Anda di halaman 1dari 6

MEKANISME PEMBENTUKAN GERAM

Pada mulanya diperkirakan bahwa geram terbentuk karena adanya retak micro
(micro crack) yang timbul pada benda kerja tepat di ujung pahat pada saat pemotongan
dimulai. Dengan bertambahnya tekanan pahat, retak tersebut menjalar kedepan sehingga
terjadilah geram. Anggapan ini sekarang sudah di tenggalkan berkat hasil penelitian di
dalam mempelajari mekanisme pembentukan geram. Logam yang pada umumnya
bersifat ulet (ductile) apabila mendapat tekanan akan timbul tegangan (stress) di daerah
sekitar konsentrasi gaya penekanan dari mata potong pahat. Tegangan pada logam
(benda kerja) tersebut mempunya orientasi yang kompleks dan pada salah satu arah
akan terjadi tegangan geser (shearing stress) yang maksimum. Apabila tegangan geser
ini melebihi kekuatan logam yang bersangkut maka akan terjadi deformasi plastis
(perubahan bentuk) yang menggeser dan memutuskan material benda kerja diujung
pahat pada suatu bidang geser (share plane).

KOMPONEN GAYA PEMBENTUKAN GERAM

Suatu analisis mekanisme pembentukan geram yang dikemukakan oleh


Merchant mendasarkan teorinya atas model pemotongan system tegak (Orthogonal
system). System pemotongan tegak merupakan penyederhanaan dari system
pemotongan miring (Oblique system) dimana gaya dan komponennya hanya dianalisis
pada suatu bidang, beberapa asumsi yang digunakan dalam penganalisisan model
adalah:
1. Mata potong pahat sangat tajam, sehingga tidak menggosok atau menggaruk benda
kerja.
2. Deformasi terjadi hanya dalam dua dimensi.
3. Distribusi tegangan yang merata pada bidang geser.
4. Gaya aksi dan reaksi dari pahat terhadap geram adalah sama besar dan segaris (tidak
menimbulkan momen kopel).
Karena system gaya hanya di pandang pada satu bidang (bukan ruang), maka
gaya total dapat di pecah menjadi dua komponen gaya yang saling tegak lurus.
Tergantung dari cara pemisahan komponen, dalam hal ini dapat dikemukakan tiga cara,
yaitu :
1. Gaya total (F) ditinjau terhadap proses diformasi material, dapat dipecah kedalam 2
komponen :
Fs = gaya geser yang mendeformasikan material pada bidang geser sehingga
melampaui batas elastic.
Fsn = gaya normal pada bidang geser yang menyebabkan pahat tetap menempel
pada benda kerja.
2. Gaya total (F) dapat diketahui arah dan besarnya dengan cara membuat dynamo
meter (alat ukur gaya, dimana pahat dipasang padanya dan alat tersebut dipasang
pada mesin perkakas) yang mengukur dua komponen gaya :
Fv = gaya potong, searah dengan kecepatan potong.
Ff = gaya makan, searah dengan kecepatan makan.
3. Gaya total (F) yang bereaksi pada bidang geram (A, face, bidang pada pahat
dimana geram mengalir) dipecah menjadi dua komponen untuk menentukan
koefisien gesek dari geram terhadap pahat.
F = gaya gesek pada bidang geram.
Fn = gaya normal pada bidang geram.

Berdasarkan analisisgeometrik dari lingkaran gaya potong Fv, dapat diturunkan


rumus dasarnya sebagai berikut :

Dari, Fv = Fcos ( - o), dan

Fs = Fcos ( + - o)
Fs cos( o)
Maka Fv = cos( + o)

Gaya geser Fs dapat digantikan dengan penampang bidang geser dan tegangan geser
yang terjadi padanya,

Fs = Ashi . shi ;N

Dimana : shi : tegangan geser pada bidang geser

Ashi : penampang bidang geser


A : penampang geram sebelum terpotong
Dengan demikian rumus gaya potong adalah :
cos( 0 )
= . . . ;
sin cos( + 0 )
Dari rumus tersebut dapat disimpulkan beberapa variable yeng mempengaruhi gaya
pemotongan :
1. Tegangan geser (dinamis) menentukan besarnya gaya potong, dengan demikian
kekuatan benda kerja merupakan faktor penentu dalam proses pemesinan.
2. Semakin besar penampang geram, gaya potong akan semakin besar.
3. Sudut geram, sudut geser, sudut gesek (ditentukan oleh koefisien gesek)
menentukan besarnya gaya potong.

Koefisien gesek dari pahat terhadap geram dapat dicari berdasarkan informasi
yang diperoleh dari dinamometer dengan rumus sebagai berikut :
+ tan
= tan = =
tan

SUDUT GESER DAN RASIO PEMAMPATAN TEBAL GERAM


Gaya potong tidak akan melebihi gaya maksimum yang tercapai setelah bidang
geser terbentuk dengan orientasi sebesar sudut geser relatif terhadap kecepatan potong.
Maka sudut geser maksimum dapat dicari dengan cara deferensasi dan hasilnya
disamakan dengan 0. Dari diferensasi akan menghasilkan komponen yang dapat
disamakan dengan nol, yaitu :

0
= 450 +
2 2
Meskipun demikian, dari rumus di atas dan berdasarkan logika dapat ditarik
kesimpulan bahwa :
1. Sudut geser ditentukan oleh sudut geram. Semakin besar sudut geram, sudut geser
akan membesar dan menyebabkan penurunan luas bidang geser, sehingga
menurunkan gaya potong.
2. Koefisien gesek tidak mungkin sama dengan nol, sehingga sudut gesek juga tidak
pernah sama dengan nol.
Jika sudut geram telah di tetapkan, maka sudut geser dapat dihitung dengan
mengukur rasio pemampatan tebal geram. Akan tetapi tebal geram tidak dapat diukur
secara langsung tanpa mengakibatkan kesalahan pengukuran, sebab :
- Permukaan geram relative kasar, dan
- Geram tidak lurus karena dalam kenyataannya bidang geser tidak lurus melainkan
melengkung yang diakibatkan oleh distribusi tegangan geser yang tidak merata.
Untuk itu diperlukan pengukuran secara tidak langsung, yaitu dengan mengukur
panjang geram.
Sudut geram yang kecil atau bahkan negative mungkin dapat digunakan yang
menghasilkan gaya pomotongan yang tidak terlalu tinggi, asalkan koefisien gesek antara
geram dan pahat dapat diturunkan. Penurunan koefisien gesek dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
- Memakai jenis cairan pendingin yang cocok, dan / atau
- Menggunakan kecepatan potong yang tinggi.
Kecepatan potong tinggi akan menyebabkan tingginya temperature geram pada lapisan
tipis dekat permukaan kontak dengan pahat dan kekuatan logam akan lemah sehingga
dapat menurunkan gaya pemotongan. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa bila
pahat tahan terhadap temperature pemotongan yang tinggi (jenis karbida dan keramik),
maka pahat tersebut dapat digunakan dengan lebih efektif pada kecepatan pemotongan
yang sangat tinggi dengan sudut geram yang negative.

SISTEM PEMOTONGAN MIRING (OBLIQUE CUTTING)


Dalam system pemotongan miring gaya total pemotongan (F) dianggap dalam
ruang yang akan dipecah menjadi 3 komponen dalam system kordinat yang tertentu.
Tiga macam koordinat dapat dikemukakan untuk menerangkan lokasi mata potong
pahat relative terhadap mesin perkakas, yaitu :
1. Koordinat normal, dengan sumbu Xn menempel pada mata potong mayor (S) dan
kedua sumbu lain yang saling tegak lurus, Yn dan Zn.
2. Kordinat tegak, dengan sumbu Xo menempel pada garis proyeksi mata potong
mayor pada bidang horizontal dan kedua sumbu lain yang saling tegak lurus Yo dan
Zo.
3. Koordinat mesin, dengan sumbu Zf berlawanan arah dengan vector kecepatan
makan dan kedua sumbu lain yang saling tegak lurus, Xf dan Zf.

GAYA PEMOTONGAN DALAM PROSES MENGGURDI


Pada proses menggurdi, dimana pahat mempunyai dua mata potong, gaya
pemotongan pada salah satu potong dapat diuraikan menjadi 2 komponen yaitu Fv dan
Ff. Untuk menggurdi dengan mesin gurdi bangku ataupun mesin gurdi tangan, maka
pahat gurdi harus ditekan dengan tekanan yang cukup besar supaya pahat gurdi dapat
bergerak menembus benda kerja. Penekanan tersebut tidak lain adalah untuk melawan
gaya ekstursi yang cukup besar di ujung gurdi, serta untuk melawan gesekan pada
bidang utama untuk kedua mata potong. Untuk persamaan gaya tekan yang diperlukan
supaya proses pemakanan berlangsung :
= 2 sin + 2 sin + ;

GAYA PEMOTONGAN DALAM PROSES MENGEFREIS


Gerakan dari setiap mata potong (gigi) pahat freis relative terhadap benda kerja
merupakan gerakan sikloidal. Oleh sebab itu, bagaimanapun posisi pahat freis relative
terhadap lebar pemotongan (mesin freis tegak) atau kedalaman ptong (mesin freis datar)
selalu akan memotong benda kerja dengan tebal geram yang berubah. Tebal geram akan
mencapai harga maksimum pada garis gerakan sumbu pahat, sesuai dengan jarak antara
sikloidal dari mata potong yang berurutan. Maka tebal geram dapat ditentukan dengan :
h = fz sin sin Kr
dengan demikian gaya pemotongan untuk setiap gigi akan berfluktuasi.

DAYA PEMOTONGAN DAN EFISIENSI PEMOTONGAN


Daya pemotongan dalam proses pembentukan geram ditentukan oleh gaya
pemotongan dengan kecepatan pemotongan, atau momen punter pada pahat dengan
kecepatan putarannya. Gaya atau momen punter tersebut dapat diukur secara langsung
dengan memakai dynamometer. Karena salah satu komponen gaya tersebut umumnya
tidak melakukan gerakan, maka daya pemotongan (pembentukan geram) adalah :
Nct = Nc + Nf ; kW
Dimana : Nct = daya pemotongan total ; kW
Nc = daya potong ; kW
Nf = daya makan ; kW
Dan untuk efisiensi pemesinan yaitu :
Nmc = Nc + Nml ; kW
Dimana : Nmc = daya pemesinan, yang dapat diukur denga watt meter ; kW
Nc = daya potong, yang dihitung berdasarkan hasil pengukuran
dengan dynamometer ; kW
Nml = daya hilang ; kW

Anda mungkin juga menyukai