Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK DENGAN BBLR

DI RUANG HCU NEONATUS RSUD Dr. MOEWARDI

DISUSUN OLEH:
FERRY MUHAMAD FAUZI
( D2017030 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN-PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH SURAKARTA
TAHUN 2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN
BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

A. KONSEP MEDIS

1. Definisi
Bayi berat badan lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat
badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (WHO, 1961). Berat badan
lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada
waktu lahir. (Huda dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan
dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memperhitungkan masa
gestasinya (Jayant, 2011).
2. Prevalensi
Data Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2011
berkisar 17 juta jiwa dari angka kelahiran berat badan lahir rendah. Secara
umum yang paling banyak mengalami BBLR adalah salah satunya Negara
berkembang dimana angka kejadiannya berkisar 16% dari angka kelahiran.
Hal ini dapat terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ibu
mempunyai beberapa penyakit yang langsung berhubungan dengan
kehamilan dan usia ibu.
Angka kejadian di Indonesia tahun 2014 sangat bervariasi antara
satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi
di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2
%. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar
7,5 % kelahiran.
3. Etiologi
Huda dan Hardhi dalam NANDA NIC-NOC (2013), menyatakan bahwa
keadaan BBLR ini dapat disebabkan oleh :
a. Faktor ibu : Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan
antepartum, malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit
jantung/penyakit kronik lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20
tahun dan lebih dari 35 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat,
infeksi trauma, dan lain-lain.

b. Faktor janin : Cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, ketuban


pecah dini.
c. Faktor lingkungan : Kebiasaaan merokok, mionum alkohol, dan status
ekonomi sosial.
4. Klasifikasi
BBLR menurut Mitayani (2009) dibedakan dalam dua golongan, yaitu :
a. Prematuritas murni
Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badan lahir
sesuai untuk masa kehamilan.
b. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu, artinya bayi mengalami
pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi kecil untuk masa
kehamilan.
5. Manifestasi Klinik
Menurut Huda dan Hardhi. (2013) tanda dan gejala dari bayi berat badan
rendah adalah :
a. Sebelum bayi lahir
1) Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus
prematurus dan lahir mati.
2) Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
3) Pergerakan janin yang pertama (Queckening) terjadi lebih lambat,
gerakan janin lebih lambat walaupun kehamilannya sudah agak
lanjut.
4) Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut
seharusnya .
5) Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa pula
dengan hidramnion, hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut
dengan toksemia gravidarum atau perdarahan ante partum.
b. Setelah bayi lahir
1) Berat lahir < 2500 gram
2) Panjang badan < 45 cm
3) Lingkaran dada < 30 cm
4) Lingkaran kepala < 33 cm
5) Umur kehamilan < 37 minggu
6) Kepala relatif lebih besar dari badannya
7) Kulit tipis, transparan, lanugonya banyak
8) Lemak subkutan kurang, sering tampak peristaltik usus
9) Tangisnya lemah dan jarang
10) Pernapasan tidak teratur dan sering terjadi apnea
11) Otot-otot masih hipotonik, paha selalu dalam keadaan abduksi
12) Sendi lutut dan pergelangan kaki dalam keadaan flexi atau lurus
dan kepala mengarah ke satu sisi.
13) Refleks tonik leher lemah dan refleks moro positif
14) Gerakan otot jarang akan tetapi lebih baik dari bayi cukup bulan
15) Daya isap lemah terutama dalam hari-hari pertama
16) Kulit mengkilat, licin, pitting edema
17) Frekuensi nadi berkisar 100-140 / menit.
6. Patofisiologi
Tingginya morbiditas dan mortalitas bayi berat lahir rendah masih
menjadi masalah utama. Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan
maupun pada waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR.
Kurang gizi yang kronis pada masa anak-anak dengan/tanpa sakit yang
berulang akan menyebabkan bentuk tubuh yang Stunting/Kuntet pada
masa dewasa, kondisi ini sering melahirkan bayi BBLR, Hidayat Alimul,
A. (2007).
Faktor-faktor lain selama kehamilan, misalnya sakit berat,
komplikasi kehamilan, kurang gizi, keadaan stres pada hamil dapat
mempengaruhi pertumbuhan janin melalui efek buruk yang menimpa
ibunya, atau mempengaruhi pertumbuhan plasenta dan transpor zat-zat gizi
ke janin sehingga menyebabkan bayi BBLR, Huda, N. & Hardhi Kusuma.
(2013).
Bayi BBLR akan memiliki alat tubuh yang belum berfungsi
dengan baik. Oleh sebab itu ia akan mengalami kesulitan untuk hidup di
luar uterus ibunya. Makin pendek masa kehamilannya makin kurang
sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan akibat makin
mudahnya terjadi komplikasi dan makin tinggi angka kematiannya
Berkaitan dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya, baik
anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul masalah misalnya :
a) Suhu tubuh yang tidak stabil karena kesulitan mempertahankan suhu
tubuh yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari
kurangnya jaringan lemak di bawah kulit, permukaan tubuh yang
relatif lebih luas dibandingkan BB, otot yang tidak aktif, produksi
panas yang berkurang.
b) Gangguan pernapasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada
BBLR, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan pengembangan paru
yang belum sempurna, otot pernapasan yang masih lemah
c) Gangguan alat pencernaan dan problem nutrisi, distensi abdomen
akibat dari motilitas usus kurang, volume lambung kurang, sehingga
waktu pengosongan lambung bertambah
d) Ginjal yang immatur baik secara anatomis mapun fisiologis, produksi
urine berkurang
e) Gangguan immunologik : daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang
karena rendahnya kadar IgG gamma globulin. Bayi prematur relatif
belum sanggup membentuk antibodi dan daya fagositas serta reaksi
terhadap peradangan masih belum baik.
Perdarahan intraventrikuler, hal ini disebabkan oleh karena bayi prematur
sering menderita apnea, hipoksia dan sindrom pernapasan, akibatnya bayi
menjadi hipoksia, hipertensi dan hiperkapnea, di mana keadaan ini
menyebabkan aliran darah ke otak bertambah dan keadaan ini disebabkan
oleh karena tidak adanya otoregulasi serebral pada bayi prematur sehingga
mudah terjadi perdarahan dari pembuluh kapiler yang rapuh
7. Pathways

Sumber : Huda dan Hardhi (2013), Kristiyanasari., & Arief Z. R. (2009).


8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada BBLR menurut Kristiyanasari, &
Arief Z. R (2009), diantaranya adalah :
a. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intyrauterin serta
menemukan gangguan pertumbuhan, misalnya pemeriksaan USG.
b. Memeriksa kadar gula darah dengan destrostix atau di laboratorium.
c. Pemeriksaan hematokrit.
d. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita
aspirasi mekonium.
9. Penatalaksanaan
Jayant (2011), menyatakan bahwa penatalaksanaan pada BBLR
Dengan memperhatikan gambaran klinik diatas dan berbagai kemungkinan
yang dapat terjadi pada bayi BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi
BBLR ditujukan pada pengaturan panas badan , pemberian makanan bayi,
dan menghindari infeksi.
a. Pengaturan Suhu Tubuh Bayi BBLR
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila
berada di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh
permukaan tubuh bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan
berat badan, kurangnya jaringan lemak dibawah kulit dan kekurangan
lemak coklat ( brown fat).
Untuk mencegah hipotermi, perlu diusahakan lingkungan yang
cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istirahat komsumsi
oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila
bayi dirawat dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat
badan kurang dari 2000 gr adalah 35 0C dan untuk bayi dengan BB
2000 gr sampai 2500 gr 34 0C, agar ia dapat mempertahankan suhu
tubuh sekitar 37 0C. Kelembaban inkubator berkisar antara 50-60
persen. Kelembaban yang lebih tinggi di perlukan pada bayi dengan
sindroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat di turunkan 1 0C
per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gr dan secara
berangsur angsur ia dapat diletakkan di dalam tempat tidur bayi
dengan suhu lingkungan 27 0C - 29 0C.
Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan
membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat di sekitarnya
atau dengan memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi
atau dengan menggu nakan metode kangguru. Cara lain untuk
mempertahankan suhu tubuh bayi sekiter 360C - 370C adalah dengan
memakai alat perspexheat shield yang diselimuti pada bayi di dalam
inkubator. Alat ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena
radiasi. Akhir-akhir ini telah mulai digunakan inkubator yang
dilengkapi dengan alat temperatur sensor (thermistor probe). Alat ini
ditempelkan di kulit bayi. Suhu inkubator di kontrol oleh alat
servomechanism. Dengan cara ini suhu kulit bayi dapat dipertahankan
pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat ini sangat
bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir yang sangat rendah.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting
untuk memudahkan pengawasan mengenai keadaan umum,perubahan
tingkah laku, warna kulit, pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga
penyakit yang diderita dapat dikenal sedini mungkin dan tindakan serta
pengobatan dapat dilaksanakan secepat cepatnya.
b. Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam
tubuh, khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat
infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial.
Kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh kadar imunoglobulin
serum pada bayi BBLR masih rendah, aktifitas baktersidal neotrofil,
efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan fungsi imun belum
berpengalaman.
Infeksi lokal bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum.
Tetapi diagnosis dini dapt ditegakkan jika cukup waspada terhadap
perubahan (kelainan) tingkah laku bayi sering merupakan tanda infeksi
umum. Perubahan tersebut antara lain : malas menetek, gelisah, letargi,
suhu tubuh meningkat, frekwensi pernafasan meningkat, muntah,
diare, berat badan mendadak turun.
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan
terhadap bayi BBLR dari infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak
boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun.
Digunakan masker dan abjun khusus dalam penanganan bayi,
perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan
aseptik dan antiseptik alat alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah
pasien dibatasi, rasio perawat pasien yang idea, mengatur kunjungan,
menghindari perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya
asfiksia dan pemberian antibiotik yang tepat.
c. Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menetukan pilihan susu, cara
pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi
BBLR. ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jioka bayi
mampu mengisap. ASI juga dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi
jika bayi tidak cukup mengisap. Jika ASI tidak ada atau tidak
mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu formula
yang komposisinya mirip mirip ASI atau susu formula khusus bayi
BBLR.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan
pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan
masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam inkubator dengan kontak
yang minimal, tempat tidur atau kasur inkubator harus diangkat dan
bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar dapat
diberi makan dalam posisi dipangku. Pada bayi BBLR yang lebih
kecil, kurang giat mengisap dan sianosis ketika minum melalui botol
atau menetek pada ibunya, makanan diberikan melalui NGT.
Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan
berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam
dilakukan pada bayi dengan Berat Badan lebih rendah.
d. Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing,
trachea, bronchiolus, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveeolaris
ke alveoli. Terhambatnya jalan nafas akan menimbulkan asfiksia,
hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat
beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran
sehingga dapat lahir dengan asfiska perinatal. Bayi BBLR juga
berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfakatan,
sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang
sebelumnya di peroleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini
diperlukan pembersihan jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi
lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernapasan
dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal,
dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan
pemberian natrium bikarbonat dan pemberian oksigen dan selama
pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini
dapat mencegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil
kematian bayi BBLR.
10. Prognosis BBLR
Prognosis BBLR ini tergantung dari berat ringannya masalah
perinatal, misalnya masa gestasi (makin muda masa gestasi/makin rendah
berat bayi, makin tinggi angka kematian), asfiksia/iskemia otak, sindroma
gangguan pernapasan, perdarahan intraventrikuler, displasia
bronkopulmonal, retrolental fibro plasia, infeksi, gangguan metabolik
(asidosis, hipoglikemi, hiperbilirubinemia), Marmi dan Kukuh Rahardjo.
(2012).
Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi,
pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan
postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, mencegah
oinfeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperilirunbinemia,
hipoglikemia, dan lain-lain), Marmi dan Kukuh Rahardjo. (2012).
11. Pengamatan Lanjutan (follow up)
Bila bayi BBLR ini dapat mengatasi problematik yang dideritanya,
maka perlu diamati selanjjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan
mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, kognitif, fungsi motor
susunan saraf pusat dan penyakit-penyakit seperti : hidrosefalus, serebral
palsy, dsb., Hardman, T. Heather (2012).
12. Komplikasi
Ada beberapa hal yang dapat terjadi apabila BBLR tidak ditangani
secepatnya menurut Hardman, T. Heather (2012), yaitu :
1. Sindrom aspirasi mekonium (menyababkan kesulitan bernapas pada
bayi).
2. Hipoglikemia simtomatik.
3. Penyakit membrane hialin disebabkan karena surfaktan paru belum
sempurna, sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan
inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu
dibutuhkan tenaga negative yang tinggi untuk yang berikutnya.
4. Asfiksia neonetorom.
5. Hiperbulirubinemia.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat
Bayi sadar mungkin 2-3 jam bebrapa hari pertama tidur sehari rata-rata
20 jam.
b. Pernafasan
Takipnea sementara dapat dilihat, khususnya setelah kelahiran
cesaria atau persentasi bokong.
Pola nafas diafragmatik dan abdominal dengan gerakan sinkron dari
dada dan abdomen, perhatikan adanya sekret yang mengganggu
pernafasan, mengorok, pernafasan cuping hidung,
c. Makanan/ cairan : Berat badan rata-rata 2500-4000 gram ; kurang dari
2500 gr menunjukkan kecil untuk usia gestasi, pemberian nutrisi harus
diperhatikan. Bayi dengan dehidrasi harus diberi infus. Beri minum
dengan tetes ASI/ sonde karena refleks menelan BBLR belum
sempurna, kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120-150 ml/kg BB/
hari.
d. Berat badan : Kurang dari 2500 gram
e. Suhu : BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu
tubuhnya harus dipertahankan.
f. Integumen : Pada BBLR mempunyai adanya tanda-tanda kulit tampak
mengkilat dan kering.
(Sarwono. 2010)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan Pola Nafas
b. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas
c. Risiko ketidakseimbangan temperatur tubuh
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e. Ketidakefektifan pola minum bayi
f. Hipotermi
g. Resiko infeksi
(Wikinson, J. 2013)
3. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN HASIL (NOC) (NIC)
(NANDA)
1. Ketidakefektifan Pola nafas NOC : NIC :
Definisi : Pertukaran udara 1. Respiratory status : Airway Management
inspirasi dan/atau ekspirasi Ventilation 1. Buka jalan nafas, guanakan
tidak adekuat 2. Respiratory status : Airway teknik chin lift atau jaw thrust bila
Batasan karakteristik : patency. perlu.
a. Penurunan tekanan 3. Vital sign Status 2. Posisikan pasien untuk
inspirasi/ ekspirasi. memaksimalkan ventilasi
b. Penurunan pertukaran Kriteria Hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya
udara per menit Mendemonstrasikan batuk pemasangan alat jalan nafas buatan
c. Menggunakan otot efektif dan suara nafas yang 4. Pasang mayo bila perlu
pernafasan tambahan bersih, tidak ada sianosis dan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
d. Nasal flaring dyspneu (mampu mengeluarkan perlu
e. Dyspnea sputum, mampu bernafas 6. Keluarkan sekret dengan batuk
f. Orthopnea dengan mudah, tidak ada pursed atau suction
g. Perubahan lips). 7. Auskultasi suara nafas, catat
penyimpangan dada Menunjukkan jalan nafas adanya suara tambahan
h. Nafas pendek yang paten (klien tidak merasa 8. Lakukan suction pada mayo
i. Pernafasan pursed-lip tercekik, irama nafas, frekuensi 9. Berikan bronkodilator bila perlu
j. Tahap ekspirasi pernafasan dalam rentang 10.Berikan pelembab udara Kassa
berlangsung sangat normal, tidak ada suara nafas basah NaCl Lembab
lama abnormal). 11.Atur intake untuk cairan
k. Peningkatan diameter Tanda Tanda vital dalam mengoptimalkan keseimbangan.
anterior-posterior rentang normal (tekanan darah, 12. Monitor respirasi dan status O2.
l. Pernapasan rata- nadi, pernafasan).
rata/minimal Oxygen Therapy
13. Bersihkan mulut, hidung dan
Bayi : < 25 atau > 60 secret trakea.
Usia 1-4 : < 20 atau > 30 14. Pertahankan jalan nafas yang
Usia 5-14 : < 14 atau > 25 paten.
Usia > 14 : < 11 atau > 24 15. Atur peralatan oksigenasi.
Kedalaman pernafasan 16. Monitor aliran oksigen.
Dewasa volume tidalnya 500 17. Pertahankan posisi pasien.
ml saat istirahat 18. Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi.
2. Resiko NIC :
ketidakseimbangan suhu Temperature Regulation
tubuh b.d kegagalan (pengaturan suhu)
mempertahankan suhu 1. Monitor suhu minimal tiap 2
tubuh, penurunan jaringan jam
lemak subkutan 2. Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
Definisi : Risiko kegagalan 3. Monitor TD, nadi, dan RR
mempertahankan suhu 4. Monitor warna dan suhu kulit
tubuh dalam batas normal. NOC : 5. Monitor tanda-tanda hipertermi
Hydration dan hipotermi
Faktor factor resiko: Adherence Behavior 6. Tingkatkan intake cairan dan
a. Perubahan Immune Status nutrisi
metabolisme dasar Infection status 7. Selimuti pasien untuk
b. Penyakit atau trauma Risk control mencegah hilangnya
yang mempengaruhi Risk detectio kehangatan tubuh
pengaturan suhu 8. Ajarkan pada pasien cara
c. Pengobatan mencegah keletihan akibat
pengobatan yang panas
menyebabkan 9. Diskusikan tentang pentingnya
vasokonstriksi dan pengaturan suhu dan
vasodilatasi kemungkinan efek negatif dari
d. Pakaian yang tidak kedinginan
sesuai dengan suhu 10. Beritahukan tentang indikasi
lingkungan terjadinya keletihan dan
e. Ketidakaktifan atau penanganan emergency yang
aktivitas berat diperlukan
f. Dehidrasi 11. Ajarkan indikasi dari hipotermi
g. Pemberian obat dan penanganan yang
penenang diperlukan
h. Paparan dingin atau 12. Berikan anti piretik jika perlu.
hangat/lingkungan
yang panas.

3. Ketidakseimbangan nitrisi NOC NIC


kurang Status Nutrisi 1. Manajemen Nutrisi
Status Nutrisi: Energi Definisi: Membantu dan atau
Kontrol Berat Badan menyediakan asupan makanan
Kriteria Hasil : Klien dan cairan yang seimbang
menunjukkan Aktifitas:
Pencapaian berat badan 1. Tanyakan pada pasien
normal yang diharapkan tentang alergi terhadap
Berat badan sesuai dengan makanan
umur dan tinggi badan 2. Tanyakan makanan
Bebas dari tanda kesukaan pasien
malnutrisi 3. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang jumlah kalori dan
tipe nutrisi yang dibutuhkan
(TKTP)
4. Anjurkan masukan kalori
yang tepat yang sesuai
dengan kebutuhan energi
5. Sajikan diit dalam keadaan
hangat
2. Monitor Nutrisi
Definisi : Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
mencegah atau meminimalkan
malnutrisi
Aktifitas:
1. Monitor adanya penurunan
BB
2. Ciptakan lingkungan
nyaman selama klien
makan.
3. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan, tidak selama jam
makan.
4. Monitor kulit (kering) dan
perubahan pigmentasi
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor mual dan muntah
7. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, kadar
hematokrit
8. Monitor kadar limfosit dan
elektrolit
9. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan.
NIC :
4. Ketidakefektifan pola
makan bayi b.d
Breastfeeding assistance
prematuritas
a. fasilitasi kontak ibu dengan
bayi sawal mungkin (maksimal
Definisi : Gangguan 2 jam setelah lahir)
kemampuan bayi untuk b. monitor kemampuan bayi
menghisap atau untuk menghisap
mengkoordinasikan c. dorong orang tua untuk
respons meminta perawat untuk
menghisap/menelan yang menemani saat menyusui
mengakibatkan sebanyak 8-10 kali/hari
ketidakadekuatan nutrisi NOC : d. sediakan kenyamanan dan
oral untuk kebutuhan breastfeeding establishment privasi selama menyusui
metabolik : infant e. monitor kemampuan bayi
knowledge : breastfeeding untuk mengapai putting
Batasan karakteristik: breastfeeding maintenance f. dorong ibu untuk tidak
Kriteria Hasil : membatasi bayi menyusu
a. ketidakmampuan klien dapat menyusui g. monitor integritas kulit sekitar
untuk dengan efektif putting
mengkoordinasikan memverbalisasikan teknik h. instruksikan perawatan putting
menghisap, menelan untuk mengatasi masalah untuk mencegah lecet
dan bernafas menyusui i. diskusikan penggunaan pompa
b. ketidakmampuan bayi menandakan ASI kalau bayi tidak mampu
untuk kepuasaan menyusu menyusu
mempertahankan ibu menunjukkan harga diri j. monitor peningkatan pengisian
menghisap yang yang positif dengan ASI
efektif menyusui k. jelaskan penggunaan susu
c. ketidakmampuan formula hanya jika diperlukan
untuk memulai l. instruksikan ibu untuk makan
menghisap yang makanan bergizi selama
efektif menyusui
faktor yang berhubungan m. dorong ibu untuk minum jika
a. abnormalitas anatomik sudah merasa haus
b. keterlambatan n. dorong ibu untuk menghindari
neurologis penggunaan rokok dan pil KB
c. gangguan neurologis selama menyusui
d. hipersensitifitas oral o. anjurkan ibu untuk memakai
e. prematuritas Bra yang nyaman, terbuat dari
f. status puasa yang lama cootn dan menyokong
payudara
p. Dorong ibu untuk melanjutkan
laktasi setelah pulang
bekerja/sekolah
Daftar Pustaka

Hardman, T. Heather 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


Jakarta : Media Action.
Hidayat Alimul, A. 2007. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta
Salemba medika.
Huda, N. & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Nanda Nic-Noc. Jakarta.
Jayant. 2011. Bayi Dengan BBLR. Yogyakarta : Nuha Medika.
Kristiyanasari, & Arief Z. R. 2009. Neonatus Dan Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta : Nuha Offset.
Marmi & Kukuh Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.
Yogyakarta: pustaka belajar.
NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC-
NOC. Jakarta.
Proverawati Atika & Ismawati Cahyo. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. jakarta :
EGC.
Sarwono. 2010. Asuhan Perinatal dan Antenatal. Jakarta : Nuha Medika.
Wikinson, Judith, H. 2013. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai