Anda di halaman 1dari 4

2.

1 Kelarutan dan Kalor Pelarutan


Suatu zat dikatakan tak larut, jika zat tersebut larut dalam
jumlah yang sangat sedikit. Kelarutan suatu zat akan tergantung pada
temperatur dan tekanan yang diberikan. Jumlah maksimal zat terlarut
dalam sejumlah tertentu pelarut dan pada suhu tertentu merupakan
ukuran kelarutan suatu zat yang larut tersebut (Chang, 2005).
Banyaknya kalor yang dilepaskan pada saat proses pencairan
disebut kalor pelarut. Suatu kalor pelarut biasa diberikan
simbol pelarutannya. Defenisi lain mengatakan bahwa kalor pelarutan
merupakan perbedaan antara energi setelah berupa cairan dan energi
komponen larutan sebelum dicampurkan, dapat dituliskan sebagai berikut:
(Brady, 1999).
pelarut = H pelarut H komponen
2.2 Larutan Jenuh dan Persamaan Vant Hoff
Larutan jenuh adalah larutan yang kandungan solutenya sudah
mencapai maksimal sehingga penambahan solute dalam larutan lebih
lanjut tidak dapat larut.Konsentrasi solute dalam larutan jenuh disebut
kelarutan. Untuk solute padat maka larutan jenuhnya terjadi
kesetimbangan dimana molekul fase padat meninggalkan fasenya dan
masuk ke fase cairan dengan kecepatan sama dengan molekul molekul
ion dengan fase cair yang mengkristal menjadi fase padat. (Chang, 2005).
Persamaan Vant Hoff merupakan suatu bentuk persamaan umum
yang menyatakan tentang hubungan tetapan kesetimbangan suatu proses
dengan suhu pada tekanan tetap. Adapun persamaan tersebut dapat
dituliskan sebagai berikut: (Atkins, 1990).
2.3 Titrasi dan Indikator
Titrasi merupakan bagian dari analis kimia yang didasarkan pada
metode volumetri. Proses titrasi dilakukan dengan melakukan
penambahan secara hati-hati sejumlah zat tertentu kepada zat lain
hingga terjadi titik ekuivalen dan titik akhir tittrasi. Dalam prakteknya,
titik ekuivalen dan titik akhir titrasi terjadi secara bersamaan (Day dan
Underwood, 2002).
Proses titrasi akan selalu menggunakan larutan standar primer dan
larutan standar sekunder. Larutan standar primer merupakan larutan
yang konsentrasinya sudah diketahui saat penimbangan. Sedangkan
larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya akan
diketahui setelah dititrasi bersama larutan standar perimer. Indikator
merupakan suatu zat warna yang larut dengan perubahan warnanya
tampak jelas dalam rentang pH tertentu ( Brady, 1999).
2.4 Analisa Bahan
2.4.1 Akuades (H2O)
Akuades merupakan pelarut tidak berwarna dengan konstanta
dielektrik yang tinggi. H2O berguna sebagai pelarut dalam beberbagai
reaksi kimia. Akudes memiliki titik didih pada suhu 100 0 C dan titik lebur
yang mencapai suhu 0,0 0C (Kusuma, 1983).
2.4.2. Asam Oksalat (H2C2O4)
Asam oksalat merupakan padatan kristal dengan rumus umum
H2C2O4 yang sedikit larut dalam air. Asam oksalat menjadi anhidrat jika
dipanaskan pada suhu 110oC, termasuk asam yang sangat beracun. Asam
oksalat memiliki berat molekul (BM) sebesar 90,05 gr/mol (Daintith,
1994).
2.4.3 Indikator PP (C2H14O4)
Indikator PP merupakan suatu indikator yang umum digunakan
dalam tittasi asam-basa. Indikator PP sangat mudah larut dalam alkohol
dan pelarut organik lainnya. C2H14O4 tidak memberikan perubahan warna
pada kondisi di bawah pH=8 dan mamberikan warna di atas pH=9,6
(Daintith, 1994).
2.4.4 Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida mudah larut dalam etanol maupun pelarut air.
NaOH berwarna putih, lembab dan dapat menyerap gas CO 2 dari udara
bebas. NaOH 50% pada temperatur tertentu dapat sebagai media oksida
anodik yang tumbuh pada baja (Burleigh, dkk, 2008; Daintith, 1994).
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
Kelarutan merupakan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut atau
solute, untuk larut dalam suatu pelarut (solvent).Kelarutan dinyatakan
dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut. Ada
2 reaksi dalam larutan, yaitu, eksoterm, yaitu proses melepaskan panas
dari sistem ke lingkungan, temperatur dari campuran reaksi akan naik
dan energi potensial dari zat- zat kimia yang bersangkutan akan turun
dan endoterm, yaitu menyerap panas dari lingkungan ke sistem,
temperatur dari campuran reaksi akan turun dan energi potensial dari
zat- zat kimia yang bersangkutan akan naik.
Larutan jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung sejumlah
solute yang larut dan mengadakan kesetimbangn dengan solut padatnya.
Defenisi lain, adalah larutan yang partikel- partikelnya tepat habis
bereaksi dengan pereaksi (zat dengan konsentrasi maksimal). Larutan
jenuh terjadi apabila bila hasil konsentrasi ion = Ksp berarti larutan tepat
jenuh. Kelarutan dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya temperatur
yang tinggi berbeda kelarutan dengan temperatur rendah, banyaknya zat
juga berbeda dengan zat yang jumlahnya sedikit dilarutkan dan tekanan
rendah juga akan berbeda kelarutannya dengan tekanan tinggi.
Proses penentuan kalor pelarutan diferensial dilakukan dengan cara
menjenuhkan larutan asam oksalat tersebut hingga tidak dapat
melarutkan lebih banyak zat terlarut lagi, pelarutan dengan menggunakan
akuades pada suhu tertentu. Lalu dilakukan penyesuaian suhu terhadap
larutan asam oksalatnya yang sudah dijenuhkan sebelumnya guna untuk
melihat perbedaan kelarutan asam oksalat tersebut pada setiap suhu
yang diinginkan. Kemudian bentuk suhu asam oksalat dalam suhu yang
bervariasi (20oC, 30oC dan 40oC), setelah itu ditepatkan asam oksalatnya
dengan menggunakan pelarut akudes hingga pengenceran mencapai
volume 100 ml.
Setelah pengenceran terhadap asam oksalat jenuh tersebut dengan
akuades, lalu dilakukan pemipetan sebanyak 5 ml dari total volume yang
sudah diencerkan untuk dititrasi dengan larutan NaOH menggunakan
indikator PP. Indikator PP tidak memberikan perubahan warna pada
kondisi di bawah pH=8, yaitu pada kondisi indikator tersebut dimakukan
ke dalam asam oksalat dan akan mamberikan warna di atas pH=9,6
dimana kondisi tersebut terjadi pada saat sudah dilakukan titrasi dengan
larutan basa NaOH. Perubahan warna menjadi merah mudah tersebut
menunjukkan bahwa pada hasil titrasi sudah pada pH di atas 9,6. Dalam
praktiknya, titik ekuivalen dan titik akhir titrasi juga terjadi bersamaan
saat kondisi perubahan warna tersebut.
Titik akhir titrasi merupakan suatu titik yang berlangsung saat
kondisi kesetimbangan antara titran dan titer terjadi dan menandakan
bahwa berakhirnya proses titrasi. Sedangkan titik ekuivalen merupakan
titik yang terjadi saat mol titran tan titrat mencapai kesimbangan secara
sempurna. Secara teoritis, titik ekuivalen akan terjadi terlebih dahulu
yang kemudian diikuti oleh titik akhir titrasi. Namun, berdasarkan fakta
yang terjadi bahwa titik ekuivalen dan titik akhir titrasi dalam praktiknya
berlangsung bersamaan waktu. Setelah titrasi berlangsung, catat volume
NaOH yang digunakan dalam titrasi tersebut untuk memuatnya ke dalam
data hasil praktikum yang dilakukan, kemudian data tersebut akan diolah
menjadi bentuk grafik guna untuk digunakan sebagai media dalam
menentukan nilai kalor pelarutan diferensial dari percobaan.
Kalor pelarutan merupakan perbedaan antara energi setelah berupa
cairan dan energi komponen larutan sebelum dicampurkan tersebut. Hasil
untuk percobaan menunjukkan bahwa suhu yang tinggi sangat
berpengaruh terhadap kelarutan asam oksalat. Kalor pelarutan diferensial
merupakan suatu pristiwa perubahan panas pelarutan yang timbul bila
ditambahkan sebanyak 1 mol zat terlarut dalam larutan dengan volume
banyak.
Dalam percobaan ini, kelarutan asam oksalat terbukti menunjukan
bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan (40oC), maka kelarutannya
akan semakin tinggi jika dibandingkan pada kondisi yang mengunakan
suhu rendah (20oC dan 30oC). Kelarutan pada suhu 30oC juga lebih tinggi
dibandingkan pada suhu 20oC. Dengan demikian, pengaruh suhu
terhadap kelarutan terbukti berbanding lurus. Sedangkan, banyaknya
kalor diferensial yang dihasilkan dalam percobaan ini adalah sebesar -
3140,37 J/mol.

DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P.W. 1990. Kamus Lengkap Kimia. Rineka Cipta. Jakarta.
Burleigh, T., D., Schmuki. P., Virtanen, S. 2008. Properties Of The Nanoporus
Anodic Oxide Elektrochemically Grown On Steel In Hot 50% NaOH :
Materials and Metalluargical Engineering Departement. New Mexico Tech.
Acta. 45-53.
Brady, J. 1999. Kimia Universitas, Asas dan Struktur. Bina Aksara. Jakarta.
Chang, R. 2005. Konsep-konsep Inti Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta.
Day, R., A. Dan Underwood, A. L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Ke-6.
Erlangga. Jakarta.
Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia: Oxport. Erlangga. Jakarta.
Kusuma, S. 1983. Pengetahuan Bahan-Bahan. Erlangga. jakarta.

Anda mungkin juga menyukai