Anda di halaman 1dari 3

Credit Union, Dari Watublapi Untuk Flores, Dari Flores Untuk NTT

*) Romanus Woga

Credit Union (CU) berawal dari gagasan Pater H. Bollen, SVD. Pada Januari 1969 usai misa, ada
pertemuan para anggota petani yang berkecimpung di Ikatan Petani Pancasila (IPP) Anak Cabang
Watublapi.

Pater Bollen, yang saat itu menjabat sebagai Penasehat Susila IPP, bicara tentang wadah baru
namanya Credit Union. Bersama anggota IPP, beliau ingin mendirikan satu buah Credit Union di
Watublapi, dengan nama Credit Union Lepo Woga Watublapi.

Dari Watublapi

Awal tahun 1970, di Desa Watublapi, Kecamatan Kewapante, Kabupaten Sikka, masyarakat
membentuk satu organisasi dengan nama Credit Union Lepo Woga Watublapi, yang bertujuan
memperlancar pembangunan rumah rakyat dan meningkatkan tara hidup anggota-anggotanya.

Atas kebijaksanaan bersama badan pengurus, untuk tahun pertama jumlah anggota dibatasi sampai
60 orang. Para anggota mewajibkan diri mengikuti tata tertib Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga yang disusun bersama melalui Rapat Anggota atas dasar tata tertib Credit Union.

Memang disadari bahwa tujuan Credit Union sebenarnya mengumpulkan modal agar sanggup
melayani anggota-anggotanya. Tetapi supaya Credit Union digemari oleh masyarakat, apalagi kala
itu sebuah organisasi baru, maka dipilih salah satu obyek yang menarik perhatian dari masyarakat.

Salah satunya adalah mengganti rumah-rumah dari bahan bambu dan kayu yang mempunyai banyak
kekurangan dan ternyata kurang ekonomis apabila dibandingkan dengan rumah batu yang
permanen, kuat dan sehat.

Mendorong pembangunan rumah permanen dengan atap zink/aluminium yang dapat mengairi air
hujan menuju bak yang telah disediakan sehingga menghindari pemborosan tenaga dan waktu
apabila musim kering tiba.

Bayangkan saat itu, masyarakat harus timba air di kali dengan jarak 7-8 km dan hanya menggunakan
sebilah bambu yang isinya kurang lebih 10 liter.

Anggota Credit Union juga dilatih untuk hidup hemat dan berusaha meningkatkan daya
produktivitasnya dengan bimbingan dan nasihat dari IPP Cabang Watublapi.

Kala itu, sistem pelayanan anggota berdasarkan jasa balas jasa dalam mana jasa anggota adalah
jumlah uang dan waktu para anggota mengkreditkan pada organisasi dan jasa yang sama berupa
kredit, anggota dapat mengharapkan dari organisasi mereka.

Tahun pertama pelayanan kebutuhan anggota berjalan lancar tanpa menemui kesulitan berarti.
Anggota lebih memperhatikan jasa organisasi dengan fasilitas yang diperolehnya seperti tim tukang
batu dan tukang kayu, serta persediaan bahan bangunan yang lengkap dan murah. Urusan bangunan
perumahan berjalan lancar.

Dampak Positif Kehadiran Credit Union


Diakui bahwa dengan adanya organisasi CU tersebut nampak ada perubahan pada kebiasaan
masyarakat setempat yaitu pemborosan uang dan harta benda untuk pesta-pesta adat berkurang.
Selain itu main judi dan kelebihan minum agak terkendali.

Warga mulai berpikir positif yaitu uang lebih baik disimpan di CU untuk perbaikan rumah. Dengan
pengalaman ini diharapkan, CU selanjutnya menjadi alat bagi masyarakat Flores dengan swadayanya
dapat membangun wilayahnya.

CU Lepowoga Watublapi sebagai CU pertama di Flores bahkan juga di NTT dan Indonesia tidak
berjalan lagi setelah membangun sekitar 50 buah rumah permanen bagi 60 anggota. Hal ini terjadi
karena pelaksanaan awalnya belum dibekali dengan Pendidikan Dasar atau lanjutan, baik bagi
anggota maupun bagi pengelolanya.

Terlepas dari kemunduran CU pertama ini, wajah dan gaung CU mulai merambah ke desa-desa
tetangga bahkan sampai ke Maumere. Hanya saja pengembangannya perlu didahului dengan
pendidikan untuk penyadaran anggota dan menghasilkan kader-kader potensial.

Kursus Dasar CU Pertama di Flores NTT

Mendirikan atau membentuk sebuah CU tanpa didahului dengan pendidiakn dasar pasti akan
mengalami kesulitan dalam perkembangannya, contohnya seperti riwayat CU perumahan di atas.

Benarlah apa yang disemboyankan; Credit Union dimulai dengan pendidikan berkembang melalui
Pendidikan, dikontrol oleh Pendidikan dan mati hidupnya bergantung sebagian besar pada
Pendidikan.

Prospek perkembangan CU di Flores boleh dikatakan cerah, namun perlu adanya Pendidikan dan
Latihan. Maka pada April 1975 datanglah tim dari CUCO (Credit Union Coordination Of Indonesia).
Indonesia yang dipimpin oleh Roby Tulus bersama dua kawannya, AG Lunandi dan Woeryadi.

Tanggal 21-29 April 1975, diadakan Pendidikan Dasar dan Pelatihan Kepemimpinan. Peserta yang
hadir terdiri dari 36 pria dan 2 wanita.

Seiring dengan pelayan CUCO tersebut, pada tahun-tahun pertama lahir sejumlah penggerak CU
yang pada gilirannya telah berhasil memotivasi dan memotori pembentukan CU di lingkungan
masing-masing.

Dalam perkembangannya, pada usia yang masih muda telah dipikirkan harus adanya koordinasi
setempat. Tujuannya untuk menggiatkan usaha pengembangan dan pembinaan CU di tempatnya
masin-masing.

Tim CUCO Jakarta melanjutkan latihan kegiatan pendidikan dan latihan ke Wilayah Ende setelah
kursus dasar pertama di Maumere selesai.

Pada 1 Mei 1975, diadakan sebuah pertemuan bertempat di kompleks SMA Suryadikara Ende.
Pertemuan perdana tersebut dihadiri oleh wakil-wakil dari Ende, Maumere dan Manggarai.
Pertemuan tersebut menyepakati Pembentukan Koordinator CU Flores berkedudukan di Ende yang
dipimpin oleh Guido Abong dan Sub Koordinator CU Flores berkedudukan di Maumere yang
dipimpin oleh Romanus Woga.
Situasi Bergulir Mengukir Struktur

Agustus 1976, CUCO menyelenggarakan seminar pertama untuk gerakan CU di Indonesia yang
diadakan di Bandung, Semarang dan Jawa Tengah yang dikoordinasi oleh Drs. M.F. Muliyono.
Seminar pertama ini dihadiri dan dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal Koperasi RI, Ir. Ibno
Soedjono.

Sambutannya menegaskan, penamaan Credit Union merupakan istilah asing, maka perlu
disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Maka kemudian disosialisasikan nama Koperasi Kredit.

Dari seminar itu juga dihasilkan kesepakatan mengenai pembentukan struktur gerakan secara
nasional. Maka lahirlah BPP-KK (Badan Pembinaan dan Pengembangan Koperasi Kredit).

Untuk wilayah NTT, dibentuk dua wilayah yaitu BPP-KK NTT bagian Timur berkedudukan di Maumere
dengan wilayah binaannya yaitu Kabupaten Sikka, Flotim dan Lembata, termasuk daratan Timor
serta Alor. Sedangkan BPP-KK NTT bagian Barat berkedudukan di Ende dengan wilayah binaannya
yaitu Kabupaten Ende, Ngada, Manggarai dan Pulau Sumba.

Namun pada pertemuan nasional berikutnya yang diadakan di puncak, Jawa Barat pada 1981,
penamaan BPP-KK dirasakan belum pas dan disepakati bersama, berubah menjadi Badan
Pengembangan Daerah Koperasi Kredit (BPD-KK) dengan wilayah kerja tetap seperti sebelumnya.
Sedangkan pada tingkat nasional adalah BPN-KK (Badan Pengembangan Nasional Koperasi Kredit,
menggantikan penamaan CUCO.

Terasa juga belum pas, pada 1983 nama BPD-KK berubah menjadi Badan Koordinasi Koperasi Kredit
Daerah (BK3D) dengan wilayah kerja sebagaimana sebelumnya telah ditetapkan.

Pada tingka nasional, BPN-KK berubah menjadi Badan Koordiansi Koperasi Kredit Indonesia atau
BK3I sehingga tetap menggunakan nama CUCO (Credit Union Coordination Of Indonesia).

Sesuai dengan perguliran situasi dan kondisi, iklim bagus Kopdit dan BK3D maupun BK3I terjadi pada
masa reformasi 1978/1979. Kopdit, Puskopdit dan Inkopdit boleh mendapatkan Badan Hukum dari
Pemerintah. Di sini berubah lagi penamaannya, untuk BK3D menjadi Puskopdit dan BK3I menjadi
Inkopdit hingga saat ini.

*)Sekarang ini Romanus Woga menjabat sebagai Wakil Presiden ACCU (Association of Asian
Confederation of Credit Unions) yang berkedudukan di Bangkok, Thailand. Tulisan ini merupakan
sebuah catatan empiris yang disampaikan Romanus Woga sebagai Ketua Forum Pengurus Puskopdit
Regio Nusa Tenggara Timur, pada Lokakarya Inkopdit RAT Tahun Buku 2015 di Pangkal Pinang, 20
Mei 2016

Anda mungkin juga menyukai