Ns
MATERI NGT
A. Pengkajian
Pengkajian Harus Berfokus Pada :
1. Instruksi dokter tentang tipe slang dan penggunaan slang
2. Ukuran slang yang digunakan sebelumnya, jika ada
3. Riwayat masalah sinus atau nasal
4. Distensi abdomen, nyeri atau mual
C. Indikasi
1. Pasien tidak sadar (koma)
2. Pasien karena kesulitan menelan
3. Pasien yang keracunan
4. Pasien yang muntah darah
5. Pasien Pra atau Post operasi esophagus atau mulut
6. Pasien masalah saluran pencernaan atas : stenosis esofagus, tumor mulut atau faring atau
esofagus, dll
7. Pasien pasca operasi pada mulut atau faring atau esophagus
8. Bayi prematur atau bayi yang tidak dapat menghisap.
D. Kontaindikasi
1. Pasien yang memliki tumor di rongga hidung atau esophagus
2. Pasien yang mengalami cidera serebrospinal
3. Pasien dengan trauma cervical
4. Pasien dengan fraktur facialis
A. Pengkajian
1. Mengkaji instruksi / alasan akan dilakukan tindakan pemasangan kateter
2. Mengkaji status kesehatan & umur klien
3. Mengkaji tingkat pengetahuan klien
4. Mengkaji tingat mobilisasi klien
5. Mengkaji adanya distensi abdomen
6. Mengkaji waktu terakhir kali klien berkemih
7. Mengkaji adanya kondisi patologis yg akan mempengaruhi pemasangan kateter, seperti
hypertrophy prostat.
B. Indikasi
1. Retensi urin akut dan kronis.
2. Menampung urin yang keluar terus menerus pada pasien dengan kesulitan menahan kencing,
sebagai hasil dari gangguan neurologis yang menyebabkan kelumpuhan atau hilangnya
sensasi yang mempengaruhi buang air kecil.
3. Perlu untuk pengukuran akurat dari output urin pada pasien dengan sakit kritis.
4. Penggunaan perioperatif untuk beberapa prosedur bedah.
5. Pasien yang menjalani operasi urologi atau operasi lain pada struktur yang berdekatan pada
saluran genitourinaria.
6. Durasi operasi yang diduga berkepanjangan.
7. Pemantauan output urin intra-operatif.
8. Untuk membantu dalam penyembuhan luka terbuka pada sakrum atau perineum pada pasien
yang juga mengalami inkontinensia.
9. Pasien memerlukan imobilisasi berkepanjangan.
10. Untuk memungkinkan irigasi/lavage kandung kemih.
11. Memfasilitasi lancarnya buang air kecil dan menjaga intergritas kulit (ketika penanganan
konservatif lain tidak berhasil).
12. Meningkatkan kenyamanan pasien (jika diperlukan).
C. Kontraindikasi
1. Prostatitis akut
2. Kecurigaan trauma uretra
D. Tahapan Kateterisasi
Alat Nonsteril
1. Plester 8. Aquadest
2. Nampan beserta alas 9. Jelly
3. Spuit 10 cc 10. Betadine
4. Bengkok atau nierbeken 11. Kain penutup klien
5. Alat tulis 12. kapas savlon
6. Pot 13. Urine bag
7. Gunting
Alat Steril
1. Handscoen steril
2. Set kateter urine steril :
- Pinset anatomis 2 buah
- Copies 1 buah
- Lidi kapas 2 buah
- Duk bolong 1 buah.
E. Evaluasi
1. Mengobservasi jumlah & karakteristik urine yg ke luar
2. Memonitor kesadaran & tanda-tanda vital klien sesudah pemasangan kateter
3. Melakukan palpasi kandung kemih & tanyakan adanya rasa ketidaknyamanan sesudah
pemasangan kateter
4. Mengobservasi posisi kateter & drainage urine ke urine bag.
MATERI OKSIGENASI
A. Pengkajian
1. Luas Luka
Bagian Tubuh Dewasa Anak Bayi
Kepala & Leher 9% (4.5+4.5) 18% (9+9) 20% (10+10)
Eks. Atas (Tangan Ka & Ki) 18% (9+9) 18% (9+9) 20% (10+10)
Paha (Ka & Ki) 18% (9+9) 13.5% (6.75+6.75) 10% (5+5)
Betis Kaki (Ka & Ki) 18% (9+9) 13.5% (6.75+6.75) 10% (5+5)
Dada Perut / Abdomen 18% (9+9) 18% (9+9) 20% (10+10)
Punggung Bokong 18% (9+9) 18% (9+9) 20% (10+10)
Genitalia 1% 1%
2. Kedalaman Luka
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Lebih dalam Kontak dengan Blister besar dan lembab Berbintik- Sangat nyeri
dari ketebalan bahan air atau yang ukurannya bertambah bintik yang
partial bahan padat. besar. kurang jelas,
(tingkat II) Jilatan api kepada Pucat bial ditekan dengan putih, coklat,
- Superfisial pakaian. ujung jari, bila tekanan pink, daerah
- Dalam Jilatan langsung dilepas berisi kembali. merah coklat.
kimiawi.
Sinar ultra violet.
Ketebalan Kontak dengan Kering disertai kulit Putih, kering, Tidak sakit,
sepenuhnya bahan cair atau mengelupas. hitam, coklat sedikit sakit.
(tingkat III) padat. Pembuluh darah seperti tua. Rambut
Nyala api. arang terlihat dibawah kulit Hitam. mudah lepas
Kimia. yang mengelupas. Merah. bila dicabut.
Kontak dengan Gelembung jarang,
arus listrik. dindingnya sangat tipis,
tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.
3. Derajat Luka
Untuk derajat luka bakar dibagi menjadi 4, yaitu :
a. Grade I
Jaringan yang rusak hanya epidermis.
Klinis ada nyeri, warna kemerahan, kulit kering.
Tes jarum ada hiperalgesia.
Lama sembuh + 7 hari.
Hasil kulit menjadi normal.
b. Grade II
Grade II a
Jaringan yang rusak sebagian dermis, folikel, rambut, dan kelenjar keringat utuh.
Rasa nyeri warna merah pada lesi.
Adanya cairan pada bula.
Waktu sembuh + 7 - 14 hari.
Grade II b
Jaringan yang rusak sampai dermis, hanya kelenjar keringan yang utuh.
Eritema, kadang ada sikatrik.
Waktu sembuh + 14 21 hari.
c. Grade III
Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis.
Kulit kering, kaku, terlihat gosong.
Terasa nyeri karena ujung saraf rusak.
Waktu sembuh lebih dari 21 hari.
d. Grade IV
Luka bakar yang mengenai otot bahkan tulang.
4. Kebutuhan Cairan
4 cc x BB x Luas LB =
Tetesan
.....cc x 15 tetes / (8 x 60 menit)
.....cc x 15 tetes / (16 x 60 menit)
5. Tahapan Penyembuhan Luka Terdiri Dari:
Fase inflamasi. Eksudasi; menghentikan perdarahan dan mempersiapkan tempat luka
menjadi bersih dari benda asing atau kuman sebelum dimulai proses penyembuhan.
Fase proliferasi/granulasi; pembentukan jaringan granulasi untuk menutup defek atau
cedera pada jaringan yang luka.
Fase maturasi/deferensiasi; memoles jaringan penyembuhan yang telah terbentuk
menjadi lebih matang dan fungsional.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan
dengan perpindahan/ kehilangan cairan.
b. Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan
penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
c. Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstitial/
gangguan pompa natrium.
d. Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam
dan kehilangan protein.
e. Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasI
f. Scan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
g. EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.
h. BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
i. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
j. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
k. Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.
l. Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.
MATERI PEMASANGAN INFUS
A. Indikasi
1. Pemberian obat intravena.
2. Hidrasi intravena.
3. Transfusi darah atau komponen darah.
4. Situasi lain di mana akses langsung ke aliran darah diperlukan.
5. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
6. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
7. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan
8. cairan tubuh dan komponen darah)
9. Serangan panas (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)
10. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
11. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
12. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah)
B. Kontraindikasi
1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk
pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya
lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).
C. Kebutuhan Cairan
Pemberian Cairan Pada Anak
BB 0-10 kg : 100 ml/kg/24jam
BB 10-20 kg : 1000 ml/ 24jam + 50 ml/kg/24jam atau 40ml/jam + 2 ml/kg/24jam
BB > 20 kg : 1500 ml/.24jam + 25ml/kg/24jam atau 60ml/jam + 1 ml/kg/24jam
D. Tetesan Infus
Factor tetesan
Makro 1 cc = 60 tetes
Mikro 1 cc = 15 tetes atau 1 cc = 20 tetes
E. Jenis-Jenis Cairan
1. Otsu-RL
Indikasi :
Suplai ion bikarbonat
Resusitasi
Asidosis metabolik
2. Otsu-NS
Indikasi :
Untuk resusitasi
Kehilangan Na > Cl, misal diare
Sindrom yg berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi
adrenokortikal, luka bakar)
3. Asering
Indikasi : Dehidrasi (syok hipovolemik & asidosis) pada keadaan : gastroenteritis akut,
demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi : Setiap liter asering terkandung didalamnya :
Na 130 MEq
Cl 109 MEq
K 4 MEq
Ca 3 MEq
Asetat (garam) 28 Meq
Keunggulan :
Asetat dimetabolisme di otot, & masihlah dapat ditolelir pada pasien yg mengalami
gangguan hati
Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA akan mengatasi asidosis laktat lebih baik
dibanding RL pada neonatus
Pada kasus bedah, asetat akan mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan
isofluran
Memiliki resiko vasodilator
Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 persen sebanyak 10 ml pada 1000 ml
RA, bisa meningkatkan tonisitas larutan infus maka memperkecil risiko edema serebral
4. KA-EN1B
Indikasi :
Sebagai larutan awal apabila status elektrolit pasien belum diketahui, misalnya
ditemukan pada kasus emergensi (dehidrasi lantaran asupan oral tidak memadai, demam)
Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian dengan cara IV. Kecepatan sebaiknya
300-500 ml/jam (dewasa) & 50-100 ml/jam pada anak-anak
< 24 jam pasca operasi
Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
Indikasi :
Mensuplai kalium sebesar 20 MEq/L untuk KA-EN 3B
Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air & elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada kondisi asupan oral
terbatas
Mensuplai kalium sebesar 10 MEq/L untuk KA-EN 3A
Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
6. KA-EN MG3
Indikasi :
Rumatan untuk kasus di mana suplemen NPC dibutuhkan 400 Kcal/L
Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air & elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada kondisi asupan oral
terbatas
Mensuplai kalium 20 MEq/L
Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
7. KA-EN 4A
Indikasi :
Adalah larutan infus rumatan untuk bayi & anak
Tidak Dengan kandungan kalium, maka dapat diberikan kepada pasien dengan berbagai
kadar konsentrasi kalium serum normal
Tepat digunakan buat dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml) :
K 0 MEq/L
Na 30 MEq/L
Cl 20 MEq/L
Laktat 10 MEq/L
Glukosa 40 Gr/L
8. KA-EN 4B
Indikasi :
Adalah larutan infus rumatan untuk bayi & anak umur kurang 3 th
Mensuplai 8 MEq/L kalium pada pasien maka meminimalkan risiko hipokalemia
Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi :
Na 30 MEq/L
K 8 MEq/L
Glukosa 37,5 Gr/L
Laktat 10 MEq/L
Cl 28 MEq/L
9. MARTOS-10
Indikasi :
Suplai air & karbohidrat dengan cara parenteral pada penderita diabetik
Kondisi kritis lain yg membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, stres berat, infeksi
berat & defisiensi protein
Dosis : 0,3 gr/kg BB/jam
Mengandung 400 Kcal/L
10. AMIPAREN
Indikasi :
Luka bakar
Stres metabolik berat
Infeksi berat
Kwasiokor
Pasca operasi
Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
Total Parenteral Nutrition
11. AMINOVEL-600
Indikasi :
Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
Penderita GI yg dipuasakan
Kebutuhan metabolik yg meningkat (misal luka bakar, trauma & pasca operasi)
Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)
Stres metabolik sedang/ringan
12. PAN-AMIN G
Indikasi :
Suplai asam amino pada hiponatremia & stres metabolik ringan
Nitrisi dini pasca operasi
Tifoid
MATERI PEMBERIAN OBAT
Sirup
C. Jenis-Jenis Injeksi
1. Subcutan/Hipodermal (sc) : Penyuntikkan dibawah kulit, Obatnya tidak mernagsang dan
larut dalam air atau minyak, Efeknya agak lambat dan dapat digunakan sendiri misalnya :
penyuntikan insulin pada penderita diabetes
2. Intramuskular (im) : Penyuntikan dilakukan dalam otot misalnya, penyuntikan antibiotika
atau dimana tidak banyak terdapat pembuluh darah dan syaraf, misalnya otot pantat atau
lengan atas
3. Intravena (iv) : Penyuntikan dilakukan ke dalam pembuluh darah, Reaksinya sangat cepat
yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah beredar ke seluruh tubuh atau jaringan, Dapat
menimbulkan reaksi-reaksi hebat seperti turunnya tekanan darah secara mendadak, shock,
dsb. Infus intravena dengan obat sering dilakukan di rumah sakit dalam keadaan darurat atau
dengan obat yang cepat metabolismenya dan eksresinya guna mencapai kadar plasma yang
tetap tinggi
4. Intra arteri (ia) : Penyuntikan dilakukan pada pembuluh nadi, Dilakukan untuk membanjiri
suatu organ misalnya pada Kanker Hati
5. Intra cutan (ic) : Penyuntikkan dilakukan dalam kulit, Absorpsi sangat perlahan misalnya
pada tuberculin test dati Mantoux
6. Intra lumbal : Penyuntikan dilakukan ke dalam ruas pinggang (sumsum tulang belakang)
misalnya untuk anestesi umum
7. Intra peritonial : Penyuntikan ke dalam selaput perut
8. Intra cardial : Penyuntikan ke dalam jantung
9. Intra pleural :Penyuntikan ke dalam rongga pleura (paru-paru)
10. Intra articulair : Penyuntikan ke dalam celah-celah sendi
D. Skin Test
Tujuan Injeksi
Memberikan obat tertentu yang pemberiannya hanya dapat dilakukan dengan cara suntikan
intra cutan
Pada umumnya Injeksi dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses penyerapan
(absorbsi) obat untuk mendapatkan efek obat yang cepat.
Menghindarkan pasien dari efek alergi obat( dengan skin test).
Membantu menentukan diagnose terhadap penyakit tertentu misalnya tubercullin test
Indikasi
Injeksi biasanya dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena
tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral. Apabila klien tidak sadar atau bingung,
sehingga klien tidak mampu menelan atau mempertahankan obat dibawah lidah. Oleh karena
itu, untuk memenuhi kebutuhan obat klien dilakukan dengan pemberian obat secara
injeksi.
MATERI KOLOSTOMI
A. Tahapan Kolostomi
Alat
1. Colostomy bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan kain persegi empat
2. Kapas sublimate/kapas basah, NaCl
3. Kapas kering atau tissue
4. 1 pasang sarung tangan bersih
5. Kantong untuk balutan kotor
6. Baju ruangan / celemek
7. Bethadine (bila perlu) bila mengalami iritasi
8. Zink salep
9. Perlak dan alasnya
10. Plester dan gunting
11. Bila perlu obat desinfektan
12. Bengkok
13. Set ganti balut
Prosedur
1. Memberitahu klien tujuan perawatan
2. Menyiapkan lingkungan klien
3. Mengatur posisi tidur klien
4. Cuci tangan
5. Gunakan sarung tangan
6. Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasien sesuai letak stoma
7. Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh pasien
8. Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, dll)
9. Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan pinset dan tangan kiri
menekan kulit pasien
10. Meletakan colostomy bag kotor dalam bengkok
11. Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma
12. Membersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengan kapas sublimat / kapas
hangat (air hangat)/ NaCl
13. Mengeringkan kulit sekitar colostomy dengan sangat hati-hati menggunakan kassa steril
14. Memberikan zink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit sekitar stoma
15. Menyesuaikan lubang colostomy dengan stoma colostomy
16. Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi vertical/horizontal/miring sesuai kebutuhan
pasien
17. Memasukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi
18. Merekatkan/memasang kolostomy bag dengan tepat tanpa udara didalamnya
19. Merapikan klien dan lingkungannya
20. Membereskan alat-alat dan membuang kotoran
21. Melepas sarung tangan
22. Mencuci tangan
23. Dokumentasi
B. Jenis Kolostomi
PemasanaganKolostomi ada 2 :
Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak
memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan, atau
pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak memungkinkan feses melalui anus.
Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barrel ( dengan satu ujung lubang)
Kolostomi temporer/ sementara
Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk mengalirkan feses
sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen ditutup
kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang yang dikeluarkan melalui
abdomen yang disebut kolostomi double barrel.
Jenis-jenis Kolostomi
1. Kolostomi Ascendens
Kolostomi asenden terletak di perut sebelah kanan. Yang dikeluarkan pada kolostomi jenis ini
sangat cair. Sebuah kantong yang dapat mengalirkan cairan dipakai untuk kolostomi jenis ini.
2. Kolostomi Transversum
Kolostomi transversum dilakukan diperut bagian atas, baik yang berada di tengah maupun
yang terletak kesisi kanan tubuh. Kolostomi ini ada 2 :
a. Loop kolostomi
seluruh usus dibawa ke permukaan kulit dan dibuka untuk membuat bagian distal, atau
ujung kolon yang tidak difungsikan lagi.
b. Double-barrel kolostomi
Mirip dengan loop kolostomi, kecuali usus besar dibagi menjadi dua stoma proksimal dan
sebuah stoma distal. Fungsi stoma distal sebagai fistula lendir. dan stoma proksimal
berfungsuimengeluarkan kotoran.
C. Indikasi
Indikasi colostomy yang permanen yaitu pada penyakit usus yang ganas seperti carsinoma pada
usus dan ondisi infeksi tertentu pada colon:
Trauma kolon dan sigmoid
Diversi pada anus malformasi
Diversi pada penyakit Hirschsprung
Diversi untuk kelainan lain pada rekto sigmoid anal kanal
D. Komplikasi
1. Kejang berat berlangsung lebih dari dua atau tiga jam.
2. Bau yang tidak biasa yang berlangsung lebih dari seminggu.
3. Perubahan ukuran dan bentuk dari stoma yang tidak biasa
4. Obstruksi pada stoma dan / atau prolaps dari stoma tersebut.
5. Perdarahan yang berlebihan dari pembukaan stoma, atau jumlah sedang dalam kantong
6. Cedera yang parah dari stoma.
7. Perdarahan terus-menerus di peralihan antara stoma dan kulit.
8. Iritasi kulit kronis.
9. Stenosis dari stoma (penyempitan).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos abdomen 3 posisi
2. Colon inloop
3. Colonoscopy
4. USG abdomen
F. DP
Berbagai hal yang harus diajarkan pada pasien/ keluarga adalah:
1. Teknik penggantian/ pemasangan kantong kolostomi yang baik dan benar.
2. Teknik perawatan stoma dan kulit sekitar stoma.
3. Waktu penggantian kantong kolostomi.
4. Teknik irigasi kolostomi dan manfaatnya bagi pasien.
5. Jadwal makan atau pola makan yang harus dilakukan untuk menyesuaikan.
6. Pengeluaran feses agar tidak mengganggu aktifitas pasien.
7. Berbagai jenis makanan bergizi yang harus dikonsumsi.
8. Berbagai aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pasien.
9. Berbagi hal/ keluhan yang harus dilaporkan segera pada dokter ( jika pasien sudah dirawat
dirumah).
10. Berobat/ control ke dokter secara teratur.
11. Makanan yang tinggi serat.
A. Indikasi
Pada klien dengan DHF (Dengue Hemoragic Fever)
C. Pemeriksaan Hematologi
1. Hemoglobin
2. leukosit
3. Hematokrit
4. Trombosit
5. Limfosit Plasma Biru (LPB) pada hapusan darah.
6. Faal Hemostasis
MATERI WSD
A. Indikasi
1. Pneumothoraks
Spontan > 20% oleh karena rupture bleb
Luka tusuk tembus
Klem dada yang terlalu lama
Kerusakan selang dada pada sistem drainase
2. Hemothoraks
Robekan pleura
Kelebihan antikoagulan
Pasca bedah thoraks
Hemopneumothorak
3. Thorakotomy :
Lobektomy
Pneumoktomy
4. Efusi pleura : Post operasi jantung
5. Emfiema :
Penyakit paru serius
Kondisi inflamasi
6. Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
7. Flail Chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
B. Kontraindikasi
1. Infeksi pada tempat pemasangan
2. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol
A. Indikasi
1. Mencegah penumpukan secret yaitu pada
Pasien yang memakai ventilasi
Pasien yang melakukan tirah baring yang lama
Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik, bronkiektasis
A. Indikasi
Latihan Nafas Dalam dilakukan pada :
1. Pasien dengan gangguan paru obstruktif maupun restriktif
2. Pasien pada tahap penyembuhan dari pembedahan thorax
3. Untuk metode relaxasi
4. Asma
5. Pasien bedrest atau post operasi
B. Kontra indikasi
1. Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara bebas dalam ruang antar pleura
dan merupakan suatu keadaan gawat darurat.
2. Hemoptisis adalah meludahkan darah yang berasal dari paru-paru atau saluran bronkial
sebagai akibat dari perdarahan paru atau bronkus.
3. Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard akut dan
aritmia.
4. Edema paru
5. Edema paru adalah keadaan terdapatnya cairan ekstravaskuler yang berlebihan dalam paru.
6. Efusi pleura yang luas
7. Efusi Pleura yang juga dikenal dengan cairan di dada adalah suatu kondisi medis yang
ditandai dengan peningkatan cairan yang berlebihan diantara kedua lapisan pleura.
MATERI PROSES PERSALINAN
A. Tanda-Tanda Persalinan
1. Rasa sakit Pada Panggul
Biasanya kalau sudah mendekati proses melahirkan bunda akan mengalami rasa nyeri pada
panggul dan tulang belakang.Hal ini disebabkan karena pergeseran dan pergerakan janin
yang mulai menekan bagian tulang belakang anda.
2. Rasa nyeri diselakangan
Posisi kepala janin sudah dalam kondisi turun kebawah didaerah rangka tulang pelvis yang
akan menyebabkan bunda mengalami rasa nyeri pada selakangan.Selain itu janin juga akan
menekan kandunga kemih yang bisa menyebabkan bunda sering mengalami buang air kecil.
3. Pecahnya Air Ketuban
Pecahnya air ketuban disebabkan oleh adanya desakan kontraksi dan tekanan kepala bayi
anda pada mulut serviks.Saat air ketuban sudah mulai bocor anda akan merasakan semburan
air atau hanya berupa rembesan saja.Sebenarnya pada saat air ketuban anda tidak akan terasa
karena membran tidak mempunyai syaraf.Fungsinya adalah menampung dua liter air
amniotik steril yang saat keluar sekaligus juga membersihkan jalur persalinan.
4. Lendir Kental Bercampur Darah
Pada saat persalinan akan dimulai dan cervix mulai membuka.Pada saat bersamaan
membran yang mengelilingi bayi anda dan cairan amniotik agak memisah dari dinding
rahim.Darah dan mucus yang keluar seperti cairan lengket yang berwarna merah muda ini
menjadi salah satu tanda akan menjalani proses persalinan.
5. Perubahan Bentuk Tubuh (Fisik)
Biasanya hormon kehamilan akan membuat banyak perubahan pada tubuh anda.Salah
satunya kondisi tulang kema-luan yang sedkit melebar yang membuat dasar panggul
semakin lunak agar mempermudah jalannya kelahiran bayi.Bentuk pay-dara tampak
membesar karena produksi ASI .
6. Kontraksi
Dinding rahim bunda akan semakin terasa mengeras sebelum melakukan proses
persalinan.Kadang kontraksi ini tidak terasa menyakitkan dan kenyakan wanita hamil tidak
menyadarinya.Jadi sangat dianjurkan anda harus bisa mengenali apa yang sedang anda
rasakan.Anda juga bisa meminta bantuan kepada Dokter
7. Gerakan Bayi Sedikit Melambat
Anda akan merasakan gerakan bayi anda mulai melambat tidak seperti biasanya.Hal tersebut
dikarenakan bayi yang ada didalam kandungan sedang mengatur posisi kelahirannya.
8. Kondisi Psikologis
Biasanya seorang ibu hamil yang sudah mendekati proses persalinan kondisi psikologisnya
kadang berubah menjadi sering emosian dan keinginan untuk menyendiri.Kondisi seperti ini
wajar-wajar saja.
9. Tahap Demi Tahap (Pembukaan)
Pada saat kepala bayi sudah berada pada bagian pintu rahim,proses pembukaan sudah mulai
tahap demi tahap.Secara umum pembukaan ini naik satu persatu kia-kira setiap 2 jam sekali
yang semakin dekat dengan persalinan anda.
10. Menggigil
Walaupun anda tidak mengalami masalah demam anda akan mengalami rasa mengigil
seperti kedinginan diawal masa persalinan.Anda tidak perlu cemas karena termasuk kondisi
yang normal dan wajar.
11. .Nafsu Makan Bertambah
Biasanya ibu hamil sangat menginginkan makanan tertentu yang dinamakan nyidam.Tetapi
berbeda apabila bunda mengalami nafsu makan yang meningkat drastis hal ini bisa menjadi
pertanda prose persalinan sudah dekat.
12. Beban Perut Akan Terasa Ringan Berbeda Dengan Sebelumnya
Kalau anda sudah mendekati masa persalinan biasanya anda mengalami beban perut yang
terasa ringan.Hal ini disebabkan oleh posisi bayi akan menurun dan mendiami daerah
panggul.Ini juga akan sangat membantu bunda bisa bernafas dengan lega dibandingkan
dengn sebelumnya.
13. Menderita Kram Perut
Rasa nyeri disekitar perut atau kram memang sangat membuat ibu hamil tidak nyaman
karena rasnya seperti sedang datang bulan.Anda bisa membuat rasa ini sedikit berkurang
dengan cara mandi air hangat yang membuat keadaan ibu hamil terasa nyaman.Bila derita
ini dialami bunda berati masa persalinan sudah dekat.
B. Tahapan Persalinan
1. Kala I
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai
pembukaan lengkap. Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan
multigravida 8 jam.
Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h.38), Kala satu persalian terdiri dari dua fase
yaitu fase laten dan fase aktif.
a) Fase laten
Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
serviks secara bertahap.
Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
Pada umumnya, berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
b) Fase aktif
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi
diangap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan
berlangsung selama 40 detik atau lebih).
Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap 10 cm, akan terjadi
dengan kecepatan rata rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari
1 sampai 2 cm (multipara).
Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
Menurut Manuaba (2010; h. 184), Hal yang perlu dilakukan dalam kala I adalah:
Memperhatikan kesabaran parturien.
Melakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi temperatur perna-fasan berkala sekitar 2
sampai 3 jam.
Pemeriksaan denyut jantung janin setiap jam sampai 1 jam.
Memperhatikan keadaan kandung kemih agar selalu kosong.
Memperhatikan keadaan patologis (meningkatnya lingkaran Bandle, ketuban pecah
sebelum waktu atau disertai bagian janin yang menumbung, perubahan denyut jantung
janin, pengeluaran mekoneum pada letak kepala, keadaan his yang bersifat patologis,
perubahan posisi atau penurunan bagian terendah janin).
Parturien tidak diperkenankan mengejan.
2. Kala II
Persalinan kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua disebut juga kala pengeluaran bayi.
Proses ini biasanya berlangsung selama 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h. 77), tanda dan gejala kala dua persalinan adalah:
Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vaginanya.
Perineum menonjol.
Vulva vagina dan sfingter ani membuka.
Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.
Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam yang hasilnya adalah
pembukaan serviks telah lengkap atau terlihatnya bagian kepala bayi melalui introinvus
vagina.
3. Kala III
Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung
tidak lebih dari 30 menit.
4. Kala IV
Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.
Menurut Manuaba (2010; h. 174, 192), Kala IV dimaksud-kan untuk melakukan observasi
karena perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang
harus dilakukan adalah:
Kesadaran penderita, mencerminkan kebahagiaan karena tugasnya untuk melahirkan bayi
telah selesai.
Pemeriksaan yang dilakukan: tekanan darah, nadi, pernafa-san, dan suhu; kontraksi
rahim yang keras; perdarahan yang mungkin terjadi dari plasenta rest, luka episiotomi,
perlukaan pada serviks; kandung kemih dikosongkan, karena dapat mengganggu
kontraksi rahim.
Bayi yang telah dibersihkan diletakan di samping ibunya agar dapat memulai pemberian
ASI.
Observasi dilakukan selama 2 jam dengan interval pemerik-saan setiap 2 jam.
Bila keadaan baik, parturien dipindahkan ke ruangan inap bersama sama dengan bayinya.
C. Tafsiran Persalinan
HPHT Januari Maret
Rumusnya: (Tanggal + 7 hari), (bulan + 9), (tahun + 0).
E. Masa Subur
Siklus Pendek 18
Siklus Panjang - 11
MATERI NEBULIZER
A. Indikasi
Untuk penderita asma
Sesak napas kronik
Batuk, pilek
Gangguan saluran pernapasan.
B. Kontraindikasi
Pada penderita trakeotomi
Pada fraktur didaerah hidung
E. Cara Pemberian
1. Siapkan obat sesuai dengan dosis dalam order
2. Masukkan obat ke Nebulizer
3. Hubungkan sungkup dengan Nebulizer
4. Pastikan Nebulizer sudah teraliri listrik lalu nyalakan mesin
5. Pastikan obat dihirup secara maksimal oleh pasien
6. Tunggu hingga obat habis yang ditandai dengan tidak adanya asap yang keluar lagi
7. Matikan mesin Nebulizer
8. Lepaskan sungkup pada pasien
9. Rapikan alat
MATERI SUCTION
A. Indikasi
1. Pasien yang pita suaranya tidak dapat tertutup.
2. Pasien yang koma.
3. Pasien yang tidak bias batuk karena kelumpuhan dari otot pernafasan.
4. Bayi atau anak dibawah umur 2 tahun.
5. Pasien yang secretnya sangat banyak dan kental, dimana dia sendiri sulit untuk
mengeluarkannya.
B. Kontra Indikasi
1. Pasien dengan stridor.
2. Pasien dengan kekurangan cairan cerebro spinal.
3. Pulmonary oedem.
4. Post pneumonectomy, ophagotomy yang baru.
C. Prosedur
1. Lakukan pemeriksaan auskultasi paru-paru.
2. Informasikan pada klien mengenai prosedur yan akan dilakukan.
3. Atur kekuatan alat pengisap (suction).
4. Cuci tangan.
5. Lakukan pemeriksaan fungsi vital.
6. Berikan oksigen awal (praoksigenasi 100%).
7. Pakai sarung tangan atau gunakan pinset.
8. Siapkan kateter suction steril.
9. Siapkan kasa alkohol sebanyak 2-3 lembar.
10. Hubungkan kateter dengan selang suctin yang telah diprogram.
11. Buka konektor tube atau trakeostomi dan lakukan desinfeksi dengan alkohol.
12. Masukkan kateter ke dalam trakea dalam keadaan tidak mengisap.
13. Dorong kateter sampai karina, lalu tarik kurang lebih 1 cm, kemudian tarik kembali kateter
secara perlahan dengan gerakan memutar dan dalam posisi mengisap.
14. Lakukan pengisapan selama 10 detik, tidak boleh lebih.
15. Bersihkan kateter dengan kasa alkohol lalu bilas dengan NaCl 0,9 % atau aqua steril.
16. Lakukan pengisapan secara berulang-ulang sampai suara napas bersih.
17. Bersihkan alat-alat.
MATERI BOR & LOS
1. BOR
Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus :
2. LOS
Nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus :
3. Tenaga Perawat
Jumlah Klasifikasi KLien
Pasien Minimal Parsial Total
Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam
1 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20
2 0,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40
3 0,51 0,42 0,21 0,81 0,45 0,30 1,08 0,90 0,60
dst
Contoh kasus
Ruang rawat dengan 17 orang klien, dimana 3 orang dengan ketergantungan minimal, 8 orang
dengan ketergantungan partial dan 6 orang dengan ketergantungan total.
Maka jumlah perawat yang dibutuhkan :
Minimal Parsial Total Jumlah
Pagi 0,17 x 3 = 0,51 0.27 x 8 = 2.16 0.36 x 6 = 2.16 4.83 (5) orang
Sore 0.14 x 3 = 0.42 0.15 x 8 = 1.2 0.3 x 6 = 1.8 3.42 (4) orang
Malam 0.07 x 3 = 0.21 0.10 x 8 = 0.8 0.2 x 6 = 1.2 2.21 (2) orang
Jumlah secara keseluruhan perawat perhari 11 Orang
A. MODEL KEPIMIMPINAN
1. Gaya Kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan
kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi secara otoriter, melakukan sendiri semua
perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan dan memotivasi bawahan dengan cara
paksaan, sanjungan, kesalahan dan penghargaan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Wewenang mutlak terpusat pada pimpinan,
Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan,
Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan,
Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan,
Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahannya
dilakukan secara ketat,
Prakarsa harus selalu dating dari pimpinan,
Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat,
Tugas- tugas bagi bawahan diberikan secara instruktif,
Lebih banyak kritik daripada pujian,
Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat,
Pimpinan menuntut kesetiaan mutlak tanpa syarat,
Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman,
Kasar dalam bertindak,
Kaku dalam bersikap,
Tanggung jawab keberhasilan organisasu hanya dipikul oleh pimpinan.
Keuntungan : berupa keputusan serta tindakan yang lebih objektif, tumbuhnya rasa ikut
memiliki, serta terbinannya moral yang tinggi.
Kelemahan : keputusan serta tindakan kadang kadang lamban, rasa tanggung jawab
kurang, keputusan yang dibuat bukan merupakan keputusan yang
terbaik.
3. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan . Nilai ini direfleksikan dalam
praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
5. Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi
layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk
meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan
kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
6. Fidelity (loyalty/ketaatan)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan
rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan
komitmen yang dibuatnya.
Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
7. Confidentiality (kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus
dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh
dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi
tersebut kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang klien
diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang klien dengan
tenaga kesehatan lain harus dicegah.
8. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti
pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain. Akuntabilitas
merupakan standar pasti yang mana tindakan seorang professional dapat dinilai dalam
situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
C. PERAN PERAWAT :
1. Pemberi asuhan keperawatan
Memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui
pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan, dari yang
sederhana sampai dengan kompleks.
3. Pendidik / Edukator
Membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit
bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah
dilakukan pendidikan kesehatan.
4. Koordinator
Mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim
kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan klien.
5. Kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari
dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan
yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan
selanjutnya.
6. Konsultan
Tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk
diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan
pelayanan keperawatan yang diberikan.
7. Peneliti
Mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
2. Komunikasi Ke Atas
Komunikasi ke atas (upward communication) adalah penyampaian informasi dari
bawahan ke atasan. Biasanya hal ini terjadi saat karyawan kita ingin menyampaian usulan,
ide, keluhan, pengaduan, laporan. Apa yang disampaikan oleh anak buah kita ini bisa jadi
sebuah informasi yang penting guna pengambilan kita sebagai atasan. Namun kita tetap
perlu mencermati dan memvalidasinya kembali, tentunya pencatatan data bisa menjadi
bahan pembandingnya. Arah komunikasi demikian harus tetap hidup guna perputaran
informasi khususnya bagi Anda para atasan yang tidak terjun langsung ke ranah operasional.
3. Komunikasi Horisontal
Komunikasi horisontal (horizontal communication) adalah komunikasi yang
melibatkan antar individu atau kelompok pada level yang sama. Contoh arah komunikasi ini
adalah diskusi antar staff akuntan, diskusi antar manajer, diskusi direktur dengan kolega.
Konteks dari komunikasi ini bersifat koordinasi sehingga satu dengan yang lain saling
memberikan informasi.
4. Komunikasi Diagonal
Komunikasi diagonal (diagonal communication) adalah komunikasi yang dilakukan
antar individu atau kelompok pada bagian berbeda dan tingkatan yang berbeda pula.
Komunikasi diagonal banyak terjadi pada organisasi berskala besar dimana ketergantungan
antar departemen yang berbeda sangat besar. Kelebihan dari komunikasi ini dapat
mempercepat penyebaran informasi. Namun ada kelemahan dari komunikasi ini karena
penyebaran informasi tidak sesuai dengan jalur rutin dan struktur organisasi yang sudah ada.
5. Komunikasi vertikal
Bentuk komunikasi ini merupakan bentuk komunikasi yang terjadi dari atas ke bawah
dan sebaliknya. Artinya komunikasi yang disampaikan pimpinan kepada bawahan, dan dari
bawahan kepada pimpinan secara imbale balik.
2. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah,
khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya
kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat
yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan
menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi
dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin
mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa
jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
Adapun tujuan dari perawatan tim adalah : memberikan asuhan yang lebih baik
dengan menggunakan tenaga yang tersedia.
2. Metode Fungsional
Yaitu pengorganisasian tugas pelayanan keperawatan yang didasarkan kepada
pembagian tugas menurut jenis pekerjaan yang dilakukan.
Metode ini dibagi menjadi beberapa bagian dan tenaga ditugaskan pada bagian
tersebut secara umum, sbb :
Kepala Ruangan, tugasnya : Merencanakan pekeriaan, menentukan kebutuhan
perawatan pasein, membuat penugasan, melakulan supervisi, menerima instruksi
dokter.
Perawat staf : Melakukan askep langsung pada pasien. Membantu supervisi askep
yang diberikan oleh pembantu tenaga keperawatan
Perawat Pelaksana : Melaksanakan askep langsung pada pasien dengan askep sedang,
pasein dalam masa pemulihan kesehatan dan pasein dengan penyakit kronik dan
membantu tindakan sederhana (ADL).
Pembantu Perawat : Membantu pasien dengan melaksanakan perawatan mandiri
untuk mandi, menbenahi tempat tidur, dan membagikan alat tenun bersih.
Tenaga Admionistrasi ruangan : Menjawab telpon, menyampaikan pesan, memberi
informasi, mengerjakan pekerjaan administrasi ruangan, mencatat pasien masuk dan
pulang, membuat duplikat rostertena ruangan, membuat permintaan lab untuk obat-
obatan/persediaan yang diperlukan atas instruksi kepala ruangan.
Seorang perawat dapat melakukan dua jenis tugas atau lebih untuk semua klien yang ada di
unit tersebut. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas tersebut dan
menerima laporan tentang semua klien serta menjawab semua pertanyaan tentang klien
A. Imunisasi Dasar
Umur bayi 0 - 7 hari: Hepatitis B (HB) O
Hepatitis B
Idealnya dosis pertama imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir (jika
memungkinkan < 12 jam), kemudian dilanjutkan dengan interval 4 minggu dari dosis pertama
dan interval imunisasi kedua dan ketiga yang dianjurkan adalah minimal 2 bulan dan terbaik
setelah 5 bulan.
Bila imunisasi polio terlambat diberikan, Anda tidak perlu mengulang pemberiannya dari
awal lagi. Cukup melanjutkan dan melengkapinya sesuai jadwal tidak peduli berapa pun interval
keterlambatan dari pemberian sebelumnya.
Kesimpulan:
Jika terlambat mendapat imunisasi, imunisasi berikut tetap harus diberikan dari awal:
hepatitis.
Sedangkan imunisasi berikut tidak perlu mengulang dari awal, cukup melanjutkan: polio, DPT.
B. Imunisasi Tambahan
1. Hib
Manfaat : Melindungi tubuh dari virus Haemophilus influenza type B, yang bisa
menyebabkan meningitis, pneumonia, dan epiglotitis (infeksi pada
katup pita suara dan tabung suara).
W. Pemberian : Umur 2, 4, 6, dan 15 bulan.
Catatan khusus : Bisa diberikan secara terpisah atau kombinasi.
2. Pneumokokus (PCV)
Manfaat : Melindungi tubuh dari bakteri pnemukokus yang bisa menyebabkan
meningitis, pneumonia, dan infeksi telinga.
W. Pemberian : Umur 2, 4, 6 bulan, serta antara 12 - 15 bulan.
Catatan khusus : Kalau mama belum memberikannya hingga usia anak di atas 1 tahun,
PCV hanya diberikan dua kali dengan interval 2 bulan. Jika usia anak
sudah 2 - 5 tahun, PCV hanya diberikan 1 kali.
3. Influenza
Manfaat : Melindungi tubuh dari beberapa jenis virus influenza.
W. Pemberian : Setahun sekali sejak usia 6 bulan. Bisa terus diberikan hingga dewasa.
Catatan khusus : Untuk usia di atas 2 tahun, vaksin bisa diberikan dalam bentuk
semprotan pada saluran pernapasan.
5. Tifoid
Manfaat : Melindungi tubuh dari bakteri Salmonella typhi yang menyebabkan
demam tifoid (tifus).
W. Pemberian : Pada umur di atas 2 tahun, dan diulang setiap 3 tahun.
Catatan khusus : Terdapat dua jenis, yaitu oral dan suntik. Tifoid oral diberikan pada
anak di atas 6 tahun.
6. Hepatitis A
Manfaat : Melindungi tubuh dari virus Hepatitis A, yang menyebabkan penyakit
hati.
W. Pemberian : Pada umur di atas 2 tahun, dua kali dengan interval 6 - 12 bulan.
7. Varisela
Manfaat : Melindungi tubuh dari cacar air
W. Pemberian : Pada umur di atas 5 tahun.
A. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapis
terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan meningkatkan hubungan
antar anggota (Depkes RI, 1997).
Terapi aktivitas kelompok adalah aktivitas membantu anggotanya untuk identitas
hubungan yang kurang efektif dan mengubah tingkah laku yang maladaptive (Stuart & Sundeen,
1998).
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat
kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas
digunakan sebagi terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan (Kelliat, 2005)
A. Fungsi bermain
Menurut Suherman (2000), fungsi bermain diantaranya yaitu:
1. Perkembangan sensoris-motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen
terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi
otot.
2. Perkembangan intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu
yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenai warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan
membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan
masalah.
3. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima.
Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan social
damn belajar memecahkan masalah dari hubunga tersebut.
4. Perkembangan kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya ke
dalam bentuk objek dan atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak
akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar
dan memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin
berkembang.
5. Perkembangan kesadaran diri
Melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya dalam mengatur
tingkah laku.
6. Perkembangan moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua
dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapat kesempatan untuk
menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.
7. Bermain sebagai terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang
sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut
merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa
stressor yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak
akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan
permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan
relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan.
B. Katagori bermain
1. Bermain aktif
Pada permainan ini anak berperan secara aktif, kesenangan diperoleh dari apa yang
diperbuat oleh mereka sendiri. Bermain aktif meliputi :
Bermain mengamati/menyelidiki (Exploratory Play)
Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan
tersebut, memperhatikan, mengocok-ocok apakah ada bunyi, mencium, meraba, menekan
dan kadang-kadang berusaha membongkar.
Bermain konstruksi (Construction Play)
Pada anak umur 3 tahun dapat menyusun balok-balok menjadi rumah-rumahan.
Bermain drama (Dramatic Play)
Misal bermain sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan teman-temannya.
Bermain fisik
Misalnya bermain bola, bermain tali dan lain-lain.
2. Bermain pasif
Pada permainan ini anak bermain pasif antara lain dengan melihat dan mendengar.
Permainan ini cocok apabila anak sudah lelah bernmain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk
mengatasi kebosanan dan keletihannya.
Contoh ; Melihat gambar di buku/majalah.,mendengar cerita atau musik,menonton
televisi dsb.
Usia 13 24 bulan
Tujuannya adalah :
1. Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara.
2. Memperkenalkan sumber suara.
3. Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.
4. Melatih imajinasinya.
5. Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya dalam bentuk kegiatan yang menarik
Usia 25 36 bulan
Tujuannya adalah ;
1. Menyalurkan emosi atau perasaan anak.
2. Mengembangkan keterampilan berbahasa.
3. Melatih motorik halus dan kasar.
4. Mengembangkan kecerdasan (memasangkan, menghitung, mengenal dan membedakan
warna).
5. Melatih kerjasama mata dan tangan.
6. Melatih daya imajinansi.
7. Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda.
Usia Prasekolah
Alat permainan yang dianjurkan :
1. Alat olah raga.
2. Alat masak
3. Alat menghitung
4. Sepeda roda tiga
5. Benda berbagai macam ukuran.
6. Boneka tangan.
7. Mobil.
8. Kapal terbang.
9. Kapal laut dsb
Usia sekolah
Jenis permainan yang dianjurkan :
1. Pada anak laki-laki : mekanik.
2. Pada anak perempuan : dengan peran ibu.
Usia Praremaja (yang akan dilakukan oleh kelompok)
Karakterisrik permainnya adalah permainan intelaktual, membaca, seni, mengarang,
hobi, video games, permainan pemecahan masalah.
Usia remaja
Jenis permainan : permainan keahlian, video, komputer, dll.
MATERI KOMUNITAS
Individu
Keluarga
Kelompok khusus
Tingkat Komunitas
C. Metode Penapisan
Kriteria penapisan :
1. Sesuai dengan peran perawat
2. Jumlah yang beresiko
3. Resiko Parah
4. Kemungkinan untuk dilakukan pendidikan kesehatan
5. Minat masyarakat untuk menyelesaikan masalah kesehatan
6. Kemungkinan masalah untuk diatasi
7. Sesuai dengan program kesehatan
8. Sumber daya : tempat
9. Sumber daya : waktu
10. Ketersediaan dana untuk menyelesaikan masalah kesehatan
11. Adanya fasilitas kesehatan
12. Adanya SDM untuk mengatasi masalah kesehatan
D. Penentuan Prioritas
4 Menonjolnya masalah
Skala :
Masalah berat, harus ditangani 2
Ada masalah tapi tidak perlu ditangani 1 1
Masalah tidak dirasakan 0
MATERI KELUARGA
A. Fungsi Keluarga
Terdapat 5 fungsi keluarga dalam tatanan masyarakat, yaitu :
1. Fungsi Biologis
Untuk meneruskan keturunan
Memelihara dan membesarkan anak
Memberikan makanan bagi keluarga dan memenuhi kebutuhan gizi
Merawat dan melindungi kesehatan para anggotanya
Memberi kesempatan untuk berekreasi
2. Fungsi Psikologis
Identitas keluarga serta rasa aman dan kasih sayang
Pendewasaan kepribadian bagi para anggotanya
Perlindungan secara psikologis
Mengadakan hubungan keluarga dengan keluarga lain atau masyarakat
4. Fungsi Sosial
Mencari sumber-sumber untuk memenuhi fungsi lainnya
Pembagian sumber-sumber tersebut untuk pengeluaran atau tabungan
Pengaturan ekonomi atau keuangan
5. Fungsi Pendidikan
Penanaman keterampilan, tingkah laku dan pengetahuan dalam hubungan dengan fungsi-
fungsi lain.
Persiapan untuk kehidupan dewasa.
Memenuhi peranan sehingga anggota keluarga yang dewasa
B. Jenis Keluarga
Tradisional :
1. The Nuclear Family (keluarga inti) Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.
2. The Dyad Family Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup
bersama dalam satu rumah
3. Keluarga usila Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak sudah
memisahkan diri
4. The Childless Family Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk
mendapatkan anak terlambat waktunya, yang disebabkan karena mengejar karir/pendidikan
yang terjadi pada wanita
5. The Extended Family (keluarga luas/besar) Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang
hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear family disertai : paman, tante, orang tua
(kakak-nenek), keponakan, dll)
6. The Single-Parent Family (keluarga duda/janda) Keluarga yang terdiri dari satu orang tua
(ayah dan ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan
ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan)
7. Commuter Family Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota
tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja diluar kota bisa berkumpul pada
anggota keluarga pada saat akhir pekan (week-end)
8. Multigenerational Family Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang
tinggal bersama dalam satu rumah
9. Kin-Network Family Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling
berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama. Misalnya :
dapur, kamar mandi, televisi, telpon, dll)
10. Blended Family Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali dan
membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya
11. The Single Adult Living Alone / Single-Adult Family Keluarga yang terdiri dari orang
dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (separasi), seperti : perceraian
atau ditinggal mati
Non-Tradisional :
1. The Unmarried Teenage Mother Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan
anak dari hubungan tanpa nikah
2. The Stepparent Family Keluarga dengan orangtua tiri
3. Commune Family Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan
saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama,
pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok / membesarkan
anak bersama
4. The Nonmarital Heterosexual cohabiting family Keluarga yang hidup bersama berganti-
ganti pasangan tanpa melalui pernikahan
5. Gay And Lesbian Families Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama
sebagaimana pasangan suami-istri (marital partners)
6. Cohabitating Couple Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena
beberapa alasan tertentu
7. Group-Marriage Family Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga
bersama, yang merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu,
termasuk sexual dan membesarkan anaknya
8. Group Network Family Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup
berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama,
pelayanan dan bertanggung jawab membesarkan anaknya
9. Foster Family Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara dalam
waktu sementara, pada saat orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya
10. Homeless Family Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau
problem kesehatan mental
11. Gang Sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda yang mencari ikatan
emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian, tetapi berkembang dalam kekerasan
dan kriminal dalam kehidupannya.
Berdasarkan Pemukiman
1. Patrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat dengan keluarga sedarah
suami.
2. Matrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat dengan keluarga satu
istri
3. Neolokal adalah pasangan suami istri, tinggal jauh dari keluarga suami maupun istri.
Berdasarkan Kekuasaan
1. Patriakal adalah keluarga yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah
dipihak ayah.
2. Matrikal adalah keluarga yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah
pihak ibu.
3. Equalitarium adalah keluarga yang memegang kekuasaan adalah ayah dan ibu.
MATERI KOMUNITAS
B. Pencegahan Sekunder
Meliputi berbagai tindakan yang dimulai setelah ada gejala dari stressor dengan
mengobati sampai mengurangi. Pencegahan sekunder mengutamakan pada penguatan internal
lines of resistance, mengurangi reaksi dan meningkatkan faktor-faktor resisten sehingga
melindungi struktur dasar melalui tindakan-tindakan yang tepat sesuai gejala. Tujuannya adalah
untuk memperoleh kestabilan sistem secara optimal dan memelihara energi. Jika pencegahan
sekunder tidak berhasil dan rekonstitusi tidak terjadi maka struktur dasar tidak dapat mendukung
sistem dan intervensi-intervensinya sehingga bisa menyebabkan kematian.
C. Pencegahan Tersier
Dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategi-strategi pencegahan sekunder.
Pencegahan tersier difokuskan pada mengurangi serta perbaikan kembali ke arah stabilitas sistem
klien secara optimal. Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat resistansi terhadap stressor
untuk mencegah reaksi timbul kembali atau regresi, sehingga dapat mempertahankan energi.
Pencegahan tersier cenderung untuk kembali pada pencegahan primer.
Rehabilitation
1. Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan mengikutsertakan masyarakat.
2. Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberikan
dukungan moral setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan.
3. Mengusahakan perkampungan rahabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang telah
cacat mampu mengembangkan diri.
4. Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan seseorang setelah ia
sembuh dari suatu penyakit.
MATERI GERONTIK
Skore Kriteria
Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK),
A
berpindah, ke kamar kecil mandi dan berpakaian.
Keterangan:
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain.
Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi,
meskipun sebenarnya mampu.
1. Mandi
Mandiri : bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti punggung atau ekstermitas
yang tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya.
Bergantung : bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan masuk dan keluar dari
bak mandsi, serta tidak mandi sendiri.
2. Berpakaian
Mandiri : mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan pakaian,
mengancingi atau mengikat pakaian.
Tergantung : tidak dapat memakai baju sendiri atau baju hanya sebagian.
3. Ke Kamar Kecil
Mandiri : masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan genitalia
sendiri.
Tergantung : menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan menggunakan pispot.
4. Berpindah
Mandiri : berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi sendiri.
Tergantung : bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi, tidak melakukan
satu, atau lebih berpindah.
5. Kontinen
Mandiri : BAK dan BAB seluruh dikontrol sendiri.
Tergantung : Inkontinensia parsial atau lokal; penggunaan kateter, pispot, enema, dan
pembalut (pampres).
6. Makan
Mandiri : mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.
Bergantung : bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan menyuapinya, tidak
makan sama sekali, dan makan parenteral (NGT).
Interpretasi
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
MATERI GAWAT DARURAT
DRCAB
D = DANGER
Memastikan bahwa penolong sudah mengetahui bahaya yang menyebabkan korban terkena bahaya
dan memastikan bahwa penolong sudah aman melakukan pertolongan pada korban.
R = RESPONSE.
Kata RESPONSE merupakan langkah yang harus dilakukan setelah penolong mengetahui bahaya
yang ada dan telah menyingkirkan bahaya itu, sehingga penolong bisa memulai pertolongannya. Yang
dilakukan penolong adalah melakukan pengecekan, apakah korban bisa memberi response terhadap
apa yang dilakukan oleh penolong.
C = CIRCULATION
Melakukan pemijatan jantung dengan frekuensi 30x pijatan diselingi 2x bantuan pernafasan. Lakukan
prosedur pemijatan jantung ini selama 5x siklus pemijatan dan kemudian diperiksa lagi apakah sudah
ada detak jantung atau denyut nadinya. Proses ini berulang terus dan akan berhenti bila korban sudah
bereaksi, misalnya batuk dan terbangun atau sadar dan mulai bernafas kembali.
A = AIRWAY
Membuka/mengecek jalan nafas
Snoring (lidah)
Gungling (cairan)
Obstruksi patologis (crowing)
B = BREATHING
Memberikan initiakl breathing berupa bantuan pernafasan, biasanya dilakukan untuk orang dewasa
sebanyak 12 nafas buatan per menit. Apabila tetap tidak ada respons, maka bisa dilanjutkan
dengan memberikan pijat jantung lagi sebanyak 30 x dan nafas 2 x.
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka
reaksi verbal diberi tanda X, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak dapat di
nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai X, sedangkan jika
penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai T.
3. Berdasarkan Morfologi
a. Cedera kulit kepala
Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat menjadi pintu
masuk infeksi intrakranial.
b. Fraktur Tengkorak
Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii secara anatomis ada
perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang meliputi pada basis caranii
tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih tipis
dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih melekat erat pada tulang
dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan
robekan durameter klinis ditandai dengan bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea,
brill hematom, batles sign, lesi nervus cranialis yang paling sering n i, nvii dan nviii (Kasan,
2000).
Sedangkan penanganan dari fraktur basis cranii meliputi :
1. Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk, mengejan,
makanan yang tidak menyebabkan sembelit.
2. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan tampon
steril (consul ahli tht) pada bloody otorrhea/otoliquorrhea.
3. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan
posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat
4. Berdasarkan Patofisiologi
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi gegar kepala ringan,
memar otak dan laserasi.
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi sistemik, hipoksia,
hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan, dan infeksi / komplikasi pada organ tubuh
yang lain.
CATATAN
5. Mati Klinis
Tidak ditemukan adanya pernapasan dan denyut nadi, bersifat reversibel, penderita
punya kesempatan waktu 4-6 menit untuk dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak.
6. Mati Biologis
Biasanya terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung, dimulai dengan
kematian sel otak, bersifat irreversibel. (kecuali berada di suhu yang ekstrim dingin,
pernah dilaporkan melakukan resusitasi selama 1 jam/ lebih dan berhasil).
Tingkat kesadaran :
1. Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun
terhadap lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang ditanyakan pemeriksa dengan
baik.
2. Apatis, yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya.
3. Delirium, yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan gerakan, siklus tidur bangun yang
terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi serta meronta-ronta.
4. Somnolen yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih dapat sadar bila dirangsang,
tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur kembali.
5. Sopor, yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun masih dapat dibangunkan
dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak
dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
6. Semi-coma yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap pertanyaan,
tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi
refleks kornea dan pupil masih baik.
7. coma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan respons terhadap pertanyaan,
tidak ada gerakan, dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.
Verbal (bicara) :
(5) : mengoceh
(4) : menangis lemah
(3) : menangis (karena diberi rangsangan nyeri)
(2) : merintih (karena diberi rangsangan nyeri)
(1) : tidak ada respon
Motorik (gerakan) :
(6) : spontan
(5) : menarik (karena sentuhan)
(4) : menarik (karena rangsangan nyeri)
(3) : fleksi abnormal
(2) : ekstensi abnormal
(1) : tidak ada respon
Kesimpulan :
1. Composmentis : 15-14
2. Apatis : 13-12
3. Delirium : 11-10
4. Somnolen : 9-7
5. Stupor : 6-4
6. Coma : 3
PENILAIAN APGAR
Pulse
(denyut tidak teraba <100 kali/menit >100 kali/menit
jantung)
Grimace
(respons tidak ada respons meringis/menangis lemah ketika meringis/bersin/batuk saat
refleks) terhadap stimulasi di stimulasi stimulasi saluran napas
Activity
lemah/tidak ada sedikit gerakan bergerak aktif
(tonus otot)
6/30 : Hanya bisa membaca huruf pada jarak 6m, sedangkan orang normal bisa membaca
pada jarak 30m.
3/60 : Hanya bisa melihat dan menentukan jumlah jari dengan benar pada jarak 3m
sedangkan orang normal 60m.
1/300 : Hanya bisa melihat lambaian tangan pada jarak 1m, orang normal 300m.
0 : Buta total
12 SARAF CRANIAL & FUNGSINYA
Abduksi mata
Saraf ini berasal sepanjang margin posterior pons.
VI Abdusen Motorik Saraf ini terutama motorik sifatnya. Ini innervates
rektus lateral, yang membantu untuk melarikan
mata dan terletak di fisura orbital superior.
Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah
untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan
ekspresi wajah
Saraf ini berasal dari pons.
Saraf wajah adalah baik sensorik dan motorik
secara alami. Saraf wajah merupakan salah satu
saraf yang paling penting dalam tubuh. Saraf ini
VII Fasialis Gabungan memberikan persarafan motor untuk otot-otot
ekspresi wajah, perut posterior dari otot digastric,
dan otot stapedius, menerima pengertian khusus
rasa dari anterior 2/3 lidah, dan memberikan
persarafan secretomotor ke kelenjar ludah (kecuali
parotis) dan kelenjar lakrimal. Hal ini terletak dan
berjalan melalui saluran akustik internal untuk
kanalis facialis dan keluar pada foramen
stylomastoideum.