Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung arti kondisi
patologik. Vertebra servikal, torakal dan lumbal membentuk kolumna vertikal dengan pusat
vertebra berada pada garis tengah. Skoliosis adalah deformitas tulang belakang yang
menggambarkan deviasi vertebra kearah lateral dan rotasional. Bentuk skoliosis yang
paling sering dijumpai adalah deformitas tripanal dengan komponen lateral, anterior
posterior dan rotasional. Skoliosis dapat dibagi menjadi dua yaitu skoliosis struktural dan
non struktural (postural). Pada skoliosis postural, deformitas bersifat sekunder atau sebagai
kompensasi terhadap beberapa keadaan diluar tulang belakang, misalnya dengan kaki yang
pendek, atau kemiringan pelvis akibat kontraktur pinggul, bila pasien duduk atau dalam
keadaan fleksi maka kurva tersebut menghilang.
Pada skoliosis struktural terdapat deformitas yang tidak dapat diperbaiki pada segmen
tulang belakang yang terkena. Komponen penting dari deformitas itu adalah rotasi vertebra;
prosessus spinosus memutar kearah konkavitas kurva. Skoliosis struktural dapat dibagi
menjadi tiga kategori utama yaitu kongenital, neuromuskular dan skoliosis ideopatik.
Sekitar 80% skoliosis adalah ideopatik dengan kurva >10 derajat dilaporkan dengan
prevalensi 0,5-3 per 100 anak dan remaja. Prevalensi dilaporkan pada kurva >30 derajat
yaitu 1,5-3 per 1000 penduduk. Insiden yang terjadi pada skoliosis ideopatik infartil
bervariasi, namun yang paling banyak dilaporkan banyak menyerang laki-laki daripada
perempuan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Menjelaskan konsep penyakit skoliosis
1.2.2 Menjelaskan konsep keperawatan klien dengan penyakit skoliosis
1.2.3 Menjelaskan Asuhan Keperawatan Skoliosis

1.3 Pembatasan Masalah


Dalam makalah ini penulis akan membahas khusus mengenai penyakit skoliosis beserta
asuhan keperawatannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Skoliosis merupakan masalah ortopedik yang sering terjadi adalah
pelengkungan lateral dari medulla spinalis yang dapat terjadi di sepanjang spinal
tersebut. Pelengkungan pada area toraks merupakan scoliosis yang paling sering terjadi,
meskipun pelengkungan pada area servikal dan area lumbal adalah scoliosis yang
paling parah. Jadi, skoliosis mengandung arti kondisi patologik yaitu kelengkungan
tulang belakang yang abnormal ke arah samping kiri atau kanan (Mion, Rosmawati,
2007).

B. KLASIFIKASI
Skoliosis dibagi dalam dua jenis yaitu struktural dan bukan struktural.
1. Skoliosis struktural
Skoliosis tipe ini bersifat irreversibel ( tidak dapat di perbaiki ) dan dengan rotasi
dari tulang punggung Komponen penting dari deformitas itu adalah rotasi vertebra,
processus spinosus memutar kearah konkavitas kurva.

Tiga bentuk skosiliosis struktural yaitu :


a. Skosiliosis Idiopatik. adalah bentuk yang paling umum terjadi dan
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
1) Infantile : dari lahir-3 tahun.
2) Anak-anak : 3 tahun 10 tahun.
3) Remaja : Muncul setelah usia 10 tahun ( usia yangpaling umum ).
b. Skoliosis Kongenital adalah skoliosis yang menyebabkan malformasi satu
atau lebih badan vertebra.
c. Skoliosis Neuromuskuler, anak yang menderita penyakit neuromuskuler
(seperti paralisis otak, spina bifida, atau distrofi muskuler) yang secara
langsung menyebabkan deformitas.

2. Skoliosis nonstruktural (postural)


Skoliosis tipe ini bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk semula), dan
tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung..Pada skoliosis postural, deformitas
bersifat sekunder atau sebagai kompensasi terhadap beberapa keadaan diluar tulang
belakang, misalnya dengan kaki yang pendek, atau kemiringan pelvis akibat
kontraktur pinggul, bila pasien duduk atau dalam keadaan fleksi maka kurva
tersebut menghilang.

Ada tiga tipe-tipe utama lain dari scoliosis :


1) Functional
Pada tipe scoliosis ini, spine adalah normal, namun suatu lekukan abnormal
berkembang karena suatu persoalan ditempat lain didalam tubuh. Ini dapat
disebabkan oleh satu kaki adalah lebih pendek daripada yang lainnya atau oleh
kekejangan-kekejangan di punggung.
2) Neuromuscular
Pada tipe scoliosis ini, ada suatu persoalan ketika tulang-tulang dari spine
terbentuk. Baik tulang-tulang dari spine gagal untuk membentuk sepenuhnya,
atau mereka gagal untuk berpisah satu dari lainnya.Tipe scoliosis ini berkembang
pada orang-orang dengan kelainn-kelainan lain termasuk kerusakan-kerusakan
kelahiran, penyakit otot (muscular dystrophy), cerebral palsy, atau penyakit
Marfan. Jika lekukan hadir waktu dilahirkan, ia disebut congenital. Tipe scoliosis
ini seringkali adalah jauh lebih parah dan memerlukan perawatan yang lebih
agresif daripada bentuk-bentuk lain dari scoliosis.
3) Degenerative
Tidak seperti bentuk-bentuk lain dari scoliosis yang ditemukan pada anak-anak
dan remaja-remaja, degenerative scoliosis terjadi pada dewasa-dewasa yang lebih
tua. Ia disebabkan oleh perubahan-perubahan pada spine yang disebabkan oleh
arthritis. Kelemahan dari ligamen-ligamen dan jaringan-jaringan lunak lain yang
normal dari spine digabungkan dengan spur-spur tulang yang abnormal dapat
menjurus pada suatu lekukan dari spine yang abnormal.
4) Lain-lain
Ada penyebab-penyebab potensial lain dari scoliosis, termasuk tumor-tumor
spine seperti osteoid osteoma. Ini adalah tumor jinak yang dapat terjadi pada spine
dan menyebabkan nyeri/sakit.Nyeri menyebabkan orang-orang untuk bersandar
pada sisi yang berlawanan untuk mengurangi jumlah dari tekanan yang
diterapkan pada tumor.Ini dapat menjurus pada suatu kelainan bentuk spine.

C. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya skoliosis belum diketahui secara pasti, tapi dapat diduga
dipengaruhi oleh diantaranya kondisi osteopatik, seperti fraktur, penyakit tulang,
penyakit arthritis, dan infeksi.Scoliosis tidak hanya disebabkan oleh sikap duduk yang
salah. Sedangkan menurut penelitian di Amerika Serikat, memanggul beban yang berat
seperti tas punggung, bisa menjadi salah satu pemicu scoliosis.
Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:
1) Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan dalam
pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatuh.
2) Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau
kelumpuhan akibat penyakit berikut : Cerebral palsy, Distrofi otot, Polio,
Osteoporosis juvenile.
3) Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui.

D. GEJALA KLINIS
1) Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
2) Bahu dan atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
3) Nyeri punggung
4) Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
5) Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60 ) bisa
menyebabkan gangguan pernafasan.
6) Kebanyakan pada punggung bagian atas, tulang belakang membengkok ke kanan
dan pada punggung bagian bawah, tulang belakang membengkok ke kiri; sehingga
bahu kanan lebih tinggi dari bahu kiri. Pinggul kanan juga mungkin lebih tinggi
dari pinggul kiri. Awalnya penderita mungkin tidak menyadari atau merasakan
sakit pada tubuhnya karena memang skoliosis tidak selalu memberikan gejala
gejala yang mudah dikenali. Jika ada pun, gejala tersebut tidak terlalu dianggap
serius karena kebanyakan mereka hanya merasakan pegalpegal di daerah
punggung dan pinggang mereka saja.

E. PATOFISIOLOGI
Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut skoliosis ini berawal dari adanya syaraf
yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas-ruas tulang belakang. Tarikan ini
berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada pada garis yangnormal yang
bentuknya seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena suatu hal, diantaranya kebiasaan
duduk yang miring, membuat sebagian syaraf yang bekerja menjadi lemah. Bila ini
terus berulang menjadi kebiasaan, maka syaraf itu bahkan akan mati. Ini berakibat pada
ketidakseimbangan tarikan pada ruas tulang belakang. Oleh karena itu, tulang belakang
penderita bengkok atau seperti huruf S.

F. KOMPLIKASI
1) Kerusakan paru-paru dan jantung.
Ini boleh berlaku jika tulang belakang membengkok melebihi 60 derajat. Tulang
rusuk akan menekan paru-paru dan jantung, menyebabkan penderita sukar bernafas
dan cepat capai. Justru, jantung juga akan mengalami kesukaran memompa darah.
Dalam keadaan ini, penderita lebih mudah mengalami penyakit paru-paru dan
pneumonia.
2) Sakit tulang belakang.
Semua penderita, baik dewasa atau kanak-kanak, berisiko tinggi mengalami
masalah sakit tulang belakang kronik. Jika tidak dirawat, penderita mungkin akan
menghidap masalah sakit sendi. Tulang belakang juga mengalami lebih banyak
masalah apabila penderita berumur 50 atau 60 tahun.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan dasar yang penting adalah foto polos (roentgen) tulang punggung yang
meliputi :
1) Foto AP dan lateral ada posisi berdiri : foto ini bertujuan untuk menentukan
derajat pembengkokan skoliosis.
2) Foto AP telungkup
3) Foto force bending R and L : bertujuan untuk menentukan derajat pembengkokan
setelah dilakukan bending.
4) Foto pelvik AP
Pada keadaan tertentu seperti adanya defisit neurologis, kekakuan pada leher, atau
sakit kepala.
5) Dapat dilakukan pemeriksaan MRI.

H. PENGOBATAN
1) Pengobatan yang dilakukan tergantung kepada penyebab, derajat, dan lokasi
kelengkungan serta stadium pertumbuhan tulang. Jika kelengkungan kurang dari 20
derajat, biasanya tidak perlu pengobatan, tetapi penderita harus menjalani
pemeriksaan secara teratur setiap 6 bulan.
2) Pada anak- anak yang masih tumbuh, kelengkungan biasanya bertambah sampai
25-30, karena itu biasanya dianjurkan untuk menggunakan brace (alat penyangga)
untuk memperlambat progresivitas kelengkungan vertebra. Brace dari Milwaukee
& Boston efektif dalam mengendalikan progresivitas skoliosis, tetapi harus
dipasang selama 23 jam/hari sampai masa pertumbuhan anak berhenti.
3) Brace tidak efektif digunakan pada skoliosis kongenital maupun neuromuskular.
Jika kelengkungan mencapai 40 atau lebih, biasanya dilakukan pembedahan.
4) Pada pembedahan dilakukan perbaikan kelengkungan dan peleburan tulang-tulang.
Tulang dipertahankan pada tempatnya dengan bantuan 1-2 alat logam yang
terpasang sampai tulang pulih (kurang dari 20 tahun). Sesudah dilakukan
pembedahan mungkin perlu dipasang Brace untuk menstabilkan tulang belakang.
Kadang diberikan perangsangan elektrospinal, dimana otot vertebra dirangsang
dengan arus listrik rendah untuk meluruskan vertebra.

2. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Biodata
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama :
2) Riwayat kesehatan sekarang : tulang kanan melengkung, dada kanan
posteroir menonjol diserati scapula kanan tampak lebih tinggi dan menonjol.
3) Riwayat kesehatan terdahulu : -
2. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji Skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
- Berdiri tegak, untuk melihat adanya :
o Asimetris bahu, leher, tulang iga, pinggul, scapula
o Plim line (kesegarisan atara leher dan pinggul)
o Body arm distance (jarak antar lengan dengan badan).
- Membungkuk, untuk melihat adanya :
o Rotasi (perputaran dari tulang punggung)
o Derajat pembungkukan (kifosis)
o Mengukur perbedaan panjang tungkai bawah

- Mencari
o Kelenturan sendi
o Sinus-sinus pada kulit
o Hairy pathches
o Palpable midline detects
b. Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (devisiasi kurvatura tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
c. Mengkaji sistem persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas dan
adanya bnejolan, adanya kekakuan sendi.
d. Mengkaji sistem otot
Kemempuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstrimitas untuk memantau adanya edema atau
atrofi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstrimitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologis yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis. Cara berjalan spastic
hemiparesis-stroke, cara berjalan selangkah-selangkah- penyakit lower motor
neuron, cara berjalan bergetar-penyakit parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sistem perifer
Palpasi kulit dapat menunjukan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin
dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dapat dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian.

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen tulang belakang
X-Ray proyeksi foto polos : harus diambil dengan posterior dan lateral penuh
terhadap tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai
derajat kurva dengan metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode
Risser. Kurva structural akan memperlihatkan rotasi vertebra ; pada proyeksi
posterior-anterior, vertebra yang mengarah ke puncak prosessus spinosus
menyimpang kegaris tengah; ujung atas dan bawah kurva diidentifikasi sewaktu
tingkat simetri vertebra diperoleh kembali.

2. Skoliometer (untuk mengukur kelengkungan tulang belakang).


Skoliometer adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurvaturai. Cara
pengukurannya dilakukan pada pasien dengan posisi membungkuk, kemudian atur
posisi pasien karena posisi akan berubah-ubah tergantung pada lokasi kurvatura,
sebagai contoh kurva dibawah vertebra lumbal akan membutuhkan posisi
membungkuk lebih jauh dibanding kurva pada thorakal. Kemudian letakkan
skloliometer pada apeks kurva, biarkan skoliometer tanpa ditekan, kemudian baca
angka derajat kurva. Pada screening, pengukuran ini signifikan apabila hasil yang
diperoleh lebih besar dari 5 derajat, hal ini menunjukan derajat kurvatura >200 pada
pengukuran Cobbs angle pada radiologi sehingga memerlukan evaluasi yang lebih
lanjut.
3. MRI
Jika ditemukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen.

4. Cobb Angle
Diukur dengan menggambar garis tegak lurus dari batas superior dari vertebra
paling atas pada lengkungan dan garis tegak lurus dari akhir inferior vertebra paling
bawah. Perpotongan kedua garis ini membentuk suatu sudut yang diukur.

5. Maturitas Kerangka
Dinilai dengan beberapa cara. Hal ini penting karena kurva sering bertambah
selama periode pertumbuhandan pematangan kerangka yang cepat. Apotisis iliaka
mulai mengalami penulangan segera setelah pubertas: ossifikasis meluas kemedial
dan jika penulangan krista iliaka selesai, pertambahan skoliosis hanya minimal.
Menentukan maturitas skeletal melalui tanda Risser, dimana ossifikasi pada apotisis
iliaka dimulai dari spina iliaka anterior superior (SIAS) ke posterior medial. Tepi
iliaka dibagi kedalam 4 kuadran dan ditentukan kedalam grade 0-5.
Derajat Risser adalah sebagai berikut :
- Grade 0 : tidak adanya pssifikasi
- Grade 1 : penulangan mencapai 25%
- Grade 2 : penulangan mencapai 26-50%
- Grade 3 : penulangan mencapai 51-75%
- Grade 4 : penulangan mencapai 76%
- Grade 5 : menunjukan fusi tulang yang komplit.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan paru
2. Nyeri punggung berhubungan dengan posisi tubuh ke lateral
3. Gangguan mobilitas fisik berhubgan dengan postur tubuh yang tidak seimbang.
4. Gangguan konsep diri berhungan dengan postur tubuh mirik ke lateral

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1. DX 1 : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan paru
Tujuan : pola nafas kembali efektif
Intervensi :
1) Kaji status pernapasansetiap 4 jam
2) Bantu dan ajarkan pasien melakukan napas dalam setiap 1 jam
3) Atur posisi tidur semi fowler untuk meningkatkan ekspansi pru
4) Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi napas setiap 2 jam
5) Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam

2. Dx 2 : Nyeri punggung berhubungan dengan posisi tubuh ke lateral


Tujuan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang
Intervensi :
1) Kaji tipe, intensitas dan lokasi nyeri
2) Atur posisi yang dapat meningkatkan rasa nyaman
3) Pertahankan lingkungan yang tenang untuk meningkatkan kenyamnanan
4) Ajarkan teknik distraksi relaksasi untuk mengalihkan perhatian sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri.
5) Anjurkan latihan postural secara rutin untuk memperbaiki posisi tubuh
6) Ajarkan dan anjurkan pemakaian brace untuk mengurangi nyeri saat
beraktivitas.
7) Kolaborasi dalam pemberian analgetik untuk meredakan nyeri.

3. Dx 3 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan postur tubuh yang tidak


seimbang
Tujuan : meningkatkan mobilitas fisik
Intervensi :
1) Kaji tingkat mobilitas fisik
2) Tingkatkan aktivitas jika nyeri berkurang
3) Bantu dan ajarkan latihan rentang gerak sendi aktif
4) Libatkan keluarga dalam melakukan perawatan diri
5) Tingkatkan kembali aktivitas normal

4. Dx 4 : Gangguan konsep diri berhungan dengan postur tubuh mirik ke lateral


Tujuan : meningkatkan citra tubuh klien
Intervensi :
1) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan dan masalahnya
2) Beri lingkungan yang mendukung
3) Bentu klien untuk mengidentifikasi gaya koping yang positif
4) Beri harapan yang realistik dan buat sasaran jangka pendek untuk memudahkan
pencapaian
5) Beri penghargaan atas tugas yang telah dilakukan
6) Beri dorongan untu melakukan komunikasi dengan orang terdekat dan
memerlukan sosialisasi dengan keluarga serta teman
7) Beri dorongan untuk merawat diri sesuai toleransi

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi sesuai rencana tindakan keperawatan

F. EVALUASI KEPERAWATAN
Setelah intervensi keperawatan, diharapkan :
1. DX 1 : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan paru
Evaluasi :
1) Menunjukan bunyi nafas yang normal
2) Frekuensi dan irama napas teratur

2. Dx 2 : Nyeri punggung berhubungan dengan posisi tubuh ke lateral


Evaluasi :
1) Melaporkan tingkat nyeri yang dapat diterima
2) Memperlihatkan sikap tenang dan rileks
3) Keseimbangan pola istirahat tidur
3. Dx 3 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan postur tubuh yang tidak
seimbang
Evaluasi :
1) Melakukan latihan rentang gerak secara adekuat
2) Melakukan mobilitas pada tingkat optimal
3) Secara aktif ikut serta dalam rencana keperawatan
4) Meminta bantuan jika membutuhkan

4. Dx 4 : Gangguan konsep diri berhungan dengan postur tubuh mirik ke lateral


Evaluasi :
1) Mencari orang lain untuk membantu mempertahankan harga diri
2) Secara aktif ikut serta dalam perawatan dirinya
3) Menggunakan ketrampilan koping dalam mengatasi citra tubuh
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai