MODUL IV
MINGGU IV
PENYUSUN:
Dr. Eng. Rosady Mulyadi, ST., MT
Prof. Baharuddin Hamzah, ST., M.Arch., Ph.D
Abd. Mufti Radja, ST., MT., Ph.D
M. Yahya Siradjuddin, ST., M.Eng.
1. Deskripsi matakuliah: Matakuliah ini adalah matakuliah yang disajikan di semester III
dan tidak terdapat prasyarat untuk mengikuti matakuliah ini.
Terdapat dua fokus kajian utama pada matakuliah ini, yakni
kemampuan untuk memetakan tapak dan kemampuan dalam
menganalisis dan mengolah tapak. Matakuliah ini disajikan dalam
bentuk ceramah, presentasi, dan diskusi hingga pertengahan
semester untuk memberikan bekal pemahaman teori kepada
mahasiswa. Pada minggu kesembilan dan kesepuluh mahasiswa
akan melakukan kegiatan praktikum pemataan tapak dilapangan
lalu kemudian mengolah data hasil praktikum tersebut di
laboratorium Pengukuran dan Pemetaan Prodi Arsitektur hingga
minggu keempatbelas. Hasil akhir dari matakuliah ini adalah
pemahaman mahasiswa yang komprehensif terhadap pemetaan
dan analisis pengolahan tapak yang dibuktikan dalam bentuk hasil
pemetaan tapak beserta analisisnya.
3. Sasaran belajar: Pemahaman yang komprehensif dan kemampuan analisis praktis dalam
pemetaan dan analisis tapak.
4. Urutan penyajian:
5. Petunjuk belajar: Modul-modul yang digunakan pada matakuliah ini ada berurutan dari
modul I hingga Modul X. Anda diharapkan mempelajarinya secara
2
berurutan pula. Hindari mempelajari dengan cara yang tidak berurutan
sebab akan menyusahkan anda memhaminya. Sangat disarankan
untuk memulai dari modul I secara berurut.
II. PENDAHULUAN
2. Ruang lingkup modul: Modul IV ini mencakup materi tentang Pengikatan ke Belakang
Metode Cassini.
3. Manfaat mempelajari modul: Setelah mempelajari modu; ini anda akan mempu:
3
CARA PENGIKATAN KE BELAKANG METODE CASSINI
Pengikatan ke belakang adalah sebuah metode orientasi yang dipakai jika planset
menempati kedudukan yang belum di tentukan lokasinya oleh peta. Pengikatan ke
belakang dapat diartikan sebagai pengukuran ke rambu yang ditegakkan di stasion (titik
dimana Theodolite diletakkan) yang diketahui ketinggiannya. Secara umum rambunya
disebut rambu belakang.
Pada bab delapan telah dibahas cara pengikatan ke belakang metode Collins, yang
menjelaskan secara umum pada saat kapan menggunakan cara pengikatan ke belakang,
yaitu pada saat akan menentukan koordinat dari suatu titik, yang dihitung dari titik
koordinat lain yang telah diketahui koordinantnya.
Pengukuran tersebut tidak dilakukan dengan cara pengikatan ke muka, karena tidak
seluruh kondisi alam dapat mendukung cara tersebut. Khususnya pada kondisi alam yang
terpisah oleh rintangan, maka dapat dilakukan dengan cara pengikatan ke belakang.
Seperti pada pengukuran yang terpisah oleh jurang, sungai dan lain sebagainya.
Seperti terlihat pada gambar-gambar berikut adalah contoh pengukuran yang dilakukan
pada kondisi alam yang sulit baik daerah jurang maupun daerah tebing.
4
Gambar 2. Pengukuran di daerah jurang
Karena kondisi alam tidak memungkinkan dilakukan pengukuran seperti biasanya,
sehingga diperlukan cara pengikatan ke belakang cara Collins maupun Cassini.
Cara pengikatan ke belakang metode Cassini merupakan salah satu model perhitungan
yang berfungsi untuk mengetahui suatu titik koordinat, yang dapat dicari dari titik-titik
koordinat lain yang sudah diketahui.
Metode ini dikembangkan pada saat alat hitung sudah mulai ramai digunakan dalam
berbagai keperluan, sehingga pada perhitungannya dibantu dengan mesin hitung. Oleh
karena itu cara pengikatan ke belakang yang dibuat oleh Cassini dikenal dengan nama
metode mesin hitung.
Pengikatan ke belakang metode Collins ataupun metode Cassini seperti telah dibahas
sebelumnya bertujuan untuk mengukur atau menentukan koordinat titik jika kondisi alam
tidak memungkinkan dalam pengukuran biasa atau dengan pengukuran pengikatan ke
muka. Sehingga alat Theodolite hanya ditempatkan pada satu titik, yaitu tepat diatas titik
yang akan dicari koordinatnya, kemudian diarahkan pada patok-patok yang telah
diketahui koordinatnya,
Biasanya cara ini dilakukan ketika akan mengukur suatu titik yang terpisah jurang atau
sungai dengan bantuan titik-titik lain yang telah diketahui koordinantnya.
Dengan adanya metode pengolahan data ini memudahkan surveyor dalam teknis
pelaksanaan pengukuran di lapangan, khususnya pada kondisi alam yang sulit.
Yang membedakan metode Cassini dengan metode Collins adalah asumsi dan
pengolahan data perhitungan. Sedangkan pada proses pelaksanaan pengukuran di
lapangan kedua metode tersebut sama, yang diukur adalah jarak mendatar yang dibentuk
antara patok titik koordinat yang sudah diketahui. Pengolahan data metode Cassini
diasumsikan titik koordinat berada pada dua buah lingkaran dengan dua titik penolong.
5
Pada pengikatan ke belakang metode Collins diperlukan cukup satu titik penolong Collins
yaitu titik H, yang dicari sehingga didapatkan sudut , yang digunakan dalam langkah
menentukan titik P. Kedua titik tersebut baik titik H maupun titik P dapat dicari dari titik A
maupun B. Atau keduanya kemudian hasilnya dirata-ratakan.
Pada pengikatan ke belakang metode Cassini dibutuhkan dua titik bantu yaitu titik R dan
S. Titik R dicari dari titik A sedangkan titik S dari titik C. Untuk menentukan titik P dapat
dicari dari titik R dan S.
6
a. Theodolite
b. Rambu ukur
c. Statif
d. Unting-unting
e. Benang
Terdapat 3 titik koordinat yang telah diketahui berapa koordinat masing-masing. Misalkan
titik-titik yang telah diketahui tersebut adalah A, B dan C.
Akan dicari suatu koordinat titik tambahan diluar titik A,B, dan C untuk keperluan tertentu
yang sebelumnya tidak diukur, misalkan titik tersebut adalah titik P.
Alat Theodolite dipasang tepat diatas titik P yang akan dicari koordinatnya dengan
bantuan statif. Pasang rambu ukur yang berfungsi sebagai patok tepat pada titik yang
telah diketahui yaitu titik A, B, dan C, sehingga terdapat 3 patok dan 2 ruang antar patok
yaitu ruang AB dan BC. Baca sudut mendatar yang dibentuk oleh titik A, B dan titik B, C.
Sudut yang dibentuk oleh titik A dan B kita sebut sebagai sudut alfa () sedangkan sudut
yang dibentuk oleh titik B dan C kita sebut sudut beta ().
d. besar sudut
e. besar sudut
7
Gambar 5. Pengukuran sudut dan b di lapangan
Cassini membuat garis yang melalui titik A dibuat tegak lurus pada AB dan garis ini
memotong tempat kedudukan yang melalui A dan B di titik R.
Karena segitiga BAR adalah 90 maka garis BR menjadi garis tengah lingkaran, sehingga
segitiga BPR menjadi menjadi 90 pula.
Demikian pula dibuat garis lurus melalui titik C tegak lurus pada BC dan garis ini
memotong tempat kedudukan yang melalui titik B dan C di titik S. BS pun merupakan
8
garis tengah lingkaran, jadi segitiga BPS sama dengan 90. Karena segitiga BPR sama
dengan 90 sehingga segitiga BPS sama dengan 90.
Hubungkanlah titik R, titik P dan titik S. maka titik R, titik P dan titik S tersebut akan
terletak pada satu garis lurus, karena sudut yang dibentuk oleh BPR dan BPS adalah 90.
Titik R dan S dinamakan titik-titik penolong Cassini, yang membantu dalam menentukan
koordinat titik P Terlebih dahulu akan dicari koordinatkoordinat titik penolong Cassini R
dan S agar dapat dihitung sudut jurusan garis RS karena PB tegak lurus terhadap RS
maka didapat pula sudut jurusan PB. Sudut jurusan PB digunakan untuk menghitung
koordinat titik P dari koordinat B.
9
Rumus umum yang akan digunakan adalah:
d12 sin 12
x2 x1 =
d12 cos 12
y2 y1 =
d12 =
( x2 x1 )
sin 12
d12 =
( y2 y1 )
cos 12
x2 x1 = ( y2 y1 ) tg12
y2 y1 =( x2 x1 ) cot 12
(x x )
tg12 = 2 1
( y2 y1 )
Koordinat-koordinat titik R dicari dengan menggunakan segitiga BRA yang siku-siku dititik
A, maka dar = dab cotg dan ar = ab + 90.
Seperti yang ditunjukan pada gambar 166 berikut, segitiga ABR untuk menentukan dar
dan gambar 167 menghitung ar.
10
Gambar 10. Menentukan ar
Selanjutnya adalah:
d ar sin a ar
xr xa =
sin ( ab + 90 )
= d ab cot aa
= d ab cos aa
ab cot
= ( yb ya ) cot a
xr =xa + ( yb ya ) cot a
d ar cos a ar
yr ya =
cos ( ab + 90 )
= d ab cot aa
= d ab sin aa
ab cot
( xb xa ) cot a
=
yr = ya ( xb xa ) cot a
Koordinat-koordinat titik S dicari dalam segitiga BSC yang siku-siku di titik C, maka
11
Jadi berlakulah:
d cs sin cs
xs xc =
= dbc cot b sin ( cb + 90 )
= dbc cos bc cot b
= ( yc yb ) cot b
xs =xc + ( yc yb ) cot b
d cs cos cs
ys yc =
= dbc cot b cos ( bc + 90 )
= dbc sin bc cot b
ys =yc ( xc xb ) cot b
( xc xb ) cot b
=
Dari uraian diatas dan dari rumus-rumus untuk xr, yr, xs dan ys dapat dilihat, bahwa
besaran-besaran ini dapat dihitung dengan segera dari besaran-besaran yang telah diakui,
yaitu koordinat-koordinat titik A, B dan C dan sudut-sudut dan yang diukur.
( xs xr ) : ( ys yr ) dan misalkan
tga rs =
=tgaa
rs n=
, maka cot rs 1: n
12
Selanjutnya Cassini menulis untuk memasukkan koordinat-koordinat titik P ;
( yb y p ) ( y p yr )
yr yb =
( xb x p ) cot aa
= pb ( x p xr ) cot rp
Karena aaa
rp = rs 90 dan rs , maka dapat ditulis:
rs 90 ) ( x p xr ) cot rs
yr yb = ( xb x p ) cot (aa
+ ( xb x p ) tgaa
= rs ( x p xr ) cot rs
= ( xb x p ) n ( x p xr )
1
n
1 1
= nxb +
xr n + x p atau
n n
1 1
x p nxb + xr + yb yr : n +
=
n n
( xb x p ) ( x p xr )
xt xb =
( yb y p ) tgaa
= pb ( yb yr ) tg rp
= ( yb y p ) tg (aa
rs 90 ) ( y p yr ) tg rs
= ( yb y p ) cot aa
rs ( y p yr ) tg rs
= ( yb y p ) ( y p yr ) n
1
n
1 1
= yb + nyr n + y p
n n
1 1
y=
p yb + nyr + xb xr : n +
n n
Koordinat R
xr =xa + ( yb ya ) cot a
yr = ya + ( xb xa ) cot a
Koordinat S
xs =xc + ( yc yb ) cot b
yc =yc + ( xc xb ) cot b
13
Menentukan n
= rs
n tg=
( xs xr )
( y s yr )
Menentukan koordinat P
1
nxb + xr + yb yr
xp =
n
1
n +
n
1
nyr + yb + xb xr
yp = n
1
n +
n
Selain dengan cara hitungan dengan metode Cassini, koordinat titik P dapat pula dicari
dengan menggunakan metode grafis. Secara garis besar dijelaskan sebagai berikut:
=
1 ( 90 )
dan
=
2 ( 90 )
b. Lukis sudut 90 di A dan di C, sehingga garis-garis tersebut akan berpotongan di R dan
S,
c. Maka garis tegak lurus dari B pada garis RS akan memberikan titik P yang dicari.
Langkah-langkah pekerjaan:
2. Lukislah sudut 90 pada arah koordinat A dan sudut 90 pada arah koordinat B.
14
Gambar 14. Menentukan sudut 90 dan 90 - b
3. lukis sudut 90o di titik A sehingga akan berpotongan dengan sudut yang dibentuk oleh
sudut 90. Titik perpotongan tersebut kita sebut titik R. dan lukis sudut 90 di titik B
sehingga akan berpotongan dengan sudut yang dibentuk oleh sudut 90 . Titik
perpotongan tersebut kita sebut titik S.
4. Hubungkan titik koordinat R dan S tersebut, sehingga kedua titik terdapat dalam satu
garis lurus.
5. Tarik garis dari titik B terhadap garis RS, sehingga menjadi garis yang membagi garis
RS dengan sudut sama besar yaitu saling tegak lurus 90.
15
IV. RANGKUMAN
Berdasarkan uraian materi mengenai pengikatan kebelakang metode cassini, maka dapat
disimpulkan sebagi berikut:
b. lukislah sudut 90 pada arah koordinat A dan sudut 90 b pada arah koordinat
B.
c. lukis sudut 90 di titik A sehingga akan berpotongan dengan sudut yang dibentuk
oleh sudut 90 .
d. hubungkan titik koordinat R dan S tersebut, sehingga kedua titik terdapat dalam
satu garis lurus.
e. tarik garis dari titik B terhadap garis RS, sehingga menjadi garis yang membagi
garis RS dengan sudut sama besar yaitu saling tegak lurus 90.
V. SOAL LATIHAN
16
2. Jelaskan pengertian dan tujuan pengikatan ke belakang metode Cassini?
2. Hartanto, J. Andy, dan Kustarto, D.W. Hendro, (2012), Ilmu Ukur Tanah Metode dan
Aplikasi Bagian Kedua, Penerbit Dioma: Malang.
3. Frick, Heinz, (2006), Ilmu dan Alat Ukur Tanah, Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
4. Astanto, Triono Budi, (2005), Pekerjaan Dasar Survei, Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
5. Brinker, Russel C., dan Wolf, paul R., (2000), Dasar-Dasar Pengukuran Tanah
(Terjemahan: Walijatun, Djoko), Penerbit Erlangga: Jakarta.
6. Purwamijaya, I.M., (2008), Teknik Survei dan Pemetaan Jilid 1, Penerbit Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta.
7. Purwamijaya, I.M., (2008), Teknik Survei dan Pemetaan Jilid 2, Penerbit Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta.
8. Purwamijaya, I.M., (2008), Teknik Survei dan Pemetaan Jilid 3, Penerbit Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta.
9. Mulyadi, R. dan Hamzah, B., (2014) Buku Ajar Pengukuran dan Pemetaan. Prodi
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
17