelenjar getah bening di

atas 1 cm diameter. Sebaliknya, pencitraan metabolik dengan PET tampaknya

memberikan informasi yang lebih spesifik berdasarkan mendeteksi

peningkatan konsumsi glukosa dari jaringan kanker. Hasil kebanyakan studi

menunjukkan bahwa PET sangat sensitif dan spesifik untuk melihat penyakit

nodus di axilla dengan sensitivitas berkisar antara 79% sampai 100%,

spesifisitas mulai dari 50% sampai 100% dan akurasi mulai dari 77% ke

89,8%.Dibandingkan dengan konvensional, PET lebih akurat dalam

menentukan status kelenjar getah bening locoregional, khususnya pada wanita

dengan kanker payudara stadium lanjut meskipun tidak memungkinkan

penentuan jumlah kelenjar getah bening tumor-yang terlibat.23

Pemeriksaan PET tidak menyakitkan dan seperti pemeriksaan CT,

pasien tetap menggunakan pakaian.Persiapan yang perlu dilakukan untuk PET

ialah puasa 4-6 jam sebelum pemeriksaan. Pasien masih tetap dapat minum

obat yang diresepkan.Untuk pasien yang menderita diabetes, aktivitas harian

tetap dijalankan dengan sedikit makan. Insulin atau obat diabetes oral tetap

diminum rutin dan kadar gula darah harus sekitar 100 200 mg/dL sebelum

42
pemeriksaan. Ibu hamil tidak diperkenankan menjalani pemeriksaan dengan

PET.24

Gambar 2.20 Gambaran PET Scan pada kanker payudara

Gambar 2.21 Gambaran metastase kanker payudara

43
2.8 Penatalaksanaan

Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk

stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan

inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi

multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan

pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau

untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.

A. Terapi secara pembedahan

1. Mastektomi partial (breast conservation)

Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer

hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB

(kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga

sebagai reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy.

Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan

karsinoma mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya

memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy

dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex

dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan

diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang

bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas status reseptor

hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.

Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral untuk

penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini, sentinel node

biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang tidak

44
ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan

hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak dilakukan.

2. Modified Radical Mastectomy

Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis mayor and M.

pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi tidak

level III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis minor dan diseksi KGB

axilla level III. Batasan anatomis pada Modified radical mastectomy adalah batas

anterior M. latissimus dorsi pada bagian lateral, garis tengah sternum pada bagian

medial, bagian inferiornya 2-3 cm dari lipatan infra-mammae dan bagian

superiornya m. subcalvia.

Seroma di bawah kulit dan aksilla merupakan komplikasi tersering dari

mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua kasus. Pemasangan

closed-system suction drainage mengurangi insidensi dari komplikasi ini. Kateter

dipertahankan hingga cairan drainage kurang dari 30 ml/hari. Infeksi luka jarang

terjadi setelah mastektomi dan kebanyakan terjadi sekunder terhadap nekrosis

skin-flap. Pendarahan sedang dan hebat jarang terjadi setelah mastektomi dan

sebaiknya dilakukan eksplorasi dini luka untuk mengontrol pendarahan dan

memasang ulang closed-system suction drainage. Insidensi lymphedema

fungsional setelah modified radical mastectomy sekitar 10%. Diseksi KGB aksilla

ekstensif, terapi radiasi, adanya KGB patologis dan obesitas merupakan faktor-

faktor predisposisi.18

Satu studi menganalisis data kambuhnya kanker payudara pada pasien

yang telah menjalani mastektomi dengan rekonstruksi langsung dibandingkan

dengan mereka yang tidak mengalami rekonstruksi setelah mastektomi dan

45
menyimpulkan bahwa baik kejadian maupun waktu untuk deteksi penyakit

berulang yang terkena dampak rekonstruksi.27

B. Terapi non-pembedahan

1. Radioterapi

Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk

wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan

untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau

IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus resiko/kecurigaan

metastasis yang tinggi.27

Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko

rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan

dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan 27

2. Kemoterapi

a. Kemoterapi adjuvan

Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae

tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak

dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan

dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor

prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau

limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status

reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan

kemoterapi adjuvan.Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain

siklofosfamid, doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.18

46
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif

dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan.

Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa

yang operabel adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan

dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi. 18

b. Neoadjuvant chemotherapy

Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum

dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar

untuk dilakukan lumpectomy. 18

Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah

kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau

lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi

adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan

IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran

tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical

mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi. 18

3. Terapi anti-estrogen

Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor

hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan

pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih

berdiferensiasi baik.18

Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen

menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis

terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae

47
dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada

reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah

tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan

retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang

pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen

dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen

untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium

lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua wanita dengan

karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi

awal 18

4. Terapi antibodi anti-HER2/neu

Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru

didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik

pada pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi

adjuvan karena dengan regimen adriamycin menberikan respon yang lebih baik

pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan

overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang

ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.27

48
Bab 3

Penutup

Kanker payudara merupakan keganasan dari sel yang membentuk jaringan

payudara. Kanker payudara didefinisikan sebagai kanker yang terbentuk di

jaringan payudara, biasanya pada saluran (tabung yang membawa susu ke puting)

dan lobulus (kelenjar yang memproduksi air susu).

Kanker payudara saat ini menjadi kanker yang paling sering menyerang

perempuan di seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian tersering pada

perempuan dengan rerata 1,3 juta kasus baru dan terdapat sekitar 458.000

kematian akibat kanker payudara.

Diagnosis kanker payudara bisa ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang untuk mendukung

pemeriksaan klinis yaitu berupa mamografi, ultrasonografi (USG), CT scan, MRI,

dan PET Scan..

Kanker payudara dapat dicegah dengan memahami faktor resiko dan

kemudian menghindarinya. Seorang wanita yang memiliki riwayat keluarga

menderita kanker payudara atau ovarium, sebaiknya melakukan pemeriksaan

payudara sendiri (SADARI) sebulan sekali sekitar hari ke-8 menstruasi baik untuk

dilakukan sejak usia 18 tahun dan mamografi setiap tahunnya sejak usia 25 tahun.

49
DAFTAR PUSTAKA

1. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan Penatalaksanaan Kanker

Payudara. Tersedia: http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKPayudara.pdf.

Diakses pada Oktober 2016.

2. Rata, IGAK. 2011. Tumor kulit. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,

editor (penyunting). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hal 233.

3. Ellen W. 2011. Breast cancer screening. N Engl J Med;(365):1025-32.

4. Wahyuni D, Edison, Wirma AH. 2015. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan

Sikap terhadap Pelaksanaan SADARI pada Ibu Rumah Tangga di Kelurahan

Jati. Jurnal Kesehatan Andalas 4(1): 89-93

5. Firdaus VRP, Aswiyanti A, Daan K, Wirsma AH. 2016. Hubungan Grading

Histopatologi dan Infiltrasi Limfovaskular dengan Subtipe Molekuler pada

Kanker Payudara Invasif di Bagian Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang.

Jurnal Kesehatan Andalas 5(1): 165-72.

6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan Dasar

2007. Jakarta.

7. Rahmatya A, Daan K, Henny M. 2015. Hubungan Usia dengan Gambaran

Klinikpatologi Kanker Payudara di Bagian Bedah RSUP Dr. M. Djamil

Padang.

8. Gemmy Adirama. 2012. Pemeriksaan Payudara. Health First 19: 16-7.

9. Fadjari Heri. 2012. Pendekatan Diagnosis Benjolan di Payudara. CKD-192

39(4): 308-10.

50
10. Moustapha Hamdi, Elisabeth Wringer, Ingrid Schlenz,

RaficKuzbariAnatomyoftheBreast: A ClinicalApplication. Diakses dari

:http://eknygos.lsmuni.lt/ springer/477/1-8.pdf. Diakses pada 26 September

2016.

11. American Cancer Society. Breast Cancer. Diakses dari :

http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003090-

pdf.pdf. Diakses pada 26 September 2016.

12. WHO. Guidelines for Management of Breast Cancer. Diakses dari :

http://www.emro.who.int/dsaf/dsa697.pdf. Diakses pada 26 September 2016.

13. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC

14. Shah R, Rosso K, and Nathanson SD. 2014. Pathogenesis, preventif,

diagnosis, and treatment of breast cancer. World J Clin Oncol 10; 5(3): 283-

98

15. Abdulkarem IH. 2013. Aetio-pathogenesis of breast cancer. Nigerian Medical

Journal54 (6):371-5

16. De Jong W, Sjamsuhidayat. 2004. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta:

EGC;.

17. Dixon, JM. 2006. ABC of Breast Diseases. 3rd edition. United Kingdom :

Blackwell Publishing,

18. Tjindarbumi.2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,

Dalam: Deteksi Dini Kanker. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia;

51
19. Makes, D. 2009. Mamografi Payudara. Dalam S. Rasad, & I. Ekayuda

(Penyunt.), Radiologi Diagnostik edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.hal.

511-516

20. Kobrunen SH, Schreer, Dershaw DD. 1997. Diagnostic breast imaging. New

York: Thieme Stuttgart.

21. Sutton D. 2003. The book of radiology and imaging vol. II, 7th Ed. London:

Churchill livingstone.

22. Maryani A. 2011. Penatalaksanaa USG payudara. Disampaikan di Seminar

Workshop Nasional PARI ke XII, Bandung.

23. Skoura Evalinga V, Ioannis E, Datseris. PET imaging in breast cancer.

Hospital Chronides 2007, 2 (1): 12-18.

24. Schuster, David M. Clinical Utility of Pet Scanning in breast Cancer

Management. The American Journal of Hematology/ Oncology Vol. 11, no. 6

June 2015.

25. Notosiswooyo M, Suswati S. 2004. Pemanfaatan Magnetic Resonance

Imaging (MRI) sebagai Sarana Diagnosis Pasien. Media Litbang Kesehatan

14(3): 8-13.

26. Kobrunner SHH, Scheer I, Dershaw DD. 1997. Diagnostic Breast Imaging.

New York: Thieme Stuttgart. Hal 256-60

27. Johnson K. For node-positive breast cancer, axillary radiation is best.

Medscape Medical News [serial online]. June 6, 2013. Diakses di

http://www.medscape.com/viewarticle/805406

52

Anda mungkin juga menyukai