Anda di halaman 1dari 69

MBM, S.Kep,.

Ns
MATERI NGT

A. Pengkajian
Pengkajian Harus Berfokus Pada :
1. Instruksi dokter tentang tipe slang dan penggunaan slang
2. Ukuran slang yang digunakan sebelumnya, jika ada
3. Riwayat masalah sinus atau nasal
4. Distensi abdomen, nyeri atau mual

B. Cara Penentuan Panjang NGT


1. Metode Tradisional
Ukur jarak mulai dari puncak hidung ke telinga bagian bawah, kemudian dari telinga tadi ke
prosesus xipoideus
2. Metode Hanson:
Mula-mula tandai 50 cm pada tube, kemudian lakukan pengukuran dengan metode
tradisional. Selang yang akan dimasukan pertengahan antara 50 cm dengan tanda
tradisional

C. Indikasi
1. Pasien tidak sadar (koma)
2. Pasien karena kesulitan menelan
3. Pasien yang keracunan
4. Pasien yang muntah darah
5. Pasien Pra atau Post operasi esophagus atau mulut
6. Pasien masalah saluran pencernaan atas : stenosis esofagus, tumor mulut atau faring atau
esofagus, dll
7. Pasien pasca operasi pada mulut atau faring atau esophagus
8. Bayi prematur atau bayi yang tidak dapat menghisap.

D. Kontaindikasi
1. Pasien yang memliki tumor di rongga hidung atau esophagus
2. Pasien yang mengalami cidera serebrospinal
3. Pasien dengan trauma cervical
4. Pasien dengan fraktur facialis

E. Tindakan Pemasangan NGT


Alat Dan Bahan
1. Selang NGT ukuran dewasa, anak anak 8. Stetoskop
dan juga bayi. ( Kondisi pasien) 9. Tongue spatel
2. Handscun bersih 10. Plaster
3. Handuk kecil 11. Pen light
4. Perlak 12. Gunting
5. Bengkok 13. Klem
6. Jelli atau lubricant 14. Baskom berisi air
7. spuit 50 cc 100 cc

Langkah Langkah Dalam Pemasangan NGT Diantaranya Dengan :


1. Siapkan alat dan bahan
2. Jelaskan pada pasien atau keluarganya tujuan pemasangan NGT
3. Cuci tangan
4. Bawa peralatan di sebelah kanan pasien. Secara etika perawat saat memasang NGT berada
di sebelah kanan pasien
5. Cek kondisi lubang hidung pasien, perhatikan adanya sumbatan
6. Untuk menentukan insersi NGT, instruksikan klien untuk rileks dan bernapas secara normal
dengan menutup salah satu hidung. Kemudia ulangi pada lubang hidung lainnya (bagi
pasien sadar)
7. Pakai handscun kemudian posisikan pasien dengan kepala hiper ekstensi
8. Pasang handuk didada pasien untuk menjaga kebersihan kalau pasien muntah
9. Letakkan bengkok di dekat pasien
10. Ukur selang NGT yang akan dimasukan, setelah selesai tandai selang dengan plaster untuk
batas selang yang akan dimasukkan
11. Olesi jelly pada NGT sepanjang 10-20 cm
12. Instruksikan pada pasien bahwa selang akan dimasukan dan instruksikan pada pasien untuk
mengatur posisi ekstensi
13. Masukkan selang dengan pelan-pelan, jika sudah sampai epiglottis suruh pasien untuk
menelan dan posisikan kepala pasien fleksi, setelah sampai batas plester cek apakah selang
sudah benar-benar masuk dengan pen light jika ternyata masih di mulut tarik kembali selang
dan pasang lagi
14. Jika sudah masuk cek lagi apakah selang benar-benar masuk lambung atau trakea dengan
memasukkan angin sekitar 5-10 cc dengan spuit. Kemudian dengarkan dengan stetoskop,
bila ada suara angin berarti sudah benar masuk lambung. Kemuadian aspirasi kembali udara
yang di masukkan tadi
15. Jika sudah sampai lambung akan ada cairan lambung yang teraspirasi
16. Kemudian fiksasi dengan plester pada hidung, setelah fiksasi lagi di leher. Jangan lupa
mengklem ujung selang supaya udara tidak masuk
17. Evaluasi pasien setelah terpasang NGT
18. Setelah selesai rapikan peralatan dan permisi pada pasien atau keluarga.
19. Cuci tangan
20. Dokumentasikan hasil tindakan pada catatan perawatan
21. Selang NGT maksimal dipasang 3 x 24 jam jika sudah mencapai waktu harus dilepas dan di
pasang NGT yang baru.
MATERI KATETERISASI

A. Pengkajian
1. Mengkaji instruksi / alasan akan dilakukan tindakan pemasangan kateter
2. Mengkaji status kesehatan & umur klien
3. Mengkaji tingkat pengetahuan klien
4. Mengkaji tingat mobilisasi klien
5. Mengkaji adanya distensi abdomen
6. Mengkaji waktu terakhir kali klien berkemih
7. Mengkaji adanya kondisi patologis yg akan mempengaruhi pemasangan kateter, seperti
hypertrophy prostat.

B. Indikasi
1. Retensi urin akut dan kronis.
2. Menampung urin yang keluar terus menerus pada pasien dengan kesulitan menahan kencing,
sebagai hasil dari gangguan neurologis yang menyebabkan kelumpuhan atau hilangnya
sensasi yang mempengaruhi buang air kecil.
3. Perlu untuk pengukuran akurat dari output urin pada pasien dengan sakit kritis.
4. Penggunaan perioperatif untuk beberapa prosedur bedah.
5. Pasien yang menjalani operasi urologi atau operasi lain pada struktur yang berdekatan pada
saluran genitourinaria.
6. Durasi operasi yang diduga berkepanjangan.
7. Pemantauan output urin intra-operatif.
8. Untuk membantu dalam penyembuhan luka terbuka pada sakrum atau perineum pada pasien
yang juga mengalami inkontinensia.
9. Pasien memerlukan imobilisasi berkepanjangan.
10. Untuk memungkinkan irigasi/lavage kandung kemih.
11. Memfasilitasi lancarnya buang air kecil dan menjaga intergritas kulit (ketika penanganan
konservatif lain tidak berhasil).
12. Meningkatkan kenyamanan pasien (jika diperlukan).

C. Kontraindikasi
1. Prostatitis akut
2. Kecurigaan trauma uretra

D. Tahapan Kateterisasi

Alat Nonsteril
1. Plester 8. Aquadest
2. Nampan beserta alas 9. Jelly
3. Spuit 10 cc 10. Betadine
4. Bengkok atau nierbeken 11. Kain penutup klien
5. Alat tulis 12. kapas savlon
6. Pot 13. Urine bag
7. Gunting
Alat Steril
1. Handscoen steril
2. Set kateter urine steril :
- Pinset anatomis 2 buah
- Copies 1 buah
- Lidi kapas 2 buah
- Duk bolong 1 buah.

Langkah-Langkah Pemasangan Kateter :


1. Jelaskan prosedur & tujuan dilakukannya pemasangan kateter urine
2. Mengatur posisi klien, menganjurkan klien pada posisi supin dengan lutut ditekuk, paha
fleksi, kaki diletakkan ditempat tidur & tutupi klien dengan selimut atau kain
3. Meletakkan pot di bawah bokong klien. Letakkan nierbeken diantara ke-2 kaki klien
4. Membuka set steril, atur alat steril dengan memanfaatkan pinset, Buka Penutup kateter
letakkan kateter pada alat steril
5. Menggunakan handscoen steril sebelah kanan terlebih dahulu, tangan sebelah kanan
digunakan mengambil pinset steril tangan kiri untuk membuka tempat bola kapas yg telah
diberi savlon. Letakkan bola kapas savlon pada copies. Pakai kembali sarung tangan sebelah
kiri
6. Menutup perineal dengan menggunakan duk bolong
7. Memegang glans penis dengan memakai tangan non dominan. Bersihkan glans penis sekitar
meatus urinaria dengan betadine jaga agar tangan dominan tetap steril, 1kali usapan
8. Mengolesi ujung kateter dengan jelly (minta tolong assistant)
9. Memasukkan kateter yg sudah diberi jelly kateter kurang lebih 6 10 centi meter kedalam
meatus uretra
10. Memastikan urine tetap ke luar, selanjutnya kateter urine disambungkan pada urine bag
11. Melakukan fiksasi dengan cara memberikan injeksi air aquadesh ke dalam folley kateter
untuk mengembangkan balon kateter, supaya keteter tak mudah terlepas (pemberian aquadesh
sesuai aturan)
12. Menarik dengan cara perlahan-perlahan folley keteter untuk memastikan apakah kateter telah
terfiksasi dengan aman
13. Menulis tanggal pemasangan kateter pada plester yg dapat direkatkan ke selang bag urine
dengan paha klien
14. Memfiksasi selang kateter dengan plester & letakkan selang kateter pada paha klien
15. Merapihkan klien & alat-alat
16. Melepaskan handscoen dan buang pada nierbeken
17. Mencuci tangan.
18. Dokumentasi

E. Evaluasi
1. Mengobservasi jumlah & karakteristik urine yg ke luar
2. Memonitor kesadaran & tanda-tanda vital klien sesudah pemasangan kateter
3. Melakukan palpasi kandung kemih & tanyakan adanya rasa ketidaknyamanan sesudah
pemasangan kateter
4. Mengobservasi posisi kateter & drainage urine ke urine bag.
MATERI OKSIGENASI

A. Indikasi Pemberian Oksigenasi


1. Gagal nafas
Ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2dan CO2 di
dalam darah, disebabkan oleh gangguan pertukaran O2 dan CO2 sehingga sistem pernapasan
tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh.
2. Gangguan jantung (gagal jantung)
Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen.
3. Kelumpuhan alat pernafasan
Suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan pada alat pernapasan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen karena kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan
pertukaran gas O2 dan CO2.
5. Perubahan pola napas.
Hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan), dyspnea (kesulitan bernapas, misal pada
pasien asma),sianosis (perubahan warna menjadi kebiru-biruan pada permukaan kulit karena
kekurangan oksigen), apnea (tidak bernapas/ berhenti bernapas), bradipnea (pernapasan
lebih lambat dari normal dengan frekuensi kurang dari 16x/menit), takipnea (pernapasan
lebih cepat dari normal dengan frekuensi lebih dari 24x/menit
6. Keadaan gawat (misalnya : koma)
Pada keadaan gawat, misal pada pasien koma tidak dapat mempertahankan sendiri jalan
napas yang adekuat sehingga mengalami penurunan oksigenasi.
7. Trauma paru
Paru-paru sebagai alat penapasan, jika terjadi benturan atau cedera akan mengalami
gangguan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi.
8. Metabolisme yang meningkat : luka bakar
Pada luka bakar, konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkat dua kali lipat sebagai
akibat dari keadaan hipermetabolisme.
9. Post operasi
Setelah operasi, tubuh akan kehilangan banyak darah dan pengaruh dari obat bius akan
mempengaruhi aliran darah ke seluruh tubuh, sehingga sel tidak mendapat asupan oksigen
yang cukup.
10. Keracunan karbon monoksida
Keberadaan CO di dalam tubuh akan sangat berbahaya jika dihirup karena akan
menggantikan posisi O2 yang berikatan dengan hemoglobin dalam darah.

B. Alat Terapi Oksigenasi dan Pemberiannya

Alat Aliran Konsentrasi Saturasi


Kanula Nasal 1 6 l/m 20 40% 90 95% Hipoksia Ringan
Simple Mask 5 8 l/m 40 60% 85 90% Hipoksia Sedang
Rebreathing (O2+CO2) 8 12 l/m 60 80% 85 90% Hipoksia Sedang
Non Rebreathing 10 12 l/m
80 100% < 85% Hipoksia Berat
(Memiliki Katub) 10 15 l/m
MATERI LUKA BAKAR

A. Pengkajian
1. Luas Luka
Bagian Tubuh Dewasa Anak Bayi
Kepala & Leher 9% (4.5+4.5) 18% (9+9) 20% (10+10)
Eks. Atas (Tangan Ka & Ki) 18% (9+9) 18% (9+9) 20% (10+10)
Paha (Ka & Ki) 18% (9+9) 13.5% (6.75+6.75) 10% (5+5)
Betis Kaki (Ka & Ki) 18% (9+9) 13.5% (6.75+6.75) 10% (5+5)
Dada Perut / Abdomen 18% (9+9) 18% (9+9) 20% (10+10)
Punggung Bokong 18% (9+9) 18% (9+9) 20% (10+10)
Genitalia 1% 1%

2. Kedalaman Luka
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan

Ketebalan Jilatan api, sinar Kering tidak ada Bertambah Nyeri


partial ultra violet gelembung. merah.
superfisial (terbakar oleh Oedem minimal atau tidak
(tingkat I) matahari). ada.
Pucat bila ditekan dengan
ujung jari, berisi kembali
bila tekanan dilepas.

Lebih dalam Kontak dengan Blister besar dan lembab Berbintik- Sangat nyeri
dari ketebalan bahan air atau yang ukurannya bertambah bintik yang
partial bahan padat. besar. kurang jelas,
(tingkat II) Jilatan api kepada Pucat bial ditekan dengan putih, coklat,
- Superfisial pakaian. ujung jari, bila tekanan pink, daerah
- Dalam Jilatan langsung dilepas berisi kembali. merah coklat.
kimiawi.
Sinar ultra violet.

Ketebalan Kontak dengan Kering disertai kulit Putih, kering, Tidak sakit,
sepenuhnya bahan cair atau mengelupas. hitam, coklat sedikit sakit.
(tingkat III) padat. Pembuluh darah seperti tua. Rambut
Nyala api. arang terlihat dibawah kulit Hitam. mudah lepas
Kimia. yang mengelupas. Merah. bila dicabut.
Kontak dengan Gelembung jarang,
arus listrik. dindingnya sangat tipis,
tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.

3. Derajat Luka
Untuk derajat luka bakar dibagi menjadi 4, yaitu :
a. Grade I
Jaringan yang rusak hanya epidermis.
Klinis ada nyeri, warna kemerahan, kulit kering.
Tes jarum ada hiperalgesia.
Lama sembuh + 7 hari.
Hasil kulit menjadi normal.
b. Grade II
Grade II a
Jaringan yang rusak sebagian dermis, folikel, rambut, dan kelenjar keringat utuh.
Rasa nyeri warna merah pada lesi.
Adanya cairan pada bula.
Waktu sembuh + 7 - 14 hari.

Grade II b
Jaringan yang rusak sampai dermis, hanya kelenjar keringan yang utuh.
Eritema, kadang ada sikatrik.
Waktu sembuh + 14 21 hari.

c. Grade III
Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis.
Kulit kering, kaku, terlihat gosong.
Terasa nyeri karena ujung saraf rusak.
Waktu sembuh lebih dari 21 hari.

d. Grade IV
Luka bakar yang mengenai otot bahkan tulang.

Pengelolaan Luka Bakar


a. Luka bakar ringan (minor)
Luka bakar grade I dan II luasnya kurang 15 % pada orang dewasa.
Luka bakar grade I dan II luasnya kurang 10 % pada anak
Luka bakar grade III luasnya kurang 2 %
b. Luka bakar sedang (moderete)
Luka bakar grade II luasnya 15 25 % pada orang dewasa
Luka bakar grade II luasnya 10 20 % pada anak
Luka bakar grade II luasnya kurang 10 %
c. Luka bakar berat (mayor)
Luka bakar grade II luasnya lebih dari 25 % pada orang dewasa
Luka bakar grade II luasnya lebih dari 20 % pada anak
Luka bakar grade III luasnya lebih dari 10 %
Luka bakar grade IV mengenai tangan, wajah, mata, telinga, kulit, genetalia serta
persendian ketiak, semua penderita dengan inhalasi luka bakar dengan konplikasi
berat dan menderita DM.

4. Kebutuhan Cairan
4 cc x BB x Luas LB =

8 jam pertama diberikan setengah dari kebutuhan cairan


16 jam berikutnya diberikan setengah sisa kebutuhan cairan

Tetesan
.....cc x 15 tetes / (8 x 60 menit)
.....cc x 15 tetes / (16 x 60 menit)
5. Tahapan Penyembuhan Luka Terdiri Dari:
Fase inflamasi. Eksudasi; menghentikan perdarahan dan mempersiapkan tempat luka
menjadi bersih dari benda asing atau kuman sebelum dimulai proses penyembuhan.
Fase proliferasi/granulasi; pembentukan jaringan granulasi untuk menutup defek atau
cedera pada jaringan yang luka.
Fase maturasi/deferensiasi; memoles jaringan penyembuhan yang telah terbentuk
menjadi lebih matang dan fungsional.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan
dengan perpindahan/ kehilangan cairan.
b. Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan
penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
c. Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstitial/
gangguan pompa natrium.
d. Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam
dan kehilangan protein.
e. Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasI
f. Scan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
g. EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.
h. BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
i. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
j. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
k. Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.
l. Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.
MATERI PEMASANGAN INFUS

A. Indikasi
1. Pemberian obat intravena.
2. Hidrasi intravena.
3. Transfusi darah atau komponen darah.
4. Situasi lain di mana akses langsung ke aliran darah diperlukan.
5. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
6. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
7. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan
8. cairan tubuh dan komponen darah)
9. Serangan panas (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)
10. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
11. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
12. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah)

B. Kontraindikasi
1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk
pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya
lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).

C. Kebutuhan Cairan
Pemberian Cairan Pada Anak
BB 0-10 kg : 100 ml/kg/24jam
BB 10-20 kg : 1000 ml/ 24jam + 50 ml/kg/24jam atau 40ml/jam + 2 ml/kg/24jam
BB > 20 kg : 1500 ml/.24jam + 25ml/kg/24jam atau 60ml/jam + 1 ml/kg/24jam

Pemberian Cairan Pada Dewasa


50cc/Kg BB/24 jam

D. Tetesan Infus

Tetesan per menit = Jumlah cairan yang dimasukkan (ml).


(makro) lamanya infus (jam) x 3

Tetesan per menit = Jumlah cairan infus (ml)


(mikro) lamanya infus (jam)

Menghtung Balance Cairan


TPM = Total Vol infuse (cc) x Factor Tetesan
Lama waktu penginfusan(menit )

Factor tetesan
Makro 1 cc = 60 tetes
Mikro 1 cc = 15 tetes atau 1 cc = 20 tetes
E. Jenis-Jenis Cairan
1. Otsu-RL

Indikasi :
Suplai ion bikarbonat
Resusitasi
Asidosis metabolik

2. Otsu-NS

Indikasi :
Untuk resusitasi
Kehilangan Na > Cl, misal diare
Sindrom yg berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi
adrenokortikal, luka bakar)

3. Asering

Indikasi : Dehidrasi (syok hipovolemik & asidosis) pada keadaan : gastroenteritis akut,
demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi : Setiap liter asering terkandung didalamnya :
Na 130 MEq
Cl 109 MEq
K 4 MEq
Ca 3 MEq
Asetat (garam) 28 Meq

Keunggulan :
Asetat dimetabolisme di otot, & masihlah dapat ditolelir pada pasien yg mengalami
gangguan hati
Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA akan mengatasi asidosis laktat lebih baik
dibanding RL pada neonatus
Pada kasus bedah, asetat akan mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan
isofluran
Memiliki resiko vasodilator
Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 persen sebanyak 10 ml pada 1000 ml
RA, bisa meningkatkan tonisitas larutan infus maka memperkecil risiko edema serebral
4. KA-EN1B

Indikasi :
Sebagai larutan awal apabila status elektrolit pasien belum diketahui, misalnya
ditemukan pada kasus emergensi (dehidrasi lantaran asupan oral tidak memadai, demam)
Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian dengan cara IV. Kecepatan sebaiknya
300-500 ml/jam (dewasa) & 50-100 ml/jam pada anak-anak
< 24 jam pasca operasi
Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam

5. KA-EN 3A dan KA-EN 3B

Indikasi :
Mensuplai kalium sebesar 20 MEq/L untuk KA-EN 3B
Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air & elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada kondisi asupan oral
terbatas
Mensuplai kalium sebesar 10 MEq/L untuk KA-EN 3A
Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)

6. KA-EN MG3

Indikasi :
Rumatan untuk kasus di mana suplemen NPC dibutuhkan 400 Kcal/L
Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air & elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada kondisi asupan oral
terbatas
Mensuplai kalium 20 MEq/L
Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)

7. KA-EN 4A

Indikasi :
Adalah larutan infus rumatan untuk bayi & anak
Tidak Dengan kandungan kalium, maka dapat diberikan kepada pasien dengan berbagai
kadar konsentrasi kalium serum normal
Tepat digunakan buat dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml) :
K 0 MEq/L
Na 30 MEq/L
Cl 20 MEq/L
Laktat 10 MEq/L
Glukosa 40 Gr/L

8. KA-EN 4B

Indikasi :
Adalah larutan infus rumatan untuk bayi & anak umur kurang 3 th
Mensuplai 8 MEq/L kalium pada pasien maka meminimalkan risiko hipokalemia
Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik

Komposisi :
Na 30 MEq/L
K 8 MEq/L
Glukosa 37,5 Gr/L
Laktat 10 MEq/L
Cl 28 MEq/L

9. MARTOS-10

Indikasi :
Suplai air & karbohidrat dengan cara parenteral pada penderita diabetik
Kondisi kritis lain yg membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, stres berat, infeksi
berat & defisiensi protein
Dosis : 0,3 gr/kg BB/jam
Mengandung 400 Kcal/L

10. AMIPAREN

Indikasi :
Luka bakar
Stres metabolik berat
Infeksi berat
Kwasiokor
Pasca operasi
Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
Total Parenteral Nutrition
11. AMINOVEL-600

Indikasi :
Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
Penderita GI yg dipuasakan
Kebutuhan metabolik yg meningkat (misal luka bakar, trauma & pasca operasi)
Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)
Stres metabolik sedang/ringan

12. PAN-AMIN G

Indikasi :
Suplai asam amino pada hiponatremia & stres metabolik ringan
Nitrisi dini pasca operasi
Tifoid
MATERI PEMBERIAN OBAT

A. Langkah-Langkah Pemberian Obat

B. Rumus Menentukan Dosis Obat


Tablet/ Pil

Sirup

C. Jenis-Jenis Injeksi
1. Subcutan/Hipodermal (sc) : Penyuntikkan dibawah kulit, Obatnya tidak mernagsang dan
larut dalam air atau minyak, Efeknya agak lambat dan dapat digunakan sendiri misalnya :
penyuntikan insulin pada penderita diabetes
2. Intramuskular (im) : Penyuntikan dilakukan dalam otot misalnya, penyuntikan antibiotika
atau dimana tidak banyak terdapat pembuluh darah dan syaraf, misalnya otot pantat atau
lengan atas
3. Intravena (iv) : Penyuntikan dilakukan ke dalam pembuluh darah, Reaksinya sangat cepat
yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah beredar ke seluruh tubuh atau jaringan, Dapat
menimbulkan reaksi-reaksi hebat seperti turunnya tekanan darah secara mendadak, shock,
dsb. Infus intravena dengan obat sering dilakukan di rumah sakit dalam keadaan darurat atau
dengan obat yang cepat metabolismenya dan eksresinya guna mencapai kadar plasma yang
tetap tinggi
4. Intra arteri (ia) : Penyuntikan dilakukan pada pembuluh nadi, Dilakukan untuk membanjiri
suatu organ misalnya pada Kanker Hati
5. Intra cutan (ic) : Penyuntikkan dilakukan dalam kulit, Absorpsi sangat perlahan misalnya
pada tuberculin test dati Mantoux
6. Intra lumbal : Penyuntikan dilakukan ke dalam ruas pinggang (sumsum tulang belakang)
misalnya untuk anestesi umum
7. Intra peritonial : Penyuntikan ke dalam selaput perut
8. Intra cardial : Penyuntikan ke dalam jantung
9. Intra pleural :Penyuntikan ke dalam rongga pleura (paru-paru)
10. Intra articulair : Penyuntikan ke dalam celah-celah sendi

D. Skin Test
Tujuan Injeksi
Memberikan obat tertentu yang pemberiannya hanya dapat dilakukan dengan cara suntikan
intra cutan
Pada umumnya Injeksi dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses penyerapan
(absorbsi) obat untuk mendapatkan efek obat yang cepat.
Menghindarkan pasien dari efek alergi obat( dengan skin test).
Membantu menentukan diagnose terhadap penyakit tertentu misalnya tubercullin test

Indikasi
Injeksi biasanya dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena
tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral. Apabila klien tidak sadar atau bingung,
sehingga klien tidak mampu menelan atau mempertahankan obat dibawah lidah. Oleh karena
itu, untuk memenuhi kebutuhan obat klien dilakukan dengan pemberian obat secara
injeksi.
MATERI KOLOSTOMI

A. Tahapan Kolostomi
Alat
1. Colostomy bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan kain persegi empat
2. Kapas sublimate/kapas basah, NaCl
3. Kapas kering atau tissue
4. 1 pasang sarung tangan bersih
5. Kantong untuk balutan kotor
6. Baju ruangan / celemek
7. Bethadine (bila perlu) bila mengalami iritasi
8. Zink salep
9. Perlak dan alasnya
10. Plester dan gunting
11. Bila perlu obat desinfektan
12. Bengkok
13. Set ganti balut

Prosedur
1. Memberitahu klien tujuan perawatan
2. Menyiapkan lingkungan klien
3. Mengatur posisi tidur klien
4. Cuci tangan
5. Gunakan sarung tangan
6. Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasien sesuai letak stoma
7. Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh pasien
8. Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, dll)
9. Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan pinset dan tangan kiri
menekan kulit pasien
10. Meletakan colostomy bag kotor dalam bengkok
11. Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma
12. Membersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengan kapas sublimat / kapas
hangat (air hangat)/ NaCl
13. Mengeringkan kulit sekitar colostomy dengan sangat hati-hati menggunakan kassa steril
14. Memberikan zink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit sekitar stoma
15. Menyesuaikan lubang colostomy dengan stoma colostomy
16. Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi vertical/horizontal/miring sesuai kebutuhan
pasien
17. Memasukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi
18. Merekatkan/memasang kolostomy bag dengan tepat tanpa udara didalamnya
19. Merapikan klien dan lingkungannya
20. Membereskan alat-alat dan membuang kotoran
21. Melepas sarung tangan
22. Mencuci tangan
23. Dokumentasi

B. Jenis Kolostomi
PemasanaganKolostomi ada 2 :
Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak
memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan, atau
pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak memungkinkan feses melalui anus.
Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barrel ( dengan satu ujung lubang)
Kolostomi temporer/ sementara
Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk mengalirkan feses
sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen ditutup
kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang yang dikeluarkan melalui
abdomen yang disebut kolostomi double barrel.

Jenis-jenis Kolostomi
1. Kolostomi Ascendens
Kolostomi asenden terletak di perut sebelah kanan. Yang dikeluarkan pada kolostomi jenis ini
sangat cair. Sebuah kantong yang dapat mengalirkan cairan dipakai untuk kolostomi jenis ini.
2. Kolostomi Transversum
Kolostomi transversum dilakukan diperut bagian atas, baik yang berada di tengah maupun
yang terletak kesisi kanan tubuh. Kolostomi ini ada 2 :
a. Loop kolostomi
seluruh usus dibawa ke permukaan kulit dan dibuka untuk membuat bagian distal, atau
ujung kolon yang tidak difungsikan lagi.
b. Double-barrel kolostomi
Mirip dengan loop kolostomi, kecuali usus besar dibagi menjadi dua stoma proksimal dan
sebuah stoma distal. Fungsi stoma distal sebagai fistula lendir. dan stoma proksimal
berfungsuimengeluarkan kotoran.

C. Indikasi
Indikasi colostomy yang permanen yaitu pada penyakit usus yang ganas seperti carsinoma pada
usus dan ondisi infeksi tertentu pada colon:
Trauma kolon dan sigmoid
Diversi pada anus malformasi
Diversi pada penyakit Hirschsprung
Diversi untuk kelainan lain pada rekto sigmoid anal kanal

D. Komplikasi
1. Kejang berat berlangsung lebih dari dua atau tiga jam.
2. Bau yang tidak biasa yang berlangsung lebih dari seminggu.
3. Perubahan ukuran dan bentuk dari stoma yang tidak biasa
4. Obstruksi pada stoma dan / atau prolaps dari stoma tersebut.
5. Perdarahan yang berlebihan dari pembukaan stoma, atau jumlah sedang dalam kantong
6. Cedera yang parah dari stoma.
7. Perdarahan terus-menerus di peralihan antara stoma dan kulit.
8. Iritasi kulit kronis.
9. Stenosis dari stoma (penyempitan).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos abdomen 3 posisi
2. Colon inloop
3. Colonoscopy
4. USG abdomen

F. DP
Berbagai hal yang harus diajarkan pada pasien/ keluarga adalah:
1. Teknik penggantian/ pemasangan kantong kolostomi yang baik dan benar.
2. Teknik perawatan stoma dan kulit sekitar stoma.
3. Waktu penggantian kantong kolostomi.
4. Teknik irigasi kolostomi dan manfaatnya bagi pasien.
5. Jadwal makan atau pola makan yang harus dilakukan untuk menyesuaikan.
6. Pengeluaran feses agar tidak mengganggu aktifitas pasien.
7. Berbagai jenis makanan bergizi yang harus dikonsumsi.
8. Berbagai aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pasien.
9. Berbagi hal/ keluhan yang harus dilaporkan segera pada dokter ( jika pasien sudah dirawat
dirumah).
10. Berobat/ control ke dokter secara teratur.
11. Makanan yang tinggi serat.

MATERI TOUNEQUET TEST / RUMPLE LLEED TEST

A. Indikasi
Pada klien dengan DHF (Dengue Hemoragic Fever)

B. Rumus & Nilai


sistole + diastole = .......... mmHg
2

Nilai : < 10 petekie Negatif


> 10 petekie Positif

C. Pemeriksaan Hematologi
1. Hemoglobin
2. leukosit
3. Hematokrit
4. Trombosit
5. Limfosit Plasma Biru (LPB) pada hapusan darah.
6. Faal Hemostasis
MATERI WSD

A. Indikasi
1. Pneumothoraks
Spontan > 20% oleh karena rupture bleb
Luka tusuk tembus
Klem dada yang terlalu lama
Kerusakan selang dada pada sistem drainase
2. Hemothoraks
Robekan pleura
Kelebihan antikoagulan
Pasca bedah thoraks
Hemopneumothorak
3. Thorakotomy :
Lobektomy
Pneumoktomy
4. Efusi pleura : Post operasi jantung
5. Emfiema :
Penyakit paru serius
Kondisi inflamasi
6. Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
7. Flail Chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

B. Kontraindikasi
1. Infeksi pada tempat pemasangan
2. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

C. Cara Mengganti Botol WSD


1. Siapkan set botol yang baru
2. Botol diisi cairan aquadest ditambah desinfektan
3. Selang WSD di klem dulu
4. Ganti botol WSD dan lepas kembali klem
5. Amati undulasi dalam slang WSD
MATERI POSTURAL DRAINAGE

A. Indikasi
1. Mencegah penumpukan secret yaitu pada
Pasien yang memakai ventilasi
Pasien yang melakukan tirah baring yang lama
Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik, bronkiektasis

B. Kontra Indikasi Drainase Postural


1. Tension pneumothoraks
2. Hemoptisis
3. Gangguan system kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infarkniokard, aritmia
4. Edema paru
5. Efusi pleura
6. Tekanan tinggi intrakranial

C. Posisi Postural Drainage


1. Bronkus Apikal Anterior Lobus atas
Untuk menguras lendir dari segmen apikal lobus atas, minta pasien duduk di posisi yang
nyaman di tempat tidur atau permukaan datar dan bersandar pada bantal terhadap kepala
tempat tidur atau pemberi perawatan. Perawat menepuk dan menggetarkan di atas area otot
antara tulang selangka dan sangat bagian atas tulang belikat (daerah diarsir dari diagram) di
kedua sisi selama 3 sampai 5 menit. Dorong pasien untuk mengambil napas dalam-dalam dan
batuk selama perkusi untuk membantu membersihkan saluran udara

2. Bronkus Apikal Posterior Lobus kanan


Minta Pasien duduk dengan nyaman di kursi atau sisi tempat tidur dan membungkuk, lengan
menggantung, menghadap bantal. Perawat menepuk dan menggetarkan dengan kedua tangan
di atas punggung atas pada kedua sisi kanan dan kiri.

3. Bronkus Lobus atas Anterior


Minta pasien berbaring datar di tempat tidur atau meja dengan bantal di bawah kepala dan
kakinya untuk kenyamanan. Perawat menepuk dan menggetarkan sisi kanan dan kiri bagian
depan dada, antara tulang selangka dan puting.

4. Bronkus Lingual Lobus atas kiri


Minta pasien berbaring miring ke kanan dan posisi Trandelenburg, dengan kaki di tempat
tidur ditinggikan 30 cm. tempatkan bantal dibelakang punggung, dan gulingkan klien
seperempat putaran ke bantal. Perawat menepuk dan menggetarkan daerah luar puting.

5. Bronkus Lobus tengah kanan


Minta pasien berbaring miring kiri dan tinggikan kaki tempat tidur 30 cm. tempatkan bantal di
belakang punggung pasien dan gulingkan klien seperempat putaran bantal. Perawat menepuk
dan menggetarkan di luar daerah puting yang tepat.

6. Bronkus Lobus bawah Anterior kanan dan kiri


Minta pasien berbaring terlentang dengan posisi Trandelenburg dengan kaki tempat tidur
ditinggikan 45 sampai 50 cm. biarkan lutut menekuk pada bantal. Perawat menepuk dan
menggetarkan di atas tulang rusuk yang lebih rendah di sisi kiri, seperti yang ditunjukkan di
bagian yang diarsir dari diagram. Ini kemudian harus diulang pada sisi yang berlawanan,
dengan perkusi dan getaran di atas tulang rusuk yang lebih rendah di sisi kanan dada.
7. Bronkus Basal Posterior kanan dan kiri
Minta pasien berbaring tengkurap dalam posisi Trendelenburg dengan kaki tempat tidur
ditinggikan 45 sampai 50 cm. Perawat menepuk dan menggetarkan bagian bawah punggung,
di atas sisi kiri dan kanan tulang belakang, hati-hati untuk menghindari tulang belakang dan
tulang rusuk yang lebih rendah.

8. Bronkus Lateral Lobus bawah kanan dan kiri


Minta pasien berbaring miring ke kanan dan ke kiri pada posisi Trandelendurg dengan kaki
tempat tidur ditinggikan 45 sampai 50 cm. Perawat menepuk dan menggetarkan di atas bagian
paling atas dari bagian bawah tulang rusuk kiri, seperti yang ditunjukkan di daerah yang
teduh. Ini kemudian harus diulang pada sisi yang berlawanan, dengan perkusi dan getaran
selama bagian paling atas dari sisi kanan tulang rusuk yang lebih rendah.

9. Bronkus Superior Lobus bawah kanan dan kiri


Minta pasien berbaring terlungkup dengan bantal di bawah lambung. Perawat menepuk dan
menggetarkan pada bagian bawah tulang belikat, di kedua sisi kanan dan kiri tulang belakang,
hindari perkusi/tepukan langsung atau getaran di atas tulang belakang itu sendiri.
MATERI NAFAS DALAM

A. Indikasi
Latihan Nafas Dalam dilakukan pada :
1. Pasien dengan gangguan paru obstruktif maupun restriktif
2. Pasien pada tahap penyembuhan dari pembedahan thorax
3. Untuk metode relaxasi
4. Asma
5. Pasien bedrest atau post operasi

Batuk Efektif dilakukan pada :


1. Pasien dengan gangguan saluran nafas akibat akumulasi secret
2. Pasien yang akan di lakukan pemeriksaan diagnostik sputum
3. Pasien setelah menggunakan bronkodilator

B. Kontra indikasi
1. Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara bebas dalam ruang antar pleura
dan merupakan suatu keadaan gawat darurat.
2. Hemoptisis adalah meludahkan darah yang berasal dari paru-paru atau saluran bronkial
sebagai akibat dari perdarahan paru atau bronkus.
3. Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard akut dan
aritmia.
4. Edema paru
5. Edema paru adalah keadaan terdapatnya cairan ekstravaskuler yang berlebihan dalam paru.
6. Efusi pleura yang luas
7. Efusi Pleura yang juga dikenal dengan cairan di dada adalah suatu kondisi medis yang
ditandai dengan peningkatan cairan yang berlebihan diantara kedua lapisan pleura.
MATERI PROSES PERSALINAN

A. Tanda-Tanda Persalinan
1. Rasa sakit Pada Panggul
Biasanya kalau sudah mendekati proses melahirkan bunda akan mengalami rasa nyeri pada
panggul dan tulang belakang.Hal ini disebabkan karena pergeseran dan pergerakan janin
yang mulai menekan bagian tulang belakang anda.
2. Rasa nyeri diselakangan
Posisi kepala janin sudah dalam kondisi turun kebawah didaerah rangka tulang pelvis yang
akan menyebabkan bunda mengalami rasa nyeri pada selakangan.Selain itu janin juga akan
menekan kandunga kemih yang bisa menyebabkan bunda sering mengalami buang air kecil.
3. Pecahnya Air Ketuban
Pecahnya air ketuban disebabkan oleh adanya desakan kontraksi dan tekanan kepala bayi
anda pada mulut serviks.Saat air ketuban sudah mulai bocor anda akan merasakan semburan
air atau hanya berupa rembesan saja.Sebenarnya pada saat air ketuban anda tidak akan terasa
karena membran tidak mempunyai syaraf.Fungsinya adalah menampung dua liter air
amniotik steril yang saat keluar sekaligus juga membersihkan jalur persalinan.
4. Lendir Kental Bercampur Darah
Pada saat persalinan akan dimulai dan cervix mulai membuka.Pada saat bersamaan
membran yang mengelilingi bayi anda dan cairan amniotik agak memisah dari dinding
rahim.Darah dan mucus yang keluar seperti cairan lengket yang berwarna merah muda ini
menjadi salah satu tanda akan menjalani proses persalinan.
5. Perubahan Bentuk Tubuh (Fisik)
Biasanya hormon kehamilan akan membuat banyak perubahan pada tubuh anda.Salah
satunya kondisi tulang kema-luan yang sedkit melebar yang membuat dasar panggul
semakin lunak agar mempermudah jalannya kelahiran bayi.Bentuk pay-dara tampak
membesar karena produksi ASI .
6. Kontraksi
Dinding rahim bunda akan semakin terasa mengeras sebelum melakukan proses
persalinan.Kadang kontraksi ini tidak terasa menyakitkan dan kenyakan wanita hamil tidak
menyadarinya.Jadi sangat dianjurkan anda harus bisa mengenali apa yang sedang anda
rasakan.Anda juga bisa meminta bantuan kepada Dokter
7. Gerakan Bayi Sedikit Melambat
Anda akan merasakan gerakan bayi anda mulai melambat tidak seperti biasanya.Hal tersebut
dikarenakan bayi yang ada didalam kandungan sedang mengatur posisi kelahirannya.
8. Kondisi Psikologis
Biasanya seorang ibu hamil yang sudah mendekati proses persalinan kondisi psikologisnya
kadang berubah menjadi sering emosian dan keinginan untuk menyendiri.Kondisi seperti ini
wajar-wajar saja.
9. Tahap Demi Tahap (Pembukaan)
Pada saat kepala bayi sudah berada pada bagian pintu rahim,proses pembukaan sudah mulai
tahap demi tahap.Secara umum pembukaan ini naik satu persatu kia-kira setiap 2 jam sekali
yang semakin dekat dengan persalinan anda.
10. Menggigil
Walaupun anda tidak mengalami masalah demam anda akan mengalami rasa mengigil
seperti kedinginan diawal masa persalinan.Anda tidak perlu cemas karena termasuk kondisi
yang normal dan wajar.
11. .Nafsu Makan Bertambah
Biasanya ibu hamil sangat menginginkan makanan tertentu yang dinamakan nyidam.Tetapi
berbeda apabila bunda mengalami nafsu makan yang meningkat drastis hal ini bisa menjadi
pertanda prose persalinan sudah dekat.
12. Beban Perut Akan Terasa Ringan Berbeda Dengan Sebelumnya
Kalau anda sudah mendekati masa persalinan biasanya anda mengalami beban perut yang
terasa ringan.Hal ini disebabkan oleh posisi bayi akan menurun dan mendiami daerah
panggul.Ini juga akan sangat membantu bunda bisa bernafas dengan lega dibandingkan
dengn sebelumnya.
13. Menderita Kram Perut
Rasa nyeri disekitar perut atau kram memang sangat membuat ibu hamil tidak nyaman
karena rasnya seperti sedang datang bulan.Anda bisa membuat rasa ini sedikit berkurang
dengan cara mandi air hangat yang membuat keadaan ibu hamil terasa nyaman.Bila derita
ini dialami bunda berati masa persalinan sudah dekat.

B. Tahapan Persalinan
1. Kala I
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai
pembukaan lengkap. Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan
multigravida 8 jam.
Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h.38), Kala satu persalian terdiri dari dua fase
yaitu fase laten dan fase aktif.
a) Fase laten
Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
serviks secara bertahap.
Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
Pada umumnya, berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
b) Fase aktif
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi
diangap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan
berlangsung selama 40 detik atau lebih).
Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap 10 cm, akan terjadi
dengan kecepatan rata rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari
1 sampai 2 cm (multipara).
Terjadi penurunan bagian terbawah janin.

Menurut Manuaba (2010; h. 184), Hal yang perlu dilakukan dalam kala I adalah:
Memperhatikan kesabaran parturien.
Melakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi temperatur perna-fasan berkala sekitar 2
sampai 3 jam.
Pemeriksaan denyut jantung janin setiap jam sampai 1 jam.
Memperhatikan keadaan kandung kemih agar selalu kosong.
Memperhatikan keadaan patologis (meningkatnya lingkaran Bandle, ketuban pecah
sebelum waktu atau disertai bagian janin yang menumbung, perubahan denyut jantung
janin, pengeluaran mekoneum pada letak kepala, keadaan his yang bersifat patologis,
perubahan posisi atau penurunan bagian terendah janin).
Parturien tidak diperkenankan mengejan.

2. Kala II
Persalinan kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua disebut juga kala pengeluaran bayi.
Proses ini biasanya berlangsung selama 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.

Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h. 77), tanda dan gejala kala dua persalinan adalah:
Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vaginanya.
Perineum menonjol.
Vulva vagina dan sfingter ani membuka.
Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.
Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam yang hasilnya adalah
pembukaan serviks telah lengkap atau terlihatnya bagian kepala bayi melalui introinvus
vagina.

3. Kala III
Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung
tidak lebih dari 30 menit.

Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h. 96), tanda tanda lepasnya plasenta


mencakup beberapa atau semua hal berikut ini: Perubahan bentuk dan tinggi fundus, tali
pusat memanjang, semburan darah mendadak dan singkat.
Menurut JNPK-KR Depkes RI (2008; h. 96-97), Manajemen aktif kala tiga bertujuan
untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat
waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika
dibandingkan dengan penatalaksaan fisiologis.
Keuntungan manajemen katif kala tiga adalah persalinan kala tiga lebih singkat,
mengurangi jumlah kehilangan darah, me-ngurangi kejadian retensio plasenta. Tiga langkah
utama dalam manajemen aktif kala tiga adalah peberian suntikan oksitosin dalam 1 menit
pertama setelah bayi lahir, melakukan penegangan tali pusat terkendali, measase fundus
uteri.

4. Kala IV
Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.
Menurut Manuaba (2010; h. 174, 192), Kala IV dimaksud-kan untuk melakukan observasi
karena perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang
harus dilakukan adalah:
Kesadaran penderita, mencerminkan kebahagiaan karena tugasnya untuk melahirkan bayi
telah selesai.
Pemeriksaan yang dilakukan: tekanan darah, nadi, pernafa-san, dan suhu; kontraksi
rahim yang keras; perdarahan yang mungkin terjadi dari plasenta rest, luka episiotomi,
perlukaan pada serviks; kandung kemih dikosongkan, karena dapat mengganggu
kontraksi rahim.
Bayi yang telah dibersihkan diletakan di samping ibunya agar dapat memulai pemberian
ASI.
Observasi dilakukan selama 2 jam dengan interval pemerik-saan setiap 2 jam.
Bila keadaan baik, parturien dipindahkan ke ruangan inap bersama sama dengan bayinya.

C. Tafsiran Persalinan
HPHT Januari Maret
Rumusnya: (Tanggal + 7 hari), (bulan + 9), (tahun + 0).

HPHT April Desember


Rumusnya: (Tanggal + 7 hari), (bulan 3),(Tahun + 1).

D. Tafsiran Berat Badan Janin


Jika kepala belum masuk PAP maka rumusnya:
Berat Janin = (tinggi fudus uteri 12 ) x 155 gram

Jika kepala sudah masuk PAP maka rumusnya:


Berat Janin = (tinggi fudus uteri 11 ) x 155 gram

E. Masa Subur
Siklus Pendek 18
Siklus Panjang - 11
MATERI NEBULIZER

A. Indikasi
Untuk penderita asma
Sesak napas kronik
Batuk, pilek
Gangguan saluran pernapasan.

B. Kontraindikasi
Pada penderita trakeotomi
Pada fraktur didaerah hidung

C. Obat-obatan untuk Nebulizer dan Dosis


Pulmicort : Kombinasi Anti Radang Dengan Obat Yang Melonggarkan Saluran Napas
Dosis :
Nacl : Mengencerkan Dahak
Dosis : 0,9 Selama 20-30 Menit 3x1
Bisolvon Cair : Mengencerkan Dahak
Dosis : Dewasa 10tetes/1cc
Anak 2 Tetes/5 Kg BB
Atroven : Melonggarkan Saluran Napas
Dosis : Dewasa > 14 Tahun 0.4-2 Ml/Hari 3-4x/Hari
Anak 6 14 Tahun 0.4-1 Ml/Hari 3-4x/Hari
Berotex : Melonggarkan Saluran Napas
Dosis : Dewasa/Anak >12 Tahun Untuk Asma Akut 0.5 Ml/10 Tetes
Untuk Kasus Berat 1-1.25 Ml/20-25 Tetes
Inflamid : Untuk Anti Radang
Dosis :
Combiven : Kombinasi Untuk Melonggarkan Saluran Napas
Dosis : Dewasa 1 Unit Vial 3-4/Hari
Ventolin : Mengencerkan Dahak
Dosis : 2.5 mg 5 mg 3-4x/hari
Meptin : Melonggarkan Saluran Napas.

D. Kombinasi yang dianjurkan


Bisolvon - Berotec-Nacl
Pulmicort - Nacl
Combivent - Nacl
Atroven Bisolvon - Nacl

E. Cara Pemberian
1. Siapkan obat sesuai dengan dosis dalam order
2. Masukkan obat ke Nebulizer
3. Hubungkan sungkup dengan Nebulizer
4. Pastikan Nebulizer sudah teraliri listrik lalu nyalakan mesin
5. Pastikan obat dihirup secara maksimal oleh pasien
6. Tunggu hingga obat habis yang ditandai dengan tidak adanya asap yang keluar lagi
7. Matikan mesin Nebulizer
8. Lepaskan sungkup pada pasien
9. Rapikan alat
MATERI SUCTION

A. Indikasi
1. Pasien yang pita suaranya tidak dapat tertutup.
2. Pasien yang koma.
3. Pasien yang tidak bias batuk karena kelumpuhan dari otot pernafasan.
4. Bayi atau anak dibawah umur 2 tahun.
5. Pasien yang secretnya sangat banyak dan kental, dimana dia sendiri sulit untuk
mengeluarkannya.

B. Kontra Indikasi
1. Pasien dengan stridor.
2. Pasien dengan kekurangan cairan cerebro spinal.
3. Pulmonary oedem.
4. Post pneumonectomy, ophagotomy yang baru.

C. Prosedur
1. Lakukan pemeriksaan auskultasi paru-paru.
2. Informasikan pada klien mengenai prosedur yan akan dilakukan.
3. Atur kekuatan alat pengisap (suction).
4. Cuci tangan.
5. Lakukan pemeriksaan fungsi vital.
6. Berikan oksigen awal (praoksigenasi 100%).
7. Pakai sarung tangan atau gunakan pinset.
8. Siapkan kateter suction steril.
9. Siapkan kasa alkohol sebanyak 2-3 lembar.
10. Hubungkan kateter dengan selang suctin yang telah diprogram.
11. Buka konektor tube atau trakeostomi dan lakukan desinfeksi dengan alkohol.
12. Masukkan kateter ke dalam trakea dalam keadaan tidak mengisap.
13. Dorong kateter sampai karina, lalu tarik kurang lebih 1 cm, kemudian tarik kembali kateter
secara perlahan dengan gerakan memutar dan dalam posisi mengisap.
14. Lakukan pengisapan selama 10 detik, tidak boleh lebih.
15. Bersihkan kateter dengan kasa alkohol lalu bilas dengan NaCl 0,9 % atau aqua steril.
16. Lakukan pengisapan secara berulang-ulang sampai suara napas bersih.
17. Bersihkan alat-alat.
MATERI BOR & LOS

1. BOR
Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus :

(jumlah hari perawatan di rumah sakit) 100%


(jlh tempat tidur jlh hari dalam satu periode)

2. LOS
Nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus :

(jumlah lama dirawat)


(jlh pasien keluar (hidup + mati))

3. Tenaga Perawat
Jumlah Klasifikasi KLien
Pasien Minimal Parsial Total
Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam
1 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20
2 0,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40
3 0,51 0,42 0,21 0,81 0,45 0,30 1,08 0,90 0,60
dst
Contoh kasus
Ruang rawat dengan 17 orang klien, dimana 3 orang dengan ketergantungan minimal, 8 orang
dengan ketergantungan partial dan 6 orang dengan ketergantungan total.
Maka jumlah perawat yang dibutuhkan :
Minimal Parsial Total Jumlah
Pagi 0,17 x 3 = 0,51 0.27 x 8 = 2.16 0.36 x 6 = 2.16 4.83 (5) orang
Sore 0.14 x 3 = 0.42 0.15 x 8 = 1.2 0.3 x 6 = 1.8 3.42 (4) orang
Malam 0.07 x 3 = 0.21 0.10 x 8 = 0.8 0.2 x 6 = 1.2 2.21 (2) orang
Jumlah secara keseluruhan perawat perhari 11 Orang

Tabel. Contoh Perhitungan dalam satu ruangan Berdasarkan Klasifikasi pasien


No. Jenis / Kategori Rata-rata Rata-rata jam Jumlah
pasien/hari perawatan/pasien/hari perawatan/hari
a b c d e
1 Pasien penyakit dalam 10 3,5 35
2 Pasien bedah 8 4 32
3 Pasien gawat 1 10 10
4 Pasien anak 3 4,5 13,5
5 Pasien kebidanan 1 2,5 2,5
Jumlah 23 93,0
Jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan adalah :
= 93 = 13 perawat

Jumlah jam perawatan


Jam kerja efektif per shif
MATERI MANAJEMEN

A. MODEL KEPIMIMPINAN
1. Gaya Kepemimpinan Otokratis
Gaya kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan
kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi secara otoriter, melakukan sendiri semua
perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan dan memotivasi bawahan dengan cara
paksaan, sanjungan, kesalahan dan penghargaan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Wewenang mutlak terpusat pada pimpinan,
Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan,
Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan,
Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan,
Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahannya
dilakukan secara ketat,
Prakarsa harus selalu dating dari pimpinan,
Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat,
Tugas- tugas bagi bawahan diberikan secara instruktif,
Lebih banyak kritik daripada pujian,
Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat,
Pimpinan menuntut kesetiaan mutlak tanpa syarat,
Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman,
Kasar dalam bertindak,
Kaku dalam bersikap,
Tanggung jawab keberhasilan organisasu hanya dipikul oleh pimpinan.

Keuntungan : kecepatan serta ketegasan dalam pembuatan keputusan dan bertindak,


sehingga untuk sementara mungkin produktivitas dapat naik.
Kerugian : suasana kaku, tegang, mencekam, menakutkan sehingga dapat berakibat
lebih lanjut timbulnya ketidak puasan.

2. Gaya Kepemimpinan Demokratis


Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya seorang pemimpin yang menghargai
karakteristik dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anggota organisasi.Pemimpin yang
demokratis menggunakan kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi untuk menggali dan
mengolah gagasan bawahan dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan bersama.
kepemimpinan demokratis memiliki ciri- ciri sebagai berikut :
Wewenang pimpinan tidak mutlak,
Pemimpin bersedia melimpahkan sebagai wewenang kepada bawahan,
Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan,
Kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan,
Komunikasi berlangsung timbale balik, baik terjadi antar pimpinan dengan bawahan
maupun bawahan dengan bawahan,
Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku perbuatan atau kegiatan bawahan dilakukan
secara wajar,
Prakarsa dapat dating dari pimpinan maupun bawahan,
Banyak kesempatan bagi bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan dari pada
instruktif,
Tugas-tugas kepada bawhan diberikan dengan lebih bersifat permintaan dar pada
instruktif,
Pujian dan kritik seimbang,
Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam bats kemampuan masing-
masing,
Pimpinan meminta kesetiaan secara wajar,
Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak,
Terdapat suasana saling percaya, saling hrmat, menghormati dan saling harga
menghargai,
Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pimpinan dan bawahan.

Keuntungan : berupa keputusan serta tindakan yang lebih objektif, tumbuhnya rasa ikut
memiliki, serta terbinannya moral yang tinggi.
Kelemahan : keputusan serta tindakan kadang kadang lamban, rasa tanggung jawab
kurang, keputusan yang dibuat bukan merupakan keputusan yang
terbaik.

3. Gaya Kepemimpinan Partisipatif


Gaya kepemimpinan partisipatif adalah gabungan bersama antara gaya kepemimpinan
otoriter dan demokratis dengan cara mengajukan masalah dan mengusulkan tindakan
pemecahannya kemudian mengundang kritikan, usul dan saran bawahan. Dengan
mempertimbangkan masukan tersebut, pimpinan selanjutnya menetapkan keputusan final
tentang apa yang harus dilakukan bawahannya untuk memecahkan masalah yang ada.

4. Gaya Kepemimpinan Laisses Faire Liberal


Gaya kepemimpinan laisses faire dapat diartikan sebagai gaya membebaskan
bawahan melakukan sendiri apa yang ingin dilakukannya. Dalam hal ini, pemimpin
melepaskan tanggung jawabnya, meninggalkan bawahan tanpa arah, supervisi atau
koordinasi sehingga terpaksa mereka merencanakan, melakukan dan menilai pekerjaan yang
menurut mereka tepat. Kepemimpinan Liberal antara lain berciri :
Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan,
Keputusan lebih banyak dibuat oleh para bawahan,
Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh para bawahan,
Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahannya,
Hampir tiada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiata yang
dilakukan para bawahan,
Prakarsa selalu dating dari bawahan,
Hampir tida pengarahan dari pimpinan,
Peran pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok,
Kepentingan pribadi lebih utama daripada kepentingan kelompok,
Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per orang.

Perbandingan Gaya Kepemimpinan Otoriter, Demokrasi, Laisez faire


Sifat
OTORITER DEMOKRASI LAISEZ-FAIRE
kepemimpinan
Kebebasan
Derajat kebebasan Agak bebas Sangat bebas
sedang
Derajat
Tinggi Sedang Tidak ada
Pengontrolan
Membuat Kelompok/ tidak
Karu Karu dan perawat
keputusan ada
Tingkat aktivitas
Tinggi Tinggi Minimal
pimpinan
Tanggung jawab Karu nomor satu Berbagi Terserah/ tidak ada
Kuantitas tinggi, Kualitas tinggi, Bervariasi, kualitas
Output kelompok
kualitas baik kreatif buruk
Dibawah otoriter
Efisiensi Sangat Tidak efisien
sedikit
B. PRINSIP-PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN TERDIRI DARI:
1. Autonomy (Otonomi )
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat keputusan
sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai. Prinsip
otonomi ini adalah bentuk respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai persetujuan
tidak memaksa dan bertindak secara rasional.Otonomi merupakan hak kemandirian dan
kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesioanal merefleksikan
otonomi saat perawat menghargai hak hak pasien dalam membuat keputusan tentang
perawatan dirinya.

2. Beneficience (Berbuat Baik)


Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan juga
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau
kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Kadang-kadang dalam situasi
pelayanan kesehatan kebaikan menjadi konflik dengan otonomi.

3. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan . Nilai ini direfleksikan dalam
praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

4. Non Maleficience (tidak merugiakan)


Prinsip ini berarti segala tindakan yang dilakukan pada klien tidak menimbulkan
bahaya / cedera secara fisik dan psikologik.

5. Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi
layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk
meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan
kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.

6. Fidelity (loyalty/ketaatan)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan
rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan
komitmen yang dibuatnya.
Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.

7. Confidentiality (kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus
dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh
dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi
tersebut kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang klien
diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang klien dengan
tenaga kesehatan lain harus dicegah.

8. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti
pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain. Akuntabilitas
merupakan standar pasti yang mana tindakan seorang professional dapat dinilai dalam
situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
C. PERAN PERAWAT :
1. Pemberi asuhan keperawatan
Memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui
pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan, dari yang
sederhana sampai dengan kompleks.

2. Advokat pasien / klien


Menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain
khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan
kepada pasien- mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien.

3. Pendidik / Edukator
Membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit
bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah
dilakukan pendidikan kesehatan.

4. Koordinator
Mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim
kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan klien.

5. Kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari
dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan
yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan
selanjutnya.

6. Konsultan
Tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk
diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan
pelayanan keperawatan yang diberikan.

7. Peneliti
Mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

D. MODEL KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI :


1. Komunikasi Ke Bawah
Komunikasi ke bawah (downward communication) adalah penyampaian informasi
dari atasan ke bawahan sesuai dengan struktural di organisasi. Penggunaan komunikasi ini
sangat efektif untuk penyampaian instruksi, pengarahan, pengontrolan kepada anak buah.
Komunikasi dapat tertulis maupun lisan yang dapat disesuaikan dengan konteks serta
kontennya. Komunikasi ke bawah harus Anda perbanyak porsinya terutama pada karyawan
Anda yang baru bergabung.

2. Komunikasi Ke Atas
Komunikasi ke atas (upward communication) adalah penyampaian informasi dari
bawahan ke atasan. Biasanya hal ini terjadi saat karyawan kita ingin menyampaian usulan,
ide, keluhan, pengaduan, laporan. Apa yang disampaikan oleh anak buah kita ini bisa jadi
sebuah informasi yang penting guna pengambilan kita sebagai atasan. Namun kita tetap
perlu mencermati dan memvalidasinya kembali, tentunya pencatatan data bisa menjadi
bahan pembandingnya. Arah komunikasi demikian harus tetap hidup guna perputaran
informasi khususnya bagi Anda para atasan yang tidak terjun langsung ke ranah operasional.
3. Komunikasi Horisontal
Komunikasi horisontal (horizontal communication) adalah komunikasi yang
melibatkan antar individu atau kelompok pada level yang sama. Contoh arah komunikasi ini
adalah diskusi antar staff akuntan, diskusi antar manajer, diskusi direktur dengan kolega.
Konteks dari komunikasi ini bersifat koordinasi sehingga satu dengan yang lain saling
memberikan informasi.

4. Komunikasi Diagonal
Komunikasi diagonal (diagonal communication) adalah komunikasi yang dilakukan
antar individu atau kelompok pada bagian berbeda dan tingkatan yang berbeda pula.
Komunikasi diagonal banyak terjadi pada organisasi berskala besar dimana ketergantungan
antar departemen yang berbeda sangat besar. Kelebihan dari komunikasi ini dapat
mempercepat penyebaran informasi. Namun ada kelemahan dari komunikasi ini karena
penyebaran informasi tidak sesuai dengan jalur rutin dan struktur organisasi yang sudah ada.

5. Komunikasi vertikal
Bentuk komunikasi ini merupakan bentuk komunikasi yang terjadi dari atas ke bawah
dan sebaliknya. Artinya komunikasi yang disampaikan pimpinan kepada bawahan, dan dari
bawahan kepada pimpinan secara imbale balik.

E. STRATEGI PENANGANAN KONFLIK


1. Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak
terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan
ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang
berkonfrontasi untuk menenangkan diri.namun pendekatan ini menurut saya kurang
baik,kenapa ? kalau kita menghindari konflik yang terjadi bukankah nantinya malah akan
menimbulkan konflik yang lebih besar. Lebih baik menerima konflik tersebut lalu
meluruskan permasalahannya lalu diskusikan agar tidak menimbulkan masalah yang lebih
besar.

2. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah,
khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya
kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat
yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan
menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.

3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi
dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin
mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa
jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.

4. Kompromi atau Negosiasi


Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan,
saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat
menguntungkan semua pihak.

5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi


Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan
kerja yang sama dalam penyelesain masalahnya.
F. MACAM METODE PENUGASAN
1. Metode penugasan tim
Yaitu pengorganisasian pelayanan keperawatan oleh sekelompok perawat. Kelompok
ini dipimpin oleh perawat yang berijazah dan berpengalaman serta memiliki pengetahuan
dalam bidangnya.

Ketenagaan dari tim ini terdiri dari :


Ketua tim
Pelakaana perawatan
Pembantu perawatan

Adapun tujuan dari perawatan tim adalah : memberikan asuhan yang lebih baik
dengan menggunakan tenaga yang tersedia.

Kelebihan metode tim:


Saling memberi pengalaman antar sesama tim.
Pasien dilayani secara komfrehesif
Terciptanya kaderisasi kepemimpinan
Tercipta kerja sama yang baik
Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal
Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda dengan aman dan efektif.

Kekurangan metode tim:


Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi tanggung
jawabnya.
Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan atau
trburu-buru sehingga dapat mengakibatkan kimunikasi dan koordinasi antar anggota
tim terganggu sehingga kelanncaran tugas terhambat.
Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung atau
berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim.
Akontabilitas dalam tim kabur.

2. Metode Fungsional
Yaitu pengorganisasian tugas pelayanan keperawatan yang didasarkan kepada
pembagian tugas menurut jenis pekerjaan yang dilakukan.
Metode ini dibagi menjadi beberapa bagian dan tenaga ditugaskan pada bagian
tersebut secara umum, sbb :
Kepala Ruangan, tugasnya : Merencanakan pekeriaan, menentukan kebutuhan
perawatan pasein, membuat penugasan, melakulan supervisi, menerima instruksi
dokter.
Perawat staf : Melakukan askep langsung pada pasien. Membantu supervisi askep
yang diberikan oleh pembantu tenaga keperawatan
Perawat Pelaksana : Melaksanakan askep langsung pada pasien dengan askep sedang,
pasein dalam masa pemulihan kesehatan dan pasein dengan penyakit kronik dan
membantu tindakan sederhana (ADL).
Pembantu Perawat : Membantu pasien dengan melaksanakan perawatan mandiri
untuk mandi, menbenahi tempat tidur, dan membagikan alat tenun bersih.
Tenaga Admionistrasi ruangan : Menjawab telpon, menyampaikan pesan, memberi
informasi, mengerjakan pekerjaan administrasi ruangan, mencatat pasien masuk dan
pulang, membuat duplikat rostertena ruangan, membuat permintaan lab untuk obat-
obatan/persediaan yang diperlukan atas instruksi kepala ruangan.

Kerugian metode fungsional:


Pasien mendapat banyak perawat.
Kebutuhan pasien secara individu sering terabaikan
Pelayanan pasien secara individu sering terabaikan.
Pelayanan terputus-putus
Kepuasan kerja keseluruhan sulit dicapai

Kelebihan dari metode fungsional :


Sederhana
Efisien.
Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu.
Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai tugas.
Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang berpengalaman untuk
satu tugas yang sederhana.
Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau peserta didik yang praktek
untuk ketrampilan tertentu.

Contoh metode fungsional


Perawat A tugas menyutik, perawat B tugasnya mengukur suhu badan klien.

Seorang perawat dapat melakukan dua jenis tugas atau lebih untuk semua klien yang ada di
unit tersebut. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas tersebut dan
menerima laporan tentang semua klien serta menjawab semua pertanyaan tentang klien

3. Metode penugasaan pasien/metode kasus


Yaitu pengorganisasian pelayanan atau asuhan keperawatan untuk satu atau beberapa
klien oleh satu orang perawat pada saat bertugas atau jaga selama periode waktu tertentu
sampai klien pulang. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas dan
menerima semua laporan tentang pelayanan keperawatan klien.
Dalam metode ini staf perawat ditugaskan oleh kepala ruangan untuk memberi asuhan
langsung kepada pasien yang ditugaskan contohnya di ruang isolasi dan ICU.

Kekurangan metode kasus :


Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas sehingga tidak
mampu memberikan asuhan secara menyeluruh
Membutuhkan banyak tenaga.
Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang
sederhana terlewatkan.
Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penaggung jawab klien
bertugas.

Kelebihan metode kasus :


Kebutuhan pasien terpenuhi.
Pasien merasa puas.
Masalah pasien dapat dipahami oleh perawat.
Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.

4. Metode Perawatan Primer


Yaitu pemberian askep yang ditandai dengan keterikatan kuat dan terus menerus
antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan
mengkoordinasikan askep selama pasien dirawat.

Tugas perawat primer adalah :


Menerima pasien
Mengkaji kebutuhan
Membuat tujuan, rencana, pelaksanaan dan evaluasi.
Mengkoordinasi pelayanan
Menerima dan menyesuaikan rencana menyiapkan penyuluhan pulang
Kelebihan dari metode perawat primer :
Mendorong kemandirian perawat.
Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat
Berkomunikasi langsung dengan Dokter
Perawatan adalah perawatan komfrehensif
Model praktek keperawatan profesional dapat dilakukan atau diterapkan.
Memberikan kepuasan kerja bagi perawat
Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan keperawatan.

Kelemahan dari metode perawat primer :


Perlu kualitas dan kuantitas tenaga perawat,
Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional.
Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain.

5. Metode Modul (Distrik)


Yaitu metode gabungan antara Metode penugasan tim dengan Metode perawatan
primer. Metode ini menugaskan sekelompok perawat merawat pasien dari datang sampai
pulang.

Keuntungan dan Kerugian


Sama dengan gabungan antara metode tim dan metode perawat primer. Semua
metode diatas dapat digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi ruangan. Jumlah staf yang
ada harus berimbang sesuai dengan yang telah dibahas pembicaraan yang sebelumnya.
MATERI IMUNISASI

A. Imunisasi Dasar
Umur bayi 0 - 7 hari: Hepatitis B (HB) O
Hepatitis B
Idealnya dosis pertama imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir (jika
memungkinkan < 12 jam), kemudian dilanjutkan dengan interval 4 minggu dari dosis pertama
dan interval imunisasi kedua dan ketiga yang dianjurkan adalah minimal 2 bulan dan terbaik
setelah 5 bulan.

Umur bayi 1 bulan: BCG, Polio 1


BCG
Imunisasi BCG sebaiknya pertamakali diberikan pada saat bayi berusia 23 bulan.
Pemberian BCG pada bayi berusia < 2 bulan akan meningkatkan risiko terkena penyakit
tuberkulosis karena daya tahan tubuh bayi yang belum matang. Apabila bayi telah berusia > 3
bulan dan belum mendapatkan imunisasi BCG, maka harus dilakukan uji tuberkulin (tes mantoux
dengan PPD2TU/PPDRT23) terlebih dulu. Bila hasilnya negatif, imunisasi BCG dapat diberikan.
Imunisasi BCG tidak membutuhkan booster.
Polio
Ada dua macam imunisasi polio yang tersedia:
Imunisasi polio oral (OPV) dengan jadwal pemberian: saat lahir, usia 2, 4, 6, dan 18 bulan
Imunisasi polio suntik (IPV) dengan jadwal pemberian: usia 2, 4, 6, 1824 bulan dan 6 8 tahun

Bila imunisasi polio terlambat diberikan, Anda tidak perlu mengulang pemberiannya dari
awal lagi. Cukup melanjutkan dan melengkapinya sesuai jadwal tidak peduli berapa pun interval
keterlambatan dari pemberian sebelumnya.

Umur bayi 2 bulan: DPT/ HB 1, Polio 2


Diptheria, Pertusis, dan Tetanus (DPT)
Imunisasi DPT diberikan 3 kali sebagai imunisasi dasar dan dilanjutkan dengan booster 1
kali dengan jarak 1 tahun setelah DPT3. Pada usia 5 tahun (sebelum masuk SD) diberikan
imunisasi DPT (DPaT/Tdap) dan pada usia 12 tahun berupa imunisasi Td. Pada wanita, imunisasi
TT perlu diberikan 1 kali sebelum menikah dan 1 kali pada ibu hamil, yang bertujuan untuk
mencegah tetanus pada bayi baru lahir.
Apabila Imunisasi DPT terlambat diberikan, maka berapa pun interval keterlambatannya
jangan mengulang dari awal, namun langsung lanjutkan imunisasi sesuai jadwal. Bila anak Anda
belum pernah diimunisasi dasar pada usia < 12 bulan, maka imunisasi dasar DPT dapat diberikan
pada usia anak sesuai jumlah dan interval yang seharusnya.
Bagaimana dengan pemberian imunisasi DPT keempatnya?
Imunisasi DPT keempatnya tetap diberikan dengan jarak 1 tahun dari yang ketiga,
dengan catatan sebagai berikut:
Bila imunisasi DPT keempat diberikan sebelum ulang tahun keempatnya, maka pemberian
imunisasi DPT kelima dapat diberikan sesuai jadwal, paling cepat 6 bulan sesudahnya.
Bila imunisasi DPT keempat diberikan setelah ulang tahun keempatnya, maka pemberian
imunisasi DPT kelima tidak diperlukan lagi.

Umur bayi 3 bulan: DPT/ HB 2, Polio 3

Umur bayi 4 bulan: DPT/ HB 3, Polio 4

Umur bayi 9 bulan: Campak


Campak
Imunisasi Campak sebaiknya diberikan pada usia 9 bulan dan dosis penguatan (second
opportunity pada crash program campak) pada usia 24 bulan serta saat SD kelas 16. Terkadang
terdapat program PIN (Pekan Imunisasi Nasional) campak yang bertujuan sebagai penguatan
(strengthening). Program ini bertujuan untuk mencakup sekitar 5% individu yang diperkirakan
tidak memberikan respons imunitas yang baik saat diimunisasi dulu.
Untuk anak yang terlambat/ belum mendapat imunisasi campak, bila saat itu anak berusia
912 bulan, berikan kapan pun saat bertemu. Bila anak berusia > 1 tahun, berikan MMR. Jika
sudah diberi MMR usia 15 bulan, tidak perlu campak di usia 24 bulan.

Kesimpulan:
Jika terlambat mendapat imunisasi, imunisasi berikut tetap harus diberikan dari awal:
hepatitis.
Sedangkan imunisasi berikut tidak perlu mengulang dari awal, cukup melanjutkan: polio, DPT.

B. Imunisasi Tambahan
1. Hib
Manfaat : Melindungi tubuh dari virus Haemophilus influenza type B, yang bisa
menyebabkan meningitis, pneumonia, dan epiglotitis (infeksi pada
katup pita suara dan tabung suara).
W. Pemberian : Umur 2, 4, 6, dan 15 bulan.
Catatan khusus : Bisa diberikan secara terpisah atau kombinasi.

2. Pneumokokus (PCV)
Manfaat : Melindungi tubuh dari bakteri pnemukokus yang bisa menyebabkan
meningitis, pneumonia, dan infeksi telinga.
W. Pemberian : Umur 2, 4, 6 bulan, serta antara 12 - 15 bulan.
Catatan khusus : Kalau mama belum memberikannya hingga usia anak di atas 1 tahun,
PCV hanya diberikan dua kali dengan interval 2 bulan. Jika usia anak
sudah 2 - 5 tahun, PCV hanya diberikan 1 kali.

3. Influenza
Manfaat : Melindungi tubuh dari beberapa jenis virus influenza.
W. Pemberian : Setahun sekali sejak usia 6 bulan. Bisa terus diberikan hingga dewasa.
Catatan khusus : Untuk usia di atas 2 tahun, vaksin bisa diberikan dalam bentuk
semprotan pada saluran pernapasan.

4. MMR (Measles, Mumps, Rubella)


Manfaat : Melindungi tubuh dari virus campak, gondok, dan rubella (campak
Jerman).
W. Pemberian : Usia 15 bulan, dan diulang saat anak berusia 6 tahun.
Catatan khusus : Bisa diberikan pada umur 12 bulan, jika belum mendapat campak di
usia 9 bulan.

5. Tifoid
Manfaat : Melindungi tubuh dari bakteri Salmonella typhi yang menyebabkan
demam tifoid (tifus).
W. Pemberian : Pada umur di atas 2 tahun, dan diulang setiap 3 tahun.
Catatan khusus : Terdapat dua jenis, yaitu oral dan suntik. Tifoid oral diberikan pada
anak di atas 6 tahun.

6. Hepatitis A
Manfaat : Melindungi tubuh dari virus Hepatitis A, yang menyebabkan penyakit
hati.
W. Pemberian : Pada umur di atas 2 tahun, dua kali dengan interval 6 - 12 bulan.
7. Varisela
Manfaat : Melindungi tubuh dari cacar air
W. Pemberian : Pada umur di atas 5 tahun.

8. HPV (Humanpapilloma Virus)


Manfaat : Melindungi tubuh dari Humanpapilloma Virus yang menyebabkan
kanker mulut rahim.
W. Pemberian : Pada anak umur di atas 10 tahun, diberikan 3 kali dengan jadwal 0, 1-2
bulan kemudian, serta 6 bulan kemudian
MATERI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

A. Cara Komunikasi Terapeutik


1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Perawat berusaha mendengarkan klien dan menyampaikan pesan verbal dan non-
verbal, untuk menunjukkan bahwa perawat perhatian akan kebutuhan dan masalah klien.
Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan
verbal dan non-verbal yang sedang dikomunikasikan.
2. Menunjukkan penerimaan
Menerima disini bukan berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Perawat tidak
harus selalu menerima semua perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindari ekspresi wajah
dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
3. Menanyakan pertanyaan berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapat informasi yang spesifik mengenai
klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang sedang dibicarakan dan
dengan menggunakan kata-kata dalam konteks budaya klien. Hal yang harus diperhatikan,
pertanyaan diajukan secara berurutan.
4. Mengulang ucapan klien dengan kata-kata sendiri
Teknik komunikasi terapeutik yang keempat ini dapat dijelaskan bahwa dengan
mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik, sehingga klien
mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut.
5. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat dapat menghentikan percakapan untuk
mengklarifikasi dengan menyamakan persepsi. Agar pesan dapat sampai dengan benar,
perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.
6. Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi pembicaraan, sehingga lebih spesifik
dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya menghentikan pembicaraan ketika klien
menyampaikan masalahnya, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi baru.
7. Menyampaikan hasil observasi
Menyampaikan apa yang telah diamati perawat dari pesan verbal dan non-verbal
klien, dapat dijadikan sebagai umpan balik terhadap apa yang telahdikemukakan oleh klien.
Hal ini sering membuat klien dapat berkomunikasi dengan jelas, tanpa harus bertambah
dengan memfokuskan dan mengklarifikasi pesan yang telah disampaikan.
8. Menawarkan informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih mendalam bagi klien
terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi berarti memberikan pendidikan
kesehatan bagi klien. Selain itu, akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat.
Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada klien ketika menawarkan informasi, tetapi
memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan terkait keadaanya.
9. Diam
Diam memberikan perawat dan klien waktu untuk mengorganisir pikirannya.
Penggunaan metoda diam memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu, jika tidak maka
akan menimbulkan perasaan kurang nyaman. Diam memungkinkan klien untuk
berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi.
Diam terutama berguna bagi klien ketika harus mengambil keputusan.
10. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
Meringkas pembicaraan dapat membantu perawat dalam mengulang aspek penting dalam
interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembcaran dengan topik yang berkaitan.
11. Memberikan penghargaan
Penghargaan yang diberikan jangan sampai membuat klien terbebani, dalam artian klien
kemudian akan berusaha keras untuk mendapatkan penghargaan tersebut dan melakukan
segala cara dalammendapatkannya.
12. Menawarkan diri
Teknik ini harus dilakukan tanpa pamrih, karena mungkin klien belum siap untuk
berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu membuat dirinya
dimengerti.
13. Memberi kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan
Biarkan klien merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannya, perawat dapat
menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk
membuka pembicaraan.
14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini bertujuan untuk mengarahkan hampir selalu pembicaraan, yang
mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang dibicarakan dan tertarik untuk
melanjutkan pembicaraan. Perawat harus berusaha untuk menafsirkan daripada
mengarahkan diskusi/ pembicaraan.
15. Menempatkan kejadian secara teratur
Akan membantu perawat-klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif Kelanjutan
dari suatu kejadian akan membantu perawat-klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
Kelanjutan dari suatu kejadian dapat membantu perawat-klien untuk melihat kejadian
berikutnya sebagai akibat dari kejadian sebelumnya. Perawat akan dapat menentukan pola
kesukaran interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan
berarti bagi klien guna memenuhi kebutuhannya.
16. Menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya
Klien harus bebas menguraikan persepsinya kepada perawat. Waspadai timbulnya
gejala ansietas ketika klien menceritakan pengalamannya.
17. Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya.
MATERI TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

A. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapis
terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan meningkatkan hubungan
antar anggota (Depkes RI, 1997).
Terapi aktivitas kelompok adalah aktivitas membantu anggotanya untuk identitas
hubungan yang kurang efektif dan mengubah tingkah laku yang maladaptive (Stuart & Sundeen,
1998).
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat
kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas
digunakan sebagi terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan (Kelliat, 2005)

B. Tujuan Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)


Depkes RI (1997) mengemukakan tujuan terapi aktivitas kelompok secara rinci sebagai
berikut:
1. Tujuan Umum
a) Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan yaitu memperoleh pemahaman dan cara
membedakan sesuatu yang nyata dan khayalan.
b) Meningkatkan sosialisasi dengan memberikan kesempatan untuk berkumpul,
berkomunikasi dengan orang lain, saling memperhatikan memberikan tanggapan
terhadap pandapat maupun perasaan ortang lain.
c) Meningkatkan kesadaran hubungan antar reaksi emosional diri sendiri dengan prilaku
defensif yaitu suatu cara untuk menghindarkan diri dari rasa tidak enak karena merasa
diri tidak berharga atau ditolak.
d) Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti fungsi kognitif
dan afektif.
2. Tujuan Khusus
a) Meningkatkan identifikasi diri, dimana setiap orang mempunyai identifikasi diri tentang
mengenal dirinya di dalam lingkungannya.
b) Penyaluran emosi, merupakan suatu kesempatan yang sangat dibutuhkan oleh seseorang
untuk menjaga kesehatan mentalnya. Di dalam kelompok akan ada waktu bagi
anggotanya untuk menyalurkan emosinya untuk didengar dan dimengerti oleh anggota
kelompok lainnya.
c) Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk kehidupan sehari-hari, terdapat
kesempatan bagi anggota kelompok untuk saling berkomunikasi yang memungkinkan
peningkatan hubungan sosial dalam kesehariannya.

C. Indikasi Dan Kontra Indikasi Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)


Adapun indikasi dan kontra indikasi terapi aktivitas kelompok (Depkes RI (1997) adalah:
a) Semua klien terutama klien rehabilitasi perlu memperoleh terapi aktifitas kelompok kecuali
mereka yang : psikopat dan sosiopat, selalu diam dan autistic, delusi tak terkontrol, mudah
bosan.
b) Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi aktifitas kelompok antara
lain : sudah ada observasi dan diagnosis yang jelas, sudah tidak terlalu gelisah, agresif dan
inkoheren dan wahamnya tidak terlalu berat, sehingga bisa kooperatif dan tidak mengganggu
terapi aktifitas kelompok.
c) Untuk pelaksanaan terapi aktifitas kelompok di rumah sakit jiwa di upayakan pertimbangan
tertentu seperti : tidak terlalu ketat dalam tehnik terapi, diagnosis klien dapat bersifat
heterogen, tingkat kemampuan berpikir dan pemahaman relatif setara, sebisa mungkin
pengelompokan berdasarkan problem yang sama.
D. Jenis Terapi Kelompok
Kegiatan kelompok dibedakan berdasarkan kegiatan kelompok sebagai tindakan
keperawatan pada kelompok dan terapi kelompok. Menurut kelliat, 2005 membagi kelompok
menjadi tiga yaitu :
1. Terapi kelompok.
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan
waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Focus terapi kelompok
adalah membuat sadar diri, peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan atau
ketiganya.
2. Kelompok terapeutik.
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi, penyakit fisik krisis, tumbuh
kembang, atau penyesuaian social, misalnya kelompok ibu hamil yang akan menjadi ibu,
individu yang kehilangan, dan penyakit terminal. Banyak kelompok terapeutik dikembangkan
menjadi self-help-group. Tujuan dari kelompok ini adalah sebagai berikut : mencegah
masalah kesehatan, mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok, meningkatkan
kualitas kelompok. antara anggota kelompok saling membantu dalam menyelesaiakan
masalah.
3. Terapi aktivitas kelompok (TAK).
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan
aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan
dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternative
penyelesaian masalah.
Tujuan umum terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah klien mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus
kepadanya. Sedangkan tujuan khususnya adalah klien dapat mempersepsikan stimulus yang
dipaparkan kepadanya dengan tepat, klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari
stimulus yang dialami.
Aktivitas terapi kelompok stimulasi persepsi dibagi dalam empat (4) bagian yaitu :
1. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata sehari-hari.
2. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata dan respon yang dialami dalam kehidupan.
3. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata yang menyebabkan harga diri rendah.
4. Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang dialami dalam kehidupan.
MATERI TERAPI BERMAIN

A. Fungsi bermain
Menurut Suherman (2000), fungsi bermain diantaranya yaitu:
1. Perkembangan sensoris-motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen
terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi
otot.
2. Perkembangan intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu
yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenai warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan
membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan
masalah.
3. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima.
Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan social
damn belajar memecahkan masalah dari hubunga tersebut.
4. Perkembangan kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya ke
dalam bentuk objek dan atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak
akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar
dan memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin
berkembang.
5. Perkembangan kesadaran diri
Melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya dalam mengatur
tingkah laku.
6. Perkembangan moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua
dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapat kesempatan untuk
menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.
7. Bermain sebagai terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang
sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut
merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa
stressor yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak
akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan
permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan
relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan.

B. Katagori bermain
1. Bermain aktif
Pada permainan ini anak berperan secara aktif, kesenangan diperoleh dari apa yang
diperbuat oleh mereka sendiri. Bermain aktif meliputi :
Bermain mengamati/menyelidiki (Exploratory Play)
Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan
tersebut, memperhatikan, mengocok-ocok apakah ada bunyi, mencium, meraba, menekan
dan kadang-kadang berusaha membongkar.
Bermain konstruksi (Construction Play)
Pada anak umur 3 tahun dapat menyusun balok-balok menjadi rumah-rumahan.
Bermain drama (Dramatic Play)
Misal bermain sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan teman-temannya.
Bermain fisik
Misalnya bermain bola, bermain tali dan lain-lain.
2. Bermain pasif
Pada permainan ini anak bermain pasif antara lain dengan melihat dan mendengar.
Permainan ini cocok apabila anak sudah lelah bernmain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk
mengatasi kebosanan dan keletihannya.
Contoh ; Melihat gambar di buku/majalah.,mendengar cerita atau musik,menonton
televisi dsb.

C. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aktivits bermain


1. Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
2. Permainan disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
3. Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum meningkat pada keterampilan
yang lebih majemuk.
4. Jangan memaksa anak bermain, bila anak sedang tidak ingin bermain.
5. Jangan memberikan alat permainan terlalu banyak atau sedikit.

D. KARAKTERISTIK PERMAINAN SESUAI DENGAN TUMBUH KEMBANGNYA


Usia 0 12 bulan
Tujuannya adalah :
1. Melatih reflek-reflek (untuk anak bermur 1 bulan), misalnya mengisap, menggenggam.
2. Melatih kerjasama mata dan tangan.
3. Melatih kerjasama mata dan telinga.
4. Melatih mencari obyek yang ada tetapi tidak kelihatan.
5. Melatih mengenal sumber asal suara.
6. Melatih kepekaan perabaan.
7. Melatih keterampilan dengan gerakan yang berulang-ulang.

Alat permainan yang dianjurkan :


1. Benda-benda yang aman untuk dimasukkan mulut atau dipegang.
2. Alat permainan yang berupa gambar atau bentuk muka.
3. Alat permainan lunak berupa boneka orang atau binatang.
4. Alat permainan yang dapat digoyangkan dan keluar suara.
5. Alat permainan berupa selimut dan boneka.

Usia 13 24 bulan
Tujuannya adalah :
1. Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara.
2. Memperkenalkan sumber suara.
3. Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.
4. Melatih imajinasinya.
5. Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya dalam bentuk kegiatan yang menarik

Alat permainan yang dianjurkan:


1. Genderang, bola dengan giring-giring didalamnya.
2. Alat permainan yang dapat didorong dan ditarik.
3. Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga(misal: cangkir yang tidak mudah pecah,
sendok botol plastik, ember, waskom, air), balok-balok besar, kardus-kardus besar, buku
bergambar, kertas untuk dicoret-coret, krayon/pensil berwarna.

Usia 25 36 bulan
Tujuannya adalah ;
1. Menyalurkan emosi atau perasaan anak.
2. Mengembangkan keterampilan berbahasa.
3. Melatih motorik halus dan kasar.
4. Mengembangkan kecerdasan (memasangkan, menghitung, mengenal dan membedakan
warna).
5. Melatih kerjasama mata dan tangan.
6. Melatih daya imajinansi.
7. Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda.

Alat permainan yang dianjurkan :


1. Alat-alat untuk menggambar.
2. Lilin yang dapat dibentuk
3. Pasel (puzzel) sederhana.
4. Manik-manik ukuran besar.
5. Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang berbeda.
6. Bola.
Usia 32 72 bulan
Tujuannya adalah :
1. Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan.
2. Mengembangkan kemampuan berbahasa.
3. Mengembangkan pengertian tentang berhitung, menambah, mengurangi.
4. Merangsang daya imajinansi dsengan berbagai cara bermain pura-pura (sandiwara).
5. Membedakan benda dengan permukaan.
6. Menumbuhkan sportivitas.
7. Mengembangkan kepercayaan diri.
8. Mengembangkan kreativitas.
9. Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari, dll).
10.Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi, motorik halus dan kasar.
11.Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang diluar rumahnya.
12.Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan, misal : pengertian mengenai
terapung dan tenggelam.
13.Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong.

Alat permainan yang dianjurkan :


1. Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-anak, alat gambar & tulis,
kertas untuk belajar melipat, gunting, air, dll.
2. Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar rumah.

Usia Prasekolah
Alat permainan yang dianjurkan :
1. Alat olah raga.
2. Alat masak
3. Alat menghitung
4. Sepeda roda tiga
5. Benda berbagai macam ukuran.
6. Boneka tangan.
7. Mobil.
8. Kapal terbang.
9. Kapal laut dsb

Usia sekolah
Jenis permainan yang dianjurkan :
1. Pada anak laki-laki : mekanik.
2. Pada anak perempuan : dengan peran ibu.
Usia Praremaja (yang akan dilakukan oleh kelompok)
Karakterisrik permainnya adalah permainan intelaktual, membaca, seni, mengarang,
hobi, video games, permainan pemecahan masalah.

Usia remaja
Jenis permainan : permainan keahlian, video, komputer, dll.
MATERI KOMUNITAS

A. Strategi Pelaksanaan Keperawatan Komunitas


1. Pendidikan kesehatan (Health Promotion)
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu
dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya
dengan kesehatan (Naomi, 2002).
2. Proses kelompok (Group Process)
Bidang tugas perawat komunitas tidak bisa terlepas dari kelompok masyarakat
sebagai klien termasuk sub-sub sistem yang terdapat di dalamnya, yaitu: individu, keluarga,
dan kelompok khusus. Menurut Nies dan McEwan (2001), perawat spesialis komunitas
dalam melakukan upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatan
masyarakat dapat menggunakan alternatif model pengorganisasian masyarakat, yaitu:
perencanaan sosial, aksi sosial atau pengembangan masyarakat.
3. Kerjasama atau kemitraan (Partnership)
Kemitraan adalah hubungan atau kerjasama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan
kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan atau memberikan manfaat (Depkes RI,
2005).
Partisipasi klien/masyarakat dikonseptualisasikan sebagai peningkatan inisiatif diri
terhadap segala kegiatan yang memiliki kontribusi pada peningkatan kesehatan dan kese
ahteraan (Palestin, 2007).
4. Pemberdayaan (Empowerment)
Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai proses pemberian
kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi transformatif kepada masyarakat,
antara lain: adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan mandiri
untuk membentuk pengetahuan baru (Palestin, 2007).
Perawat komunitas perlu memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada
masyarakat agar muncul partisipasi aktif masyarakat. Membangun kesehatan masyarakat
tidak terlepas dari upayaupaya untuk meningkatkan kapasitas, kepemimpinan dan
partisipasi masyarakat (Palestin, 2007). Sasarannya :

Individu
Keluarga
Kelompok khusus
Tingkat Komunitas

B. Peran Perawat Komunitas (Provider OfNursing Care)


1. Sebagai penyedia pelayanan (Care provider)
Memberikan asuhan keperawatan melalui mengkaji masalah keperawatan yang ada,
merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan dan mengevaluasi
pelayanan yang telah diberikan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Helvie,
1997).
2. Sebagai Pendidik dan konsultan (Nurse Educator and Counselor)
Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tatanan
psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan
untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Di dalamnya diberikan dukungan emosional
dan intelektual (Mubarak, 2005).
3. Sebagai Panutan (Role Model)
Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh yang baik dalam
bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang bagaimana
tata cara hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh masyarakat (Helvie, 1997).
4. Sebagai pembela (Client Advocate)
Pembelaan termasuk di dalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien,
memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien (Mubarak, 2005).
Tugas perawat sebagai pembela klien adalah bertanggung jawab membantu klien dan
keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam
memberikan informasi hal lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (Informed
Concent) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya (Mubarak, 2005). Tugas yang
lain adalah mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien
yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan
(Mubarak, 2005).
5. Sebagai Manajer kasus (Case Manager)
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan
pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan tanggung
jawab yang dibebankan kepadanya (Helvie, 1997).
6. Sebagai kolaborator
Peran perawat sebagai kolaborator dapat dilaksanakan dengan cara bekerjasama
dengan tim kesehatan lain, baik dengan dokter, ahli gizi, ahli radiologi, dan lain-lain dalam
kaitanya membantu mempercepat proses penyembuhan klien (Mubarak, 2005). Tindakan
kolaborasi atau kerjasama merupakan proses pengambilan keputusan dengan orang lain pada
tahap proses keperawatan. Tindakan ini berperan sangat penting untuk merencanakan
tindakan yang akan dilaksanakan (Helvie, 1997).
7. Sebagai perencana tindakan lanjut (Discharge Planner)
Perencanaan pulang dapat diberikan kepada klien yang telah menjalani perawatan di
suatu instansi kesehatan atau rumah sakit. Perencanaan ini dapat diberikan kepada klien yang
sudah mengalami perbaikan kondisi kesehatan (Helvie, 1997).
8. Sebagai pengidentifikasi masalah kesehatan (Case Finder)
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-masalah kesehatan dan
keperawatan yang timbul serta berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjungan
rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan pengumpulan data (Helvie, 1997).
9. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator of Services)
Peran perawat sebagai koordinator antara lain mengarahkan, merencanakan dan
mengorganisasikan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada klien (Mubarak, 2005).
Pelayanan dari semua anggota tim kesehatan, karena klien menerima pelayanan dari banyak
profesional (Mubarak, 2005).
10.Pembawa perubahan atau pembaharu dan pemimpin (Change Agent and Leader)
Pembawa perubahan adalah seseorang atau kelompok yang berinisiatif merubah atau
yang membantu orang lain membuat perubahan pada dirinya atau pada sistem.

C. Metode Penapisan
Kriteria penapisan :
1. Sesuai dengan peran perawat
2. Jumlah yang beresiko
3. Resiko Parah
4. Kemungkinan untuk dilakukan pendidikan kesehatan
5. Minat masyarakat untuk menyelesaikan masalah kesehatan
6. Kemungkinan masalah untuk diatasi
7. Sesuai dengan program kesehatan
8. Sumber daya : tempat
9. Sumber daya : waktu
10. Ketersediaan dana untuk menyelesaikan masalah kesehatan
11. Adanya fasilitas kesehatan
12. Adanya SDM untuk mengatasi masalah kesehatan
D. Penentuan Prioritas

No Penilaian Skor Bobot


1 Sifat masalah
Skala :
Tidak/kurang sehat 3
Ancaman kesehatan 2 1
Potensial/wellness 1

2 Kemungkinan masalah dapat diubah


Skala :
Mudah 2
Sebagian 1 2
Tidak dapat 0

3 Potensi masalah untuk dicegah


Skala :
Tinggi 3
Cukup 2 1
Rendah 1

4 Menonjolnya masalah
Skala :
Masalah berat, harus ditangani 2
Ada masalah tapi tidak perlu ditangani 1 1
Masalah tidak dirasakan 0
MATERI KELUARGA

A. Fungsi Keluarga
Terdapat 5 fungsi keluarga dalam tatanan masyarakat, yaitu :
1. Fungsi Biologis
Untuk meneruskan keturunan
Memelihara dan membesarkan anak
Memberikan makanan bagi keluarga dan memenuhi kebutuhan gizi
Merawat dan melindungi kesehatan para anggotanya
Memberi kesempatan untuk berekreasi

2. Fungsi Psikologis
Identitas keluarga serta rasa aman dan kasih sayang
Pendewasaan kepribadian bagi para anggotanya
Perlindungan secara psikologis
Mengadakan hubungan keluarga dengan keluarga lain atau masyarakat

3. Fungsi Sosial Budaya atau Sosiologi


Meneruskan nilai-nilai budaya
Sosialisasi
Pembentukan noema-norma, tingkah laku pada tiap tahap perkembangan anak serta
kehidupan keluarga

4. Fungsi Sosial
Mencari sumber-sumber untuk memenuhi fungsi lainnya
Pembagian sumber-sumber tersebut untuk pengeluaran atau tabungan
Pengaturan ekonomi atau keuangan

5. Fungsi Pendidikan
Penanaman keterampilan, tingkah laku dan pengetahuan dalam hubungan dengan fungsi-
fungsi lain.
Persiapan untuk kehidupan dewasa.
Memenuhi peranan sehingga anggota keluarga yang dewasa

B. Jenis Keluarga
Tradisional :
1. The Nuclear Family (keluarga inti) Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.
2. The Dyad Family Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup
bersama dalam satu rumah
3. Keluarga usila Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak sudah
memisahkan diri
4. The Childless Family Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk
mendapatkan anak terlambat waktunya, yang disebabkan karena mengejar karir/pendidikan
yang terjadi pada wanita
5. The Extended Family (keluarga luas/besar) Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang
hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear family disertai : paman, tante, orang tua
(kakak-nenek), keponakan, dll)
6. The Single-Parent Family (keluarga duda/janda) Keluarga yang terdiri dari satu orang tua
(ayah dan ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan
ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan)
7. Commuter Family Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota
tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja diluar kota bisa berkumpul pada
anggota keluarga pada saat akhir pekan (week-end)
8. Multigenerational Family Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang
tinggal bersama dalam satu rumah
9. Kin-Network Family Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling
berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama. Misalnya :
dapur, kamar mandi, televisi, telpon, dll)
10. Blended Family Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali dan
membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya
11. The Single Adult Living Alone / Single-Adult Family Keluarga yang terdiri dari orang
dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (separasi), seperti : perceraian
atau ditinggal mati

Non-Tradisional :
1. The Unmarried Teenage Mother Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan
anak dari hubungan tanpa nikah
2. The Stepparent Family Keluarga dengan orangtua tiri
3. Commune Family Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan
saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama,
pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok / membesarkan
anak bersama
4. The Nonmarital Heterosexual cohabiting family Keluarga yang hidup bersama berganti-
ganti pasangan tanpa melalui pernikahan
5. Gay And Lesbian Families Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama
sebagaimana pasangan suami-istri (marital partners)
6. Cohabitating Couple Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena
beberapa alasan tertentu
7. Group-Marriage Family Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga
bersama, yang merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu,
termasuk sexual dan membesarkan anaknya
8. Group Network Family Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup
berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama,
pelayanan dan bertanggung jawab membesarkan anaknya
9. Foster Family Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara dalam
waktu sementara, pada saat orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya
10. Homeless Family Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau
problem kesehatan mental
11. Gang Sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda yang mencari ikatan
emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian, tetapi berkembang dalam kekerasan
dan kriminal dalam kehidupannya.

Berdasarkan Jenis Anggota Keluarga


1. Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
2. Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara.
Misalnya : kakak, nenek, keponakan, dan lain-lain.
3. Keluarga Berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiiri dari wanita dan pria yang
menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
4. Keluarga Duda/janda (Single Family) dalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau
kematian.
5. Keluarga Berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan
hidup secara bersama.
6. Keluarga Kabitas (Cahabitation) adalah dua orang yang terjadi tanpa pernikahan tetapi
membentuk suatu keluarga.
Berdasarkan Garis Keturunan
1. Patrilinear adalah keturunan sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
2. Matrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
ganerasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

Berdasarkan Jenis Perkawinan


1. Monogami adalah keluarga dimana terdapat seorang suami dengan seorang istri.
2. Poligami adalah keluarga dimana terdapat seorang suami dengan lebih dari satu istri.

Berdasarkan Pemukiman
1. Patrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat dengan keluarga sedarah
suami.
2. Matrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat dengan keluarga satu
istri
3. Neolokal adalah pasangan suami istri, tinggal jauh dari keluarga suami maupun istri.

Berdasarkan Kekuasaan
1. Patriakal adalah keluarga yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah
dipihak ayah.
2. Matrikal adalah keluarga yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah
pihak ibu.
3. Equalitarium adalah keluarga yang memegang kekuasaan adalah ayah dan ibu.
MATERI KOMUNITAS

Tingkatan pencegahan ini membantu memelihara keseimbangan yang terdiri dari


pencegahan primer, sekunder dan tersier.
A. Pencegahan Primer
Terjadi sebelum sistem bereaksi terhadap stressor, meliputi : promosi kesehatan dan
mempertahankan kesehatan. Pencegahan primer mengutamakan pada penguatan flexible lines of
defense dengan cara mencegah stress dan mengurangi faktor-faktor resiko. Intervensi dilakukan
jika resiko atau masalah sudah diidentifikasi tapi sebelum reaksi terjadi. Strateginya mencakup :
promosi,pendidikan dan perlindungan kesehatan serta immunisasi, olah raga dan perubahan gaya
hidup.

B. Pencegahan Sekunder
Meliputi berbagai tindakan yang dimulai setelah ada gejala dari stressor dengan
mengobati sampai mengurangi. Pencegahan sekunder mengutamakan pada penguatan internal
lines of resistance, mengurangi reaksi dan meningkatkan faktor-faktor resisten sehingga
melindungi struktur dasar melalui tindakan-tindakan yang tepat sesuai gejala. Tujuannya adalah
untuk memperoleh kestabilan sistem secara optimal dan memelihara energi. Jika pencegahan
sekunder tidak berhasil dan rekonstitusi tidak terjadi maka struktur dasar tidak dapat mendukung
sistem dan intervensi-intervensinya sehingga bisa menyebabkan kematian.

C. Pencegahan Tersier
Dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategi-strategi pencegahan sekunder.
Pencegahan tersier difokuskan pada mengurangi serta perbaikan kembali ke arah stabilitas sistem
klien secara optimal. Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat resistansi terhadap stressor
untuk mencegah reaksi timbul kembali atau regresi, sehingga dapat mempertahankan energi.
Pencegahan tersier cenderung untuk kembali pada pencegahan primer.

D. Cara Peningkatan Kesehatan


Health promotion
1. Perbaikan dan peningkatan gizi ibu dan anak
2. Perbaikan dan pemeliharaan kesehatan perseorangan
3. Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan
4. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat
5. Olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
6. Kesempatan memperoleh hiburan
7. Nasihat perkawinan dan pendidikan sek yang bertanggungjawab

General and specific protection


1. Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah terhadap
penyakit-penyakit tertentu.
2. Isolasi terhadap penderita penyakit menular.
3. Perlindungan terhadap kemungkinan kecelakaan di tempat-tempat umum dan tempat
kerja.
4. Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat kasinogenik, racun, alergan.
5. Pengendalian sumber-sumber pencemaran.

Early diagnosis and prompt treatment


1. Case finding.
2. Melakukan pemeriksaan kesehatan umum secara rutin.
2. Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu seperti kusta, TBC.
3. Case holding.
4. Contact person.
5. Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.
Dissabilty limitation
1. Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjutan agar terarah dan tidak
menimbulkan komplikasi.
2. Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.
3. Perbaiakan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk dimungkinkan pengobatan dan
perawatan yang lebih intensif.

Rehabilitation
1. Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan mengikutsertakan masyarakat.
2. Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberikan
dukungan moral setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan.
3. Mengusahakan perkampungan rahabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang telah
cacat mampu mengembangkan diri.
4. Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan seseorang setelah ia
sembuh dari suatu penyakit.
MATERI GERONTIK

A. Penilaian Indeks Katz

Skore Kriteria
Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK),
A
berpindah, ke kamar kecil mandi dan berpakaian.

B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut.

Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi


C
tambahan.

Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan satu


D
fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar
E kecil dan satu fungsi tambahan.

Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar


F
kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut.
Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
Lain Lain
diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F

Keterangan:
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain.
Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi,
meskipun sebenarnya mampu.
1. Mandi
Mandiri : bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti punggung atau ekstermitas
yang tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya.
Bergantung : bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan masuk dan keluar dari
bak mandsi, serta tidak mandi sendiri.
2. Berpakaian
Mandiri : mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan pakaian,
mengancingi atau mengikat pakaian.
Tergantung : tidak dapat memakai baju sendiri atau baju hanya sebagian.
3. Ke Kamar Kecil
Mandiri : masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan genitalia
sendiri.
Tergantung : menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan menggunakan pispot.
4. Berpindah
Mandiri : berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi sendiri.
Tergantung : bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi, tidak melakukan
satu, atau lebih berpindah.
5. Kontinen
Mandiri : BAK dan BAB seluruh dikontrol sendiri.
Tergantung : Inkontinensia parsial atau lokal; penggunaan kateter, pispot, enema, dan
pembalut (pampres).
6. Makan
Mandiri : mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.
Bergantung : bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan menyuapinya, tidak
makan sama sekali, dan makan parenteral (NGT).

B. Penilaian Indeks Barthel.

No. Item yang dinilai Penilaian Skor Nilai

1. Makan (Feeding) Tidak mampu 0


Butuh bantuan memotong, mengoles 1
mentega dll.
Mandiri 2
2. Mandi (Bathing) Tergantung orang lain 0
Mandiri 1
3. Perawatan Membutuhkan bantuan orang lain 0
diri (Grooming) Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi, 1
dan bercukur
4. Berpakaian (Dressing) Tergantung orang lain 0
Sebagian dibantu (misal mengancing baju) 1
Mandiri 2
5. Buang air kecil (Bowel) Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak 0
terkontrol
Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam) 1
Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari) 2
6. Buang Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema) 0
air besar (Bladder) Kadang Inkontensia (sekali seminggu) 1
Kontinensia (teratur) 2
7. Penggunaan toilet Tergantung bantuan orang lain
0
Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan
1
beberapa hal sendiri
Mandiri
2
8. Transfer Tidak mampu 0
Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang) 1
Bantuan kecil (1 orang) 2
Mandiri 3
9. Mobilitas Immobile (tidak mampu) 0
Menggunakan kursi roda 1
Berjalan dengan bantuan satu orang 2
Mandiri (meskipun menggunakan alat 3
bantu seperti, tongkat)
10. Naik turun tangga Tidak mampu 0
Membutuhkan bantuan (alat bantu) 1
Mandiri 2

Interpretasi
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
MATERI GAWAT DARURAT
DRCAB

D = DANGER
Memastikan bahwa penolong sudah mengetahui bahaya yang menyebabkan korban terkena bahaya
dan memastikan bahwa penolong sudah aman melakukan pertolongan pada korban.

R = RESPONSE.
Kata RESPONSE merupakan langkah yang harus dilakukan setelah penolong mengetahui bahaya
yang ada dan telah menyingkirkan bahaya itu, sehingga penolong bisa memulai pertolongannya. Yang
dilakukan penolong adalah melakukan pengecekan, apakah korban bisa memberi response terhadap
apa yang dilakukan oleh penolong.

C = CIRCULATION
Melakukan pemijatan jantung dengan frekuensi 30x pijatan diselingi 2x bantuan pernafasan. Lakukan
prosedur pemijatan jantung ini selama 5x siklus pemijatan dan kemudian diperiksa lagi apakah sudah
ada detak jantung atau denyut nadinya. Proses ini berulang terus dan akan berhenti bila korban sudah
bereaksi, misalnya batuk dan terbangun atau sadar dan mulai bernafas kembali.

A = AIRWAY
Membuka/mengecek jalan nafas
Snoring (lidah)
Gungling (cairan)
Obstruksi patologis (crowing)

B = BREATHING
Memberikan initiakl breathing berupa bantuan pernafasan, biasanya dilakukan untuk orang dewasa
sebanyak 12 nafas buatan per menit. Apabila tetap tidak ada respons, maka bisa dilanjutkan
dengan memberikan pijat jantung lagi sebanyak 30 x dan nafas 2 x.

Fraktur Basic Cranii / Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :


1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan
saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda tajam/runcing.

2. Berdasarkan Beratnya Cidera


Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian Glasgow Scala Coma
(GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Cedera kepala ringan
GCS 13 - 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral dan hematoma
b. Cedera kepala sedang
GCS 9 - 12
Saturasi oksigen > 90 %
Tekanan darah systole > 100 mmHg
Lama kejadian < 8 jam
Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam
Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Cedera kepala berat
GCS 3 8
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam
Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral

Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka
reaksi verbal diberi tanda X, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak dapat di
nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai X, sedangkan jika
penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai T.

3. Berdasarkan Morfologi
a. Cedera kulit kepala
Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat menjadi pintu
masuk infeksi intrakranial.
b. Fraktur Tengkorak
Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii secara anatomis ada
perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang meliputi pada basis caranii
tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih tipis
dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih melekat erat pada tulang
dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan
robekan durameter klinis ditandai dengan bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea,
brill hematom, batles sign, lesi nervus cranialis yang paling sering n i, nvii dan nviii (Kasan,
2000).
Sedangkan penanganan dari fraktur basis cranii meliputi :
1. Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk, mengejan,
makanan yang tidak menyebabkan sembelit.
2. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan tampon
steril (consul ahli tht) pada bloody otorrhea/otoliquorrhea.
3. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan
posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat

c. Cedera Otak/Perdarahan Intrakranial


1. Epiduralis haematoma
adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter akibat robeknya
arteri meningen media atau cabang-cabangnya. Epiduralis haematoma dapat juga terjadi
di tempat lain, seperti pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior.
2. Subduralis haematoma
Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara durameter dan
corteks, dimana pembuluh darah kecil vena pecah atau terjadi perdarahan. Kejadiannya
keras dan cepat, karena tekanan jaringan otak ke arteri meninggia sehingga darah cepat
tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat
memberi tanda-tanda meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra
Kranial).
3. Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan pada
permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada praktik sehari-hari
adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna
(pelebaran pembuluh darah). Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
4. Intracerebralis Haematoma
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang
mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak. Paling sering
terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah juga karena tekanan pada
durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah subduralis haematoma.

4. Berdasarkan Patofisiologi
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi gegar kepala ringan,
memar otak dan laserasi.
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi sistemik, hipoksia,
hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan, dan infeksi / komplikasi pada organ tubuh
yang lain.

Tanda tanda dari fraktur dasar tengkorak adalah :


1. Otorrhea atau keluarnya cairan otak melalui telinga menunjukan terjadi fraktur pada
petrous pyramid yang merusak kanal auditory eksternal dan merobek membrane timpani
mengakibatkan bocornya cairan otak atau darah terkumpul disamping membrane timpani
(tidak robek)
2. Battle Sign (warna kehitaman di belakang telinga) : Fraktur meluas ke posterior dan
merusak sinus sigmoid.
3. Racoon atau pandabear: fraktur dasar tengkorak dari bagian anterior menyebabkan
darah bocor masuk ke jaringan periorbital.
4. Saraf olfaktorius, fasial dan auditori yang lebih sering terganggu. Anosmia dan kehilangan
dari rasa akibat trauma kepala terutama jatuh pada bagian belakang kepala. Sebagian besar
anosmia bersifat permanen
5. Fraktur mendekati sella mungkin merobek bagian kelenjar pituitary hal ini dapat
mengakibatkan diabetes insipidus
6. Fraktur pada tulang sphenoid mungkin dapat menimbulkan laserasi saraf optic dan dapat
menimbulkan kebutaan, pupil tidak bereaksi terhadap cahaya. Cedera sebagian pada saraf
optic dapat menimbulkan pasien mengalami penglihatan kabur .
7. Kerusakan pada saraf okulomotorius dapat dikarakteriskan dengan ptosis dan diplopia
8. Kerusakan pada saraf optalmic dan trigeminus yang diakibatkan fraktur dasar tengkorak
menyebrang ke bagian tengah fossa cranial atau cabang saraf ekstrakranial dapat
mengakibatkan mati rasa atau Paresthesia
9. Kerusakan pada saraf fasial dapat diakibatkan karena fraktur tranversal melalui tulang
petrous dapat mengakibatkan facial palsy segera ,sedangkan jika fraktur longitudinal dari
tulang petrous dapat menimbulkan fasial palsy tertunda dalam beberapa hari.
10. Kerusakan saraf delapan atau auditorius disebabkan oleh fraktur petrous mengakibatkan
hilang pendengaran atau vertigo postural dan nystagmus segera setelah trauma.
11. Fraktur dasar melalui tulang sphenoid dapat mengakibatkan laserasi pada arteri karotis
internal atau cabang dari intracavernous dalam hitungan jam atau hari akan
didapat exopthalmus berkembang karena darah arteri masuk kes sinus dan bagian
superior mengembung dan bagian inferior menjadi kosong dapat mengakibatkan nyeri
12. Jika fraktur menimbulkan ke bagian meningen atau jika fraktur melalui dinding sinus
paranasal dapat mengakibatkan bakteri masuk kedalam cranial cavity dan
mengakibatkan meningitis dan pembentukan abses, dan cairan otak bocor kedalam sinus
dan keluar melalui hidung atau disebut rinorhea. Untuk menguji bahwa cairan yang keluar
dari hidung merupakan cairan otak dapat menggunakan glukotest dm (karena mucus tidak
mengandung glukosa). Untuk mencegah terjadinya meningitis pasien propilaksis diberikan
antibiotik.
13. Penimbunan udara pada ruang cranial (aerocele) sering terjadi pada fraktur tengkorak atau
prosedur dapat menimbulakn pneumocranium

Langkah-langkah Log roll untuk pasien trauma


1. Jelaskan prosedur pada pasien dengan mempertimbangkan status kesadaran klien dan
minta klien untuk tetap berbaring dan menunggu bantuan. Pastikan colar terpasang dengan
benar.
2. Jika mungkin, pastikan peralatan seperti kateter indwelling, kateter interkosta, ventilator
tube dan lain-lain pada posisinya untuk mencegah overekstensi dan kemungkian tertarik
keluar selama perubahan posisi.
3. Jika klien diintubasi atau terpasang tracheostomy tube, suction jalan nafas sebelum log
roll dianjurkan, untuk mencegah batuk yang mugkin menyebabkan malalignment secra
anatomis selama prosedur log roll.
4. Tempat tidur harus diposisikan sesuai tinggi badan penolong yang menahan kepala dna
penolong lainnya.
5. Klien harus dalam posisi supine dan alignment secara anatomis selama prosedur log roll.
6. Tangan proksimal klien harus diaduksi sedikit untuk menghindari berpindah ke peralatan
monitor misalnya selang intravena perifer. Tangan distal klien harus diekstensikan dengan
alignment pada thorak dan abdomen, atau tekuk kearah dada klien jika mungkin misalnya
jika tangan cedera. Satu bantal harus ditepatkan diantara kaki-kaki klien.
7. Penolong 1, bantu menahan bagian atas badan klien, tempatkan satu tangan melampaui
bahu klien untuk menopang area dada posterior, dan tangan yang lain melingkari paha
klien.
8. Penolong 2, bantu menahan abdomen dan tangan bawah klien, bertumpuk dengan
penolong 1 untuk menempatkan satu tangan di bawah punggung klien, dan tangan lainnya
melingkari betis klien.
9. Dengan aba-aba dari penolong panahan kepala, klien diputar secara alignment anatomis
denga tindakan yang lembut.
10. Penyelesaian aktivitas, penolong penahan kepala akan memberi aba-aba untuk
mengembalikan klien pada posisi lateral dengan bantal penahan. Klien harus ditingggalkan
dalam posisi alignment anatomis yang benar setiap waktu.

CATATAN
5. Mati Klinis
Tidak ditemukan adanya pernapasan dan denyut nadi, bersifat reversibel, penderita
punya kesempatan waktu 4-6 menit untuk dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak.
6. Mati Biologis
Biasanya terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung, dimulai dengan
kematian sel otak, bersifat irreversibel. (kecuali berada di suhu yang ekstrim dingin,
pernah dilaporkan melakukan resusitasi selama 1 jam/ lebih dan berhasil).

Teknik Resusitasi Jantung Paru (Kompresi)


1. Kedua lengan lurus dan tegak lurus pada sternum
2. Tekan ke bawah sedalam 4-5 cm
a. Tekanan tidak terlalu kuat
b. Tidak menyentak
c. Tidak bergeser / berubah tempat
3. Kompresi ritmik 100 kali / menit ( 2 pijatan / detik )
4. Fase pijitan dan relaksasi sama ( 1 : 1)
5. Rasio pijat dan napas 30 : 2 (15 kali kompresi : 2 kali hembusan napas)
6. Setelah empat siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi

Resusitasi Jantung Pada Bayi dan Anak


Hal yang harus diperhatikan jika RJP pada bayi dan anak:
1. Saluran Pernapasan (Airway =A)
Hati-hatilah dalam memengang bayi sehingga Anda tidak mendongakkan kepala
bayi dengan berlebihan. Leher bayi masih terlalu lunak sehingga dongakan yang kuat
justru bisa menutup saluran pernapasan.
2. Pernapasan (Breathing = B)
Pada bayi yang tidak bernapas, jangan meneoba menjepit hidungnya. Tutupi mulut
dan hidungnya dengan mulut Anda lalu hembuskan dengan perlahan (1 hingga 1,5
detik/napas) dengan menggunakan volume yang eukup untuk membuat dadanya
mengembang. Pada anak kecil, jepit hidungnya, tutupi mulutnya, dan berikan hembusan
seperti pada bayi.
3. Peredaran Darah (Circulation = C)
Pemeriksaan Denyut:
Pada bayi, untuk menentukan ada atau tidaknya denyut nadi adalah dengan meraba
bagian dalam dari lengan atas pad a bagian tengah antara siku dan bahu. Pemeriksaan
denyut pada anak keeiL sarna dengan orang dewasa.

Resusitasi jantung paru pada bayi ( < 1 tahun)


1. 2 3 jari atau kedua ibu jari
2. Titik kompresi pada garis yang menghubungkan kedua papilla mammae
3. Kompresi ritmik 5 pijatan / 3 detik atau kurang lebih 100 kali per menit
4. Rasio pijat : napas 15 : 2
5. Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi

Resusitasi Jantung paru pada anak-anak ( 1-8 tahun)


1. Satu telapak tangan
2. Titik kompresi pada satu jari di atas Proc. Xiphoideus
3. Kompresi ritmik 5 pijatan / 3 detik atau kurang lebih 100 kali per menit
4. Rasio pijat : napas 30 : 2
5. Setelah tiga siklus pijat napas, evaluasi sirkulasi

Tingkat kesadaran :
1. Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun
terhadap lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang ditanyakan pemeriksa dengan
baik.
2. Apatis, yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya.
3. Delirium, yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan gerakan, siklus tidur bangun yang
terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi serta meronta-ronta.
4. Somnolen yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih dapat sadar bila dirangsang,
tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur kembali.
5. Sopor, yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun masih dapat dibangunkan
dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak
dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
6. Semi-coma yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap pertanyaan,
tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi
refleks kornea dan pupil masih baik.
7. coma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan respons terhadap pertanyaan,
tidak ada gerakan, dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.

Penilaian Tingkat Kesadaran Berdasarkan Nilai GCS :


Pemeriksaan GCS pada orang Dewasa :
Eye (respon membuka mata) :
(4) : Spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :


(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang), disorientasi tempat
dan waktu.
(3) : kata-kata tidak jelas
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motorik (gerakan) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar/menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari
mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

Pemeriksaan gcs pada orang anak/bayi :


Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : patuh pada perintah/suara
(2) : dengan rangsangan nyeri
(1) : tidak ada respon

Verbal (bicara) :
(5) : mengoceh
(4) : menangis lemah
(3) : menangis (karena diberi rangsangan nyeri)
(2) : merintih (karena diberi rangsangan nyeri)
(1) : tidak ada respon

Motorik (gerakan) :
(6) : spontan
(5) : menarik (karena sentuhan)
(4) : menarik (karena rangsangan nyeri)
(3) : fleksi abnormal
(2) : ekstensi abnormal
(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol


EVM Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu
E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

Kesimpulan :
1. Composmentis : 15-14
2. Apatis : 13-12
3. Delirium : 11-10
4. Somnolen : 9-7
5. Stupor : 6-4
6. Coma : 3
PENILAIAN APGAR

Kriteria Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2

warna kulit tubuh normal merah


warna kulit tubuh , tangan ,
Appearance seluruhnya biru muda , tetapi kepala dan
dan kaki normal merah muda,
(warna kulit) atau pucat ekstermitas kebiruan
tidak ada sianosis
(akrosianosis)

Pulse
(denyut tidak teraba <100 kali/menit >100 kali/menit
jantung)

Grimace
(respons tidak ada respons meringis/menangis lemah ketika meringis/bersin/batuk saat
refleks) terhadap stimulasi di stimulasi stimulasi saluran napas

Activity
lemah/tidak ada sedikit gerakan bergerak aktif
(tonus otot)

Respiration menangis kuat, pernapasan


(pernapasan) tidak ada Lemah, tidak teratur
baik dan teratur
Perhitungan Jumlah Pemberian O2

Rumus: RR x volume tidal x 20% = ML

Contoh: Klien dengan RR 35x/menit harus mendapatkan o2 sebanyak


35500 ML x 20% = 3500 ML = 3,5 Liter

Penilaian Lapang Pandang


Tajam Penglihatan
6/6 : Bisa membaca dengan benar huruf pada Snelen Chart dan orang normal pun dapat
melakukannya (jarak 6 m)

6/30 : Hanya bisa membaca huruf pada jarak 6m, sedangkan orang normal bisa membaca
pada jarak 30m.

3/60 : Hanya bisa melihat dan menentukan jumlah jari dengan benar pada jarak 3m
sedangkan orang normal 60m.

1/300 : Hanya bisa melihat lambaian tangan pada jarak 1m, orang normal 300m.

1/- : Hanya bisa merasakan sinar saja

0 : Buta total
12 SARAF CRANIAL & FUNGSINYA

Nomor Nama Jenis Fungsi

Menerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya ke


otak untuk diproses sebagai sensasi bau.
Ini memiliki inti penciuman anterior.
I Olfaktorius Sensorik Ini adalah murni saraf sensorik. Ini membantu
untuk mengirimkan indera penciuman dan terletak
di foramina penciuman dalam piring cribiform
dari tulang ethmoid.

Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke


otak untuk diproses sebagai persepsi visual.
II Optik Sensorik Ini berisi sel-sel ganglion retina.
Saraf ini mentransmisikan informasi visual ke
otak dan terletak di kanal optik.

Menggerakkan sebagian besar otot mata


Ini adalah terutama saraf motorik dan berasal di
otak tengah.
Saraf ini menginervasi levator palpebrae
III Okulomotor Motorik superioris, rektus superior, rektus medialis, rektus
inferior, dan inferior miring, yang semua otot yang
secara kolektif melakukan terutama gerakan-
gerakan Mata. Hal ini juga menginervasi sfingter
pupillae. Hal ini terletak di fisura orbital superior.

Menggerakkan beberapa otot mata


saraf troklearis berasal di otak tengah.
Saraf ini innervates otot oblik superior, yang
IV Troklearis Motorik
menekan, berputar lateral sekitar sumbu optik dan
membantu untuk intort bola mata. Hal ini terletak
di fisura orbital superior.

Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk diproses


di otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
Ini adalah saraf yang berasal dari pons.
Saraf trigeminal adalah saraf campuran, yaitu,
mengandung sensasi baik sensorik dan motorik.
V Trigeminus Gabungan
Ini menerima sensasi dari wajah dan menginervasi
otot-otot pengunyahan. Hal ini terletak di fisura
orbital superior (oftalmik saraf V1), foramen
rotundum (maksila saraf V2), dan foramen ovale
(saraf mandibula V3).

Abduksi mata
Saraf ini berasal sepanjang margin posterior pons.
VI Abdusen Motorik Saraf ini terutama motorik sifatnya. Ini innervates
rektus lateral, yang membantu untuk melarikan
mata dan terletak di fisura orbital superior.
Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah
untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan
ekspresi wajah
Saraf ini berasal dari pons.
Saraf wajah adalah baik sensorik dan motorik
secara alami. Saraf wajah merupakan salah satu
saraf yang paling penting dalam tubuh. Saraf ini
VII Fasialis Gabungan memberikan persarafan motor untuk otot-otot
ekspresi wajah, perut posterior dari otot digastric,
dan otot stapedius, menerima pengertian khusus
rasa dari anterior 2/3 lidah, dan memberikan
persarafan secretomotor ke kelenjar ludah (kecuali
parotis) dan kelenjar lakrimal. Hal ini terletak dan
berjalan melalui saluran akustik internal untuk
kanalis facialis dan keluar pada foramen
stylomastoideum.

Sensori sistem vestibular: Mengendalikan keseimbangan


Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di otak
sebagai suara
Saraf ini berawal sepanjang cerebellopontine
angle.
Saraf sensorik ini sebagian besar secara alami.
VIII Vestibulokoklearis Sensorik
Seperti namanya, saraf ini indra suara, rotasi dan
gravitasi yang sangat penting untuk keseimbangan
dan gerakan. ini vestibular bercabang membawa
impuls untuk keseimbangan dan cabang koklea
membawa impuls untuk pendengaran. Hal ini
terletak di kanal akustik internal.

Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah


untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
Saraf ini berasal dari medula.
Saraf ini bersifat sensorik dan motorik secara
alami. Saraf ini menerima rasa dari posterior
sepertiga dari lidah, memberikan persarafan
IX Glosofaringeus Gabungan
secretomotor ke kelenjar parotis, dan memberikan
persarafan motorik para stylopharyngeus, yang
penting untuk taktil, nyeri, dan sensasi termal.
Beberapa sensasi juga disampaikan ke otak dari
tonsil palatina. Sensasi disampaikan ke talamus
berlawanan dan beberapa inti hipotalamus. Saraf
ini terletak di foramen jugularis.

Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam


Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
Saraf ini berasal dari sulkus posterolateral medula.
Saraf ini bersifat sensorik dan motorik secara
X Vagus Gabungan
alami. Saraf ini memasok persarafan
branchiomotor untuk sebagian laring dan semua
otot faring (kecuali stylopharyngeus, yang
dipersarafi oleh saraf glossopharingeus). Ini juga
menyediakan serat parasimpatis ke hampir semua
dada dan perut jeroan ke fleksura lienalis, dan
menerima rasa khusus rasa dari epiglotis. Fungsi
utama dari saraf ini adalah untuk mengontrol otot-
otot untuk suara dan resonansi bersama dengan
langit-langit lunak. Saraf ini juga terletak di
foramen jugularis.

Mengendalikan pergerakan kepala


Saraf ini berasal dari akar tengkorak dan tulang
belakang.
XI Aksesorius Motorik
Saraf ini mengontrol otot sternokleidomastoid dan
trapezius, dan tumpang tindih dengan fungsi saraf
vagus. Saraf ini terletak di foramen jugularis.

Mengendalikan pergerakan lidah


Saraf ini berasal dari medula.
Saraf ini terutama motorik secara alami. Ini
memberikan persarafan motorik otot-otot lidah
XII Hipoglossus Motorik (kecuali untuk palatoglossus, yang dipersarafi oleh
saraf vagus) bersama dengan otot yg berhubung
dgn bahasa lainnya. Ini adalah saraf yang penting
untuk menelan dan berbicara artikulasi. Hal ini
terletak di kanal hypoglossus.

Hipokandrium Kanan Epigastrium Hipokondrium Kiri

Lumbal Kanan Umbilical Lumbal Kiri

Iliaka Kanan Hipogastrium/ Suprapubik Iliaka Kiri

Anda mungkin juga menyukai