Persagi
Tepatnya pada tanggal 23 Oktober 1938 Persagi lahir, yang merupakan akronim
dari Persatuan Ahli Gambar Indonesia. Tujuan dari kelompok Persagi ditekankan
pada pencarian corak seni lukis Indonesia yang baru lewat kerjasama di sanggar
dan diskusi antara sesama anggota. Pemahaman dari Persagi melukis tidak hanya
pemandangan sawah, sungai, pantai dan gadis yang cantik. Tetapi melukis harus
juga melihat dari sisi kemanusiaannya, selain estetika tedapat nilai lain yang harus
dimunculkan dalam sebuah karya seni. Keyakinan lainnya adalah dalam melukis
hendaknya bersikap sederhana dan jujur mengungkapkan objek. Realitas objek-
objek di sekitar pelukis sesungguhnya merupakan kesaksian kehidupan yang kaya.
Berkarya dengan jujur dan sederhana artinya membuat karya seni sesuai dengan
realita yang ada dan tanpa ada untuk membaguskan objeknya. Misalkan
lingkungan sekitar tentang peperangan, penderitaan rakyat kecil, gadis desa, objek
tersebut digambar dengan jujur tanpa ada unsur rekayasa untuk memperindahnya.
Biarkan realita itu bicara dalam sebuah karya seni, itulah faham yang diterus
dikobarkan oleh kelompok Persagi.
Adalah S. Sudjojono yang aktif menyuarakan semangat seni lukis Indonesia Baru
melalui tulisan-tulisannya yang dimuat di majalah dan surat kabar. Seni lukis
sebagai salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dengan sendirinya seharusnya
mengungkapkan corak yang cocok dengan watak bangsa itu. Meskipun demikian,
lukisan-lukisan Indonesia pada saat itu belum juga mempunyai corak Indonesia.
Hal itu karena kultur yang ada masih hilir-mudik. Di satu pihak masih besifat
kejawaan, kekunoan, dan di lain pihak bersifat kebaruan jawa dan bahkan kebarat-
baratan. Lewat tulisannya, Sudjojono menganjurkan kepada para pelukis untuk
mempelajari kehidupan rakyat
jelata di kampung-kampung dan di
d
e
s
a
-
d
e
s
a
.
Dengan keragaman konsep estetis atau
kekayaan wacana dalam tubuh Persagi
akhirnya melahirkan berbagai bentuk karya
yang khas dari setiap senimannya.
Disamping itu mereka mempunyai
pandangan yang sama dalam mencari corak
seni lukis Indonesia yang baru. Serta
memperjuangkan harkat pelukis pribumi di
mata orang Belanda, maka dari itu lukisan-
lukisan anggota Persagi mempunyai corak
yang lain dibandingkan dengan Mooi Indie.
Kredo antiteknik dalam proses kreatif
mereka semakin menguatkan
kecenderungan kebebasan menuju ke corak lukisan ekspresionisme. Dalam
perjalanan Persagi yang cukup singkat itu, tahap pematangan visi estetik
anggotanya baru tercapai setelah Persagi bubar. Persagi bubar pada waktu
pendudukan Jepang di Batavia sekitar tahun 1942, tetapi eksponen-eksponennya
masih tetap berkarya dan tumbuh menjadi pelukis-pelukis yang mengisi kehidupan
seni lukis Indonesia modern
Hal yang Menginspirasi
Itulah Persagi yang memberontak tradisi lama yang ditanamkan oleh kolonial
Belanda, dimana konsep estetis yang menurutkan selera turistis dihantam dengan
konsep jiwa Nasionalisme kerakyatan. Dengan megibarkan panji-panji kerakyatan
diharapkan corak seni lukis Indonesia baru akan muncul. Walaupun secara teknik
karya dari pelukis Persagi masih mengadopsi dari Barat, yaitu teknik
ekspresionisme dan impresionisme. Tetapi kandungan estetika dan konsep seni
yang ada dalam karya seniman Persagi, mempunyai jiwa yang diharapkan
membawa corak yang baru. Melalui penciptaan objek yang sesuai dengan realita
diharapkan dapat memunculkan semangat dan jiwa Nasionalisme akan tumbuh
pada tiap senimannya.
2. SEJARAH PERBANKAN INDONESIA
Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman
kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian usaha perbankan ini berkembang
ke Asia Barat oleh para pedagang. Perkembangan perbankan di Asia, Afrika dan
Amerika dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara
jajahannya baik di Asia, Afrika maupun benua Amerika. Bila ditelusuri, sejarah
dikenalnya perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Sehingga dalam sejarah
perbankan, arti bank dikenal sebagai meja tempat penukaran uang. Dalam
perjalanan sejarah kerajaan tempo dulu mungkin penukaran uangnya dilakukan
antar kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran ini
sekarang dikenal dengan nama Pedagang Valuta Asing (Money Changer).
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan
berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini
kegiatan simpanan. Berikutnya kegiatan perbankan bertambah dengan kegiatan
peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan
dipinjamkan kembali kepada masyarakatyang membutuhkannya.
Jasa-jasa bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan
kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.
Tidak hanya bank asing, bank lokal pun ikut berperan dalam persaingan perbankan
pada saat itu hingga bermunculan nama bank, seperti Bank Vereeniging Oey
Tiong Ham tahun 1906 di Semarang, Chung Hwa Shangieh Maatschapij tahun
1913 di Medan, Batavia Bank tahun 1918 di Batavia dan Spaarbank atau Bank
Tabungan di perbagai kota yang
kepemilikannya dimiliki secara
swasta..